KENAKALAN REMAJA
(STUDI KASUS DI KOMPLEK DEPARTEMEN
KESEHATAN CIPUTAT)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun oleh:
Widya Septyani
1113015000034
JAKARTA
2017
ABSTRAK
Widya Septyani. (NIM 1113015000034). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua
Terhadap Kenakalan Remaja Studi Kasus di Komplek Departemen Kesehatan
Ciputat. Skripsi. Tangerang Selatan: Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah.2017.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap
kenakalan remaja di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat, Tangerang Selatan.
Metode yang digunakan pada peneletian ini adalah metode kuantitatif. Populasi dari
penelitian ini adalah Remaja Komplek Departemen Kesehatan yang berjumlah 36
orang dengan teknik pengambilan sampel Purposive Sampling dengan hasil sampel
36 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi (foto,video),
kuesioner (angket), wawancara. Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data
berupa foto-foto dan rekaman remaja, orang tua dan keadaan lingkungan tempat
penelitian. Sedangkan angket digunakan untuk mengungkap pengaruh variabel pola
asuh terhadap kenakalan remaja dalam bentuk pernyataan angket tertutup.
Wawancara digunakan untuk memperkuat angket dalam mengetahui jawaban dari
narasumber dengan pertanyaan langsung dan lebih mendalam. Uji validitas instrumen
menggunakan korelasi product Moment, dan uji reliabilitas menggunakan rumus
Alpha Cronbach’s dengan jumlah 36 orang. Uji prasyarat analisis terdiri dari uji
normalitas dan uji homogenitas. Uji hipotesis penelitian adalah regresi linier
sederhana.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pola asuh orang tua berpengaruh terhadap
kenakalan remaja. Variabel pola asuh orang memberikan sumbangan sebesar 39,6%
bagi perubahan variabel kenakalan remaja sedangkan 60,4% sisanya dipengaruhi oleh
faktor lain. Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh peneliti, diperoleh thitung
(4,726) lebih besar dari ttabel (0,339) dengan taraf signifikan (0,05) Maka, H0 ditolak
dan Ha diterima.
This study aimed to determine the effect of parenting parent toward juvenile
delinquency study case at Komplek Departemen Kesehatan Ciputat. The method that
used in this study is survey method with quantitative approach. The population of
study is adolescent at Kompek Departemen Kesehatan Ciputat amount about 36
childerns. . Data collection techniques in this study is documentation, questionnaire,
and interview. The documentation for collecting the data in the area research. The
questionnaire used to reveal the effect of parenting parent toward juvenile
delinquency. While the interview is used to strengthen the questionnaire method in
knowing the of parenting parent toward juvenile delinquency. . The instrument of
validity test this study using the Product Moment correlation and it reliability test
using Cronbach's Alpha formula with the number of respondents about 36 childerns.
The analysis prerequisite test consists of normality test and homogeneity test. It
hypothesis test is a simple linear regression.
PENDAHULUAN
Cara penyesuaian diri remaja melalui cara berinteraksi saat ini banyak
mendapat sorotan utama, karena pada masa sekarang kenakalan remaja cukup
mengkhawatirkan dikarenakan perkembangan arus modernisasi yang semakin
maju dan mengikis moral serta keimanan seseorang terlebih lagi seorang
1
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h.11
1
remaja pada era sekarang ini. Generasi muda saat ini di ibaratkan memegang
tongkat estafet dari generasi sebelumnya untuk membawa bangsanya ke arah
yang lebih baik lagi. Oleh sebab itu baik buruknya bangsa dan negara ini tentu
tergantung kepada generasi muda.
Bila dilihat dari segi yang lebih luas lagi pergaulan anak yang salah dapat
menyebabkan kenakalan remaja seperti seks bebas, sampai pada pemakaian
narkoba di kalangan remaja yang semakin tinggi. Hal ini perlu diatasi agar
tidak menyebabkan permasalahan dikemudian hari. Karena pergaulan bebas
dapat diartikan sebagai sesuatu yang negatif artinya pergaulan bebas dapat
2
Dedi Herdian, KPAI: RPTRA Tekan Angka Kenakalan Remaja, 2017 (http://www.kpai.go.id/berita/kpai-
rptra-tekan-angka-kenakalan-remaja)
2
dilakukan seseorang tanpa mengedepankan aturan dan kewajiban tuntutan
norma yang berlaku. Pergaulan anak sangat mempengaruhi kehidupan masa
depan nya kelak, oleh sebab itu bentuk kenakalan sekecil apapun dapat
berdampak bagi kehidupan anak tersebut. Seperti yang dikutip dalam Laman
Berita Online Surabaya Tribun Online “Seperti tertera dalam data,
berdasarkan Survey Lentera tahun 2015, sebanyak 45 persen jumlah remaja di
Indonesia pada usia 13 hingga 19 tahun sudah merokok.”3 Kenakalan anak
remaja semakin luas dan meningkat pesat perubahannya, akan tetapi sebagai
bentuk dari perubahan tersebut perlu adanya perubahan pula dari sisi
pengawasan serta didikan kepada anak guna menekan angka kenakalan
remaja.
Kepribadian seseorang tentu bukan berasal dari cara nya berinteraksi dari
sisi eksternalnya saja seperti berkumpul dengan teman-teman namun bisa juga
berasal dari internal seperti keluarga. Kenakalan remaja tentu dapat dibentengi
dari keluarga terutama peran orang tua dalam mengawasi tingkah laku anak.
Orang tua pada umumnya harus melaksanakan fungsinya dengan baik sebagai
orang tua yang memberikan kasih sayang, pendidikan budi pekerti, serta
pendidikan agama dan moral. Menjadi orang tua merupakan salah satu
tahapan yang dijalani oleh pasangan yang memiliki anak. Anak-anak
menjalani proses tumbuh dan kembang dalam suatu lingkungan.
3
Pipit Maulidiya, Surabaya Tribun News Online, 2016
(http://surabaya.tribunnews.com/2016/08/29/hasil-survei-45-persen-remaja-indonesia-usia-13-19-
tahun-sudah-merokok)
4
Sri Lestari, Psikologi Keluarga, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), h.16.
3
hal apa pun dan cenderung akan melibatkan anak-anak nya dalam setiap
keputusan di rumah atau pun masalah di luar rumah.
Hubungan yang baik dari kedua belah pihak akan membawa dampak
positif bagi perkembangan anak. Sebaliknya, kualitas hubungan yang buruk
antara orang tua dan anak dapat menyebabkan masalah. Anak akan takut
untuk mengutarakan kemauannya dan akan menutup diri bahkan dari
lingkungan keluarganya. Penerimaan dan penolakan orang tua terhadap anak
atau anak terhadap orang tua dapat dilihat dari pola pengasuhannya.
Bagaimana orang tua dan anak melakukan saling perhatian, saling peduli,
saling memberikan rasa nyaman, dukungan dan cinta kasih. Menurut Syaiful
Bahri Djamarah “ Orang tua yang diharapkan oleh anaknya sebagai teladan,
ternyata belum mampu memperlihatkan sikap dan perilaku yang baik.
Akhirnya anak akan kecewa terhadap orang tuanya. Anak merasa gelisah.
Mereka tidak betah dirumah. Keteduhan dan ketenangan merupakan hal yang
langka bagi anak”5
5
Syaiful Bahri Djamarah,Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi Dalam Keluarga,(Jakarta: PT
Rineka Cipta,2014), h 49
6
W.A Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT Eresco, 1988), h.132.
4
tanpa adanya musyawarah. Dan yang terakhir adalah sifat orang tua pasif yang
menjalankan peranan yang pasif dan orang tua pada sifat ini hanya sebagai
penonton yang menyerahkan segala keputusan kepada anggota keluarganya.
Pola asuh ketiga di atas dapat menciptakan anak yang berbeda-beda sifat
dan pergaulan sosialnya. Anak yang terlahir dari keluarga yang memiliki sifat
demoktaris cenderung mudah berkomunikasi dengan orang tua nya dan
mendapatkan perhatian termasuk masalah pergaulan sosialnya. Dengan siapa
anaknya berteman, bagaimana pergaulan sehari-hari atau bahkan ikut masuk
ke dalam pergaulan sosial sang anak. Dengan begitu orang tua yang
demokratis dapat dengan mudah memantau dan ikut serta dalam setiap
pergaulan sosialnya.
Sebaliknya semakin keras atau otoriter orang tua tersebut anak akan
semakin membangkang dan membantah, takut untuk mengutarakan pendapat
dan menutup diri dari lingkup keluarga. Namun anak yang terlahir dari
keluarga yang memiliki sifat orang tua pasif akan menimbulkan anak yang
bebas dan tidak peduli. Dampak buruk nya adalah anak akan dengan mudah
bergaul tanpa mendapatkan batasan-batasan dari orang tua. Orang tua bukan
tempat nya untuk bertanya dalam mengambil setiap keputusan. Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Kesejahteraan Anak “Hak Anak
yang tertulis pada pasal 2 ayat (1) “Anak berhak atas kesejahteraan,
perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam
keluarga maupun didalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang
dengan wajar”7
7
UU RI No.3 Tahun 1997,Undang-Undang Peradilan Anak,(Jakarta:Sinar Grafika,2009), h 53
5
Berdasakan uraian di atas, pola asuh orang tua berpengaruh terhadap
kenakalan remaja. Oleh karena itu menarik untuk di teliti apakah pola asuh
orang tua mempengaruhi kenakalan remaja. Maka dengan ini peneliti memberi
judul sebagai berikut: “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Kenakalan Remaja (Studi Kasus di Komplek Departemen Kesehatan
Ciputat Kp. Sawah)”.
B. Identifikasi masalah
1. Makin tingginya kenakalan remaja yang ada di Indonesia misalnya
kelangsunganseperti merokok sejak dini, berkendara ugal-ugalan,
minum minuman keras, mencuri, merampas, kekerasan, seks bebas
hingga pada penggunaan obat-obatan terlarang
2. Rendahnya perhatian dan kontrol sosial dari berbagai pihak mulai dari
pemerintah hingga lingkup terdekat yakni keluarga, tokoh warga,
lembaga-lembaga pemerintahan serta lembaga penegak hukum yakni
kepolisian.
3. Kurangnya pengawasan terhadap anak dari segi mengawasi pergaulan
hingga sampai pada pengawasan terhadap sumber informasi yang di
akses anak melalui berbagai cara seperti internet hingga pengaruh
teman sebaya.
C. Pembatasan Masalah
1. Kenakalan remaja yang diukur dalam penelitian ini dibatasi pada perilaku
yang dilakukan oleh anak usia 12-18 tahun mulai dari membawa
kendaraan bermotor pada usia Sekolah Dasar, bolos sekolah, tawuran,
mencuri ,merokok sampai pada seks bebas dan penggunaan obat-obatan
terlarang.
6
2. Pola asuh orang tua dalam mengawasi anak-anak dalam lingkup
pertemanan sehari-hari maupun cara anak berinteraksi dengan banyak
orang dan pengaruh teman sebaya.
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Seberapa besar pola asuh orang tua dapat mempengaruhi kenakalan
Remaja di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat Kampung Sawah?
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis:
a. Bagi peneliti
b. Bagi pembaca
7
2. Manfaat praktis:
a. Bagi Masyarakat
8
BAB II
A. Deskripsi Teoritik
Pola asuh orang tua dalam keluarga merupakan hal yang terpenting
dalam pembentukan pribadi anak. Dengan adanya sebuah pola asuh, orang
tua dapat mendidik, membimbing, dan mengarahkan serta mengawasi anak-
anak mereka dalam bertindak dan bersikap agar tidak melakukan perbuatan
yang negatif seperti kenakalan remaja. Pola adalah pola asuh yang terdiri dari
dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Pola
adalah sistem; cara kerja bentuk (struktur) yang tetap.1
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI Online, 2017, (https://kbbi.web.id/pola)
2
Sri Lestari, Psikologi keluarga, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 56
3
John W Santrock Child Development, Terj Mila rahmawati dkk, Perkembangan Anak,
(Jakarta: Erlangga, 2007), h. 163
9
yang besar seperti emosi yang positif yakni bahagia dan tertawa namun tidak
jarang pula orang tua terpaksa mengeluarkan sisi emosi negatif yakni marah
dan kasar. Karena pada dasar nya untuk menjadi orang tua yang baik tidak
bisa didapatkan dari sekolah atau lembaga yang menyelenggrakannya.
Kebanyakan orang tua mengambil praktik pola asuh yang sudah di terapkan
oleh orang tua mereka sendiri yang kemudian mereka ambil sisi baik dan
meninggalkan sisi buruk nya.
4
Abdul Wahib, Jurnal Konsep Orang Tua Dalam Membangun Kepribadian Anak,
(Magetan: STAI Ma’arif, 2015), h. 4
10
pendidikan dalam suatu lingkungan tertentu, seperti lingkungan rumah atau
keluarga dan hal lain seperti sarana prasarana yang tersedia, misalnya alat
bermain atau lapangan bermain. Adapun faktor lingkungan dapat merangsang
berkembangnya fungsi tertentu dari dalam diri anak yang dapat menghambat
atau mengganggu kelangsungan perkembangan anak.
Menurut W.A Gerungan, “terdapat tipe kepemimpinan atau sifat pola asuh
orang tua sendiri ada tiga macam, yakni sifat demokratis, sifat otoriter, dan
yang terakhir adalah sifat orang tua pasif.”
11
sosial, gagal memprakarsai kegiatan dan memiliki komunikasi yang
lemah.
3. Dan yang terakhir adalah sifat orang tua pasif yang menjalankan peranan
yang pasif dan orang tua pada sifat ini hanya sebagai penonton yang
menyerahkan segala keputusan kepada anggota keluarganya. Mereka
hanya membuat sedikit permintaan dan membiarkan anak memonitor
aktivitas mereka sendiri. Pada pola asuh ini mereka jarang menghukum,
tidak mengontrol dan tidak menuntut.5
5
W.A Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT Eresco, 1988), h.132
12
merangkul anak dengan mesra dan berkata, “Kamu tahu kamu tak
seharusnya melakukan hal itu. Mari kita bicarakan bagaimana kamu bisa
menangani situasi tersebut lebih baik lain kali.” Orang tua otoritatif
menunjukan kesenangan dan dukungan sebagai respon terhadap perilaku
konstruktif anak. Mereka juga mengharapkan perilaki anak yang dewasa,
mandiri dan sesuai dengan usianya. Anak yang memliki orang tua
otoritatif sering kali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan
berorientasi pada prestasi; mereka cenderung untuk mempertahankan
hubungan yang ramah dengan teman sebaya, berkerja sama dengan orang
dewasa, dan bisa mengatasi stres dengan baik.
c. Pengasuhan yang mengabaikan adalah gaya di mana orang tua sangat tidak
terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang tya yang
mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih pentig
dari pada diri mereka. Anak-anak ini cenderung tidak memiliki
kemampuan sosial. Banyak di antaranya memiliki pengendalian diri yang
buruk dan tidak mandiri. Mereka sering kali memiliki harga diri yang
rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam masa
remaja, mereka mungkin menunjukan sikap membolos dan nakal.
d. Pengasuhan yang menuruti adalah gaya pengasuhan di mana orang tua
sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol
mereka. Orang tua macam ini membiarkan anak melakukan apa yang ia
inginkan. Hasilnya, anak tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya
sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya. Beberapa orang
tua sengaja membesarkan anak mereka dengan cara ini karena mereka
percaya bahwa kombinasi antara keterlibatan yang hangat dan sedikit
batasan akan manghasilkan anak yang kreatif dan percaya diri. Namun,
anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar
menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan
13
perilakunya. Mereka mungkin mendominasi, egosesnteris, tidak menuruti
aturan, dan kesulitan dalam hubungan teman sebaya.6
Dari berbagai contoh pola pengasuhan orang tua terhadap anak yang
dikemukakan di atas, pada dasarnya terdapat tiga pola asuh orang tua yang
sering diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh tersebut antara
lain adalah pola asuh otoriter, pola asuh demokrasi, dan pola asuh permisif
atau pasif.
Selain pola asuh, sikap juga dapat mempengaruhi kepribadian anak. Ada
beberapa sikap baik yang dapat mendukung pembentukan kepribadian anak
antara lain: penanaman budi pekerti sejak dini, pendisiplinan anak sejak dini,
menyayangi anak secara wajar dan menghindari pemberian label ‘malas’ pada
anak. Kita harus berhati-hati dalam mendidik anak, anak-anak biasa belajar
cara berinteraksi dengan orang lain dengan mencontoh, berbagi dan menjadi
teman baik. Mereka juga mempelajari sikap, nilai, prefensi pribadi dan
beberapa kebiasaan dengan mengikuti contoh, termasuk cara mengenali dan
menangani emosi mereka. Seorang anak belajar banyak dari perilaku mereka
dengan mengamati dan meniru perilaku orang-orang disekitar mereka.
Pada dasarnya sikap negatif maupun positif dari orang tua sangat
mempengaruhi pembentukan kepribadian anak. Dalam kaitan ini, baik
keluarga kecil maupun keluarga besar ternyata dapat pula menyesatkan anak-
anak remaja yang dapat merugikan masyarakat. Tergantung pada pola asuh
yang mereka terapkan kepada setiap anak didalam lingkup keluarga tersebut.
6
John W Santrock, Child Development, Terj Mila rahmawati dkk, Perkembangan Anak,
(Jakarta: Erlangga, 2007), h. 167
7
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991),
cet.2 h. 128
14
makan, minum dan juga pakaian. Disamping itu pula seorang anak juga
membutuhkan cinta dan kasih sayang serta rasa aman di dalam rumah. Mereka
juga berhak mendapatkan perilaku adil dari kedua orang tua dan anggota
keluarga lainnya. Keluarga terlebih lagi orang tua memiliki peran untuk
menanamkan disiplin pada anak-anak sejak masih kecil agar setelah dewasa
kelak hal tersebut bisa menjadi sebuah kebiasaan yang baik.
Orang tua merupakan orang yang pertama kali dikenal oleh anak di
dalam kehidupan keluarga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah
orang tua di artikan dengan “ayah dan ibu kandung, atau orang yang dianggap
orang tua atau yang dituakan atau orang-orang yang disegani atau dihormati
dikampung.”8 Mendapat sebutan sebagai Orang Tua di era sekarang tentu
harus melalui proses pernikahan yang sesuai dengan agama dan hukum yang
berlaku yang kemudian dinyatakan sah dan diperbolehkan untuk melakukan
hubungan suami istri dan membentuk keluarga dengan hadirnya seorang
anak.
8
Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI Online, 2017, (https://kbbi.web.id/orang)
9
Roger M. Keesing, Cultural Anthropology, Terj. R.G.Soekadijo, Antropologi Budaya,
(Jakarta: Erlangga, 1998), h. 6
15
anak, di arahkan dengan penuh kesadaran dan intensif kepada anak baik
dalam bentuk sikap maupun perbuatan terhadap anak. Orang tua yang baik
adalah mereka yang bisa menjadi sahabat sekaligus tauladan yang baik bagi
anaknya sendiri. Karena sikap bershabat dengan anak mempunyai peranan
yang sangat besar dalam mempengaruhi sikap dan jiwa nya. Sebagai seorang
sahabat, tentu orang tua perlu menyediakan waktu untuk anak, yakni
menemani nya dalam keadaan suka maupun duka, dan menjadi tempat
berbagi dalam memilih teman yang baik dan tidak baik.
10
Maurice Balson, Becoming A Better Parent, Terj. M. Arifin, Bagaimana Menjadi
Orang Tua Yang Baik, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 124
16
anaknya sebaiknya berdasarkan ajaran agama Islam agar anak dapat
melaksanakan fungsi sosialnya sesuai dengan norma agama, norma hukum,
norma kesusilaan dan dengan akhlak yang mulia.
Rasa cinta dan kasih sayang juga sangat diperlukan di dalam lingkup
keluarga. Rasa cinta dan kasih sayang yang Allah berikan kepada orang tua
secara psikologis mampu membuat orang tua merasa bahagia dan bersabar
dalam mendidik anak-anak nya. Barang kali itu lah sebabnya Al-Qur’an
melukiskan arti anak bagi orang tua dengan ungkapan-ungkapan seperti
‘perhiasan dunia’ (al-Kahfi:46) dan ‘penyenang hati’ (al-Furqan:74)
2. Kenakalan Remaja
a. Pengertian Remaja
Masa remaja termasuk masa yang menentukan karena pada masa ini
anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya. Terjadinya
perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan di dalam remaja sehingga
masa ini di nilai sangat. Perkembangan tertang remaja kemudian mengalami
perubahan yang sangat pesat. Bagi sebagian orang remaja masih dianggap
sebagai anak-anak akan tetapi banyak pula yang mengganggap remaja sebagai
bagian dari orang dewasa yang pemikirannya tak kalah dengan orang dewasa.
Menurut Gazi dan Faojah “Dalam bahasa Inggris, masa remaja disebut dengan
istilah adult yang sesungguhnya berasal dari Bahasa Latin seperti halnya kata
adolescer yang berarti tumbuh menuju kedewasaan.”11
Adolesensi lebih tepatnya saat seseorang berada pada satu masa transisi
dari masa kanak-kanak menuju dewasa, dimana masa tersebut seseorang mulai
menunjukan sifat-sifat dewasa yang dimilikinya. Pada perkembangan nya
biasa nya perkembangan seorang remaja atau adolesensi berlangsung pada
usia 12-22 tahun berarti selama 10 tahun masa remaja. Akan tetapi di era
sekarang pada masa remaja seorang anak tergolong lebih cepat seperti, anak
11
Gazi dan Faojah, Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama Terhadap Perilaku
Manusia, (Jakarta: Lembaga Penelitian, 2010), h. 47
17
SD (Sekolah Dasar) yang “cepat dewasa” dengan adanya perkembangan
teknologi dan pergaulan yang ada. Dengan begitu seorang anak akan jadi lebih
cepat dewasa melewati masa remajanya.
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada
skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun
ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial,
kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai
setelah seseorang melampaui usia 21 tahun. Menurut Undang–Undang
Republik Indonesia No 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak BAB I Pasal
1 Ayat (1) ”Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai
12
Ade Sanjaya, Pengertian Anak Menurut Definisi Ahli dan Undang Undang
Kesejahteraan Anak
2017 (http://www.landasanteori.com/2015/08/pengertian-anak-menurut-definisi-ahli.html)
13
UU RI No.3 Tahun 1997,Undang-Undang Peradilan Anak,(Jakarta:Sinar Grafika,2009), h 52
18
umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
dan belum kawin.14
14
UU RI No.3 Tahun 1997,Undang-Undang Peradilan Anak,(Jakarta:Sinar Grafika,2009), h 3
15
Abdul Mun’im Al-Maligy, Dendam Anak-Anak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 69
19
1. Masa pengaturan. Masa dewasa dianggap sebagai masa pengaturan karena
pada masa ini setiap orang telah kehilangan kebebasan masa kanak-kanak
dan masa remaja, serta mulai menerima tanggungjawab sebagai orang
dewasa dengan mencari nafkah dan mengurus rumah tangga.
2. Masa reproduktif. Pada masa ini, orang yang memasuki tahap dewasa
mulai berperan sebagai orang tua bagi anak-anaknya.
3. Masa bermasalah. Pada masa ini, banyak orang mengalami kesulitan
penyesuaian diri akibat peralihan masa dari masa remaja ke masa dewasa,
terutama menyangkut penyesuaian dengan kehidupan rumah tangga,
menyeimbangkan antara pilihan berkarir dan pilihan berumah tangga, dan
mereka tidak lagi ,mendapatkan bantuan dari orang tua seperti saat mereja
masih muda.
4. Masa ketegangan emosional. Pada masa ini, seseorang yang memasuki
tahap dewasa awal harus mengalami ketegangan emosional yang
disebabkan oleh banyaknya persoalan yang terjadi dalam bidang pekerjaan
dan kehidupan rumah tangga.
5. Masa keterasingan sosial. Pada masa ini orang dewasa harus membatasi
pergaulan dan waktu bermain dengan teman-teman sebaya karena telah
memiliki tanggunghawab sebagai bapak atau ibu yang harus mengurus
rumah tangga dan anak-anak yang mereka lahirkan.
6. Masa komitmen. Mereka harus membuat komitmen-komitmen baru akibat
pergeseran peran dari seorang remaja yang masih bergantung pada orang
tua, menjadi seorang dewasa yang harus memikul tanggungjawab hidup.
7. Masa ketergantungan. Pada masa ini, banyak orang dewasa awal yang
harus bergantung kepada orang tua atau lembaga pendidikan tertentu yang
memberikan beasiswa atau bantuan pendidikan kepada mereka.
8. Masa perubahan nilai. Pada masa ini terjadi banyak perubahan nilai masa
kanak-kanak dan masa remaja karena pengalaman dan hubungan sosial
dengan orang-orang yang berbeda usia dan nilai-nilai tersebut harus dilihat
dari perspektif orang dewasa.
20
9. Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru. Pada masa ini terjadi
perubahan gaya hidup yang tentu saja berda-beda antara satu orang dengan
orang lain, tergantung banyak faktor seperti keluarga, tingkat pendidikan,
lingkungan pergaulan, dan pekerjaan.
10. Masa kreaktif. Pada masa ini orang yang memasuki tahap dewasa awal
menunjukkan kreativitas mereka melalui hobi, minat, dan pekerjaan.16
Perilaku dan tindak-tanduk anak pada usia remaja ini pastinya berbeda
satu sama lain. Perbedaan ini didasari oleh perbedaan perkembangan fisik,
16
Gazi dan Faojah, Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama Terhadap Perilaku
Manusia, (Jakarta, Lembaga Penelitian, 2010), h. 48
17
Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2010), h. 67
21
cara berteman dan bergaul serta bagaimana didikan orang tua. Hubungan anak
dengan orang tuanya akan membantu anak pada usia remaja agar dapat
tumbuh dengan baik. Dengan cara seperti di berikan tanggung jawab atas apa
yang dilakukannya. Akan tetapi juga memberikan rasa percaya dan
memberikan kesempatan untuk menentukan pilihannya sendiri misalnya
dengan bagaimana anak berteman dan bergaul
Dalam fase remaja seperti ini seseorang cenderung dapat berubah dengan
sangat drastis mengikuti lingkungan maupun pergaulannya. Akan tetapi perlu
juga usaha untuk membentuk kepribadian anak untuk mencapai suatu
18
Muhammad Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2010), h. 21
22
penyesuaian diri terhadap lingkungan, baik untuk masa sekarang atau pun
masa mendatang. Menurut Sutjihati Somantri “Personality dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan sebagai kepribadian, berasal dari kata Latin Persona
yang berarti topeng. Pada zaman Yunani kuno, para aktor memakai topeng
untuk menutupi identitasnya sehingga ia mampu memainkan peran
sandiwara.” 19
Akan tetapi arti kepribadian pada masa itu kini semakin
berubah dan menyesuaikan dengan keadaan di zaman sekarang. Kepribadian
kini lebih dikenal sebagai penampilan dan karakteristik seseorang.
c. Kenakalan Remaja
19
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung:PT Refika Aditama, 2006), h. 51
20
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, h. 50
23
Istilah mengenai kenakalan anak adalah sebagai terjemahan dari juvenile
delinquency. Namun pada akhir nya kini, juvenile delinquency merupakan arti
dari kenakalan anak yang dikenal secara luas. Menurut Sudarsono pengertian
“juvenile delinquency ialah suatu perbuatan itu disebut deliquent apa bila
perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada
didalam masyarakat di masa ia hidup, suatu perbuatan yang anti sosial di
mana di dalam nya terkandung unsur-unsur anti normatif”21. Anak-anak yang
dimaksudkan dalam fase ini adalah anak-anak atau remaja yang sedang
memasuki usia puber dan melakukan segala hal yang bertentangan dengan
norma dan adat istiadat yang berlaku di lingkungan sekitarnya. Yaitu yang
dimaksud adalah dengan melakukan kenakalan.
21
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991),
Cet.2 h. 5
24
makan dan minum sendiri, berpakaian sendiri, mentaati peraturan, serta
bagaimana mereka membangun komitmen dengan kelompok atau
organisasinya. Namun karena rasa ingin tahu serta proses pencaran jati diri
sebagai seorang remaja atau anak muda, mereka cenderung tidak mau
mengikuti aturan karena dengan melanggar itu mereka bisa menumbuhkan
suatu kebanggaan tersendiri diantara kelompok mereka. Kebanyakan mereka
berasal dari lingkungan keluarga yang kurang memperoleh perhatian dan
kasih sayang orang tua. Bisa jadi kedua orang nya sibuk bekerja, sering
cekcok, bahkan perceraian.
22
Berita Tangsel, Inilah Cara BAMUS Tangsel Mengatisipasi Kenakalan Remaja Pada
Anak Sekolah, 2017 (http://www.beritatangsel.com/pendidikan/inilah-cara-bamus-tangsel-
antisipasi-kenakalan-remaja-pada-anak-sekolah)
25
Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mencakup perilaku kenakalan yang
luas, mulai dari perilaku yag tidak bisa diterima seara sosial seperti dengan
membuat masalah di sekolah sampai pada perbuatan kriminal seperti
pencurian dan kerusakan. Menurut John W Santrock “untuk memudahkan
secara hukum, dibuat pembagian pelanggaran menjadi 2 jenis:”
23
John W Santrock, Child Development, Terj Mila rahmawati dkk, Perkembangan Anak,
(Jakarta: Erlangga, 2007), h. 141
26
a. Bab I tentang pelanggaran keamanan umum bagi orang atau barang
dan kesehatan, meliputi Pasal 489, 490, 492, 496, dan 497.
b. Bab II tentang pelanggaran ketertiban umum, meliputi Pasal 503, 505,
514, 517, dan 519.
c. Bab III tentang pelanggaran terhadap penguasa umum mmeliputi Pasal
526.
d. Bab V tentang pelanggaran terhadap orang yang memerlukan
pertolongan meliputi Pasal 531.
e. Bab VI tentang pelanggaran kesusilaan, meliputi Pasal 532, 536, dan
540.24
24
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991),Cet.2 h. 2
25
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, h. 134
27
B. Hasil Penelitian Relevan
1. Hani Inayati (Fakultas Psikologi UIN Jakarta 2013), dengan judul Skripsi
Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Kenakalan Remaja Siswa SMK Puspita
Bangsa Ciputat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
kontrol sosial diri dan dukungan sosial terhadap kenakalan remaja siswa
SMK Puspita Bangsa Ciputat. Sampel penelitian ini berjumlah 254 orang
dari populasi sebanyak 715. Sampel di pilih dengan tehnik simple random
sampling dengan menggunakan table of random numbers. Analisis data
pada penelitian ini menggunakan tehnik regresi berganda dengan
menggunakan software SPSS versi 17.0. sedangkan untuk pengujian
validitas konstruk menggunakan software Lisrel 8.7. Hasil penelitian
menunjukan kontrol diri dan dukungan sosial berpengaruh secara
signifikan terhadap kenakalan siswa SMK Puspita Bangsa Ciputat.26
2. Uswatun Hasanah (Fakultas Psikologi UIN Jakarta 2014), dengan judul
Skripsi Pengaruh Pola Asuh dan Kontrol Diri terhadap Agresivitas Remaja
di SMA Al-Chasanah Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Populasi dalam penelitian ini
adalah siswa SMA Al-Chasanah Jakarta sebanyak 235 siswa, yang terdiri
atas X, XI dan XII.. selanjutnya, dari jumlah populasi tersebut juga dengan
sensus, maka sampel dalam penelitian ini sebanyak 235 siswa. Dalam
penelitian ini, penulis mengadaptasi dan memodifikasi alat ukur
agresivitas dan pola asuh yaitu Aggression Questionnaire dan Parental
AuthorityQuestionnaire. Sedangkan alat ukur kontrol diri, penulis
26
Hani Inayati, Skripsi Pengaruh Kontrol Diri dan Dukungan Sosial terhadap Kenakalan
Remaja Siswa SMK Puspita Bangsa Ciputat, (Jakarta: UIN Jakarta, 2013)
28
membuat ukur sendiri berdasarkan aspek-espek kontrol diri dari Averil
(1973). Analisis data penelitian menggunakan software SPSS versi 18.0
sedangkan untuk pengujian validitas kontsruk menggunakan Lisrel 8.70.
Dalam penelitian ini pola asuh memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap agresifitas remaja.27
3. Raguan Hana, Skripsi, (Fakultas Psikologi UIN Jakarta 2014), dengan
judul Pengaruh Pola Asuh Dan Impulsifitas Terhadap Kenakalan Remaja
di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat pola asuh dan impulsifitas pada anak-anak yang melakukan
kenakalan remaja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan melibatkan 100 responden penghuni Panti Sosial Bina Remaja
Bambu Apus dan menggunakan teknik pengambilan sampel non-
probability sampling. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan
Parenting Authority Questioner (PAQ) dan skala impulsifitas serta skala
kenakalan remaja yang disusun sendiri oleh penulis berdasarkan teori yang
ada. Adapun metode analisis data dan uji validitas-reliabilitas yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS 17.
Berdasarkan hasil perhitungan regresi didapatkan R square sebesar 0,046.
Variabel kenakalan remaja tidak dapat dijelaskan oleh variasi dari pola
asuh dan impulsifitas dengan indeks signifikansi 0,725 (p>0,05). Yang
berarti hipotesis mayor nol (Ho). Yang menyatakan tidak ada pengaruh
yang signifikan pola asuh dan impulsifitas terhadap kenakalan remaja
diterima.28
Perbedaan penelitian yang relevan dengan penelitian ini :
27
Uswatun Hasanah, Skripsi Pengaruh Pola Asuh dan Kontrol Diri terhadap Agresivitas
Remaja di SMA Al-Chasanah Jakarta, (Jakarta: UIN Jakarta, 2014)
28
Raguan Hana, Skripsi Pengaruh Pola Asuh dan Impulsif Terhadap Kenakalan Remaja di Panti
Sosial Bina Remaja Bambu Apus, (Jakarta: UIN Jakarta, 2014)
29
Tabel 2.1
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Relevan
30
Remaja di dengan kehidupan Apus (2014)” lebih
Panti Sosial sekitar seperti menekankan pola asuh dan
Bina Remaja dengan kontrol sifat impulsif remaja dalam
Bambu Apus sosialnya, dan lingkup panti sosial. Pola asuh
dengan pola asuh yang di maksud merupakan
nya. pola asuh yang di dapat di
dalam panti sosial tersebut.
31
C. Kerangka Berpikir
Keluarga
Orang Tua
Anak
1. Status Offsenses
2. Index offsenses
Gambar 2.1
32
mempunyai cara tersendiri untuk mendidik serta memberikan arahan melalui pola
asuh yang diterapkan didalam rumah. Pola asuh yang diterapkan orang tua tentu
berbeda-beda, disini penulis menjelaskan beberapa pola asuh dari dua Tokoh
Psikologi yakni W.A Gerungan yang menjelaskan tiga pola asuh yakni yang
pertama pola asuh demokrasi, pola asuh otoriter dan juga pola asuh pasif,
selanjutnya adalah pada Tokoh Psikologi John W Santrock yang menjelaskan
empat pola pengasuhan seperti pola pengasuhan otoritarian, pola pengasuhan
otoritatif, pola pengasuhan mengabaikan dan juga pola pengasuhan menuruti.
Didalam sebuah keluarga juga terdapat anak sebagai pelengkapan sebuah
keluarga itu sendiri, akan tetapi kehadiran anak juga perlu mendapat perhatian
agar anak tidak terjerumus dalam kenakalan remaja. Kenakalan anak remaja pada
penelitian ini terfokus pada kenakalan Status Offsenses dan Index offsenses yang
dikemukakan oleh John W Santrock. Dalam hubungannya yang sedemikian dekat
ini, maka peneliti ingin mengetahui seberapa besar pola asuh orang tua
mempengaruhi kenakalan remaja.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir yang telah penulis paparkan, maka hipotesis
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap
kenakalan remaja
Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap
kenakalan remaja
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
No Kegiatan Bulan
6 Penyusunan laporan √
7 Sidang Munaqosah √
8 Revisi penelitian √
34
Menurut Sugiyono ”Metode penelitian dapat diartikan sebagai
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara
random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian
analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah di tetapkan” 1
X Y
Gambar 3.1
Design Penelitian Analisis Regresi
1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta Bandung, 2012), Cet. 15, h. 14
35
Keterangan :
X = pola asuh orang tua (variabel bebas)
Y = kenakalan remaja (variabel terikat)
2
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h. 117
3
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h. 118
4
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h. 124
36
Dalam pengambilan sampel pada penelitian ini, menurut Suharsimi
Arikunto, “apabila subyek kurang dari 100 orang lebih baik diambil semua
sehingga penelitiannya adalah penelitian populasi.Tetapi apabila jumlah
subyeknya besar (lebih dari 100 orang), dapat di ambil antara 10-15% atau
20-25% atau lebih.”5 Adapun sampel pada penelitian ini berjumlah 36
remaja yang berusia 12-18 tahun di Komplek Departemen Kesehatan
Ciputat. Karena populasi dibawah 100 orang maka peneliti mengambil
sampel sejumlah populasi yaitu 36 orang. Dimana 36 orang remaja
tersebut masih berusia sekolah dengan tingkat pendidikan orang tua
Sarjana Tingkat Satu yang sebagian besar bekerja di Kementrian
Kesehatan sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) dengan status ekonomi
keluarga yang cukup mampu.
E. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian. Dalam penelitian ini melibatkan 2 variabel sebagai
berikut:
1. Definisi Konseptual
a) Variabel bebas: Pola asuh orang tua merupakan gambaran yang
dimiliki oleh orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak, yang
dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari
interaksi dalam keluarga antara orang tua dan anak. Dengan adanya
sebuah pola asuh, orang tua dapat mendidik, membimbing, dan
mengarahkan serta mengawasi anak-anak mereka dalam bertindak dan
bersikap.
b) Variabel terikat: Kenakalan remaja, merupakan perbuatan-perbuatan
bertentangan dengan norma-norma yang ada didalam masyarakat.
Kenakalan remaja berupa perilaku menyimpang seperti mencuri,
merokok, merampok, berbohong, dan lain-lain.
5
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta:
Rineka Cipta, 1999), Edisi ke-5, h. 112
37
2. Definisi Operasional
a. Variabel bebas: Pola asuh orang tua
Variabel bebas sebagai prediktor atau faktor yang akan
mempengaruhi variabel terikat yaitu kenakalan remaja. Pola asuh
orang tua merupakan Pola asuh orang tua merupakan kebiasaan
perilaku yang diterapkan orang tua pada anak yang bersifat relatif dan
konsisten dari waktu ke waktu. Pola asuh ini dapat dirasakan oleh
anak dari segi positif dan negatif.
b. Variabel terikat: Kenakalan remaja
Variabel terikat sebagai respon terhadap stimulus yang
diberikan oleh prediktor atau faktor dari variabel bebas. Kenakalan
remaja merupakan suatu perilaku yang salah satunya bisa terjadi
akibat pola asuh orang tua. Sebab akibat ini muncul akibat adanya
respon negatif dari pola asuh orang tua itu sendiri.
38
lainnya seperti profil tempat penelitan dalam bentuk hard copy yang
berada di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat
b. Kuesioner
c. Wawancara
6
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Andi, 2010), h.72
7
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 126
39
Menurut Syofian Siregar ”Editing adalah pengecekan atau
memeriksaan data yang telah berhasil dikumpulkan dari lapangan, karena
ada kemungkinan data yang telah masuk tidak memenuhi syarat atau tidak
dibutuhkan.”8 Adapun tujuan dilakukannya editing adalah agar mencegah
kesalahan-kesalahan dan kekurangan data yang di dapat dilapangan.
2. Codeting/Skoring
Tabel 3.2
Skor Alternatif Jawaban Responden
Setuju (S) 3
3. Tabulasi
Menurut Syofian Siregar ”Tabulasi adalah proses penempatan data ke
dalam bentuk tabel yang telah diberi kode sesuai dengan kebutuhan
analisis”10
8
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kualitatif: Dilengkapi Dengan
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. I, h. 206
9
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kualitatif: Dilengkapi Dengan
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17,h. 207
10
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kualitatif: Dilengkapi Dengan
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 1, h. 208
40
H. Instrumen Penelitian
Menurut Syofian Siregar, ”instrumen penelitian adalah suatu alat yang
dapat digunakan untuk memperoleh, mengolah, dan menginterpretasikan
informasi yang diperoleh dari para responden yang dilakukan dengan
menggunakan pola ukur yang sama”.11 Instrumen penelitian adalah berupa
kisi-kisi atau berisikan indikator-indikator yang akan diteliti dan sebagai
alat untuk mengukur fenomena yang diteliti. Instumen penelitian ini dibuat
untuk mengungkap data mengenai pola asuh orang tua terhadap kenakalan
remaja.
Dalam penelitian ini, teknik pengukuran data menggunakan skala
Likert atau kuesioner. Menurut Sugiyono, ”Skala Likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat atau persepsi seseorang atau sekelompok
mengenai fenomena sosial”.12 Skala Likert, menggunakan jawaban
alternatif yang telah disediakan oleh peneliti, sehingga responden hanya
menjawab dengan cara checklist pada jawaban. Skala likert ini berisi
pertanyaan mengenai nama subjek, usia, dan jenis kelamin. Selanjutnya
peneliti menggunakan skala likert untuk mengukur dua variabel Pola Asuh
Orang Tua dan Kenakalan Remaja.
Tabel 3.3
Indikator Variabel Pola Asuh Orang Tua
Variabel Sub Variabel Indikator
Pola Asuh Orang Pola Asuh Demokrasi 1. Mendorong Anak Menjadi
Tua Mandiri
2. Memberikan hadiah/pujian
kepada anak
3. Memberikan Kehangatan
dan Kasih Sayang
4. Memberikan Perintah
11
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kualitatif: Dilengkapi Dengan
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17, h. 161
12
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta Bandung, 2012), Cet. 15, h. 134
41
Dengan Penjelasan yang
baik
Tabel 3.4
Indikator Variabel Kenakalan Remaja
Variabel Sub Variabel Indikator
Kenakalan Remaja Index Offenses 1. Melakukan kriminalitas
2. Melakukan tawuran antar
pelajar
3. Melakukan pencurian
4. Menggunakan obat-obatan
terlarang
5. Melakukan kekerasan kepada
orang lain
6. Melakukan bullying
42
Status Offenses 1. Tidak bisa mengontrol emosi
2. Suka berbohong/menipu
3. Suka berbolos
4. Suka memalak teman sebaya
5. Suka merokok
6. Suka berbicara kasar
7. Berhubungan dengan lawan
jenis/pacaran
I. Instrumen Wawancara
Table 3.5
Instrument Wawancara
No Variabel Sub Variabel Pertanyaan
1 Pola asuh Pola asuh 1. Apakah ibu/bapak sering
orang tua demokratis mengajak anak untuk
berdiskusi?
2. Apakah ibi/bapak sering
menjadi tempat curhat anak
untuk menceritakan hal
apapun?
3. Apakah anak suka bercerita
tentang hal pribadi seperti
masalah sekolah atau pun
lingkup pertemanan bahkan
hubungan dengan lawan
jenis?
43
mengawasi anak? Apa dengan cara
kekerasan atau paksaan? Seperti
paksaan anak agar menjadi pintar
disekolah?
3. Bagaimana pendapat ibu/bapak
mengenai hubungan anak dengan
lawan jenis?
4. Apakah ibu/bapak memperbolehkan
anak bergaul dengan siapa saja?
44
lakukan ketika
berpacaran?
7. Apakah kamu seorang
perokok? Jika Iya apa
alasannya kamu
melakukan nya?
8. Apakah minum minuman
keras?
45
Menurut Syofian Siregar “Validitas atau Kesahihan adalah menunjukan
sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur.”13
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dlam suatu
daftar pernyataan dalam mendefinisikan suatu variabel. Daftar pertanyaan
ini pada umumnya mendukung suatu kelompok variabel tertentu. Validitas
yang digunakan dalam instrument ini adalah dengan menggunakan rumus
Product Moment dari Karl Pearson dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
2. Uji Reliabilitas
13
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kualitatif: Dilengkapi Dengan
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. I, h. 162
46
Menurut Syofian Siregar “Reliabilitas adalah untuk mengetahui sejauh
mana hasil pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama
dengan menggunakan alat ukur yang sama pula.14 Tahap perhitungan uji
reabilitas dengan menggunakan teknik alpha cronbach, yaitu:
Keterangan :
r11 : Reliabilitas
σt 2 : Varians total
K. Instrumen Wawancara
Wawancara dilakukan sebagai penguat data dari penyebaran angket.
Adapun isi wawancara adalah pertanyaan wawancara yang lebih
mendalam. Pertanyaan wawancara juga merupakan pertanyaan yang gugur
pada saat uji validitas. Pertanyaan wawancara dilakukan kepada 5 anak
remaja serta 4 orang tua secara lebih mendalam setelah angket yang
disebar dan diisi oleh responden anak remaja.
14
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kualitatif: Dilengkapi Dengan
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. I, h. 173
47
Analisis data diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi suatu
informasi, sehingga dapat dipahami dan bermanfaat untuk menjawab
masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian. Analisis data
merupakan kegiatan setelah data dari responden terkumpul, yang
kemudian akan dianalisis. Analisis data merupakan pengelompokan data
berdasarkan variabel dan jenis responden dan melakukan perhitungan
untuk menjawab rumusan masalah untuk menguji hipotesis yang telah
diajukan.
b) Uji Homogenitas
c) Uji Linieritas
48
mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) kurang
dari 0,05.
Ŷ = Kriterium
X = Prediktor
a = Intersep (konstanta regresi) atau harga yang memotong
sumbu Y
b = koefisien regresi atau sering disebut slove, gradien, atau
kemiringan garis.
49
M. Hipotesis Statistik
Di dalam penelitian kuantitatif, untuk mengetahui apakah pola asuh orang tua
dapat mempengaruhi kenakalan remaja di Komplek Departemen Kesehatan
Ciputat Kampung Sawah adalah:
Ho : ρ=0; Tidak ada pengaruh yang signifikan pola asuh orang tua terhadap
kenakalan remaja.
Ha : ρ ≠0; Ada pengaruh yang signifikan pola asuh orang tua terhadap
kenakalan remaja.
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambar 4.1
Lokasi Penelitian
Letak Komplek Departemen Kesehatan ini cukup strategis yakni berada di pinggir
jalan dengan akses menuju Bintaro yang cukup dekat. Keadaan Komplek ini juga
51
didukung oleh tempat yang masih asri dengan banyak nya pepohonan sehingga
Kesehatan ini.
tiga yang kemudian rumah dinas tersebut menjadi hak milik bagi pegawai-
pegawai tersebut. Lalu setelah rumah dinas tersebut menjadi hak milik kini,
diteruskan oleh anak cucu mereka dan menjadi perumahan yang cukup ramai.
Indonesia Ciputat
5) Identitas Ketua RW :
52
2. Data Struktur Kepengurusan Komplek
Tabel 4.1
2. Melaksanakan tugas-
tugas tertentu yang
diterapkan oleh ketua RW
53
2. Ir. Sobar Anggota prasarana wilayah
54
3. Data Warga
Komplek Depkes
RW 011
Gambar 4.1
Tabel 4.2
No Fasilitas Jumlah
1 Masjid 1
2 Lapangan 1
3 Posyandu 1
55
4 Pos Keamanan 3
5 Mobil Ambulance 1
7 Kebun Obat 1
8 Gardu PLN 1
B . Kalibrasi Instrumen
kenakalan remaja, dimana tes yang dilakukan adalah sejauh mana kenakalan yang
dilakukan remaja dengan pola asuh yang terapkan oleh orang tua nya masing-
dilakukan uji tes validitas kepada 36 siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Tangsel.
Untuk mengukur uji validitas soal yang digunakan dalam penelitian menggunakan
Adapun kisi-kisi instrument yang valid dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah
ini:
Tabel 4.3
56
Pola Asuh Pola Asuh 1. Mendorong 1, 2, 3, 28 1,2,3 3
Orang Tua Demokrasi Anak Menjadi
Mandiri
2. Memberikan 4, 5, 4,5 2
Hadiah/pujian
kepada anak
3. Memberikan 6, 7 6,7 2
kehangatan dan
kasih saying
4. Memberikan 8, 9 8 1
perintah dengan
penjelasan yang
baik
2. Pola 1. Memberikan 10, 11, 15 11, 15 2
Asuh aturan tanpa
Otoriter berdiskusi
2. Tidak 12, 13,14, 12, 14 2
memperhatikan 18
keinginan dan
kehendak anak
3. Berorientasi 16, 17 - -
kepada
hukuman
4. Jarang 19 19 1
memberikan
pujian
3. Pola 1. Tidak 20, 21, 22, 20, 22, 23 3
Asuh Passif mengendalikan 23, 27
perilaku anak
57
2. Tidak ada 24, 25 - -
hukuman ketika
melakukan
kesalahan
3. Tidak 26, 29 26 1
melatih
kemandirian
anak
JUMLAH 29 17 17
Diperoleh soal yang valid sebanyak 17 soal dari 29 soal dalam bentuk angket
Reliabilitas adalah ketepatan atau ketelitian suatu alat ukur (evaluasi). Jadi, suatu
tes dikatakan reliabel jika dapat dipercaya, konsisten atau stabil dan produktif.
Untuk menguji reliabilitas soal tes dalam penelitian ini menggunakan “Alpha
0,954 Dan berdasarkan kriteria klasifikasi reliabilitas nilai r11 = 0,954 berada
diantara kisaran 0,8< r11 ≤ 1,0 maka 17 soal yang valid dari 29 soal memiliki
Berdasarkan hasil uji coba instrumen variabel pola asuh orang tua
58
Tabel 4.4
2. Melakukan 2, 11 2 1
tawuran antar
pelajar
3. Melakukan 3, 3 1
pencurian
4. Menggunakan 4, 5, 6, 7, 6, 7, 40 3
alkohol dan obat- 40
obat terlarang
5. Melakukan 1, 8, 10 8 1
kekerasan orang
lain
6. Melakukan 9 9 1
bullying
59
menipu 37, 39, 41, 42
42
4. Suka memalak 35 35 1
JUMLAH 42 27 27
Berdasarkan hasil uji coba instrumen diperoleh soal yang valid sebanyak 27 soal
dari 42 soal dalam bentuk tes objektif atau dalam bentuk pilihan ganda dengan 4
option yaitu butir soal nomor 2, 3, 6, 7, 8, 9, 14, 16, 17, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
27, 29, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 40, 41, dan 42.
Reliabilitas adalah ketepatan atau ketelitian suatu alat ukur (evaluasi). Jadi, suatu
tes dikatakan reliabel jika dapat dipercaya, konsisten atau stabil dan produktif.
Untuk menguji reliabilitas soal tes dalam penelitian ini menggunakan “Alpha
0,954 Dan berdasarkan kriteria klasifikasi reliabilitas nilai r11 = 0,954 berada
60
diantara kisaran 0,8< r11 ≤ 1,0 maka 27 soal yang valid dari 47 soal memiliki
C. Deskripsi Data
strategis yakni berada di pinggir jalan dengan akses menuju Bintaro yang cukup
dekat. Keadaan Komplek ini juga didukung oleh tempat yang masih asri dengan
banyak nya pepohonan sehingga semakin meninggkat pula jumlah warga yang
rumah dinas bagi pegawai Departemen Kesehatan golongan tiga yang kemudian
rumah dinas tersebut menjadi hak milik bagi pegawai-pegawai tersebut. Lalu
setelah rumah dinas tersebut menjadi hak milik kini, banyak pula penghuni-
Penelitian ini dilakukan dengan meneliti anak remaja berusia 12-18 tahun yang
berjumlah 36 anak yang berada di satu Rukun Warga (RW) dan tersebar di empat
Rukun Tetangga (RT) yakni dari RT 01 sampai RT 04. Dimana sejumlah anak
tersebut sedang memasuki fase sekolah Sekolah Menengah Pertama ( SMP) dan
61
2. Deskripsi Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu pola asuh orang tuasebagai
Tabel 4.5
Descriptive Statistics
N Sum Mean Std.
Deviation
Statistic Statistic Statistic Std. Statistic
Error
pola asuh 36 1927 53.53 1.002 6.012
kenakalan
36 3193 88.69 1.880 11.283
remaja
Valid N
36
(listwise)
skor angka dari 36orang responden dengan data yang valid menunjukkan
bahwa:
mean 53,53 dan Standar deviasi pola asuh orang tua adalah 6,012
b) Untuk variabel (Y) kenakalan remaja adalah rata-rata atau mean 88,69
62
3. Kategori Variabel Penelitian
Pada tahap ini, masing-masing item memiliki skor tertentu yang kemudian
ditotalkan dan hasilnya akan penulis deskripsikan dalam bentuk tabel. Dalam
Data pola asuh orang tua diperoleh dari skor hasil pengolahan data angket
program SPSS 20 diperoleh hasil mean sebesar 87,88; dan standar deviasi
sebesar 6,012. Jumlah kelas interval ditentukan dengan rumus K=1+ 3,322
log 36, hasilnya adalah 6,1 dibulatkan menjadi 6. Rentang data (103 – 63)
= 40, sedangkan panjang kelas didapat dari rentang dibagi dengan jumlah
Tabel 4.6
63
93-98 5 13%
99-103 1 2%
yang memiliki skor pola asuh orang tua antara 63-68 sebesar 5%, yang
memiliki nilai antara 69-74 sebesar 2%, yang memiliki nilai antara 75-80
sebesar 11%, yang memiliki nilai antara 81-86 sebesar 25%, yang
memiliki nilai antara 87-92 sebesar 38%, yang memiliki nilai antara 93-98
sebesar 13%, yang memiliki nilai antara 99-103 sebesar 2%.Dari jumlah
6,012. Median 86,83dan modus 88,64 (lihat lampiran 16). Data distribusi
berikut:
Grafik 4.1
14
12
10
0
63-68 69-74 75-80 81-86 87-92 93-98 99-103
(Sumber : terlampir)
64
b). Kenakalan Remaja
program SPSS 20 diperoleh hasil mean sebesar 88,69; dan standar deviasi
3,322 log 36, hasilnya adalah 6,1 dibulatkan menjadi 6. Rentang data (108
– 64) = 44, sedangkan panjang kelas didapat dari rentang dibagi dengan
berikut:
Tabel 4.7
remaja yang memiliki skor pola asuh orang tua antara 64-67 sebesar 5,5%,
65
yang memiliki nilai antara 71-77 sebesar 11,1%, yang memiliki nilai
antara 78-84 sebesar 22,2%, yang memiliki nilai antara 85-91 sebesar
16,6%, yang memiliki nilai antara 92-98 sebesar 19,4%, yang memiliki
nilai antara 99-105 sebesar 16,6%, yang memiliki nilai antara 106-112
sebesar 8,3%. Dari jumlah tersebut diperoleh rata-rata (mean) adalah 87,88
Grafik 4.2
Kenakalan Remaja
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
64-70 71-77 78-84 85-91 92-98 99-105 106-112
Kenakalan Remaja
(Sumber : terlampir)
1. Uji Normalitas
66
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel X dan Y yang diteliti
memiliki distribusi normal atau tidak normal. Uji normalitas distribusi data
apabila taraf signifikan> 0,05 maka data tersebut normal, begitu pun
sebaliknya apabila taraf signifikan< 0,05 maka data tersebut tidak normal.
windows.
Grafik 4.3
67
Grafik 4.4
Pada Grafik 4.1 dan 4.2 data yang telah di olah memperlihatkan penyebaran
data yang berada disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
normalitas. Untuk lebih menyakinkan hasil uji grafik, maka pada uji
normaliltas ini dilengkapi dengan uji statistik, yaitu dengan menggunakan uji
68
Tabel 4.8
N 36 36
Mean 53.5278 88.6944
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 6.01183 11.28291
Absolute .080 .098
Most Extreme Differences Positive .080 .086
Negative -.054 -.098
Kolmogorov-Smirnov Z .478 .585
Asymp. Sig. (2-tailed) .977 .883
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
0,05 yang berarti bahwa variabel X (pola asuh orang tua) berdistribusi
2. Uji Homogenitas
69
Tabel 4.9
Berdasarkan tabel di atas, tampak nilai sig. yang diperoleh dari hasil
perhitungan uji homogenitas lebih kecil dari pada tingkat α yang digunakan
yaitu 0,05 atau 0,41 > 0,05 sehingga skor-skor pada variabel pola asuh orang
3. Uji Linieritas
Secara umum, uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
mempunyai hubungan yang linier signifikan atau tidak seperti pada tabel
berikut
ANOVA Table
Total 4455.639 35
70
\
. Data yang baik seharusnya terdapat hubungan yang linier antara variabel X
dengan variabel Y. Dari hasil uji linieritas di atas, dapat dilihat bahwa diperoleh
nilai signifikan = 0,317 yang berarti 0,317 > 0,05 yang artinya terdapat hubungan
yang linier secara signifikan antara variabel pola asuh orang tua dengan variabel
kenakalan remaja.
E. Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini, peneliti menguji hipotesis penelitian dengan teknik analisis
regresi sederhana menggunakan software SPSS 20. Uji regresi ini dilakukan untuk
1. Persamaan Regresi
Pada tahap ini peneliti menguji hipotesis untuk mengetahui seberapa besar atau
berapa persen varians variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel bebas. Oleh
karena itu, peneliti ingin mengetahui lebih jauh mengenai apakah secara
terikat, dengan melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari variabel
bebas. Langkah pertama peneliti menganalisis adanya pengaruh pola asuh orang
mengetahui berapa persen (%) varian variabel terikat yang dijelaskan oleh
variabel bebas. Selanjutnya untuk tabel R Square, Adapun hasilnya dapat dilihat
71
Tabel 4.10
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Std. Error of
Square the Estimate
kenakalan remaja sebesar 0,396. Hal ini berarti, variabel pola asuh orang tua
signifikansi tiap variabel dilihat dari kolom Sig., jika nilai signifikansi < 0,05
sebagai berikut:
Tabel 4.11
Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized T Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
72
(Constant) 25.441 13.467 1.889 .067
1
pola asuh 1.182 .250 .630 4.726 .000
a. Dependent Variable: kenakalan remaja
untuk perkiraan kenakalan remaja yang dipengaruhi oleh pola asuh orang tua
a) Apabila seorang remaja telah mendapat pola asuh orang tua (X = 63)
diperoleh dari hasil pola asuh orang tua terendah, maka perkiraan ia
99,907
b) Apabila seorang remaja telah mendapat pola asuh orang tua (X = 103)
diperoleh dari hasil pola asuh orang tua tertinggi, maka perkiraan ia
13,717
a) Perumusan Hipotesis
Kriteria Uji:
73
b) α = 0,05, dengan derajat kebebasan yang digunakan adalah (db) =
hitung (4,726) lebih besar dari pada ttabel (0,339) dengan taraf signifikan
0,05 jatuh atau berada di daerah penerimaan Ha (untuk uji pihak kanan)
3. Hasil Wawancara
Peneliti telah melakukan wawancara kepada 3 anak remaja dan 2 orang tua.
Wawancara ini dilakukan setelah penyebaran angket kepada anak remaja dan
orang tua pada 15 September 2017. Anak remaja yang peneliti wawancarai
peneliti membagi dalam beberapa tema yaitu: (1) Orang tua mengajarkan
anak untuk diskusi serta bagaimana didikan orang tua didalam rumah ; (2)
Orang tua peduli tentang pendidikan anak; (3) Orang tua mengetahui
lingkungan pergaulan anak; (4) Orang tua mengetahui kehidupan pribadi anak
74
didapat selama ini; (6) Lingkungan pergaulan buruk yang didapat oleh anak
berinisial GZZ yang merupakan remaja berusia 17 tahun dan baru masuk
tipe pola asuh yang didapatnya dari orang tua dimana Responden mempunyai
orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter dan sedikit demokrasi didalam
pola asuh yang didapat cukup tegas bahkan peneliti sempat melihat
narasumber mendapat kekerasan fisik dan perkataan kasar dari orang tuanya.
Namun peneliti juga sering melihat pola interaksi Responden dan orang
remaja berusia 18 tahun dan baru masuk Perguruan Tinggi Swasta didaerah
Jakarta. Peneliti memilih Responden ini yang mendapatkan pola asuh otoriter
dan juga pasif yang didapatnya dari orang tua. Sepengamatan peneliti orang
remaja yang berusia 15 tahun dan mulai memasuki SMA (Sekolah Menengah
mendapat perhatian dari orang tua meski keduanya sibuk bekerja. Responden
sering bertukar pikiran dan berbicara tentang hal apa pun kepada kedua orang
75
dengan seluruh anggota keluarga. Dari semua wawancara yang telah
sebagai berikut:
Dalam pembahasan tema ini mengenai kedekatan antara orang tua dan anak yang
dilakukan dengan cara berdiskusi didalam keluarga. Diskusi dalam kaitan ini
membahas apa saja seperti masalah pendidikan di sekolah atau pun hanya sekedar
hari.Dan bagaimana keadaan didalam rumah, situasi apa yang didapat anak
didalam rumah terutama pada saat mendapatkan masalah. Seperti yang dikatakan
langsung oleh Responden GZZ sebagai Anak Remaja pada saat diwawancarai,
berikut pemaparannya:
“Iya sih suka, soal pelajaran soal nilai-nilai disekolah udah sih gitu aja
paling kalo soal sehari-hari ya biasa ngobrol kaya biasa deket juga apa aja
Adapun hal serupa juga dijelaskan oleh Responden NNS sebagai Anak Remaja
“Iya biasa paling tentang nilai rapot, nilai pelajaran di sekolah doang kalo ngobrol ya
biasa aja ngobrol di rumah gitu. Kalo gue salah iya orang tua mukul, malah pernah sampe
dilempar bangku”2
Namun lain hal nya apa yang paparkan oleh Responden AS atas pertanyaan yang
1
Lampiran Wawancara 5
2
Lampiran Wawancara 5
76
”Ya paling lewat Whats App sih nanya-nanya nya, kalo ketemu kadang pagi udah
berangkat kerja pulang juga udah cape tapi ya kalo ada waktu ngobrol jalan
makan keluar. Mukul kasar gitu sih gak pernah tapi kalo pake omongan iya”3
Dari teman pada pertanyaan diatas dua diantara tiga responden mengatakan
bahwa komunikasi melalui cara diskusi antara orang tua dan anak masih sebatas
wajar dan dilakukan sehari-hari serta diskusi yang sebenarnya lebih menekankan
pada aspek nilai yang didapat pada bidang pendidikan. Namun satu responden
berpendapat bahwa diskusi yang dilakukan bias melalui media pesan singkat
Dalam kaitan ini bagaimana orang tua mengontrol anak dalam bidang pendidikan.
Seperti nilai disekolah, apakah anak dituntut untuk selalu mendapatkan nilai yang
memuaskan dan apakah anak pernah melakukan bolos. Adapun jawaban atas
“Gak ditekan kaya gitu sih biasa-biasa aja. Kalo bolos mah gue enggak deh gak
pernah”4
Hampir sama dengan responden GZZ, pada responden NSS menjelaskan lebih
“Gak sih gak maksa waktunya belajar ya belajar ya waktunya maen ya maen,
lagian gue belajar kalo lagi ulangan doang haha. Kalo bolos mah sekali dua kali
pernah lah”5
3
Lampiran Wawancara 5
4
Lampiran Wawancara 5
5
Lampiran Wawancara 5
77
Jawaban sama juga dikemukakan oleh AS atas pertayaan tersebut yang
Dari pernyataan kedua ini hampir semua menekankan bahwa orang tua tidak
memaksa anak agar anak mendapatkan nilai yang memuaskan dalam sekolah.
Dalam tema ini mencakup apakah orang tua membebaskan anak dalam bergaul
dengan siapa saja. Bagaimana tentang aturan jam pulang malam bagi anak yang
diterapkan didalam rumah. Adapun jawaban atas pertanyaan pada tema ini pada
“Iya lah gue bertemen sama siapa aja tapi liat-liat dulu orangnya gitu. Ya kalo pulang
malem si sebenernya gak boleh tapi gue nya aja yang bandel haha” 8
Berbeda dengan jawaban dua responden diatas, jawaban atas responden AS
“Ya bebas-bebas aja sih namanya juga cowok. Ya kalo pulang malem juga bebas aja sih
cowok kan gak apa-apa pulang malem tapi kadang juga di cariin di Whats App suruh
pulang gitu”9
Dari jawaban atas tema diatas sebagian besar anak mendapatkan kebebasan dalam
bergau dan berteman dengan siapa pun dan anak juga mendapatkan batas jam
pulang malam namun tetap saja berbeda pada setiap anak. Kebebasan dalam
6
Lampiran Wawancara 5
7
Lampiran Wawancara 5
8
Lampiran Wawancara 5
9
Lampiran Wawancara 5
78
bergaul dan batasan jam pulang malam yang dilanggar oleh anak dapat
menjadikan peluang bagi anak mendapatkan berbagai pengaruh baik dan buruk
diluar.
Dalam tema ini meliputi apakah orang tua mengetahui anak berteman
dengan lawan jenis dan apa tanggapan orang tua tentang hal ini. Bagaimana
hubungan anak dengan lawan jenis, apa kah anak sudah mengenal istilah
Pacaran dan seperti apa Pacaran yang mereka lakukan. Serta kegiatan apa
yang dilakukan bersama teman dekat atau Pacar. Adapun jawaban pertama
“Iya pernah pacaran, pacarannya juga biasa aja si. Biasa aja udah gitu doang pegangan
tangan iya”10
Namun berbeda dengan jawaban GZZ yang terkesan singkat dan masih
seperti berikut:
“Pacaran mah wajar jaman sekarang , pacarannya juga sewajarnya orang pacaran
aja sih tapi setiap kelakukan pasti ada batasnya. Paling pegangan tangan, pelukan,
cipika-cipiki ya batesnya cuma sampe situ udah gitu doang kalo dia minta lebih
“Ya pacaran mah pacaran gitu. Iya begitu deh kaya orang biasa gak gimana-gimana”12
10
Lampiran Wawancara 5
11
Lampiran Wawancara 5
12
Lampiran Wawancara 5
79
Jawaban atas tema diatas adalah remaja masih tertutup menjelaskan
bagaimana cara berhubungan yang mereka lakukan dengan lawan jenis. Ini bisa
saja karena remaja merasa malu untuk menceritakannya dan menganggap juga
pacaran merupakan hal wajar yang sudah sering dilakukan oleh orang
kebanyakan.
Adapun isi dari tema ini adalah bagaimana anak menerima pergaulan yang didapat
selama ini. Pergaulan seperti apa yang didapat dari lingkungan sekolah, rumah
“Ya paling nongkrong biasa. Ya temen-temen banyak yang ngeroko paling gue bilangin
ngerokok tuh gak baik apa lagi buat perempuan tapi yaa kebawa juga akhirnya gue
ngerokok juga tapi gak gimana-gimana sih jarang juga”14
Berbeda dengan kedua jawaban diatas, jawaban pada responden SA justru
bersama teman merupakan hal yang wajar dilakukan bahkan sering dilakukan.
Kegiatan berkumpul yang dilakukan biasa hanya sekedar makan, minum atau
13
Lampiran Wawancara 5
14
Lampiran Wawancara 5
15
Lampiran Wawancara 5
80
hanya berbicara atau ngobrol yang kemudian dapat menjadi wadah bagi
bertukarnya pikiran, bercerita dan juga bermain bersama-sama. Namun tak bisa
dihindari dari kegiatan yang dilakukan bersama-sama itu juga bisa menimbulkan
Dalam tema ini, pembahasan yang dilakukan masih sama seperti pada tema
pergaulan yang didapat oleh anak remaja. Dan bagaimana remaja serta orang tua
itu sendiri menganggapinya. Adapun jawaban yang pertama adalah dari responden
kasar dan berprilaku kasar. Namun mereka menganggapnya masih dalam batas
16
Lampiran Wawancara 5
17
Lampiran Wawancara 5
18
Lampiran Wawancara 5
81
Dalam tema ini pembahasan yang dilakukan adalah tindakan kriminal apa
minuman keras dan memakai obat-obatan terlarang. Ada pula apa kah anak
pernah melakukan kegiatan seks bebas. Jawaban dari responden GZZ adalah
sebagai berikut:
berikut:
“Kalo nyolong paling nyolong duie emak bapak gua haha. Gak ya Allah (seks bebas &
obat-obatan)” 20
Jawaban yang sama dengan responden GZZ juga dikemukakan oleh responden
SA seperti berikut:
“Nyolong mah gak lah, gak juga lah (seks bebas &obat-obatan)”21
Dari pertanyaan tema ini ketiga narasumber kompak menjelaskan tidak
tindakan kriminal ringan dilakukan oleh salah satu narasumber yang dilakukannya
di lingkungan rumah.
Untuk memudahkan pertanyaan pada saat wawancara kepada orang tua, peneliti
membagi dalam beberapa tema yaitu: (1) Keadaan lingkungan dan aktifitas remaja
disekitar rumah ; (2) Orang tua mengetahui lingkungan pertemanan anak; (3)
Orang tua menjadi tempat anak bertukar pikiran; (4) Orang tua menanggapi
masalah pendidikan anak; (5) Orang tua mengawasi pergaulan anak; (6)
19
Lampiran Wawancara 5
20
Lampiran Wawancara 5
21
Lampiran Wawancara 5
82
Setelah dilakukannya pembagian tema wawancara tersebut, peneliti melakukan
berkegiatan dirumah dikarenakan sudah pensiun dan memiliki anak remaja usia
menghabiskan waktu dengan bekerja dan memiliki anak remaja usia 15 tahun.
warung dirumahnya yang di kelola oleh sang istri. Selanjutnya peneliti melakukan
Lingkungan remaja seperti apa yang ada disekitar rumah dan juga aktifitas apa
yang sering dilakukan remaja menurut sepengamatan orang tua. Berikut jawaban
22
Lampiran Wawancara 5
83
“Ya itu sih kembali lagi ke orang tuanya gimana bisa ngebimbing anaknya. Paling kalo
disini nongkrong depan rumah, sama pada maen futsal. Kalo anak saya sih sekolah pagi
pulang sore jadi pasti cape”23
Jawaban yang hampir sama di paparkan oleh responden berinisial N sebagai
berikut:
“Ya biasanya sih paling ngumpul-ngumpul di warung belakang tapi gak tau pada ngapain
ya. Kita juga gak mau suudzon sama mereka selagi baik-baik aja mah gapapa.”24
Dari jawaban pada tema ini orang tua tentu menjaga pergaulan anak dan juga
memantau lingkungan tempat tinggal yang bisa langsung berdampak bagi si anak.
Namun keadaan lingkungan tentu tidak bisa di kontrol oleh orang tua itu sendiri.
Orang tua cenderung membiarkan keadaan buruk lingkungan remaja sekitar bila
masih wajar dan lebih baik mengawasi anak agar tidak masuk ke lingkungan yang
buruk namun bukan pula tidak memperbolehkan anak bergaul dengan lingkungan
Dalam tema ini apa orang tua mengetahui lingkungan pertemanan anak
dirumah mau pun di sekolah. Apa orang tua mengenal temen-temen sepergaulan
anak dan bagaimana keadaan anak dirumah. Jawaban pertama pada responden A
sebagai berikut:
“Ya kalo untuk temennya disekolah saya belom tau belom bisa bertemen kan jauh dari
rumah ke sekolah tapi kalo temen futsalnya paling kan sodaranya disini saya jadi tau.
Maen futsalnya sama sepupunya disini”26
Jawaban berbeda di kemukakan oleh responden N yang sebagai berikut:
23
Lampiran Wawancara 5
24
Lampiran Wawancara 5
25
Lampiran Wawancara 5
26
Lampiran Wawancara 5
84
”Kalo say amah anak-anak saya awasin, tapi si Arif juga jarang maen jauh-jauh
nongkrong gitu, paling disini-sini aja sama Endang. Kalo si putri juga ya deket banget
sama saya ya jadi ya maen nya disini-sini juga.”27
Ketiga responden menjelaskan bahwa tidak mengetahui lingkungan
dianggap baik-baik saja selama anak tidak terjerumus ke hal-hal buruk. Namun
dengan adanya acuh terhadap dengan siapa anak bergaul dan bagaimana cara
secara sembunyi-sembunyi. Sikap acuh dan tidak peduli orang tua terhadap
teman-teman anak akan membuat anak tidak bisa menyaring dengan siapa anak
harus bergaul dan apa batasan pergaulan yang sebenarnya di terapkan oleh orang
tuanya.
Pada tema ini menegaskan bahwa apa orang tua menempatkan posisi sebagai
teman baik bagi anak untuk bertukar pikiran atau hanya sekedar bercerita. Apa
orang tua biasa menjarkan anak untuk terbuka tentang hal-hal pribadi termasuk
masalah teman lawan jenis dan sebagainya. Jawaban pertama oleh responden A
berikut:
“Anak sekarang mah beda ya gak bisa dikerasin karena bisa makin menjadi. Kita harus
masuk dan kita nimbrung dulu. Nah kalo diluar kita sebagai temen kita ajak ngobrol
gimana-gimana nya tapi kalo dirumah ya kita tegas harus gini-gini gitu. Pacaran mah gak
deh gak boleh leh nanti ada waktunya sekarang waktunya dia belajar dulu” 29
27
Lampiran Wawancara 5
28
Lampiran Wawancara 5
29
Lampiran Wawancara 5
85
Kemudian jawaban pada Responden N yang lebih menekankan perhatian kepada
bercerita meskipun bukan hal-hal pribadi tentang anak. Hubungan antara orang
tua dan anak juga terjalin seperti biasa-biasa saja tanpa adanya kedekatan yang
lebih jauh, sehingga membuat anak merasa malu untuk bercerita dan bertukar
pikiran dengan orang tuanya apa lagi mengenai hubungannya dengan lawan jenis.
Pada tema ini menjelaskan bagaimana orang tua mengenai masalah pendidikan
anak di sekolah. Apa orang tua menekankan agar anak pintar di bidang
sebagai berikut:
“Kalo pendidikan kan nomor satu ya, si adek masih SMP jadi masih dalam perhatian saya
banget, tapi kalo kakak-kakak nya kan udah kerja, kaya si Ari Cuma D3 disuruh S1 gak
mau udah keasikan kerja. Kalo saya sih juga gak maksa orang nya soal pendidikan harus
gimana-gimana yang penting baik-baik aja gitu. Si adeknya juga kalo PR (pekerjaan
rumah) masih suka ngajak diskusi bareng ngobrol-ngobrol sama saya mba, soalnya bapak
30
Lampiran Wawancara 5
31
Lampiran Wawancara 5
32
Lampiran Wawancara 5
86
kan kerja jadi paling bisa malem nanya-nanya nya ke bapak. Bapak juga kan sibuk kerja
sama kadang pulang ngurusin Komplek (Sekertaris RW).”33
Jawaban pada ketiga narasumber kompak menjelaskan bahwa kedua nya tidak
kemampuan si anak.
Pada tema ini menjelaskan bahwa apakah orang tua mengawasi pergaulan
anak. Dan bagaimana cara pengawasan yang dilakukan orang tua selama ini.
mengawasi anak:
“Ya gimana ya anak sekarang gak bisa dikerasin kita harus nimbrung sama dia nya. Anak
saya juga udah sekolah jadi pulang cape terus paling maen tapi gak lebih dari jam 9
malem. Ya karena kan kita gak tau pergaulan anak gimana kalo dibebasin takutnya
mengarah ke narkoba. Selama khusus nya anak saya nakal nya masih wajar saya masih
liatin aja, kalo udah itu tadi ke narkoba baru saya larang” 35
”Kalo saya mah emang rajin ngobrol sih sama anak dari dulu juga, karena saya di rumah
aja ngurus rumah. Ya si adek paling main sekitar sini sama temen-temennya jadi saya
juga gak begitu khawatir sih. Tapi kalo maen sama anak yang laen ya saya gak tau, tapi
masih baik-baik aja ko, gak macem-macem gitu”36
Jawaban dari semua responden hampir sama yakni tetap mengawasi masalah
pergaulan anak, selagi masih wajar da nada batasan nya. Orang tua juga tidak
melakukan pengawasan.
33
Lampiran Wawancara 5
34
Lampiran Wawancara 5
35
Lampiran Wawancara 5
36
Lampiran Wawancara 5
87
6. Kenakalan remaja yang dilakukan anak dan bagaimana
menanggulanginya
Pada tema ini peneliti menjelaskan apa saja kenakalan yang pernah dilakukan
anak dan juga bagaimana orang tua menanggapinya serta kenakalan remaja seperti
apa yang pernah terjadi di lingkungan terdekat. Adapun jawaban pada responden
“Wajar nya kenakalan dia nongkrong sama teman nya malem, ngopi-ngopi ya wajar itu
mah. Nah kalo ngeroko pun sebetulnya saya larang tapi kalo ngumpet-ngumpet saya gak
tau yaa. Tapi kalo ketauan ya tetep saya larang, kan sebelum itu juga saya udah ada
perjanjian sama anak saya “Gung , Agung belum waktu nya ngerokok kalo udah waktu
nya juga silahkan kalo sekarang masih dalam proses belajar”. Ya itu kasih ruang buat
anak nya kita liat kegiatan anak nya kita pantau gitu. Ya nama nya manusia kan gak luput
dari salah yaa pernah ngerasain contoh jaman nya SMP. Pernah dia telat pulang sampe
subuh ya udah abis. Abis sama saya tapi bukan dalam arti kita maen tangan paling cuma
mulut aja. Paling juga pulang sekolah mau nya maen kan kita orang tua mau nya di
rumah. Terus kalo tawuran kita gak sih kita larang. Ya itu wajar nya jangan pulang
malam ya saya telusuri dulu kemana kira-kira dia kemana, kalo kerumah temen nya ya
saya pun akan liat emang di kamar temen nya ada apa sampe dia betah gitu. Ya biasa-
biasa aja selama masih sewajarnya dan gak menganggu orang lain dan gak ngajak anak-
anak laen ke gimana gimana ya itu mah wajar. Kalo tawuran anak remaja disini ada
khusus nya disini belom lama ada di Musyawarah sampe koma kan itu. Maka nya itu
buat contoh buat anak saya dan itu jadi contoh. Sampe sekarang kan juga lagi musim nya
di warnet yaudah saya sampe bela-belain nyicil beliin computer buat di rumah. Kalo
kenakalan untuk pencurian pasti ada kayak curi ayam atau narkoba juga ada tapi bukan
anak sini sih anak luar”38
37
Lampiran Wawancara 5
38
Lampiran Wawancara 5
88
“Apa ya? Si kakak baik-baik aja dari dulu, si Arif juga gak macem-macem gak ngerokok
juga paling cuma nongkrong ngumpul si adek juga sama, orang deket banget sama saya
dari dulu”
Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua yang
didapat adalah tipe pola asuh demokrasi dan juga otoriter dimana orang tua tetap
mengawasi anak-anak nya akan tetapi juga menerapkan aturan dan hukuman di
dalam rumah maupun dalam pergaulan di rumah. Namun pola asuh demokrasi
dalam hal ini kurang dominan dibandingkan pola asuh otoriter. Pola asuh
dan juga menyakan masalah di sekolah anak. Pola asuh demokrasi tidak terlalu
dominan dalam hal melibatkan anak dalam hal pengambilan keputusan didalam
rumah, atau juga menjadikan anak sebagai teman untuk bertukar informasi. Ada
pula kecenderungan acuh terhadap setiap kegiatan yang dilakukan oleh anak.
Sedangkan kenakalan yang dilakukan anak remaja pada wawancara ini adalah
kenakalan yang bersifat status offsenses yakni kenakalan yang masih bisa di
hingga larut malam, tawuran dan lain-lain. Adapun kenakalan ini dilakukan
juga kepercayaan dan juga kebebasan yang orang tua berikan terhadap lingkup
pertemanan anak. Selain itu kenakalan juga tentu nya dilakukan diam-diam tanpa
sepengetahuan orang tua, terutama pada kasus orang tua yang menerapkan pola
asuh otoriter atau yang cenderung menerapkan kekerasan didalam rumah sehingga
membuat anak lebih senang berada di luar rumah dan mencurahkan isi hati ke
89
F. Pembahasan Hasil Penelitian
dan Ha diterima. Pembahasan lebih lanjut tentang hasil penelitian ini akan
bertujuan untuk melihat gambaran secara umum terkait dengan pengaruh pola
asuh orang tua terhadap kenakalan remaja. Pengaruh yang terlihat dari kedua
aspek tersebut dapat dikatakan memiliki pengaruh antara satu dengan yang
lainnya, sasaran utama penelitian ini adalah anak remaja rentang usia 12-18 tahun.
Anak remaja di Komplek Departemen Kesehatan ini merupakan anak usia sekolah
teman sebayanya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,bahwa thitung (4,726) lebih besar dari
pada ttabel (0,339) dengan taraf signifikan 0,05 jatuh atau berada di daerah
penerimaan Ha (untuk uji pihak kanan), maka dengan demikian H0 ditolak dan Ha
diterima. Hal ini berarti terdapat ”Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Hasil wawancara yang sudah dilakukan oleh peneliti hasil yang didapat adalah
bahwa pola asuh orang tua memang mempengaruhi kenakalan remaja. Dalam hal
ini pola asuh yang diterapkan orang tua antara pola asuh otoriter dan juga
demokrasi. Akan tetapi yang lebih dominan adalah tipe orang tua otoriter dimana
pola asuh tersebut menerapkan aturan dan bahkan kekerasan kepada anak. Namun
dengan adanya hukuman dan aturan yang diterapkan oleh orang tua tersebut
90
membuat anak merasa tidak senang jika berada di rumah dan lebih memilih
Pada pola asuh demokrasi kebanyakan adalah orang tua mengajak bicara namun
didalam rumah dan juga tidak menjadikan anak teman dekat untuk bertukar
pikiran didalam rumah. Hal ini terjadi karena adanya aturan dan hukuman namun
juga adanya ketidakpedulian orang tua terhadap kepada siapa anak bergaul dan
yang suka bermain diluar bersama teman-teman dan terpengeruh oleh pergaulan
sepengetahuan orang tua yang cenderung takut untuk bercerita dan juga takut akan
Dalam hal ini pola asuh yang terapkan orang tua dan tugas sebagai orang tua
merupakan sebuah tanggung jawab dan memiliki beban yang cukup berat. Hal ini
sejalan dengan yang dijelaskan oleh Syaiful Bahri Djamarah yang menjelaskan
tentang faktor anak melakukan kenakalan remaja, yang salah satu faktornya
adalah keluarga yang Broken Home serta kurangnyan pendidikan moral, agama
dan kesalahan pergaulan teman sebaya, akan tetapi Syaiful Bahri Djamarah juga
menjelaskan bahwa “Namun, dari sekian banyak faktor penyebab itu, penyebab
utamanya adalah karena kurang nya pendidikan agama, atau kurang fungsionalnya
perilaku negatif, efek negatif dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi,
91
serta kesalahan pola asuh orang tua dalam keluarga”39Dalam keluarga tentu orang
tua perlu menanamkan nilai-nilai agama, norma dan rasa hormat terhadap sesama
dan menciptakan keluarga yang nyaman agar anak hidup dalam didikan dan pola
Orang tua menjadi satu-satunya relasi atau rekan didalam keluarga atau
memberikan contoh dan arahan yang baik dan juga menjadikan komunikasi antara
anak dan orang tua sebagai cara agar memperat hubungan orang tua dan anak.
Dengan adanya komunikasi dan pondasi yang kuat antara orang tua dan anak
dapat membuat ikatan antara orang tua dan anak menjadi baik dan memperkecil
resiko kenakalan remaja. Namun sebaliknya apa bila tidak ada pondasi dan
komunikasi antara orang tua dan anak justru akan memperbesar resiko kenakalan
remaja.
G. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah diusahakan dan dilakukan sesuai prosedur ilmiah, akan tetapi
1. Orang tua yang menolak diwawancarai terkait masalah pola asuh dan
39
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi Keluarga, (Jakarta:PT Rineka
Cipta, 2014)h. 68
92
3. Hasil penelitian merupakan interpretasi sepenuhnya, sehingga ada
93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan analisis regresi, maka kesimpulan
yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah: “Terdapat pengaruh pola asuh orang
tua terhadap kenakalan remaja di Komplek Departemen Kesehatan”.. Karena taraf
signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti bahwa variabel pola asuh orang tua
berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh
peneliti, diperoleh thitung (4,726) lebih besar dari ttabel (0,339) dengan taraf signifikan
(0,05) Maka, H0 ditolak dan Ha diterima.
94
masalah yakni terdapat pengaruh pola asuh orang tua sebesar 39,6% terhadap
kenakalan remaja di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat.
2. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 3 anak remaja dan 2 orang tua
didapat hasil bahwa jenis pola asuh otoriter dan demokrasi yang
cenderung membuat anak melakukan kenakalan remaja. Kenakalan yang
dilakukan masih bersifat status offsenses atau masih wajar yakni
kenakalan tawuran pelajar, merokok, dan berkumpul dengan lingkungan
pertemanan yang tidak baik. Ada pun kenakalan ini tentunya dilakukan
secara sembunyi-sembunyi terutama bagi yang memiliki pola asuh
otoriter.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyadari bahwa
penelitian ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, peneliti memberikan beberapa
saran untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya,
yaitu:
1. Dengan persentase 39,6% faktor pola asuh orang tua yang mempengaruhi
kenakalan remaja maka perlu ditingkatkan dengan cara memberikan
pengarahan dan memberikan pemahaman tentang pentingnya pola asuh orang
tua.
2. Agar seluruh faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja, maka
perlu adanya pengaruh positif dari pola asuh orang tua dimana praktik
pengasuhan (parenting practice) dapat di konseptualkan sebagai sistem
interelasi yang dinamis yang mencakup pemantauan, pengelolaan perilaku,
dan kognisi sosial dengan kualistas relasi orang tua-anak sebagai pondasinya.
3. Adanya perhatian tidak hanya dari orang tua tetapi juga dari lingkungan
masyarakat seperti warga, tokoh agama, lembaga pendidikan, dan juga
lembaga pemerintahan. Perhatian dan pemantauan yang dilakukan bisa
melalui cara penyuluhan dan acara-acara yang dapat menyalurkan kegiatan
remaja-remaja kearah yang lebih baik. Serta tidak lupa penanaman nilai
95
agama dan moral yang diberikan sejak dini agar anak menjadi pribadi yang
takut akan Allah dan mentaati segala peraturan dunia dan akhirat.
96
DAFTAR PUSTAKA
97
SKRIPSI
Hana, Raguan “Skripsi Pengaruh Pola Asuh dan ImpulsifTerhadap Kenakalan
Remaja di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus pada UIN Jakarta, 2014
Hasanah, Uswatun. “Skripsi Pengaruh Pola Asuh dan Kontrol Diri terhadap
Agresivitas Remaja di SMA Al-Chasanah Jakarta”, Skripsi pada UIN
Jakarta, 2014.
Inayati, Hani. “Skripsi Pengaruh Kontrol Diri dan Dukungan Sosial terhadap
Kenakalan Remaja Siswa SMK Puspita Bangsa Ciputat”, Skripsi pada UIN
Jakarta, 2013.
JURNAL
Wahib, Abdul. Jurnal Konsep Orang Tua Dalam Membangun Kepribadian Anak.
2015.
INTERNET
98