Anda di halaman 1dari 105

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP

KENAKALAN REMAJA
(STUDI KASUS DI KOMPLEK DEPARTEMEN
KESEHATAN CIPUTAT)

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun oleh:

Widya Septyani

1113015000034

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017
ABSTRAK
Widya Septyani. (NIM 1113015000034). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua
Terhadap Kenakalan Remaja Studi Kasus di Komplek Departemen Kesehatan
Ciputat. Skripsi. Tangerang Selatan: Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah.2017.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap
kenakalan remaja di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat, Tangerang Selatan.
Metode yang digunakan pada peneletian ini adalah metode kuantitatif. Populasi dari
penelitian ini adalah Remaja Komplek Departemen Kesehatan yang berjumlah 36
orang dengan teknik pengambilan sampel Purposive Sampling dengan hasil sampel
36 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi (foto,video),
kuesioner (angket), wawancara. Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data
berupa foto-foto dan rekaman remaja, orang tua dan keadaan lingkungan tempat
penelitian. Sedangkan angket digunakan untuk mengungkap pengaruh variabel pola
asuh terhadap kenakalan remaja dalam bentuk pernyataan angket tertutup.
Wawancara digunakan untuk memperkuat angket dalam mengetahui jawaban dari
narasumber dengan pertanyaan langsung dan lebih mendalam. Uji validitas instrumen
menggunakan korelasi product Moment, dan uji reliabilitas menggunakan rumus
Alpha Cronbach’s dengan jumlah 36 orang. Uji prasyarat analisis terdiri dari uji
normalitas dan uji homogenitas. Uji hipotesis penelitian adalah regresi linier
sederhana.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pola asuh orang tua berpengaruh terhadap
kenakalan remaja. Variabel pola asuh orang memberikan sumbangan sebesar 39,6%
bagi perubahan variabel kenakalan remaja sedangkan 60,4% sisanya dipengaruhi oleh
faktor lain. Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh peneliti, diperoleh thitung
(4,726) lebih besar dari ttabel (0,339) dengan taraf signifikan (0,05) Maka, H0 ditolak
dan Ha diterima.

Kata kunci : Pola Asuh, Orang Tua, Kenakalan Remaja


ABSTRACT

Widya Septyani. (NIM 1113015000034). The effect of parenting parent toward


juvenile delinquency study case at Komplek Departemen Kesehatan Ciputat.Thesis.
Jakarta: Social Science Education Department, Faculty of Education and
Teaching Learning, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2017

This study aimed to determine the effect of parenting parent toward juvenile
delinquency study case at Komplek Departemen Kesehatan Ciputat. The method that
used in this study is survey method with quantitative approach. The population of
study is adolescent at Kompek Departemen Kesehatan Ciputat amount about 36
childerns. . Data collection techniques in this study is documentation, questionnaire,
and interview. The documentation for collecting the data in the area research. The
questionnaire used to reveal the effect of parenting parent toward juvenile
delinquency. While the interview is used to strengthen the questionnaire method in
knowing the of parenting parent toward juvenile delinquency. . The instrument of
validity test this study using the Product Moment correlation and it reliability test
using Cronbach's Alpha formula with the number of respondents about 36 childerns.
The analysis prerequisite test consists of normality test and homogeneity test. It
hypothesis test is a simple linear regression.

The results of the study parenting is effected toward juvenile delinquency at


Komplek Departemen Kesehatan Ciputat. The variable of parenting gives effect in the
amount of 39,9% on variable juvenile delinquency 60,4% % influenced by other
factors. And result from thitung (4,726) greater than ttabel (0,339) with a significant level
(0,05)

Keywords: Parenting, Parent, juvenile delinquency


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pergaulan merupakan sebuah proses interaksi yang dilakukan antara


individu dengan individu ataupun individu dengan kelompok tertentu. Masa
yang penting dalam fase kehidupan seseorang adalah fase anak. Dimana pada
fase ini seseorang berada pada usia 0-18 tahun. Menurut Sjarkawi berpendapat
bahwa “kepribadian adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari
diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungan, misalnya, keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang
sejak lahir.”1 Pada fase ini seseorang dapat berekspresi dan menerima hal apa
saja di lingkungan sekitarnya. Pergaulan juga dapat membentuk kepribadian
seseorang terutama pada fase remaja yang rentan akan pengaruh dari luar.

Kepribadian seseorang juga dapat terbentuk dari caranya menyesuaikan


diri dari lingkungan sekitarnya. Seseorang dapat dikatakan memiliki
kemampuan dalam penyesuaian diri yang baik apabila seseorang itu mampu
melakukan respon terhadap keadaan yang ada disekitarnya secara baik dan
sehat. Maksudnya adalah seorang individu dapat menerima lingkungannya
untuk beradaptasi dengan mengambil kegiatan-kegiatan baik di setiap
lingkungannya dan tidak menerima kegiatan-kegiatan buruk yang ada di setiap
lingkungannya. Dengan demikian seseorang yang seperti ini dapat
menyesuaikan diri dengan baik antara individu atau pun di dalam sebuah
kelompok.

Cara penyesuaian diri remaja melalui cara berinteraksi saat ini banyak
mendapat sorotan utama, karena pada masa sekarang kenakalan remaja cukup
mengkhawatirkan dikarenakan perkembangan arus modernisasi yang semakin
maju dan mengikis moral serta keimanan seseorang terlebih lagi seorang

1
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h.11

1
remaja pada era sekarang ini. Generasi muda saat ini di ibaratkan memegang
tongkat estafet dari generasi sebelumnya untuk membawa bangsanya ke arah
yang lebih baik lagi. Oleh sebab itu baik buruknya bangsa dan negara ini tentu
tergantung kepada generasi muda.

Anak zaman sekarang lebih menyukai semua hal yang kebarat-baratan


atau westernisasi yang dianggapnya jauh lebih keren di bandingkan budaya
nya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari gemarnya anak muda Indonesia untuk
datang ke bioskop dari pada ke museum sejarah, menyukai tayangan televisi
yang mempertontonkan sinetron yang kurang produktif bagi perkembangan
anak, merokok sejak usia dini sebagai sebuah hal yang dianggap keren,
tawuran yang dianggap sebagai kegiatan mencari jati diri dari kekuatan
fisiknya hingga membawa kendaraan bermotor secara ugal-ugalan dengan
melakukan balapan liar atau yang sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari
maupun berita Televisi maupun situs berita online adalah anak usia sekolah
dasar yang diperbolehkan untuk membawa kendaraan bermotor di jalan raya.
Seperti yang dikutip oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)
melalui web berita miliknya mengungkapkan bahwa “Kasus kenakalan
remaja, termasuk tawuran pelajar, menurut Erlinda (Komisioner KPAI)
seringkali terjadi akibat komunikasi yang buruk antaranggota masyarakat.
Anak-anak tidak tersalurkan minat dan bakatnya. Pola asuh otoriter dan
lingkungan yang permisif terhadap fenomena kenakalan remaja juga menjadi
salah satu faktor pemicu.”2

Bila dilihat dari segi yang lebih luas lagi pergaulan anak yang salah dapat
menyebabkan kenakalan remaja seperti seks bebas, sampai pada pemakaian
narkoba di kalangan remaja yang semakin tinggi. Hal ini perlu diatasi agar
tidak menyebabkan permasalahan dikemudian hari. Karena pergaulan bebas
dapat diartikan sebagai sesuatu yang negatif artinya pergaulan bebas dapat

2
Dedi Herdian, KPAI: RPTRA Tekan Angka Kenakalan Remaja, 2017 (http://www.kpai.go.id/berita/kpai-
rptra-tekan-angka-kenakalan-remaja)

2
dilakukan seseorang tanpa mengedepankan aturan dan kewajiban tuntutan
norma yang berlaku. Pergaulan anak sangat mempengaruhi kehidupan masa
depan nya kelak, oleh sebab itu bentuk kenakalan sekecil apapun dapat
berdampak bagi kehidupan anak tersebut. Seperti yang dikutip dalam Laman
Berita Online Surabaya Tribun Online “Seperti tertera dalam data,
berdasarkan Survey Lentera tahun 2015, sebanyak 45 persen jumlah remaja di
Indonesia pada usia 13 hingga 19 tahun sudah merokok.”3 Kenakalan anak
remaja semakin luas dan meningkat pesat perubahannya, akan tetapi sebagai
bentuk dari perubahan tersebut perlu adanya perubahan pula dari sisi
pengawasan serta didikan kepada anak guna menekan angka kenakalan
remaja.

Kepribadian seseorang tentu bukan berasal dari cara nya berinteraksi dari
sisi eksternalnya saja seperti berkumpul dengan teman-teman namun bisa juga
berasal dari internal seperti keluarga. Kenakalan remaja tentu dapat dibentengi
dari keluarga terutama peran orang tua dalam mengawasi tingkah laku anak.
Orang tua pada umumnya harus melaksanakan fungsinya dengan baik sebagai
orang tua yang memberikan kasih sayang, pendidikan budi pekerti, serta
pendidikan agama dan moral. Menjadi orang tua merupakan salah satu
tahapan yang dijalani oleh pasangan yang memiliki anak. Anak-anak
menjalani proses tumbuh dan kembang dalam suatu lingkungan.

Menurut Thompson yang dikutip oleh Sri Lestari, “hubungan menjadi


katalis bagi perkembangan dan merupakan jalur bagi peningkatan
pengetahuan dan informasi, penguasaan keterampilan dan kompetensi,
dukungan emosi, dan berbagai pengaruh lain sejak dini.”4 Hubungan antara
orang tua dan anak juga dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak
dengan lingkungan sekitarnya. Kedekatan seorang anak dengan orang tuanya
akan membuat anak tidak ragu untuk berkomunikasi dengan orang tua tentang

3
Pipit Maulidiya, Surabaya Tribun News Online, 2016
(http://surabaya.tribunnews.com/2016/08/29/hasil-survei-45-persen-remaja-indonesia-usia-13-19-
tahun-sudah-merokok)
4
Sri Lestari, Psikologi Keluarga, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), h.16.

3
hal apa pun dan cenderung akan melibatkan anak-anak nya dalam setiap
keputusan di rumah atau pun masalah di luar rumah.

Hubungan yang baik dari kedua belah pihak akan membawa dampak
positif bagi perkembangan anak. Sebaliknya, kualitas hubungan yang buruk
antara orang tua dan anak dapat menyebabkan masalah. Anak akan takut
untuk mengutarakan kemauannya dan akan menutup diri bahkan dari
lingkungan keluarganya. Penerimaan dan penolakan orang tua terhadap anak
atau anak terhadap orang tua dapat dilihat dari pola pengasuhannya.
Bagaimana orang tua dan anak melakukan saling perhatian, saling peduli,
saling memberikan rasa nyaman, dukungan dan cinta kasih. Menurut Syaiful
Bahri Djamarah “ Orang tua yang diharapkan oleh anaknya sebagai teladan,
ternyata belum mampu memperlihatkan sikap dan perilaku yang baik.
Akhirnya anak akan kecewa terhadap orang tuanya. Anak merasa gelisah.
Mereka tidak betah dirumah. Keteduhan dan ketenangan merupakan hal yang
langka bagi anak”5

Di dalam sebuah keluarga tentu terdapat pemimpin yang mempuyai cara


tersendiri dalam memimpin keluarganya. Urutan cara memimpin bagi tiap-tiap
kelompok tidak senantiasa sama, tetapi dirotasi sehingga, dengan demikian,
dapat dilihat apakah terdapat perbedaannya. Menurut W.A Gerungan,
“terdapat tipe kepemimpinan atau sifat pola asuh orang tua sendiri ada tiga
macam, yakni sifat demokratis, sifat otoriter, dan yang terakhir adalah sifat
orang tua pasif”6

Cara demoktaris disini lebih menekankan pada mengajak anggota


kelompok atau keluarga untuk menentukan semua keputusan di dalam
keluarga dengan cara musyawarah dan mufakat. Sifat demoktaris ini akan
memberikan bantuan ataupun nasihat kepada anggota keluarganya. Sementara
sifat otoriter cenderung lebih keras dan dialah yang menentukan segala hal

5
Syaiful Bahri Djamarah,Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi Dalam Keluarga,(Jakarta: PT
Rineka Cipta,2014), h 49
6
W.A Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT Eresco, 1988), h.132.

4
tanpa adanya musyawarah. Dan yang terakhir adalah sifat orang tua pasif yang
menjalankan peranan yang pasif dan orang tua pada sifat ini hanya sebagai
penonton yang menyerahkan segala keputusan kepada anggota keluarganya.

Pola asuh ketiga di atas dapat menciptakan anak yang berbeda-beda sifat
dan pergaulan sosialnya. Anak yang terlahir dari keluarga yang memiliki sifat
demoktaris cenderung mudah berkomunikasi dengan orang tua nya dan
mendapatkan perhatian termasuk masalah pergaulan sosialnya. Dengan siapa
anaknya berteman, bagaimana pergaulan sehari-hari atau bahkan ikut masuk
ke dalam pergaulan sosial sang anak. Dengan begitu orang tua yang
demokratis dapat dengan mudah memantau dan ikut serta dalam setiap
pergaulan sosialnya.

Sebaliknya semakin keras atau otoriter orang tua tersebut anak akan
semakin membangkang dan membantah, takut untuk mengutarakan pendapat
dan menutup diri dari lingkup keluarga. Namun anak yang terlahir dari
keluarga yang memiliki sifat orang tua pasif akan menimbulkan anak yang
bebas dan tidak peduli. Dampak buruk nya adalah anak akan dengan mudah
bergaul tanpa mendapatkan batasan-batasan dari orang tua. Orang tua bukan
tempat nya untuk bertanya dalam mengambil setiap keputusan. Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Kesejahteraan Anak “Hak Anak
yang tertulis pada pasal 2 ayat (1) “Anak berhak atas kesejahteraan,
perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam
keluarga maupun didalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang
dengan wajar”7

Daerah Tangerang Selatan tepatnya di Ciputat, Kampung Sawah


merupakan daerah penyanggah Ibu Kota Jakarta yang arus pergaulan sosialnya
cukup bervariasi. Sedangkan Komplek Departemen Kesehataan berada tidak
jauh dari daerah Ciputat. Perumahan tersebut dibawah naungan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

7
UU RI No.3 Tahun 1997,Undang-Undang Peradilan Anak,(Jakarta:Sinar Grafika,2009), h 53

5
Berdasakan uraian di atas, pola asuh orang tua berpengaruh terhadap
kenakalan remaja. Oleh karena itu menarik untuk di teliti apakah pola asuh
orang tua mempengaruhi kenakalan remaja. Maka dengan ini peneliti memberi
judul sebagai berikut: “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Kenakalan Remaja (Studi Kasus di Komplek Departemen Kesehatan
Ciputat Kp. Sawah)”.

B. Identifikasi masalah
1. Makin tingginya kenakalan remaja yang ada di Indonesia misalnya
kelangsunganseperti merokok sejak dini, berkendara ugal-ugalan,
minum minuman keras, mencuri, merampas, kekerasan, seks bebas
hingga pada penggunaan obat-obatan terlarang
2. Rendahnya perhatian dan kontrol sosial dari berbagai pihak mulai dari
pemerintah hingga lingkup terdekat yakni keluarga, tokoh warga,
lembaga-lembaga pemerintahan serta lembaga penegak hukum yakni
kepolisian.
3. Kurangnya pengawasan terhadap anak dari segi mengawasi pergaulan
hingga sampai pada pengawasan terhadap sumber informasi yang di
akses anak melalui berbagai cara seperti internet hingga pengaruh
teman sebaya.
C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, perlu dilakukan pembatasan masalah.


Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Kenakalan remaja yang diukur dalam penelitian ini dibatasi pada perilaku
yang dilakukan oleh anak usia 12-18 tahun mulai dari membawa
kendaraan bermotor pada usia Sekolah Dasar, bolos sekolah, tawuran,
mencuri ,merokok sampai pada seks bebas dan penggunaan obat-obatan
terlarang.

6
2. Pola asuh orang tua dalam mengawasi anak-anak dalam lingkup
pertemanan sehari-hari maupun cara anak berinteraksi dengan banyak
orang dan pengaruh teman sebaya.
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Seberapa besar pola asuh orang tua dapat mempengaruhi kenakalan
Remaja di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat Kampung Sawah?

E. Tujuan Penelitian

Setelah peneliti membuat rumusan masalah kemudian peneliti


membuat tujuan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap
kenakalan remaja di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat Kampung
Sawah.

F. Manfaat penelitian

Penelitian ini utamanya diharapkan dapat memberikan tambahan


referensi dan aplikasi dalam dunia pendidikan, adapun manfaat dari
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis:
a. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan


wawasan mengenai pengaruh pola asuh orang tua terhadap kenakalan
remaja.

b. Bagi pembaca

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi secara tertulis,


maupun dijadikan sebagai referensi pengaruh pola asuh orang tua
terhadap kenakalan remaja.

7
2. Manfaat praktis:
a. Bagi Masyarakat

Masyarakat diluar dapat meluruskan pengaruh pola asuh orang tua


terhadap kenakalan remaja serta memberikan pengetahuan dan
pemahaman akan pentingnya pola asuh orang tua terhadap kenakalan
remaja.

b. Bagi Pemerintah Daerah

Untuk bahan informasi bagi pihak pemerintah daerah dalam


menentukan kebijakan-kebijakan guna mencegah penyimpangan dan
kenakalan remaja serta melakukan langkah-langkah untuk
penanggulangan khususnya kenakalan remaja.
c. Bagi Orang Tua
Untuk memberikan bahan informasi kepada orang tua dalam
mencegah dan menanggulangi kenakalan remaja sehingga menekan
bentuk-bentuk kenakalan remaja.
d. Bagi Remaja
Untuk memberikan informasi tentang faktor-faktor kenakalan
remaja yang dilakukan remaja itu sendiri agar para remaja tidak
melakukan bentuk-bentuk kenakalan remaja.

8
BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Pola Asuh Orang Tua


a. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua dalam keluarga merupakan hal yang terpenting
dalam pembentukan pribadi anak. Dengan adanya sebuah pola asuh, orang
tua dapat mendidik, membimbing, dan mengarahkan serta mengawasi anak-
anak mereka dalam bertindak dan bersikap agar tidak melakukan perbuatan
yang negatif seperti kenakalan remaja. Pola adalah pola asuh yang terdiri dari
dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Pola
adalah sistem; cara kerja bentuk (struktur) yang tetap.1

Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat mempengaruhi


kepribadian anak. Menurut Sri Lestari “Praktik pengasuhan adalah perilaku
pengasuhan dengan muatan tertentu dan memiliki tujuan sosialisasi. Dengan
kata lain, praktik pengasuhan (parenting practice) dapat di konseptualkan
sebagai sistem interelasi yang dinamis yang mencakup pemantauan,
pengelolaan perilaku, dan kognisi sosial dengan kualistas relasi orang tua-
anak sebagai pondasinya.”2 Dengan demikian penting bagi orang tua untuk
mengetahui bagaimana cara mengasuh anak dengan baik sehingga
terbentuklah kepribadian yang baik pula.

Menurut John W Santrock ”Pengasuhan (parenting) memerlukan


sejumlah kemampuan interpersonal dan mempunyai tuntutan emosional yang
besar, namun sangat sedikit pendidikan moral mengenai tugas ini”3. Dalam
masalah pengasuhan anak, orang tua kebanyakan mengeluarkan sisi emosi

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI Online, 2017, (https://kbbi.web.id/pola)
2
Sri Lestari, Psikologi keluarga, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 56
3
John W Santrock Child Development, Terj Mila rahmawati dkk, Perkembangan Anak,
(Jakarta: Erlangga, 2007), h. 163

9
yang besar seperti emosi yang positif yakni bahagia dan tertawa namun tidak
jarang pula orang tua terpaksa mengeluarkan sisi emosi negatif yakni marah
dan kasar. Karena pada dasar nya untuk menjadi orang tua yang baik tidak
bisa didapatkan dari sekolah atau lembaga yang menyelenggrakannya.
Kebanyakan orang tua mengambil praktik pola asuh yang sudah di terapkan
oleh orang tua mereka sendiri yang kemudian mereka ambil sisi baik dan
meninggalkan sisi buruk nya.

Menurut Abdul Wahib, “Adapun pengasuhan anak perlu disesuaikan


dengan tahapan perkembangan anak. Perkembangan anak dipengaruhi oleh 2
faktor,”4 yakni faktor bawaan dan faktor lingkungan. Faktor bawaan
merupakan sifat yang dibawa anak sejak lahir seperti sifat penyabar, pendiam,
banyak bicara, cerdas atau tidak cerdas juga keadaan fisik seperti warna kulit,
bentuk hidung sampai rambut. Faktor bawaan tersebut merupakan warisan
dari sifat Ibu dan Ayah atau pengaruh sewaktu anak berada dalam kandungan,
misalnya pengaruh gizi, penyakit dan lain-lain.

Faktor bawaan dapat mempercepat atapun menghambat atau justru


melemahkan pengaruh dari luar yang masuk dalam diri anak. Oleh karena itu
faktor bawaan memiliki peran yang cukup penting karena faktor tersebut juga
bisa dijadikan sebagai acuan perbandingan antara satu anak dengan anak yang
lainnya. Kepribadian anak terbentuk dengan melihat dan belajar dari orang-
orang di sekitar anak. Orang tua perlu menerapkan sikap dan perilaku yang
baik demi pembentukan kepribadian anak yang baik. Pola asuh yang baik
untuk pembentukan kepribadian anak yang baik. Tiap generasi mewariskan
kepada generasi selanjutnya bagaimana pola asuh yang menurutnya baik dan
terbukti sebagai pola asuh yang efektif bagi perkembangan seorang anak
hingga terbentuknya menjadi pribadi yang dewasa.

Faktor lingkungan merupakan faktor dari luar diri anak yang


mempengaruhi proses perkembangan anak yang meliputi suasana dan cara

4
Abdul Wahib, Jurnal Konsep Orang Tua Dalam Membangun Kepribadian Anak,
(Magetan: STAI Ma’arif, 2015), h. 4

10
pendidikan dalam suatu lingkungan tertentu, seperti lingkungan rumah atau
keluarga dan hal lain seperti sarana prasarana yang tersedia, misalnya alat
bermain atau lapangan bermain. Adapun faktor lingkungan dapat merangsang
berkembangnya fungsi tertentu dari dalam diri anak yang dapat menghambat
atau mengganggu kelangsungan perkembangan anak.

Dari beberapa pengertian di atas mengenai pola asuh, dapat disimpulkan


bahwa pola asuh adalah cara yang diterapkan untuk mengasuh, mengajar,
mendidik, menjaga, membimbing dan mangantarkan anak sampai pada proses
kedewasaan dengan tujuan dengan yang baik.

b. Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua

Menurut W.A Gerungan, “terdapat tipe kepemimpinan atau sifat pola asuh
orang tua sendiri ada tiga macam, yakni sifat demokratis, sifat otoriter, dan
yang terakhir adalah sifat orang tua pasif.”

1. Cara demokratis di sini lebih menekankan pada mengajak anggota


kelompok atau keluarga untuk menentukan semua keputusan didalam
keluarga dengan cara musyawarah dan mufakat. Sifat demoktaris ini akan
memberikan bantuan ataupun nasihat kepada anggota keluarga nya. Pola
asuh ini mendorong anak untuk mandiri tetapi tetap memberikan batasan
dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka. Musyawarah dilakukan se
intensif mungkin dan orang tua memperlihatkan kehangatan serta kasih
sayang kepada anak. Anak-anak yang mempunyai orang tua demokratis
berkompeten secara sosial, percaya diri, dan bertanggung jawab.
2. Sementara sifat otoriter cenderung lebih keras dan dialah yang
menentukan segala hal tanpa adanya musyawarah. Pola asuh ini
membatasi dan bersifat menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti
perintah orang tua dan menghormati orang tua. Orang tua yang otoriter
menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberikan peluang yang
besar kepada anak-anak untuk berbicara atau bermusyawarah. Selain itu,
anak-anak yang orang tuanya otoriter seringkali cemas akan perbandingan

11
sosial, gagal memprakarsai kegiatan dan memiliki komunikasi yang
lemah.
3. Dan yang terakhir adalah sifat orang tua pasif yang menjalankan peranan
yang pasif dan orang tua pada sifat ini hanya sebagai penonton yang
menyerahkan segala keputusan kepada anggota keluarganya. Mereka
hanya membuat sedikit permintaan dan membiarkan anak memonitor
aktivitas mereka sendiri. Pada pola asuh ini mereka jarang menghukum,
tidak mengontrol dan tidak menuntut.5

Sementara itu menurut John W Santrock terdapat Gaya pengasuhan


Baumrind yakni Penelitian yang dilakukan oleh Diana Baumrind yang sangat
berpengaruh. Ia percaya bahwa orang tua tidak boleh menghukum atau
menjauh. Alih-alih mereka harus menerapkan aturan bagi anak dan
menyanyangi mereka. Dia telah menjelaskan empat jenis gaya pengasuhan:

a. Pengasuhan otoritarian adalah gaya yang membatasi atau menghukum,


dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan
menghormati perkerjaan dan upaya mereka. Orang tua yang otoriter
menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan meminimalisir
perdebatan verbal. Contohnya, orang tua yang otoriter mungkin berkata,
“Lakukan dengan cara ku atau tidak usah.” Orang tua yang otoriter
mungkin juga sering memukul anak, memaksakan aturan secara kaku
tanpa menjelaskannya, dan menunjukan amarah kepada anak. Anak dari
orang tua yang otoriter sering kali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika
membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai aktivitas
dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Putra dari orang tua
yang otoriter mungkin berperilaku agresif.
b. Pengasuhan otoritatif mendorong anak untuk mandiri namun masih
menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal
memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap sangat
hagat dan penyanyang kepada anak. Orang tua yang otoritatif mungkin

5
W.A Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT Eresco, 1988), h.132

12
merangkul anak dengan mesra dan berkata, “Kamu tahu kamu tak
seharusnya melakukan hal itu. Mari kita bicarakan bagaimana kamu bisa
menangani situasi tersebut lebih baik lain kali.” Orang tua otoritatif
menunjukan kesenangan dan dukungan sebagai respon terhadap perilaku
konstruktif anak. Mereka juga mengharapkan perilaki anak yang dewasa,
mandiri dan sesuai dengan usianya. Anak yang memliki orang tua
otoritatif sering kali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan
berorientasi pada prestasi; mereka cenderung untuk mempertahankan
hubungan yang ramah dengan teman sebaya, berkerja sama dengan orang
dewasa, dan bisa mengatasi stres dengan baik.
c. Pengasuhan yang mengabaikan adalah gaya di mana orang tua sangat tidak
terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang tya yang
mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih pentig
dari pada diri mereka. Anak-anak ini cenderung tidak memiliki
kemampuan sosial. Banyak di antaranya memiliki pengendalian diri yang
buruk dan tidak mandiri. Mereka sering kali memiliki harga diri yang
rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam masa
remaja, mereka mungkin menunjukan sikap membolos dan nakal.
d. Pengasuhan yang menuruti adalah gaya pengasuhan di mana orang tua
sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol
mereka. Orang tua macam ini membiarkan anak melakukan apa yang ia
inginkan. Hasilnya, anak tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya
sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya. Beberapa orang
tua sengaja membesarkan anak mereka dengan cara ini karena mereka
percaya bahwa kombinasi antara keterlibatan yang hangat dan sedikit
batasan akan manghasilkan anak yang kreatif dan percaya diri. Namun,
anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar
menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan

13
perilakunya. Mereka mungkin mendominasi, egosesnteris, tidak menuruti
aturan, dan kesulitan dalam hubungan teman sebaya.6

Dari berbagai contoh pola pengasuhan orang tua terhadap anak yang
dikemukakan di atas, pada dasarnya terdapat tiga pola asuh orang tua yang
sering diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh tersebut antara
lain adalah pola asuh otoriter, pola asuh demokrasi, dan pola asuh permisif
atau pasif.

Selain pola asuh, sikap juga dapat mempengaruhi kepribadian anak. Ada
beberapa sikap baik yang dapat mendukung pembentukan kepribadian anak
antara lain: penanaman budi pekerti sejak dini, pendisiplinan anak sejak dini,
menyayangi anak secara wajar dan menghindari pemberian label ‘malas’ pada
anak. Kita harus berhati-hati dalam mendidik anak, anak-anak biasa belajar
cara berinteraksi dengan orang lain dengan mencontoh, berbagi dan menjadi
teman baik. Mereka juga mempelajari sikap, nilai, prefensi pribadi dan
beberapa kebiasaan dengan mengikuti contoh, termasuk cara mengenali dan
menangani emosi mereka. Seorang anak belajar banyak dari perilaku mereka
dengan mengamati dan meniru perilaku orang-orang disekitar mereka.

Pada dasarnya sikap negatif maupun positif dari orang tua sangat
mempengaruhi pembentukan kepribadian anak. Dalam kaitan ini, baik
keluarga kecil maupun keluarga besar ternyata dapat pula menyesatkan anak-
anak remaja yang dapat merugikan masyarakat. Tergantung pada pola asuh
yang mereka terapkan kepada setiap anak didalam lingkup keluarga tersebut.

Menurut Sudarsono “Orang tua, wali dan pengasuh harus memahami


semua kebutuhan anak-anaknya, baik yang bersifat biologis maupun yang
bersifat psikologis.”7 Dalam kaitan ini adalah dimana anak-anak perlu
mendapat perhatian sekecil mungkin dimana seorang anak membutuhkan

6
John W Santrock, Child Development, Terj Mila rahmawati dkk, Perkembangan Anak,
(Jakarta: Erlangga, 2007), h. 167
7
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991),
cet.2 h. 128

14
makan, minum dan juga pakaian. Disamping itu pula seorang anak juga
membutuhkan cinta dan kasih sayang serta rasa aman di dalam rumah. Mereka
juga berhak mendapatkan perilaku adil dari kedua orang tua dan anggota
keluarga lainnya. Keluarga terlebih lagi orang tua memiliki peran untuk
menanamkan disiplin pada anak-anak sejak masih kecil agar setelah dewasa
kelak hal tersebut bisa menjadi sebuah kebiasaan yang baik.

c. Pengertian Orang Tua

Orang tua merupakan orang yang pertama kali dikenal oleh anak di
dalam kehidupan keluarga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah
orang tua di artikan dengan “ayah dan ibu kandung, atau orang yang dianggap
orang tua atau yang dituakan atau orang-orang yang disegani atau dihormati
dikampung.”8 Mendapat sebutan sebagai Orang Tua di era sekarang tentu
harus melalui proses pernikahan yang sesuai dengan agama dan hukum yang
berlaku yang kemudian dinyatakan sah dan diperbolehkan untuk melakukan
hubungan suami istri dan membentuk keluarga dengan hadirnya seorang
anak.

Menurut Gough yang dikutip oleh Roger M. Keesing “Melihat


perkawinan, di sepanjang masa dan di semua tempat, sebagai suatu kontrak
menurut adat dan kebiasaan, yang dimaksudkan untuk menetapkan legitimasi
anak yang baru dilahirkan sebagai anggota keluarga yang bisa di terima
masyarakat.”9 Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
orang tua adalah antara ayah dan ibu kandung yang bersatu melalui proses
pernikahan. Orang tua yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik,
mengasuh, dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu
yang mengantarkan anak untuk siap didalam kehidupan bermasyarakat.

Orang tua memiliki peran memberikan perhatian dan bimbingan pada


setiap kegiatan anak dan mengawasi serta memperhatikan mental dan sosial

8
Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI Online, 2017, (https://kbbi.web.id/orang)
9
Roger M. Keesing, Cultural Anthropology, Terj. R.G.Soekadijo, Antropologi Budaya,
(Jakarta: Erlangga, 1998), h. 6

15
anak, di arahkan dengan penuh kesadaran dan intensif kepada anak baik
dalam bentuk sikap maupun perbuatan terhadap anak. Orang tua yang baik
adalah mereka yang bisa menjadi sahabat sekaligus tauladan yang baik bagi
anaknya sendiri. Karena sikap bershabat dengan anak mempunyai peranan
yang sangat besar dalam mempengaruhi sikap dan jiwa nya. Sebagai seorang
sahabat, tentu orang tua perlu menyediakan waktu untuk anak, yakni
menemani nya dalam keadaan suka maupun duka, dan menjadi tempat
berbagi dalam memilih teman yang baik dan tidak baik.

Posisi keluarga mempunyai peranan vital dalam mempengaruhi


kehidupan dan perilaku individu. Kedudukan dan fungsi keluarga itu bersifat
fundamental karena keluarga salah satu tempat atau wadah pembentukan
watak, karakter, akhlak, dan kepribadian yang pertama bagi individu. Di
masyarakat umum pengertian orang tua itu adalah orang yang telah
melahirkan manusia yaitu ibu dan bapak.

Menurut Maurice Balson, “keberhasilan para orang tua sangat


bergantung pada kecakapan mereka untuk mengintegrasikan anggota-anggota
keluarga mereka masing-masing.”10 Hal ini telah dilaksanakan bahwa kerja
sama dapat terlaksana selama persaingan yang merupakan kondisi pencegah
anak-anak mendapatkan tempat di dalam keluarganya sendiri. Keluarga
merupakan tempat pertama bagi anak untuk berkembang, dimana peran orang
tua dan anggota keluarga lain seperti adik dan kakak juga sangat menentukan.
Oleh karena itu tempat usaha pencegahan dari segala perilaku yang
menyimpang terletak pada lingkup keluarga.

Kunci pertama dalam mengarahkan pendidikan dan membentuk mental


anak terletak pada peranan orang tua, sehingga baik buruknya budi pekerti itu
tergantung kepada budi pekerti orang tuanya. Dalam rangka membangun
kepribadian anak supaya menjadi anak dengan kualitas kepribadian yang
bagus, orang tua sebagai pendidik dalam menanamkan nilai- nilai kepada

10
Maurice Balson, Becoming A Better Parent, Terj. M. Arifin, Bagaimana Menjadi
Orang Tua Yang Baik, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 124

16
anaknya sebaiknya berdasarkan ajaran agama Islam agar anak dapat
melaksanakan fungsi sosialnya sesuai dengan norma agama, norma hukum,
norma kesusilaan dan dengan akhlak yang mulia.

Rasa cinta dan kasih sayang juga sangat diperlukan di dalam lingkup
keluarga. Rasa cinta dan kasih sayang yang Allah berikan kepada orang tua
secara psikologis mampu membuat orang tua merasa bahagia dan bersabar
dalam mendidik anak-anak nya. Barang kali itu lah sebabnya Al-Qur’an
melukiskan arti anak bagi orang tua dengan ungkapan-ungkapan seperti
‘perhiasan dunia’ (al-Kahfi:46) dan ‘penyenang hati’ (al-Furqan:74)

2. Kenakalan Remaja
a. Pengertian Remaja

Masa remaja termasuk masa yang menentukan karena pada masa ini
anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya. Terjadinya
perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan di dalam remaja sehingga
masa ini di nilai sangat. Perkembangan tertang remaja kemudian mengalami
perubahan yang sangat pesat. Bagi sebagian orang remaja masih dianggap
sebagai anak-anak akan tetapi banyak pula yang mengganggap remaja sebagai
bagian dari orang dewasa yang pemikirannya tak kalah dengan orang dewasa.
Menurut Gazi dan Faojah “Dalam bahasa Inggris, masa remaja disebut dengan
istilah adult yang sesungguhnya berasal dari Bahasa Latin seperti halnya kata
adolescer yang berarti tumbuh menuju kedewasaan.”11

Adolesensi lebih tepatnya saat seseorang berada pada satu masa transisi
dari masa kanak-kanak menuju dewasa, dimana masa tersebut seseorang mulai
menunjukan sifat-sifat dewasa yang dimilikinya. Pada perkembangan nya
biasa nya perkembangan seorang remaja atau adolesensi berlangsung pada
usia 12-22 tahun berarti selama 10 tahun masa remaja. Akan tetapi di era
sekarang pada masa remaja seorang anak tergolong lebih cepat seperti, anak

11
Gazi dan Faojah, Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama Terhadap Perilaku
Manusia, (Jakarta: Lembaga Penelitian, 2010), h. 47

17
SD (Sekolah Dasar) yang “cepat dewasa” dengan adanya perkembangan
teknologi dan pergaulan yang ada. Dengan begitu seorang anak akan jadi lebih
cepat dewasa melewati masa remajanya.

Saat anak mengalami masa remajanya tidak sama waktunya di tiap-tiap


negara. Waktunya berbeda-beda menurut norma kedewasaan yang berlaku
setempat. Seperti daerah pedesaan yang agraris, anak pada usia 12 tahun
sudah ikut melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh orang
dewasa. Dalam keadaan seperti ini berarti anak yang belum dewasa itu sudah
dituntut oleh orang tuanya untuk memiliki tanggung jawab. Sedangkan di
daerah perkotaan masa remaja berlangsung pada waktu yang lebih lama, sebab
keadaan kehidupan di perkotaan lebih kompleks dan lebih majemuk
masyarakatnya karena pengaruh kebudayaan dan adat istiadat, nilai-nilai
moral, etika, dan sosial.

Sementara menurut UNICEF (United Nations International Childen’s


Emergency Fund) “mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia
antara 0 sampai dengan 18 tahun.”12 Sementara menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak BAB I
Pasal 1 ayat (2) “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua
puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”13

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada
skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun
ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial,
kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai
setelah seseorang melampaui usia 21 tahun. Menurut Undang–Undang
Republik Indonesia No 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak BAB I Pasal
1 Ayat (1) ”Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai

12
Ade Sanjaya, Pengertian Anak Menurut Definisi Ahli dan Undang Undang
Kesejahteraan Anak
2017 (http://www.landasanteori.com/2015/08/pengertian-anak-menurut-definisi-ahli.html)
13
UU RI No.3 Tahun 1997,Undang-Undang Peradilan Anak,(Jakarta:Sinar Grafika,2009), h 52

18
umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
dan belum kawin.14

Menurut Abdul Mun’im Al-Maligy masa remaja adalah masa perjuangan,


karena tampak bagi remaja, bahwa ia harus bisa menyesuaikan diri dengan
berbagai macam perubahan yang benar-benar berbahaya. Perubahan-
perubahan yang terjadi sekaligus.

1. Pertama, remaja telah mencapai kematangan jasmani dan seksual : dalam


bentuk terjadinya perubahan-perubahan jasmani dan perubahan kimiawi,
yang menyebabkan terjadinya kegoncangan yang tidak seimbang.
2. Kesukaran kedua yang dihadapi oleh remaja adalah kesukaran emosi,
yaitu, ia ingin menjadi dewasa dan mendapatkan semua fasilitas
kedewasaan tentang kebebasan dan kemerdekaan.
3. Kesukaran yang ketiga timbul dari cara perasaan orang tua dan orang
dewasa menghadapinya. Bukan hanya remaja saja yang menjadi mangsa
kebimbingan, karena statusnya yang terombang-ambing antara anak dan
dewasa. Dan orang dewasa terutama orang tua, mempunyai sikap yang
tidak stabil terhadap remaja. Kadang-kadang mereka menuntut untuk
mematuhi petunjuk-petunjuk mereka dan patuh menetapkan peraturan-
peraturan seperti anak-anak. Dan lain kali mereka meminta remaja agar
memperlihatkan kemantapan dan kematangan pribadi serta kelurusan
sikap.15

Namun pada masa dewasa lanjut, kemapanan fisik dan psikologis


menurun dengan sangat cepat. Seseorang remaja bisa sangat dewasa dengan
usia yang sangat muda namun bisa juga masih bersifat kekanak-kanakan pada
usia remaja akhir. Menurut Gazi dan Faojah “Bagi para ahli psikologis
perkembangan, masa dewasa dini memiliki ciri yang dapat dikenali dengan
baik, yaitu:

14
UU RI No.3 Tahun 1997,Undang-Undang Peradilan Anak,(Jakarta:Sinar Grafika,2009), h 3
15
Abdul Mun’im Al-Maligy, Dendam Anak-Anak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 69

19
1. Masa pengaturan. Masa dewasa dianggap sebagai masa pengaturan karena
pada masa ini setiap orang telah kehilangan kebebasan masa kanak-kanak
dan masa remaja, serta mulai menerima tanggungjawab sebagai orang
dewasa dengan mencari nafkah dan mengurus rumah tangga.
2. Masa reproduktif. Pada masa ini, orang yang memasuki tahap dewasa
mulai berperan sebagai orang tua bagi anak-anaknya.
3. Masa bermasalah. Pada masa ini, banyak orang mengalami kesulitan
penyesuaian diri akibat peralihan masa dari masa remaja ke masa dewasa,
terutama menyangkut penyesuaian dengan kehidupan rumah tangga,
menyeimbangkan antara pilihan berkarir dan pilihan berumah tangga, dan
mereka tidak lagi ,mendapatkan bantuan dari orang tua seperti saat mereja
masih muda.
4. Masa ketegangan emosional. Pada masa ini, seseorang yang memasuki
tahap dewasa awal harus mengalami ketegangan emosional yang
disebabkan oleh banyaknya persoalan yang terjadi dalam bidang pekerjaan
dan kehidupan rumah tangga.
5. Masa keterasingan sosial. Pada masa ini orang dewasa harus membatasi
pergaulan dan waktu bermain dengan teman-teman sebaya karena telah
memiliki tanggunghawab sebagai bapak atau ibu yang harus mengurus
rumah tangga dan anak-anak yang mereka lahirkan.
6. Masa komitmen. Mereka harus membuat komitmen-komitmen baru akibat
pergeseran peran dari seorang remaja yang masih bergantung pada orang
tua, menjadi seorang dewasa yang harus memikul tanggungjawab hidup.
7. Masa ketergantungan. Pada masa ini, banyak orang dewasa awal yang
harus bergantung kepada orang tua atau lembaga pendidikan tertentu yang
memberikan beasiswa atau bantuan pendidikan kepada mereka.
8. Masa perubahan nilai. Pada masa ini terjadi banyak perubahan nilai masa
kanak-kanak dan masa remaja karena pengalaman dan hubungan sosial
dengan orang-orang yang berbeda usia dan nilai-nilai tersebut harus dilihat
dari perspektif orang dewasa.

20
9. Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru. Pada masa ini terjadi
perubahan gaya hidup yang tentu saja berda-beda antara satu orang dengan
orang lain, tergantung banyak faktor seperti keluarga, tingkat pendidikan,
lingkungan pergaulan, dan pekerjaan.
10. Masa kreaktif. Pada masa ini orang yang memasuki tahap dewasa awal
menunjukkan kreativitas mereka melalui hobi, minat, dan pekerjaan.16

Selanjutnya menurut Makmun Mubayidh “dalam usia 12 tahun keatas,


anak akan mulai memasuki usia remaja atau pubertas. Dalam usia ini anak
akan dengan mudah menerima hal baik maupun hal buruk yang ada di
sekeliling nya. Di usia pubertas ini anak juga harus menghadapi kenyataan-
kenyataan sebagai berikut:

1. Ingin merasa bebas dan merdeka


2. Dapat mengambil pelajaran dari kesalah-kesalahan yang dilakukannya.
3. Mampu mencari solusi atas pertentangan dan perselisihan dengan cara
yang hampir sama dengan cara yang digunakan oleh orang dewasa yang
telah matang.
4. Mampu memahami posisinya dalam masyarakat tempat hidupnya.
5. Memiliki identitas gender (laki-laki atau perempuan).17

Seiring dengan bertambahnya usia, anak akan dengan mudah menunjukan


perubahan-perubahan yang terjadi didirinya. Bukan hanya perubahan fisik,
akan tetapi juga perubahan dalam bergaul, berteman, bersosialisasi dan
menunjukan kemarahan atau ketidaksukaan terhadap apapun. Terkadang anak
juga bisa melanggar kaidah atau aturan yang ada. Remaja yang melakukan hal
seperti itu melakukannya sebagai bentuk pemberontakan atas aturan yang ada.

Perilaku dan tindak-tanduk anak pada usia remaja ini pastinya berbeda
satu sama lain. Perbedaan ini didasari oleh perbedaan perkembangan fisik,

16
Gazi dan Faojah, Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama Terhadap Perilaku
Manusia, (Jakarta, Lembaga Penelitian, 2010), h. 48
17
Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2010), h. 67

21
cara berteman dan bergaul serta bagaimana didikan orang tua. Hubungan anak
dengan orang tuanya akan membantu anak pada usia remaja agar dapat
tumbuh dengan baik. Dengan cara seperti di berikan tanggung jawab atas apa
yang dilakukannya. Akan tetapi juga memberikan rasa percaya dan
memberikan kesempatan untuk menentukan pilihannya sendiri misalnya
dengan bagaimana anak berteman dan bergaul

Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat dibandingkan


masa anak-anak dan masa dewasa. Untuk mengimbangi pertumbuhan yang
cepat itu, remaja membutuhkan makan dan tidur lebih banyak. Dalam hal ini
kadang-kadang orang tua tidak mau mengerti, dan marah-marah bila anaknya
terlalu banyak makan dan banyak tidurnya. Perkembangan fisik mereka
terlihat jelas pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan, otot-otot tubuh
berkembang pesat, sehingga anak kelihatan bertubuh tinggi tetapi kepalanya
masih mirip dengan anak-anak. Menurut Muhammad Ali dan Muhammad
Asrori “ada sejumlah faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik individu,
yaitu sebagai berikut.
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu.
Termasuk ke dalam faktor internal ini adalah sifat jasmaniah yang
diwarisa dari orang tuanya dan kematangan atau pertumbuhan fisik.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal ialah faktor yang berasal dari luar diri anak. Termasuk
dalam faktor eskternal ini adalah kesehatan, makanan, dan stimulasi
lingkungan.”18
b. Perkembangan Kepribadian Remaja

Dalam fase remaja seperti ini seseorang cenderung dapat berubah dengan
sangat drastis mengikuti lingkungan maupun pergaulannya. Akan tetapi perlu
juga usaha untuk membentuk kepribadian anak untuk mencapai suatu

18
Muhammad Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2010), h. 21

22
penyesuaian diri terhadap lingkungan, baik untuk masa sekarang atau pun
masa mendatang. Menurut Sutjihati Somantri “Personality dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan sebagai kepribadian, berasal dari kata Latin Persona
yang berarti topeng. Pada zaman Yunani kuno, para aktor memakai topeng
untuk menutupi identitasnya sehingga ia mampu memainkan peran
sandiwara.” 19
Akan tetapi arti kepribadian pada masa itu kini semakin
berubah dan menyesuaikan dengan keadaan di zaman sekarang. Kepribadian
kini lebih dikenal sebagai penampilan dan karakteristik seseorang.

Kepribadian seseorang terutama pada remaja juga berpengaruh ke dalam


perubahan tingkah laku dan sikap sosial nya di masyarakat. Menurut Sutjihati
Somantri perubahan pada masa remaja meliputi beberapa bidang, antara lain:

a. Perubahan konsep diri, anak mulai merasakan perasaan mereka mengenai


dirinya. Hal ini berhubungan dengan perubahan sikap orang-orang di
sekitarnya terhadap dirinya. Keadaan ini terungkap dengan menurunya
penilaian diri.
b. Perubahan sikap dan tingkah laku, perubahan ini berlangsung sementara
dan merupakan pola yang sesuai dengan pola dalam kelompok
seusianya.20

Perubahan dalam diri seseorang tentu di dapat dari berbagai aspek.


Namun dalam kaitan yang lebih dekat adalah lingkup keluarga. Di dalam
sebuah keluarga terutama orang tua, mereka memiliki peran yang sangat
penting dalam menentukan perkembangan kepribadian anak terutama dalam
memasuki fase remaja. Perubahan-perubahan kepribadian anak dapat
berpengaruh positif atau bahkan negatif tergantung pola asuh orang tua dan
juga lingkungan sekitar seperti lingkungan sekolah, lingkungan rumah dan
lingkungan bermain bersama teman sebaya nya.

c. Kenakalan Remaja

19
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung:PT Refika Aditama, 2006), h. 51
20
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, h. 50

23
Istilah mengenai kenakalan anak adalah sebagai terjemahan dari juvenile
delinquency. Namun pada akhir nya kini, juvenile delinquency merupakan arti
dari kenakalan anak yang dikenal secara luas. Menurut Sudarsono pengertian
“juvenile delinquency ialah suatu perbuatan itu disebut deliquent apa bila
perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada
didalam masyarakat di masa ia hidup, suatu perbuatan yang anti sosial di
mana di dalam nya terkandung unsur-unsur anti normatif”21. Anak-anak yang
dimaksudkan dalam fase ini adalah anak-anak atau remaja yang sedang
memasuki usia puber dan melakukan segala hal yang bertentangan dengan
norma dan adat istiadat yang berlaku di lingkungan sekitarnya. Yaitu yang
dimaksud adalah dengan melakukan kenakalan.

Di Indonesia masalah mengenai kenakalan anak semakin menjadi


permasalahan yang sangat serius. Kondisi seperti ini tentu memberi dorongan
yang kuat kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas hal ini. Pihak
yang bertanggung jawab atas hal ini diantara nya adalah kelompok edukatif
yang ada di lingkungan sekolah, kelompok penegak hukum seperti kepolisian,
pemerintah sebagai pemberi penyuluhan dan dari lingkup terdekat yakni
keluarga.

Di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Tangerang Selatan,


Bandung, Yogyakarta, Bali, Semarang dan Surabaya tidak sedikit remaja
yang melakukan tindakan yang melanggar norma-norma sosial. Ini
dikarenakan perkembangan di kota-kota besar jauh lebih cepat jika di
bandingkan dengan kota-kota kecil atau bahkan di daerah pedalaman.
Hubungan sosial yang berkembang pun juga berbeda. Hubungan sosial antar
individu atau remaja berkembang karena adanya dorongan dan rasa ingin tahu
terhadap segala hal yang ada di sekitarnya.

Dalam perkembangan nya, hubungan sosial ini juga menyangkut dengan


bagaimana seseorang menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Seperti

21
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991),
Cet.2 h. 5

24
makan dan minum sendiri, berpakaian sendiri, mentaati peraturan, serta
bagaimana mereka membangun komitmen dengan kelompok atau
organisasinya. Namun karena rasa ingin tahu serta proses pencaran jati diri
sebagai seorang remaja atau anak muda, mereka cenderung tidak mau
mengikuti aturan karena dengan melanggar itu mereka bisa menumbuhkan
suatu kebanggaan tersendiri diantara kelompok mereka. Kebanyakan mereka
berasal dari lingkungan keluarga yang kurang memperoleh perhatian dan
kasih sayang orang tua. Bisa jadi kedua orang nya sibuk bekerja, sering
cekcok, bahkan perceraian.

Untuk menyalurkan energi psikologisnya guna memperoleh pengakuan,


penerimaan dan perhatian orang lain maka sering kali remaja salah dalam
menentukan jalan hidupnya. Akibatnya remaja pada kondisi seperti ini
cenderung sering melakukan tindakan kejahatan, kekerasan, pembunuhan,
penganiayaan, pencurian, penipuan, pemerasan, penyalahgunaan obat,
kriminalistas, bahkan pada perampokan.

Kenakalan remaja tentu perlu mendapat perhatian dari banyak pihak.


Seperti di kutip dalam beritatangsel.com Ketua Bamus (Badan Musyawarah)
Tangsel Zulham Firdaus mengadakan sebuah kegiatan sosial yang berada di
Serpong pada Minggu 11/06/2017 lalu. Menurut Zulham Firdaus “Karena
dengan adanya pertemuan dan kerjasama antara anak sekolah dengan
organisasi bisa menekan tingkat kenakalan remaja,”22 Dalam kegiatan ini
Bamus berharap adanya hubungan yang baik antara pihak sekolah dan juga
organisasi Bamus sebagai organisasi yang akan membantu menekan angka
kenakalan anak sekolah yang rata-rata berusia remaja.

d. Macam-Macam Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja disetiap negara memiliki cangkupan yang berbeda-beda


sehingga dalam pandangan tentang kenakalan remaja sangatlah luas.

22
Berita Tangsel, Inilah Cara BAMUS Tangsel Mengatisipasi Kenakalan Remaja Pada
Anak Sekolah, 2017 (http://www.beritatangsel.com/pendidikan/inilah-cara-bamus-tangsel-
antisipasi-kenakalan-remaja-pada-anak-sekolah)

25
Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mencakup perilaku kenakalan yang
luas, mulai dari perilaku yag tidak bisa diterima seara sosial seperti dengan
membuat masalah di sekolah sampai pada perbuatan kriminal seperti
pencurian dan kerusakan. Menurut John W Santrock “untuk memudahkan
secara hukum, dibuat pembagian pelanggaran menjadi 2 jenis:”

a. Index offenses adalah perbuatan keriminal, terlepas dari pelakunya adakah


remaja nakal atau orang dewasa. Yang termasuk dalam kategori ini adalah
perampokan, penyerangan dengan kekerasan, perkosaan, dan
pembunuhan. Tingkat pelanggaran properti lebih tinggi dari pelanggaran
yang lain (seperti terhadap orang lain, penyalahgunaan narkoba, atau
pelanggaran ketenangan publik)
b. Status offenses, seperti kabur dari rumah, bolos, dan minum minuman
keras di bawah umur, hubungan seeksual, dan perilaku yang tidak bisa
terkontrol, hal ini adalah pelanggaran yang tidak terlalu serius. Hal ini
ilegal hanya ketika dilakukan oleh anak muda di bawah umur tertentu.23

Namun dari semua permasalahan kenakalan remaja yang ada di Indonesia,


hukum di Indonesia sebenarnya sudah menerapkan Undang-Undang. Terdapat
beberapa kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dengan jelas
mengatur proses hukum dan materi mengenai hukum yang akan diberlakukan
pada anak-anak dibawah umur, atau belum dewasa. “Menurut Pasal 45 ini,
perintah supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah apabila:

1. Anak yang dibawah umur tersebut melakukan kejahatan. Jadi menurut


Hukum Pidana Indonesia perbuatan tersebut merupakan delik yang
termuat dalam Buku Kedua KUHP, dari Pasal 104 sampai dengan Pasal
488 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2. Anak di bawah umur tersebut melakukan salah satu pelanggaran dalam
Buku Ketiga antara lain:

23
John W Santrock, Child Development, Terj Mila rahmawati dkk, Perkembangan Anak,
(Jakarta: Erlangga, 2007), h. 141

26
a. Bab I tentang pelanggaran keamanan umum bagi orang atau barang
dan kesehatan, meliputi Pasal 489, 490, 492, 496, dan 497.
b. Bab II tentang pelanggaran ketertiban umum, meliputi Pasal 503, 505,
514, 517, dan 519.
c. Bab III tentang pelanggaran terhadap penguasa umum mmeliputi Pasal
526.
d. Bab V tentang pelanggaran terhadap orang yang memerlukan
pertolongan meliputi Pasal 531.
e. Bab VI tentang pelanggaran kesusilaan, meliputi Pasal 532, 536, dan
540.24

Keresahan yang terjadi akibat timbulnya kenakalan remaja di kota-kota


besar tentu juga menyita perhatian masyarakat. Masyarakat tentu mempunyai
peran dalam menciptakan remaja-remaja yang produktif dan berakhlak baik.
Maka, masyarakat juga mempunyai keterlibatan dalam mendidik atau bahkan
menanggulangi kenakalan remaja. Lebih lanjuta lagi, Sudarsono
menambahkan, “keterlibatan masyarakat didalam menanggulangi anak
delinkuen dapat berupa:

1. Memberi nasihat secara langsung kepada amak yang bersangkutan agar


anak tersebut meninggalkan kegitannya yang tidak sesuai dengan
seperangkat norma yang berlaku, yakni norma hukun, sosial, susila dan
agama.
2. Membicarakan dengan orang tua/wali yang bersangkutan dan dicarikan
jalan keluarnya untuk menyadarkan anak tersebut.
3. Langkah yang terakhir, masyarakat harus berani melaporkan kepada
pejabat yang berwenang tentang adanya perbuatan delinkuen sehingga
segera dilakukan langkah-langkah prevensi secara menyeluruh.”25

24
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991),Cet.2 h. 2
25
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, h. 134

27
B. Hasil Penelitian Relevan

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa bahan penelitian yang berkaitan


dengan pola asuh orang tua dan kenakalan remaja yang menjadi referensi
peneliti untuk melakukan penelitian ini, di antaranya adalah :

1. Hani Inayati (Fakultas Psikologi UIN Jakarta 2013), dengan judul Skripsi
Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Kenakalan Remaja Siswa SMK Puspita
Bangsa Ciputat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
kontrol sosial diri dan dukungan sosial terhadap kenakalan remaja siswa
SMK Puspita Bangsa Ciputat. Sampel penelitian ini berjumlah 254 orang
dari populasi sebanyak 715. Sampel di pilih dengan tehnik simple random
sampling dengan menggunakan table of random numbers. Analisis data
pada penelitian ini menggunakan tehnik regresi berganda dengan
menggunakan software SPSS versi 17.0. sedangkan untuk pengujian
validitas konstruk menggunakan software Lisrel 8.7. Hasil penelitian
menunjukan kontrol diri dan dukungan sosial berpengaruh secara
signifikan terhadap kenakalan siswa SMK Puspita Bangsa Ciputat.26
2. Uswatun Hasanah (Fakultas Psikologi UIN Jakarta 2014), dengan judul
Skripsi Pengaruh Pola Asuh dan Kontrol Diri terhadap Agresivitas Remaja
di SMA Al-Chasanah Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Populasi dalam penelitian ini
adalah siswa SMA Al-Chasanah Jakarta sebanyak 235 siswa, yang terdiri
atas X, XI dan XII.. selanjutnya, dari jumlah populasi tersebut juga dengan
sensus, maka sampel dalam penelitian ini sebanyak 235 siswa. Dalam
penelitian ini, penulis mengadaptasi dan memodifikasi alat ukur
agresivitas dan pola asuh yaitu Aggression Questionnaire dan Parental
AuthorityQuestionnaire. Sedangkan alat ukur kontrol diri, penulis

26
Hani Inayati, Skripsi Pengaruh Kontrol Diri dan Dukungan Sosial terhadap Kenakalan
Remaja Siswa SMK Puspita Bangsa Ciputat, (Jakarta: UIN Jakarta, 2013)

28
membuat ukur sendiri berdasarkan aspek-espek kontrol diri dari Averil
(1973). Analisis data penelitian menggunakan software SPSS versi 18.0
sedangkan untuk pengujian validitas kontsruk menggunakan Lisrel 8.70.
Dalam penelitian ini pola asuh memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap agresifitas remaja.27
3. Raguan Hana, Skripsi, (Fakultas Psikologi UIN Jakarta 2014), dengan
judul Pengaruh Pola Asuh Dan Impulsifitas Terhadap Kenakalan Remaja
di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat pola asuh dan impulsifitas pada anak-anak yang melakukan
kenakalan remaja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan melibatkan 100 responden penghuni Panti Sosial Bina Remaja
Bambu Apus dan menggunakan teknik pengambilan sampel non-
probability sampling. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan
Parenting Authority Questioner (PAQ) dan skala impulsifitas serta skala
kenakalan remaja yang disusun sendiri oleh penulis berdasarkan teori yang
ada. Adapun metode analisis data dan uji validitas-reliabilitas yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS 17.
Berdasarkan hasil perhitungan regresi didapatkan R square sebesar 0,046.
Variabel kenakalan remaja tidak dapat dijelaskan oleh variasi dari pola
asuh dan impulsifitas dengan indeks signifikansi 0,725 (p>0,05). Yang
berarti hipotesis mayor nol (Ho). Yang menyatakan tidak ada pengaruh
yang signifikan pola asuh dan impulsifitas terhadap kenakalan remaja
diterima.28
Perbedaan penelitian yang relevan dengan penelitian ini :

27
Uswatun Hasanah, Skripsi Pengaruh Pola Asuh dan Kontrol Diri terhadap Agresivitas
Remaja di SMA Al-Chasanah Jakarta, (Jakarta: UIN Jakarta, 2014)
28
Raguan Hana, Skripsi Pengaruh Pola Asuh dan Impulsif Terhadap Kenakalan Remaja di Panti
Sosial Bina Remaja Bambu Apus, (Jakarta: UIN Jakarta, 2014)

29
Tabel 2.1
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Relevan

No Nama Peneliti Judul Persamaan & Perbedaan


& Tahun Penelitian
Terbit
1 Hani Inayati, Pengaruh Penelitian ini Untuk penelitian yang berjudul
Tahun 2013 Kontrol Sosial sama-sama “Pengaruh Kontrol Sosial
Fakultas terhadap meneliti tentang terhadap Kenakalan Remaja
Psikologi UIN Kenakalan fese-fase remaja Siswa SMK Puspita Bangsa
Jakarta Remaja Siswa termasuk Ciputat (2013)” yang diteliti
SMK Puspita kenakalan remaja. anak-anak dalam lingkup
Bangsa Ciputat sekolah sehingga lebih
menekankan bagaimana
aktvitas di sekolah dalam
mempengaruhi kenakalan
remaja.

Penelitain ini juga


sama-sama
menggunakan
pendekatan
metode
kuantitatif.
2 Raguan Hana, Pengaruh Pola Penelitian yang Penelitian yang berjudul
Tahun 2014 Asuh dan relevan ini sama- “Pengaruh Pola Asuh dan
Fakultas Impulsifitas sama membahas Impulsifitas Terhadap
Psikologi UIN Terhadap hubungan Kenakalan Remaja di Panti
Jakarta Kenakalan kenakalan remaja Sosial Bina Remaja Bambu

30
Remaja di dengan kehidupan Apus (2014)” lebih
Panti Sosial sekitar seperti menekankan pola asuh dan
Bina Remaja dengan kontrol sifat impulsif remaja dalam
Bambu Apus sosialnya, dan lingkup panti sosial. Pola asuh
dengan pola asuh yang di maksud merupakan
nya. pola asuh yang di dapat di
dalam panti sosial tersebut.

Penelitain ini juga


sama-sama
menggunakan
pendekatan
metode
kuantitatif.
3 Uswatun Penelitain ini juga
Hasanah,Tahu sama-sama
n 2014 menggunakan
Fakultas pendekatan
Psikologi UIN metode
Jakarta kuantitatif.

31
C. Kerangka Berpikir

Keluarga

Orang Tua

Anak

Pola Asuh Orang Tua


Kenakalan Anak

1. Status Offsenses
2. Index offsenses

W.A Gerungan John W Santrock

1. Pola Asuh Demokrasi 1. Pengasuhan Otoritarian


2. Pengasuhan Otoritatif
2. Pola Asuh Otoriter 3. Pengasuhan
Mengabaikan
3. Pola Asuh Pasif
4. Pengasuhan Menuruti

Pola Asuh Orang Tua Kenakalan Remaja

Gambar 2.1

Keluarga merupakan pondasi bagi seseorang untuk membentuk


kepribadiannya sejak lahir, didalam sebuah keluarga umumnya terdiri dari orang
tua yakni ayah, ibu dan juga anak. Didalam sebuah keluarga tentu orang tua

32
mempunyai cara tersendiri untuk mendidik serta memberikan arahan melalui pola
asuh yang diterapkan didalam rumah. Pola asuh yang diterapkan orang tua tentu
berbeda-beda, disini penulis menjelaskan beberapa pola asuh dari dua Tokoh
Psikologi yakni W.A Gerungan yang menjelaskan tiga pola asuh yakni yang
pertama pola asuh demokrasi, pola asuh otoriter dan juga pola asuh pasif,
selanjutnya adalah pada Tokoh Psikologi John W Santrock yang menjelaskan
empat pola pengasuhan seperti pola pengasuhan otoritarian, pola pengasuhan
otoritatif, pola pengasuhan mengabaikan dan juga pola pengasuhan menuruti.
Didalam sebuah keluarga juga terdapat anak sebagai pelengkapan sebuah
keluarga itu sendiri, akan tetapi kehadiran anak juga perlu mendapat perhatian
agar anak tidak terjerumus dalam kenakalan remaja. Kenakalan anak remaja pada
penelitian ini terfokus pada kenakalan Status Offsenses dan Index offsenses yang
dikemukakan oleh John W Santrock. Dalam hubungannya yang sedemikian dekat
ini, maka peneliti ingin mengetahui seberapa besar pola asuh orang tua
mempengaruhi kenakalan remaja.

D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir yang telah penulis paparkan, maka hipotesis
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap
kenakalan remaja
Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap
kenakalan remaja

33
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat
Kampung Sawah, Tangerang Selatan tepatnya 4 Rukun Tetangga di
daerah tersebut dibawah naungan satu Rukun Warga (RW). Penelitian ini
dilakukan mulai dari bulan Juli sampai dengan September 2017.
Tabel 3.1
Rencana Penyusunan Penelitian

No Kegiatan Bulan

Juli Agustus September Oktober November

1 Penyusunan rencana penelitian √

2 Penyusunan instrumen penelitian √

3 Pengumpulan data penelitian √

4 Pengolahan data penelitian √

5 Analisis & pembahasan data √

6 Penyusunan laporan √

7 Sidang Munaqosah √

8 Revisi penelitian √

B. Metode dan Penelitian


Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kuantitatif yaitu
hasil penelitian berupa angka-angka dari perhitungan statistik.

34
Menurut Sugiyono ”Metode penelitian dapat diartikan sebagai
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara
random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian
analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah di tetapkan” 1

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei


yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dengan
menggunakan koesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.
Teknik analisis data menggunakan regresi linier sederhana. Analisis
regresi linier sederhana adalah suatu analisis yang digunakan untuk
mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan statistik. Data pada
penelitian kuantitatif pada umumnya dilakukan pada sampel yang diambil
secara random.
C. Desain Penelitian
Untuk mengetahui hasil penelitian regresi maka dilakukan penyebaran
angket dan wawancara yang diberikan pada anak-anak rentang usia 12-18
tahun. Adapun desain penelitainnya dapat digambarkan sebagai berikut:

X Y

Gambar 3.1
Design Penelitian Analisis Regresi

1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta Bandung, 2012), Cet. 15, h. 14

35
Keterangan :
X = pola asuh orang tua (variabel bebas)
Y = kenakalan remaja (variabel terikat)

D. Populasi dan Sampel Penelitian


Secara umum, pengertian populasi merupakan kumpulan dari
keseluruhan pengukuran, objek, atau individu yang sedang dikaji. Menurut
Sugiyono, ”populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek
atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”.2 Jadi, populasi adalah keseluruhan objek atau subjek
yang akan diteliti. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak
remaja Komplek Departemen Kesehatan yang terletak di Jalan Kihajar
Dewantara Kelurahan Sawah Kecamatan Ciputat Kota Tengerang Selatan
yang terdiri dari satu Rukun Warga (RW) dan empat Rukun Tentangga
(RT) yang memiliki 232 KK (Kepala Keluarga) dengan 756 warga dan 36
Remaja yang berusia 12-18 tahun yang tersebar di Komplek Departemen
Kesehatan.
Menurut Sugiyono, ”sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.3 Dalam penelitian ini,
peneliti mengambil jumlah sampel dengan menggunakan metode
purposive sampling ini adalah teknik sampel dengan pertimbangan
tertentu.”4 Dalam hal ini peneliti meneliti kenakaln remaja maka, sampel
yang sampel yang peneliti ambil adalah beberapa remaja di Komplek
Depkes.

2
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h. 117
3
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h. 118
4
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h. 124

36
Dalam pengambilan sampel pada penelitian ini, menurut Suharsimi
Arikunto, “apabila subyek kurang dari 100 orang lebih baik diambil semua
sehingga penelitiannya adalah penelitian populasi.Tetapi apabila jumlah
subyeknya besar (lebih dari 100 orang), dapat di ambil antara 10-15% atau
20-25% atau lebih.”5 Adapun sampel pada penelitian ini berjumlah 36
remaja yang berusia 12-18 tahun di Komplek Departemen Kesehatan
Ciputat. Karena populasi dibawah 100 orang maka peneliti mengambil
sampel sejumlah populasi yaitu 36 orang. Dimana 36 orang remaja
tersebut masih berusia sekolah dengan tingkat pendidikan orang tua
Sarjana Tingkat Satu yang sebagian besar bekerja di Kementrian
Kesehatan sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) dengan status ekonomi
keluarga yang cukup mampu.

E. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian. Dalam penelitian ini melibatkan 2 variabel sebagai
berikut:

1. Definisi Konseptual
a) Variabel bebas: Pola asuh orang tua merupakan gambaran yang
dimiliki oleh orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak, yang
dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari
interaksi dalam keluarga antara orang tua dan anak. Dengan adanya
sebuah pola asuh, orang tua dapat mendidik, membimbing, dan
mengarahkan serta mengawasi anak-anak mereka dalam bertindak dan
bersikap.
b) Variabel terikat: Kenakalan remaja, merupakan perbuatan-perbuatan
bertentangan dengan norma-norma yang ada didalam masyarakat.
Kenakalan remaja berupa perilaku menyimpang seperti mencuri,
merokok, merampok, berbohong, dan lain-lain.

5
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta:
Rineka Cipta, 1999), Edisi ke-5, h. 112

37
2. Definisi Operasional
a. Variabel bebas: Pola asuh orang tua
Variabel bebas sebagai prediktor atau faktor yang akan
mempengaruhi variabel terikat yaitu kenakalan remaja. Pola asuh
orang tua merupakan Pola asuh orang tua merupakan kebiasaan
perilaku yang diterapkan orang tua pada anak yang bersifat relatif dan
konsisten dari waktu ke waktu. Pola asuh ini dapat dirasakan oleh
anak dari segi positif dan negatif.
b. Variabel terikat: Kenakalan remaja
Variabel terikat sebagai respon terhadap stimulus yang
diberikan oleh prediktor atau faktor dari variabel bebas. Kenakalan
remaja merupakan suatu perilaku yang salah satunya bisa terjadi
akibat pola asuh orang tua. Sebab akibat ini muncul akibat adanya
respon negatif dari pola asuh orang tua itu sendiri.

F. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi
dalam rangka mencapai tujuan penelitian, pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara penelitian lapangan
(field research), yaitu peneliti datang langsung ke Komplek Departemen
Kesehatan Ciputat mengadakan penelitian untuk mendapatkan data yang
akurat. Penelitian ini menggunakan beberapa cara pengumpulan data,
yaitu:
a. Studi Dokumentasi

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya


monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan kuesioner dan wawancara dalam penelitian ini. Peneliti akan
melakukan kegiatan studi dokumentasi dengan merekam gambar, video,
maupun suara rekaman terhadap objek yang akan diteliti. Dalam kaitan ini
peneliti mengambil gambar, rekaman video maupun suara serta dokumen

38
lainnya seperti profil tempat penelitan dalam bentuk hard copy yang
berada di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat

b. Kuesioner

Kuesioner ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan


masalah pola asuh dan kenakalan remaja. Dengan kuesioner ini orang
dapat diketahui tentang keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan
sikap atau pendapatannya, dan lain-lain. Dalam penelitian ini kuesioner
yang digunakan adalah kuesioner tertutup (Responden tinggal memilih
jawaban yang telah disediakan jadi responden tidak diberikan kesempatan
untuk berpendapat). Menurut Bimo Walgito “Kuesioner atau angket
adalah suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus di jawab
atau dikerjakan oleh responden atau orang/anak yang ingin diselidiki”.6
Kuesioner ini diberikan kepada remaja Komplek Departemen Kesehatan
Ciputat berusia 12-18 tahun.

c. Wawancara

Menurut Bimo Walgito “Wawancara atau interview adalah sebuah


proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka atau pewawancara dengan responden atau
orang yang akan diwawancarai.7 Dalam hal ini peneliti melakukan
wawancara jenis wawancara terbuka dan mewawancarai 3 anak remaja
usia 12-18 tahun dan 4 orang tua.

G. Teknik Pengolahan Data


Pengolahan data meliputi kegiatan Editing, Codeting, Tabulasi. Dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Editing

6
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Andi, 2010), h.72
7
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 126

39
Menurut Syofian Siregar ”Editing adalah pengecekan atau
memeriksaan data yang telah berhasil dikumpulkan dari lapangan, karena
ada kemungkinan data yang telah masuk tidak memenuhi syarat atau tidak
dibutuhkan.”8 Adapun tujuan dilakukannya editing adalah agar mencegah
kesalahan-kesalahan dan kekurangan data yang di dapat dilapangan.

2. Codeting/Skoring

Menurut Syofian Siregar ”Codeting/Skoring adalah kegiatan


pemberian kode atau skor tertentu pada tiap-tiap data yang termasuk
kategori yang sama.”9 Kode ini dibuat dalam bentuk angka-angka untuk
membedakan antara data dan indentitas data yang akan di analisis

Tabel 3.2
Skor Alternatif Jawaban Responden

Alternatif jawaban Skor untuk pernyataan

Sangat Setuju (SS) 4

Setuju (S) 3

Tidak setuju (TS) 2

Sangat tidak setuju (STS) 1

3. Tabulasi
Menurut Syofian Siregar ”Tabulasi adalah proses penempatan data ke
dalam bentuk tabel yang telah diberi kode sesuai dengan kebutuhan
analisis”10

8
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kualitatif: Dilengkapi Dengan
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. I, h. 206
9
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kualitatif: Dilengkapi Dengan
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17,h. 207
10
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kualitatif: Dilengkapi Dengan
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 1, h. 208

40
H. Instrumen Penelitian
Menurut Syofian Siregar, ”instrumen penelitian adalah suatu alat yang
dapat digunakan untuk memperoleh, mengolah, dan menginterpretasikan
informasi yang diperoleh dari para responden yang dilakukan dengan
menggunakan pola ukur yang sama”.11 Instrumen penelitian adalah berupa
kisi-kisi atau berisikan indikator-indikator yang akan diteliti dan sebagai
alat untuk mengukur fenomena yang diteliti. Instumen penelitian ini dibuat
untuk mengungkap data mengenai pola asuh orang tua terhadap kenakalan
remaja.
Dalam penelitian ini, teknik pengukuran data menggunakan skala
Likert atau kuesioner. Menurut Sugiyono, ”Skala Likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat atau persepsi seseorang atau sekelompok
mengenai fenomena sosial”.12 Skala Likert, menggunakan jawaban
alternatif yang telah disediakan oleh peneliti, sehingga responden hanya
menjawab dengan cara checklist pada jawaban. Skala likert ini berisi
pertanyaan mengenai nama subjek, usia, dan jenis kelamin. Selanjutnya
peneliti menggunakan skala likert untuk mengukur dua variabel Pola Asuh
Orang Tua dan Kenakalan Remaja.
Tabel 3.3
Indikator Variabel Pola Asuh Orang Tua
Variabel Sub Variabel Indikator
Pola Asuh Orang Pola Asuh Demokrasi 1. Mendorong Anak Menjadi
Tua Mandiri
2. Memberikan hadiah/pujian
kepada anak
3. Memberikan Kehangatan
dan Kasih Sayang
4. Memberikan Perintah

11
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kualitatif: Dilengkapi Dengan
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17, h. 161
12
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta Bandung, 2012), Cet. 15, h. 134

41
Dengan Penjelasan yang
baik

Pola Asuh Otoriter 1. Memberikan aturan tanpa


diskusi/kompromi
2. Tidak memperhatikan
keinginan dan kehendak
anak
3. Berorientasi pada hukuman
4. Jarang memberikan pujian

Pola Asuh Pasif 1. Tidak mengendalikan


perilaku anak
2. Tidak ada hukuman ketika
melakukan kesalahan
3. Tidak melatih kemandirian
anak

Tabel 3.4
Indikator Variabel Kenakalan Remaja
Variabel Sub Variabel Indikator
Kenakalan Remaja Index Offenses 1. Melakukan kriminalitas
2. Melakukan tawuran antar
pelajar
3. Melakukan pencurian
4. Menggunakan obat-obatan
terlarang
5. Melakukan kekerasan kepada
orang lain
6. Melakukan bullying

42
Status Offenses 1. Tidak bisa mengontrol emosi
2. Suka berbohong/menipu
3. Suka berbolos
4. Suka memalak teman sebaya
5. Suka merokok
6. Suka berbicara kasar
7. Berhubungan dengan lawan
jenis/pacaran

I. Instrumen Wawancara
Table 3.5
Instrument Wawancara
No Variabel Sub Variabel Pertanyaan
1 Pola asuh Pola asuh 1. Apakah ibu/bapak sering
orang tua demokratis mengajak anak untuk
berdiskusi?
2. Apakah ibi/bapak sering
menjadi tempat curhat anak
untuk menceritakan hal
apapun?
3. Apakah anak suka bercerita
tentang hal pribadi seperti
masalah sekolah atau pun
lingkup pertemanan bahkan
hubungan dengan lawan
jenis?

Pola asuh 1. Apakah ibu/bapak membiarkan anak


otoriter pulang larut malam?
2. Bagaimana cara ibu/bapak

43
mengawasi anak? Apa dengan cara
kekerasan atau paksaan? Seperti
paksaan anak agar menjadi pintar
disekolah?
3. Bagaimana pendapat ibu/bapak
mengenai hubungan anak dengan
lawan jenis?
4. Apakah ibu/bapak memperbolehkan
anak bergaul dengan siapa saja?

Pola asuh pasif 1. Bagaimana pengawasan yang


dilakukan bagi pergaulan anak?
2. Apakah ibu/bapak mengetaui
lingkup pertemanan anak mulai dari
siapa teman-temannya dan
melakukan kegiatan apa jika sedang
bermain atau berkumpul?

2 Kenakalan Status 1. Apakah kamu suka


Remaja Offsenses membolos sekolah?
2. Apakah kamu suka
pulang larut malam?
3. Apakah kamu suka
mengeluarkan kata-kata
kasar?
4. Apakah kamu pernah
berpacaran?
5. Bagaimana hubungan
kamu dengan lawan
jenis?
6. Apa saja yang kamu

44
lakukan ketika
berpacaran?
7. Apakah kamu seorang
perokok? Jika Iya apa
alasannya kamu
melakukan nya?
8. Apakah minum minuman
keras?

index 1. Apakah kamu pernah melakukan


Offsenses tindakan kekerasan?
2. Apakah kamu pernah mengukuti
tawuran pelajar?
3. Apakah kamu pernah melakukan
tindakan pencurian?
4. Apakah kamu pernah melakukan
tindakan pemerkosaan?
5. Apakah kamu pernah melakukan
seks bebas?
6. Apakah kamu menggunakan obat-
obatan terlarang?

J. Uji Instrumen Tes


Sebelum digunakan tes tersebut terlebih dahulu di uji cobakan untuk
mengukur validitas, reabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda soal.
1. Uji Validitas

45
Menurut Syofian Siregar “Validitas atau Kesahihan adalah menunjukan
sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur.”13
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dlam suatu
daftar pernyataan dalam mendefinisikan suatu variabel. Daftar pertanyaan
ini pada umumnya mendukung suatu kelompok variabel tertentu. Validitas
yang digunakan dalam instrument ini adalah dengan menggunakan rumus
Product Moment dari Karl Pearson dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

r xy : Angka Indeks Korelasi “r” Product Moment

N : Number of Cases (Jumlah data)

XY : Jumlah hasil perkiraan antara skor X dan skor Y

X : Jumlah seluruh skor X

Y : Jumlah seluruh skor Y.

Hasil perhitungan setiap butir tersebut akan dikonsultasikan dengan “r”


tabel, dengan ketentuan jika “r” hitung lebih besar dari “r” tabel (rhitung >
rtabel) maka butir tersebut dinyatakan valid dan dapat digunakan untuk
menjaring data yang dibutuhkan. Sebaliknya, jika “r” tabel lebih besar dari
“r” hitung maka variabel tersebut tidak valid dan tidak dapat digunakan
untuk menjaring data.

2. Uji Reliabilitas

13
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kualitatif: Dilengkapi Dengan
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. I, h. 162

46
Menurut Syofian Siregar “Reliabilitas adalah untuk mengetahui sejauh
mana hasil pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama
dengan menggunakan alat ukur yang sama pula.14 Tahap perhitungan uji
reabilitas dengan menggunakan teknik alpha cronbach, yaitu:

a) Menentukan nilai varian setiap butir pertanyaan

b) Menghitung varians total

c) Menghitung reliabilitas dengan rumus Alpha Chronbach :

Keterangan :

r11 : Reliabilitas

k : Banyaknya butir pertanyaan

σb 2 : Jumlah varians butir

σt 2 : Varians total

K. Instrumen Wawancara
Wawancara dilakukan sebagai penguat data dari penyebaran angket.
Adapun isi wawancara adalah pertanyaan wawancara yang lebih
mendalam. Pertanyaan wawancara juga merupakan pertanyaan yang gugur
pada saat uji validitas. Pertanyaan wawancara dilakukan kepada 5 anak
remaja serta 4 orang tua secara lebih mendalam setelah angket yang
disebar dan diisi oleh responden anak remaja.

L. Teknik Analisis Data

14
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kualitatif: Dilengkapi Dengan
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. I, h. 173

47
Analisis data diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi suatu
informasi, sehingga dapat dipahami dan bermanfaat untuk menjawab
masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian. Analisis data
merupakan kegiatan setelah data dari responden terkumpul, yang
kemudian akan dianalisis. Analisis data merupakan pengelompokan data
berdasarkan variabel dan jenis responden dan melakukan perhitungan
untuk menjawab rumusan masalah untuk menguji hipotesis yang telah
diajukan.

1. Uji Prasyarat Analisis Data


a) Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah distribusi
sampel yang terpilih dari distribusi populasi dalam penelitian mempunyai
distribusi normal atau tidak. Alat yang dapat digunakan untuk menguji
normalitas data dengan menggunakan statistik Kolmogrov-Smirnov.
peneliti menggunakan bantuan program SPSS 20 for Windows untuk
perhitungan uji normalitas.

b) Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas adalah pengujian mengenai sama tidaknya


variansi-variansi dua buah distribusi atau lebih. Kriteria uji yang
digunakan adalah dua buah distribusi dikatakan memiliki penyebaran
secara homogen apabila nilai r lebih kecil dari pada tingkat α yang
digunakan yaitu 0,05.

c) Uji Linieritas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel


mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini
biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi
linear.Pengujian pada SPSS dengan menggunakan Test for
Linearity dengan pada taraf signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan

48
mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) kurang
dari 0,05.

2. Uji Hipotesis Penelitian


a) Persamaan Regresi
Membuat persamaan analisis regresi linier sederhana. Dengan
ditentukan sebagai berikut:
Ŷ=a+bX
Keterangan:

Ŷ = Kriterium
X = Prediktor
a = Intersep (konstanta regresi) atau harga yang memotong
sumbu Y
b = koefisien regresi atau sering disebut slove, gradien, atau
kemiringan garis.

Untuk menemukan harga a dan b digunakan rumus sebagai berikut :


b=a
a= -b
b) Uji Signifikansi Regresi
H0 : β ≤ 0 (regresi tak berarti)
H1 : β ≥ 0 (regresi berarti)
Uji signifikan regresi atau keberartian regresi ini dilakukan
untuk mengukur akan pengaruh yang terjadi antara variabel X yaitu
pola asuh orang tua dan variable Y yaitu kenakalan remaja dengan
kriteria pengujian apabila Fhitung > F tabel. Hal ini berarti H0 ditolak
pada α = 0,05. Dengan demikian, regresi Y atas X adalah berarti
atau signifikan.

49
M. Hipotesis Statistik
Di dalam penelitian kuantitatif, untuk mengetahui apakah pola asuh orang tua
dapat mempengaruhi kenakalan remaja di Komplek Departemen Kesehatan
Ciputat Kampung Sawah adalah:
Ho : ρ=0; Tidak ada pengaruh yang signifikan pola asuh orang tua terhadap
kenakalan remaja.
Ha : ρ ≠0; Ada pengaruh yang signifikan pola asuh orang tua terhadap
kenakalan remaja.

50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Komplek atau Perumahan Departemen Kesehatan Republik Indonesia ini

terletak di Jalan Ki Hajar Dewantara Kelurahan Sawah Kecamatan Ciputat Kota

Tangerang Selatan. Berikut peta letak lokasi penelitian

Gambar 4.1

Lokasi Penelitian

Letak Komplek Departemen Kesehatan ini cukup strategis yakni berada di pinggir

jalan dengan akses menuju Bintaro yang cukup dekat. Keadaan Komplek ini juga

51
didukung oleh tempat yang masih asri dengan banyak nya pepohonan sehingga

semakin meninggkat pula jumlah warga yang tinggal di Komplek Departemen

Kesehatan ini.

Menurut Bapak Daryanto selaku tokoh dan Ketua RT 01 saat diwawancarai

menjelaskan bahwa pada awalnya Komplek Departemen Kesehatan ini

diperuntukan sebagai rumah dinas bagi pegawai Departemen Kesehatan golongan

tiga yang kemudian rumah dinas tersebut menjadi hak milik bagi pegawai-

pegawai tersebut. Lalu setelah rumah dinas tersebut menjadi hak milik kini,

banyak pula penghuni-penghuni baru diluar dari Departemen Kesehatan. Selain

itu semakin berkembangnya zaman Komplek Departemen Kesehatan ini kini

dihuni oleh sebanyak 70% pensiunan Departemen Kesehatan yang kemudian

diteruskan oleh anak cucu mereka dan menjadi perumahan yang cukup ramai.

1. Profil Komplek Perumahan

1) Nama Komplek : Komplek Departemen Kesehatan Republik

Indonesia Ciputat

2) Alamat Komplek : Jalan Ki Hajar Dewantara Kelurahan Sawah

Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan

3) Kode Pos : 15413

4) Luas Wilayah : 2,65 Ha

5) Identitas Ketua RW :

a) Nama : Gazali Umar, SE

b) Pendidikan : Sarjana Ekonomi Universitas Jaya Baya Jakarta

52
2. Data Struktur Kepengurusan Komplek

Tabel 4.1

Susunan Personalia dan Uraian TugasWakil dan Staf RW 001 Kelurahan

Sawah Kecamatan Ciputat periode 2016-2018

No Nama Jabatan Uraian Tugas

1 Sutirsno Wakil Ketua RW 1. Membantu Ketua RW


dalam mengkoordinasi
kegiatan bidang-bidang

2. Melaksanakan tugas-
tugas tertentu yang
diterapkan oleh ketua RW

2 Sukanti Sekretaris Pengadministrasi surat-


menyurat (mempersiapkan,
mengagendakan dan
mendokumentasikan dan
mengarsipkan)

3 Margianto, SE Bendahara Pengadministrasi keuangan


(mengumpulkan,
membukukan, menyimpan,
mengeluarkan dan
mempersiapkan
pertanggungjawaban
keuangan)

4 1. Osman Saragih, Kepala Bidang Membantu ketua RW dalam


SE, MM Pembangunan mengkoordinasi pelaksana
pembangunan sarana dan

53
2. Ir. Sobar Anggota prasarana wilayah

5 1. Rini Sri Warsini Kepala Bidang Membantu Ketua RW


kesejahteraan sosial dalam mengkoordinasikan
Pelaksanaan Peningkatan
Anggota
2. Sudir Kesejahteraan Masyarakat
serta kegiatan sosial
kemasyarakatan,
Perempuan dan Anak

6 1. Chairul Salam Kepala Bidang Pemuda Membantu ketua RW dalam


dan Olahraga mengkoordinasikan
pelaksanaan pembinaan
Anggota
2. Novi Haryanto pemuda dan olahraga

7 1. Dodo Suganda Kepala Bidang Kemanan Membantu ketua Rw dalam


mengkoordinasikan
2. Sri Harjono Anggota
pelaksaan penciptaan
keamanan dan ketertiban
wilayah

8 1. Tukino Kepala Bidang Umum Membantu ketua RW dalam


dan Humas pengeloloaan/pemeliharaan
aset dan melaksanakan
2. Muhammad urusan kerumahtanggan
Sitania Anggota RW serta
mengkoordinasikan
pelaksanaan penyampaian
informasi dan publikasi
kepada masyarakat

54
3. Data Warga

Komplek Depkes

RW 011

RT 001 RT 002 RT 003 RT 004

(176 warga) (145 warga) (173 warga) (262 warga)

Gambar 4.1

4. Sarana dan Prasarana

Tabel 4.2

Daftar Sarana dan Prasarana

No Fasilitas Jumlah

1 Masjid 1

2 Lapangan 1

3 Posyandu 1

55
4 Pos Keamanan 3

5 Mobil Ambulance 1

6 TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) 1

7 Kebun Obat 1

8 Gardu PLN 1

B . Kalibrasi Instrumen

1. Validitas dan Reliabilitas Variabel Penelitian

Sebuah instrumen dapat dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat

mengukur sesuatu yang hendak di ukur. Instrumen yang digunakan adalah

kenakalan remaja, dimana tes yang dilakukan adalah sejauh mana kenakalan yang

dilakukan remaja dengan pola asuh yang terapkan oleh orang tua nya masing-

masing. Instrumen tes dengan menyebar angket yaitu sebelumnya sudah

dilakukan uji tes validitas kepada 36 siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Tangsel.

Untuk mengukur uji validitas soal yang digunakan dalam penelitian menggunakan

rumusProduct Moment dari Karl Pearson.

Adapun kisi-kisi instrument yang valid dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah

ini:

Tabel 4.3

Hasil Uji Validitas Variabel Pola Asuh Orang Tua

Variabel Sub Indikator Butir No. Jumlah


Variabel Pernyataan Pernyataan
Valid

56
Pola Asuh Pola Asuh 1. Mendorong 1, 2, 3, 28 1,2,3 3
Orang Tua Demokrasi Anak Menjadi
Mandiri

2. Memberikan 4, 5, 4,5 2
Hadiah/pujian
kepada anak
3. Memberikan 6, 7 6,7 2
kehangatan dan
kasih saying
4. Memberikan 8, 9 8 1
perintah dengan
penjelasan yang
baik
2. Pola 1. Memberikan 10, 11, 15 11, 15 2
Asuh aturan tanpa
Otoriter berdiskusi
2. Tidak 12, 13,14, 12, 14 2
memperhatikan 18
keinginan dan
kehendak anak
3. Berorientasi 16, 17 - -
kepada
hukuman
4. Jarang 19 19 1
memberikan
pujian
3. Pola 1. Tidak 20, 21, 22, 20, 22, 23 3
Asuh Passif mengendalikan 23, 27
perilaku anak

57
2. Tidak ada 24, 25 - -
hukuman ketika
melakukan
kesalahan
3. Tidak 26, 29 26 1
melatih
kemandirian
anak
JUMLAH 29 17 17

a. Validitas Pola Asuh

Diperoleh soal yang valid sebanyak 17 soal dari 29 soal dalam bentuk angket

dengan 4 pilihan alternatif jawaban yaitu butir soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 11,

12, 14, 15, 19, 20, 22, 23, 26.

b. Reliabilitas Pola Asuh

Reliabilitas adalah ketepatan atau ketelitian suatu alat ukur (evaluasi). Jadi, suatu

tes dikatakan reliabel jika dapat dipercaya, konsisten atau stabil dan produktif.

Untuk menguji reliabilitas soal tes dalam penelitian ini menggunakan “Alpha

Cronbach”. Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas diperoleh nilai r11 =

0,954 Dan berdasarkan kriteria klasifikasi reliabilitas nilai r11 = 0,954 berada

diantara kisaran 0,8< r11 ≤ 1,0 maka 17 soal yang valid dari 29 soal memiliki

derajat reliabilitas sangat baik.

Berdasarkan hasil uji coba instrumen variabel pola asuh orang tua

58
Tabel 4.4

Hasil Uji Validitas Variabel Kenakalan Remaja

Variabel Sub Indikator Butir No. Jumlah


Variabel Pernyataan Pernyataan
Valid

Kenakalan Index 1.Melakukan 12, - -


Remaja Offenses kriminalitas

2. Melakukan 2, 11 2 1
tawuran antar
pelajar

3. Melakukan 3, 3 1
pencurian

4. Menggunakan 4, 5, 6, 7, 6, 7, 40 3
alkohol dan obat- 40
obat terlarang

5. Melakukan 1, 8, 10 8 1
kekerasan orang
lain

6. Melakukan 9 9 1
bullying

Status 1. Tidak bisa 13, 23, 34 23, 34 2


Offenses mengontrol
emosi

2. Suka 14, 15, 18, 14, 19, 21, 7


berbohong atau 19, 20, 21, 37, 39, 41,

59
menipu 37, 39, 41, 42
42

3. Suka berbolos 16, 17 16, 17 2

4. Suka memalak 35 35 1

5. Suka merokok 24, 25, 26, 24, 25, 26, 4


27, 28 27

6. Suka berbicara 22, 36, 38 22, 36, 2


kasar

7. Berhubungan 29, 30, 31, 29, 33 2


dengan lawan 32, 33
jenis/pacar

JUMLAH 42 27 27

c. Validitas Kenakalan Remaja

Berdasarkan hasil uji coba instrumen diperoleh soal yang valid sebanyak 27 soal

dari 42 soal dalam bentuk tes objektif atau dalam bentuk pilihan ganda dengan 4

option yaitu butir soal nomor 2, 3, 6, 7, 8, 9, 14, 16, 17, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26,

27, 29, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 40, 41, dan 42.

d. Reliabilitas Kenakalan Remaja

Reliabilitas adalah ketepatan atau ketelitian suatu alat ukur (evaluasi). Jadi, suatu

tes dikatakan reliabel jika dapat dipercaya, konsisten atau stabil dan produktif.

Untuk menguji reliabilitas soal tes dalam penelitian ini menggunakan “Alpha

Cronbach”. Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas diperoleh nilai r11 =

0,954 Dan berdasarkan kriteria klasifikasi reliabilitas nilai r11 = 0,954 berada

60
diantara kisaran 0,8< r11 ≤ 1,0 maka 27 soal yang valid dari 47 soal memiliki

derajat reliabilitas sangat baik.

C. Deskripsi Data

1. Deskripsi Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Komplek Departemen Kesehatan Republik Indonesia

yang terletak di Jalan Kihajar Dewantara Kelurahan Sawah Kecamatan Ciputat

Kota Tangerang Selatan. Letak Komplek Departemen Kesehatan ini cukup

strategis yakni berada di pinggir jalan dengan akses menuju Bintaro yang cukup

dekat. Keadaan Komplek ini juga didukung oleh tempat yang masih asri dengan

banyak nya pepohonan sehingga semakin meninggkat pula jumlah warga yang

tinggal di Komplek Departemen Kesehatan ini.

Pada awalnya Komplek Departemen Kesehatan ini diperuntukan sebagai

rumah dinas bagi pegawai Departemen Kesehatan golongan tiga yang kemudian

rumah dinas tersebut menjadi hak milik bagi pegawai-pegawai tersebut. Lalu

setelah rumah dinas tersebut menjadi hak milik kini, banyak pula penghuni-

penghuni baru diluar dari Departemen Kesehatan. Selain itu semakin

berkembangnya zaman Komplek Departemen Kesehatan ini kini dihuni oleh

sebanyak 70% pensiunan Departemen Kesehatan yang kemudian diteruskan oleh

anak cucu mereka dan menjadi perumahan yang cukup ramai.

Penelitian ini dilakukan dengan meneliti anak remaja berusia 12-18 tahun yang

berjumlah 36 anak yang berada di satu Rukun Warga (RW) dan tersebar di empat

Rukun Tetangga (RT) yakni dari RT 01 sampai RT 04. Dimana sejumlah anak

tersebut sedang memasuki fase sekolah Sekolah Menengah Pertama ( SMP) dan

Sekolah Menengah Akhir (SMA).

61
2. Deskripsi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu pola asuh orang tuasebagai

variabel X dan kenakalan remajasebagai variabel Y

Tabel 4.5

Deskriptif Statistik Variabel Penelitian

Descriptive Statistics
N Sum Mean Std.
Deviation
Statistic Statistic Statistic Std. Statistic
Error
pola asuh 36 1927 53.53 1.002 6.012
kenakalan
36 3193 88.69 1.880 11.283
remaja
Valid N
36
(listwise)

Statistik deskriptif digunakan untuk menafsirkan besar rata-rata pola

asuh orang tua dan kenakalan remaja.Berdasarkan tabel di atas, perolehan

skor angka dari 36orang responden dengan data yang valid menunjukkan

bahwa:

a) Untuk variabel (X) pola asuh orang tua memperolehrata-rata atau

mean 53,53 dan Standar deviasi pola asuh orang tua adalah 6,012

b) Untuk variabel (Y) kenakalan remaja adalah rata-rata atau mean 88,69

dan standar deviasi untuk kenakalan remaja adalah 6,844. Dengan

standar deviasi sebesar 11,283

62
3. Kategori Variabel Penelitian

Pada tahap ini, masing-masing item memiliki skor tertentu yang kemudian

ditotalkan dan hasilnya akan penulis deskripsikan dalam bentuk tabel. Dalam

deskripsi ini, penelitiakan menggambarkan data hasil penelitian tentang pola

asuh orang tua terhadap kenakalan remaja di Komplek Departemen

Kesehatan Ciputat.Deskripsi data khusus dalam penelitian ini dapat

dijelaskan secara terperincisebagai berikut:

a) Pola Asuh Orang Tua

Data pola asuh orang tua diperoleh dari skor hasil pengolahan data angket

yang telah diisi remaja di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat.

Berdasarkan analisis dan deskripsi data dengan menggunakan bantuan

program SPSS 20 diperoleh hasil mean sebesar 87,88; dan standar deviasi

sebesar 6,012. Jumlah kelas interval ditentukan dengan rumus K=1+ 3,322

log 36, hasilnya adalah 6,1 dibulatkan menjadi 6. Rentang data (103 – 63)

= 40, sedangkan panjang kelas didapat dari rentang dibagi dengan jumlah

(36/6=6) dibulatkan menjadi6. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah

dilakukan, dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:

Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Skor Pola Asuh Orang Tua

Interval Skor Frekuensi Persen % Rata-rata skor pola asuh


63-68 2 5%
69-74 1 2%
75-80 4 11% 3.095,5/36=85,98
81-86 9 25%
87-92 14 38%

63
93-98 5 13%
99-103 1 2%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa persentase jumlah remaja

yang memiliki skor pola asuh orang tua antara 63-68 sebesar 5%, yang

memiliki nilai antara 69-74 sebesar 2%, yang memiliki nilai antara 75-80

sebesar 11%, yang memiliki nilai antara 81-86 sebesar 25%, yang

memiliki nilai antara 87-92 sebesar 38%, yang memiliki nilai antara 93-98

sebesar 13%, yang memiliki nilai antara 99-103 sebesar 2%.Dari jumlah

tersebut diperoleh rata-rata (mean) adalah 87,88 dengan standar deviasi

6,012. Median 86,83dan modus 88,64 (lihat lampiran 16). Data distribusi

frekuensi tersebut dapat disajikan dalam bentuk grafik histogram sebagai

berikut:

Grafik 4.1

Distribusi Frekuensi Variabel Pola Asuh Orang Tua

Pola Asuh Orang Tua


16

14

12

10

0
63-68 69-74 75-80 81-86 87-92 93-98 99-103

Pola Asuh Orang Tua

(Sumber : terlampir)

64
b). Kenakalan Remaja

Data kenakalan remaja diperoleh dari skor hasil pengolahan data

angket yang telah diisi remaja di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat.

Berdasarkan analisis dan deskripsi data dengan menggunakan bantuan

program SPSS 20 diperoleh hasil mean sebesar 88,69; dan standar deviasi

sebesar 11,283. Jumlah kelas interval ditentukan dengan rumus K=1+

3,322 log 36, hasilnya adalah 6,1 dibulatkan menjadi 6. Rentang data (108

– 64) = 44, sedangkan panjang kelas didapat dari rentang dibagi dengan

jumlah (44/6=7,33) dibulatkan menjadi7. Berdasarkan hasil perhitungan

yang telah dilakukan, dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai

berikut:

Tabel 4.7

Distribusi Frekuensi Skor Kenakalan Remaja

Rata-rata skor Kenakalan


Interval Skor Frekuensi Persen %
Remaja
64-70 2 5,5%
71-77 4 11,1%
78-84 8 22,2%
85-91 6 16,6% 3210/36=89,16
92-98 7 19,4%
99-105 6 16,6%
106-112 3 8,3%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa persentase jumlah

remaja yang memiliki skor pola asuh orang tua antara 64-67 sebesar 5,5%,

65
yang memiliki nilai antara 71-77 sebesar 11,1%, yang memiliki nilai

antara 78-84 sebesar 22,2%, yang memiliki nilai antara 85-91 sebesar

16,6%, yang memiliki nilai antara 92-98 sebesar 19,4%, yang memiliki

nilai antara 99-105 sebesar 16,6%, yang memiliki nilai antara 106-112

sebesar 8,3%. Dari jumlah tersebut diperoleh rata-rata (mean) adalah 87,88

dengan standar deviasi 11,283. Median 86,83dan modus 88,64 (lihat

lampiran 17). Data distribusi frekuensi tersebut dapat disajikan dalam

bentuk grafik histogram sebagai berikut:

Grafik 4.2

Distribusi Frekuensi Variabel Kenakalan Remaja

Kenakalan Remaja
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
64-70 71-77 78-84 85-91 92-98 99-105 106-112

Kenakalan Remaja

(Sumber : terlampir)

D. Hasil Uji Prasyarat Penelitian

1. Uji Normalitas

66
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel X dan Y yang diteliti

memiliki distribusi normal atau tidak normal. Uji normalitas distribusi data

dalam penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan alat bantu

SPSS 20 for windows. Ketentuan dalam perhitungan normalitas ini adalah

apabila taraf signifikan> 0,05 maka data tersebut normal, begitu pun

sebaliknya apabila taraf signifikan< 0,05 maka data tersebut tidak normal.

Berikut hasil perhitungan uji normalitas dengan menggunakan SPSS 20 for

windows.

Grafik 4.3

Hasil Residu Standar menggunakan Histogram

67
Grafik 4.4

Hasil Residu Standar menggunakan P Plot

Pada Grafik 4.1 dan 4.2 data yang telah di olah memperlihatkan penyebaran

data yang berada disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.

Hal ini menunjukkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi

normalitas. Untuk lebih menyakinkan hasil uji grafik, maka pada uji

normaliltas ini dilengkapi dengan uji statistik, yaitu dengan menggunakan uji

kolmogorof-smirnov pada α = 0,05 yang menunjukkan data tersebut normal.

Dapat digambarkan sebagai berikut:

68
Tabel 4.8

Hasil Uji Kolmogorof-Smirnov (K-S)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


pola_asuh_ortu kenakalan_remaja

N 36 36
Mean 53.5278 88.6944
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 6.01183 11.28291
Absolute .080 .098
Most Extreme Differences Positive .080 .086
Negative -.054 -.098
Kolmogorov-Smirnov Z .478 .585
Asymp. Sig. (2-tailed) .977 .883
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Berdasarkan perhitungan uji normalitas diatas bahwa data tersebut

normal dapat dilihat pada kolom signifikan menunjukkan angka 0,977>

0,05 yang berarti bahwa variabel X (pola asuh orang tua) berdistribusi

normal. Sedangkan variabel Y (kenakalan remaja) menunjukkan angka

0,883 > 0,05. Maka kedua variabel dikatakan normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian

populasi adalah sama atau tidak.

69
Tabel 4.9

Hasil Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances


kenakalan remaja
Levene df1 df2 Sig.
Statistic
2.691 10 15 .041

Berdasarkan tabel di atas, tampak nilai sig. yang diperoleh dari hasil

perhitungan uji homogenitas lebih kecil dari pada tingkat α yang digunakan

yaitu 0,05 atau 0,41 > 0,05 sehingga skor-skor pada variabel pola asuh orang

tua dan skor-skor variabel kenakalan remaja menyebar secara homogen.

3. Uji Linieritas

Secara umum, uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel

mempunyai hubungan yang linier signifikan atau tidak seperti pada tabel

berikut

ANOVA Table

Sum of df Mean F Sig.


Squares Square

(Combined) 3430.139 20 171.507 2.509 .037

kenakala Between Linearity 1766.397 1 1766.397 25.837 .000

n remaja Groups Deviation from


1663.741 19 87.565 1.281 .317
* pola Linearity
asuh Within Groups 1025.500 15 68.367

Total 4455.639 35

70
\

. Data yang baik seharusnya terdapat hubungan yang linier antara variabel X

dengan variabel Y. Dari hasil uji linieritas di atas, dapat dilihat bahwa diperoleh

nilai signifikan = 0,317 yang berarti 0,317 > 0,05 yang artinya terdapat hubungan

yang linier secara signifikan antara variabel pola asuh orang tua dengan variabel

kenakalan remaja.

E. Pengujian Hipotesis

Dalam penelitian ini, peneliti menguji hipotesis penelitian dengan teknik analisis

regresi sederhana menggunakan software SPSS 20. Uji regresi ini dilakukan untuk

menjawab hipotesis penelitian yang telah diajukan di Bab II.

1. Persamaan Regresi

Pada tahap ini peneliti menguji hipotesis untuk mengetahui seberapa besar atau

berapa persen varians variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel bebas. Oleh

karena itu, peneliti ingin mengetahui lebih jauh mengenai apakah secara

keseluruhan variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

terikat, dengan melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari variabel

bebas. Langkah pertama peneliti menganalisis adanya pengaruh pola asuh orang

tua terhadap kenakalan remaja. Peneliti melihat besaran R Square untuk

mengetahui berapa persen (%) varian variabel terikat yang dijelaskan oleh

variabel bebas. Selanjutnya untuk tabel R Square, Adapun hasilnya dapat dilihat

pada tabel berikut:

71
Tabel 4.10

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R) Variabel X dan Y

Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Std. Error of
Square the Estimate

1 .630a .396 .379 8.894


a. Predictors: (Constant), pola asuh
b. Dependent Variable: kenakalan remaja

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai R square dari variabel

kenakalan remaja sebesar 0,396. Hal ini berarti, variabel pola asuh orang tua

memberikan kontribusi terhadap kenakalan remaja sebesar 39,6% bagi

perubahan variabel kenakalan remaja sedangkan 60,4% sisanya dipengaruhi

oleh variabel lain di luar penelitian.

Pengujian selanjutnya yaitu koefisien regresi (B), untuk mengetahui seberapa

banyak pengaruh dari variabel bebas. Sedangkan untuk mengetahui

signifikansi tiap variabel dilihat dari kolom Sig., jika nilai signifikansi < 0,05

maka variabel tersebut signifikan. Adapun hasil perhitungannya adalah

sebagai berikut:

Tabel 4.11

Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t Statistik)

Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized T Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta

72
(Constant) 25.441 13.467 1.889 .067
1
pola asuh 1.182 .250 .630 4.726 .000
a. Dependent Variable: kenakalan remaja

Tabel coefficients digunakan untuk menggambarkan persamaan regresi dalam

mengetahui angka konstan dan uji hipotesis signifikansi koefisien regresi.

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa model persamaan regresi

untuk perkiraan kenakalan remaja yang dipengaruhi oleh pola asuh orang tua

adalah: Y= 25,441 + 1,182X. Dapat dianalisis beberapa hal, antara lain:

a) Apabila seorang remaja telah mendapat pola asuh orang tua (X = 63)

diperoleh dari hasil pola asuh orang tua terendah, maka perkiraan ia

akan melakukan kenakalan remaja sebesar 25,441 + 1,182 (63) =

99,907

b) Apabila seorang remaja telah mendapat pola asuh orang tua (X = 103)

diperoleh dari hasil pola asuh orang tua tertinggi, maka perkiraan ia

akan melakukan kenakalan remaja sebesar 13,467 + 0,250 (103) =

13,717

2. Hasil Uji Signifikan Koefisien Regresi (Uji-t)

a) Perumusan Hipotesis

H0 :Tidak terdapat pengaruh pola asuh orang tua terhadap kenakalan

remaja di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat.

Ha : Terdapat pengaruh pola asuh orang tua asuh orang tua

terhadap kenakalan remaja di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat.

Kriteria Uji:

1) Jika thitung ≤ ttabel, berarti H0 diterima, Ha ditolak

2) Jika thitung >ttabel, berarti H0 ditolak, Ha diterima

73
b) α = 0,05, dengan derajat kebebasan yang digunakan adalah (db) =

36-2, ttabel = (0,05;34) = 0,339

Karena thitung >ttabel atau4.726 > 0,339

c) Menentukan Keputusan Uji Statistik Untuk Koefisien Regresi

Dari perhitungan serta gambar diatas dapat diketahui bahwa t

hitung (4,726) lebih besar dari pada ttabel (0,339) dengan taraf signifikan

0,05 jatuh atau berada di daerah penerimaan Ha (untuk uji pihak kanan)

maka dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima.

Jadi hipotesis yang diajukan peneliti pada Bab II diterima, yaitu

“Terdapat Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kenakalan

Remaja di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat”.

3. Hasil Wawancara

Peneliti telah melakukan wawancara kepada 3 anak remaja dan 2 orang tua.

Wawancara ini dilakukan setelah penyebaran angket kepada anak remaja dan

orang tua pada 15 September 2017. Anak remaja yang peneliti wawancarai

sebanyak 3 orang dan orang tua sebanyak 2 orang.

a. Wawancara Anak Remaja

Untuk memudahkan pertanyaan pada saat wawancara kepada anak remaja,

peneliti membagi dalam beberapa tema yaitu: (1) Orang tua mengajarkan

anak untuk diskusi serta bagaimana didikan orang tua didalam rumah ; (2)

Orang tua peduli tentang pendidikan anak; (3) Orang tua mengetahui

lingkungan pergaulan anak; (4) Orang tua mengetahui kehidupan pribadi anak

dalam berhubungan dengan lawan jenis; (5) Lingkungan pertemanan yang

74
didapat selama ini; (6) Lingkungan pergaulan buruk yang didapat oleh anak

remaja; (7) Melakukan tindakan kriminal dan seks bebas

Setelah dilakukannya pembagian tema wawancara tersebut, peneliti

melakukan proses wawancara yang pertama adalah kepada Responden

berinisial GZZ yang merupakan remaja berusia 17 tahun dan baru masuk

Perguruan Tinggi Swasta didaerah Ciputat. Responden ini dipilih berdasarkan

tipe pola asuh yang didapatnya dari orang tua dimana Responden mempunyai

orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter dan sedikit demokrasi didalam

rumah. Menurut pengamatan peneliti yang merupakan sahabat Responden,

pola asuh yang didapat cukup tegas bahkan peneliti sempat melihat

narasumber mendapat kekerasan fisik dan perkataan kasar dari orang tuanya.

Namun peneliti juga sering melihat pola interaksi Responden dan orang

tuanya yang cukup baik dan perhatian.

Yang kedua adalah responden yang berinisial NNS yang merupakan

remaja berusia 18 tahun dan baru masuk Perguruan Tinggi Swasta didaerah

Jakarta. Peneliti memilih Responden ini yang mendapatkan pola asuh otoriter

dan juga pasif yang didapatnya dari orang tua. Sepengamatan peneliti orang

tua Responden cukup membiarkan anaknya untuk bergaul dan bermain

bersama lawan jenis hingga larut malam.

Dan yang terakhir adalah Responden ini berinisial AS yang merupakan

remaja yang berusia 15 tahun dan mulai memasuki SMA (Sekolah Menengah

Akhir). Peneliti memilih Responden ini karena mendapatkan pola asuh

demoktasi dari orang tuanya. Sepengamatan dari peneliti Responden cukup

mendapat perhatian dari orang tua meski keduanya sibuk bekerja. Responden

sering bertukar pikiran dan berbicara tentang hal apa pun kepada kedua orang

tua dan keputusan didalam rumah biasanya di bicarakan bersama-sama

75
dengan seluruh anggota keluarga. Dari semua wawancara yang telah

dilakukan kepada Responden diatas adapun hasil wawancaranya adalah

sebagai berikut:

1. Orang tua mengajarkan anak untuk diskusi serta bagaimana didikan

orang tua dirumah

Dalam pembahasan tema ini mengenai kedekatan antara orang tua dan anak yang

dilakukan dengan cara berdiskusi didalam keluarga. Diskusi dalam kaitan ini

membahas apa saja seperti masalah pendidikan di sekolah atau pun hanya sekedar

mengajak anak berbicara tentang hal-hal ringan seputar kehidupannya sehari-

hari.Dan bagaimana keadaan didalam rumah, situasi apa yang didapat anak

didalam rumah terutama pada saat mendapatkan masalah. Seperti yang dikatakan

langsung oleh Responden GZZ sebagai Anak Remaja pada saat diwawancarai,

berikut pemaparannya:

“Iya sih suka, soal pelajaran soal nilai-nilai disekolah udah sih gitu aja

paling kalo soal sehari-hari ya biasa ngobrol kaya biasa deket juga apa aja

ngobrol. Iya sering kalo orang tua mukul sih di rumah”1

Adapun hal serupa juga dijelaskan oleh Responden NNS sebagai Anak Remaja

pada saat diwawancarai, berikut pemaparannya:

“Iya biasa paling tentang nilai rapot, nilai pelajaran di sekolah doang kalo ngobrol ya
biasa aja ngobrol di rumah gitu. Kalo gue salah iya orang tua mukul, malah pernah sampe
dilempar bangku”2
Namun lain hal nya apa yang paparkan oleh Responden AS atas pertanyaan yang

sama, berikut jawabannya

1
Lampiran Wawancara 5
2
Lampiran Wawancara 5

76
”Ya paling lewat Whats App sih nanya-nanya nya, kalo ketemu kadang pagi udah

berangkat kerja pulang juga udah cape tapi ya kalo ada waktu ngobrol jalan

makan keluar. Mukul kasar gitu sih gak pernah tapi kalo pake omongan iya”3

Dari teman pada pertanyaan diatas dua diantara tiga responden mengatakan

bahwa komunikasi melalui cara diskusi antara orang tua dan anak masih sebatas

wajar dan dilakukan sehari-hari serta diskusi yang sebenarnya lebih menekankan

pada aspek nilai yang didapat pada bidang pendidikan. Namun satu responden

berpendapat bahwa diskusi yang dilakukan bias melalui media pesan singkat

dikarenakan kesibukan kedua orang tua.

2. Orang tua peduli tentang pendidikan anak

Dalam kaitan ini bagaimana orang tua mengontrol anak dalam bidang pendidikan.

Seperti nilai disekolah, apakah anak dituntut untuk selalu mendapatkan nilai yang

memuaskan dan apakah anak pernah melakukan bolos. Adapun jawaban atas

pertanyaan tersebut pada responden GZZ adalah:

“Gak ditekan kaya gitu sih biasa-biasa aja. Kalo bolos mah gue enggak deh gak

pernah”4

Hampir sama dengan responden GZZ, pada responden NSS menjelaskan lebih

rinci tanggapannya sebagai berikut:

“Gak sih gak maksa waktunya belajar ya belajar ya waktunya maen ya maen,

lagian gue belajar kalo lagi ulangan doang haha. Kalo bolos mah sekali dua kali

pernah lah”5

3
Lampiran Wawancara 5

4
Lampiran Wawancara 5
5
Lampiran Wawancara 5

77
Jawaban sama juga dikemukakan oleh AS atas pertayaan tersebut yang

jawabannya adalah sebagai berikut:

“Ya bolos pernah, gak biasa-biasa aja”6

Dari pernyataan kedua ini hampir semua menekankan bahwa orang tua tidak

memaksa anak agar anak mendapatkan nilai yang memuaskan dalam sekolah.

Namun dengan kenakalan bolos sekolah tentu dilakukan secara sembunyi-

sembunyi tanpa sepengetahuan orang tua.

3. Orang tua mengetahui lingkungan pergaulan anak

Dalam tema ini mencakup apakah orang tua membebaskan anak dalam bergaul

dengan siapa saja. Bagaimana tentang aturan jam pulang malam bagi anak yang

diterapkan didalam rumah. Adapun jawaban atas pertanyaan pada tema ini pada

responden GZZ adalah sebagai berikut:


“Iya bebas aja sih gak apa-apa. Kalo pulang malem gak juga sih ada batesannya juga jam
10 tapi masih bisa lewat ya pokonya bisa deh” 7
Namun jawaban hampir sama namun sedikit berbeda juga dijelaskan oleh

responden NSS sebagai berikut:

“Iya lah gue bertemen sama siapa aja tapi liat-liat dulu orangnya gitu. Ya kalo pulang
malem si sebenernya gak boleh tapi gue nya aja yang bandel haha” 8
Berbeda dengan jawaban dua responden diatas, jawaban atas responden AS

berbeda seperti berikut:

“Ya bebas-bebas aja sih namanya juga cowok. Ya kalo pulang malem juga bebas aja sih
cowok kan gak apa-apa pulang malem tapi kadang juga di cariin di Whats App suruh
pulang gitu”9
Dari jawaban atas tema diatas sebagian besar anak mendapatkan kebebasan dalam

bergau dan berteman dengan siapa pun dan anak juga mendapatkan batas jam

pulang malam namun tetap saja berbeda pada setiap anak. Kebebasan dalam

6
Lampiran Wawancara 5
7
Lampiran Wawancara 5
8
Lampiran Wawancara 5
9
Lampiran Wawancara 5

78
bergaul dan batasan jam pulang malam yang dilanggar oleh anak dapat

menjadikan peluang bagi anak mendapatkan berbagai pengaruh baik dan buruk

diluar.

4. Orang tua mengetahui kehidupan pribadi anak dalam berhubungan

dengan lawan jenis

Dalam tema ini meliputi apakah orang tua mengetahui anak berteman

dengan lawan jenis dan apa tanggapan orang tua tentang hal ini. Bagaimana

hubungan anak dengan lawan jenis, apa kah anak sudah mengenal istilah

Pacaran dan seperti apa Pacaran yang mereka lakukan. Serta kegiatan apa

yang dilakukan bersama teman dekat atau Pacar. Adapun jawaban pertama

dipaparkan oleh responden GZZ seperti berikut:

“Iya pernah pacaran, pacarannya juga biasa aja si. Biasa aja udah gitu doang pegangan
tangan iya”10
Namun berbeda dengan jawaban GZZ yang terkesan singkat dan masih

tertutup, jawaban NSS cukup jelas dan tidak malu-malu menjelaskannya

seperti berikut:

“Pacaran mah wajar jaman sekarang , pacarannya juga sewajarnya orang pacaran

aja sih tapi setiap kelakukan pasti ada batasnya. Paling pegangan tangan, pelukan,

cipika-cipiki ya batesnya cuma sampe situ udah gitu doang kalo dia minta lebih

aduh mending putusin aja deh”11

Jawaban berbeda dan singkat juga dijelaskan oleh responden SA yang

menjawabnya sebagai berikut:

“Ya pacaran mah pacaran gitu. Iya begitu deh kaya orang biasa gak gimana-gimana”12

10
Lampiran Wawancara 5
11
Lampiran Wawancara 5
12
Lampiran Wawancara 5

79
Jawaban atas tema diatas adalah remaja masih tertutup menjelaskan

bagaimana cara berhubungan yang mereka lakukan dengan lawan jenis. Ini bisa

saja karena remaja merasa malu untuk menceritakannya dan menganggap juga

pacaran merupakan hal wajar yang sudah sering dilakukan oleh orang

kebanyakan.

5. Lingkungan pertemanan yang didapat selama ini

Adapun isi dari tema ini adalah bagaimana anak menerima pergaulan yang didapat

selama ini. Pergaulan seperti apa yang didapat dari lingkungan sekolah, rumah

atau pun lingkungan lainnya. Serta bagaimana kondisi teman-teman

sepergaulannya. Yang pertama adalah jawaban yang dipaparkan oleh responden

GZZ adalah sebagi berikut:


“Ya kalo temen-temen sih ngeroko gitu banyak dan itu sih hak mereka gak bisa di ituin
juga. Orang tua gue juga tau gue punya temen-temen yang ngeroko terus ya paling
ngingetin doang anaknya jangan sampe begitu. Kalo ngumpul paling nongkrong ngopi di
McDonal’s tuh disitu”13
Jawaban yang hampir sama juga dikemukakan oleh responden NSS atas

pertanyaan pada tema ini seperti berikut:

“Ya paling nongkrong biasa. Ya temen-temen banyak yang ngeroko paling gue bilangin
ngerokok tuh gak baik apa lagi buat perempuan tapi yaa kebawa juga akhirnya gue
ngerokok juga tapi gak gimana-gimana sih jarang juga”14
Berbeda dengan kedua jawaban diatas, jawaban pada responden SA justru

bertolak belakang seperti berikut:


“Ya paling kalo lagi pas lewat doang sih jadi gabung kan gak enak. Kalo lingkungan
temen-temen sih ngeroko semua namanya juga cowok kalo gak ngeroko malah jadi kaya
alim sendiri. Tapi gue ngeroko nya gak gimana-gimana juga sih”15
Dari jawaban atas tema ini kebanyakan responden menjawab berkumpul

bersama teman merupakan hal yang wajar dilakukan bahkan sering dilakukan.

Kegiatan berkumpul yang dilakukan biasa hanya sekedar makan, minum atau

13
Lampiran Wawancara 5
14
Lampiran Wawancara 5
15
Lampiran Wawancara 5

80
hanya berbicara atau ngobrol yang kemudian dapat menjadi wadah bagi

bertukarnya pikiran, bercerita dan juga bermain bersama-sama. Namun tak bisa

dihindari dari kegiatan yang dilakukan bersama-sama itu juga bisa menimbulkan

bertukarnya pengaruh pengaruh buruk termasuk merokok dari teman satu ke

teman yang lain.

6. Lingkungan pergaulan buruk yang didapat oleh anak remaja

Dalam tema ini, pembahasan yang dilakukan masih sama seperti pada tema

sebelumnya. Namun lebih menekankan pengaruh buruk dari lingkungan

pergaulan yang didapat oleh anak remaja. Dan bagaimana remaja serta orang tua

itu sendiri menganggapinya. Adapun jawaban yang pertama adalah dari responden

GZZ sebagai berikut:


“Gak sih temen-temen gue gak gimana-gimana biasa-biasa aja nongkrong ngumpul gitu.
Kalo tawuran gitu, bolos sekolah gitu juga gak sih. Kalo ngeroko mah iya ada banyak
malah. Ya kan orang tua udah jelasin kita harus gimana. Ngomong kasar mah iya kadang-
kadang ke temen soalnya dia juga begitu jadi becanda. Becanda mukul temen juga tapi ya
Cuma becanda”16
Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh responden NSS seperti berikut:
“Ya biasa ngerokok mah semuanya ngerokok doang paling itu mah jadi kebawa aja sih
tapi jarang juga. Kalo tawuran gitu apa gimana ya gak lah emamgnya gue apaan tawuran.
Iya sering juga sih kalo ngomong kasar namanya juga becanda kasar gitu doangan” 17
Jawaban dari SA juga sama dengan dua responden sebelumnya seperti yang

dipaparkan sebagai berikut:


“Ya nama nya juga cowo biasa aja paling nongkrong gitu. Ngerokok juga udah semua
nya pasti nama nya cowo mah apa lagi tawuran biasa aja pernah tapi gak sering juga” 18
Pada tema ini responden menjelaskan bahwa lingkungan buruk yang didapat

dari bergaul dengan teman adalah nongkrongatau berkumpul, merokok, berkata

kasar dan berprilaku kasar. Namun mereka menganggapnya masih dalam batas

wajar hanya sebagai hiburan semata.

7. Melakukan tindakan kriminal dan seks bebas

16
Lampiran Wawancara 5
17
Lampiran Wawancara 5
18
Lampiran Wawancara 5

81
Dalam tema ini pembahasan yang dilakukan adalah tindakan kriminal apa

yang pernah dilakukan oleh anak. Seperti melakukan pencurian, mengkonsumsi

minuman keras dan memakai obat-obatan terlarang. Ada pula apa kah anak

pernah melakukan kegiatan seks bebas. Jawaban dari responden GZZ adalah

sebagai berikut:

“Gak pernah lah”19

Berbeda dengan jawaban responden GZZ, responden NSS menjelaskan seperti

berikut:

“Kalo nyolong paling nyolong duie emak bapak gua haha. Gak ya Allah (seks bebas &
obat-obatan)” 20
Jawaban yang sama dengan responden GZZ juga dikemukakan oleh responden

SA seperti berikut:
“Nyolong mah gak lah, gak juga lah (seks bebas &obat-obatan)”21
Dari pertanyaan tema ini ketiga narasumber kompak menjelaskan tidak

melakukan seks bebas dan juga menggunakan obat-obatan terlarang. Namun

tindakan kriminal ringan dilakukan oleh salah satu narasumber yang dilakukannya

di lingkungan rumah.

b. Wawancara Orang Tua

Untuk memudahkan pertanyaan pada saat wawancara kepada orang tua, peneliti

membagi dalam beberapa tema yaitu: (1) Keadaan lingkungan dan aktifitas remaja

disekitar rumah ; (2) Orang tua mengetahui lingkungan pertemanan anak; (3)

Orang tua menjadi tempat anak bertukar pikiran; (4) Orang tua menanggapi

masalah pendidikan anak; (5) Orang tua mengawasi pergaulan anak; (6)

Kenakalan remaja yang dilakukan anak dan bagaimana menanggulanginya.

19
Lampiran Wawancara 5
20
Lampiran Wawancara 5
21
Lampiran Wawancara 5

82
Setelah dilakukannya pembagian tema wawancara tersebut, peneliti melakukan

proses wawancara yang pertama adalah kepada Responden berinisial Ayang

merupakan orang tua diwilayah Komplek Departemen Kesehatan yang sehari-hari

berkegiatan dirumah dikarenakan sudah pensiun dan memiliki anak remaja usia

18 tahun. Selanjutnya kepada Responden yang kedua yang berinisial G yang

merupakan orang tua di Komplek Departemen Kesehatan juga yang sehari-hari

menghabiskan waktu dengan bekerja dan memiliki anak remaja usia 15 tahun.

Kemudian kepada responden N yang merupakan orang tua di Komplek

Departemen Kesehatan Ciputat yang sehari-hari bekerja dan memiliki usaha

warung dirumahnya yang di kelola oleh sang istri. Selanjutnya peneliti melakukan

proses wawancara dengan menggunakan tema pertanyaan diatas, adapun hasil

wawancaranya adalah sebagai berikut:

1. Keadaan lingkungan dan aktifitas remaja disekitar rumah

Dalam tema ini menekankan bagaimana keadaan lingkungan disekitar rumah.

Lingkungan remaja seperti apa yang ada disekitar rumah dan juga aktifitas apa

yang sering dilakukan remaja menurut sepengamatan orang tua. Berikut jawaban

pada responden A adalah:


“Aktifitasnya sih ya gimana yaa, berorganisasi paling kegiatannya disitu remaja bantu-
bantu orang yang meninggal sama kalo ada orang hajatan gitu. Disini suka pada begadang
sama nongkrong-nongkrong tapi kalo anak saya jarang maen disini malah lebih suka
diluar suntuk kali ya maen disini dia lagi-dia lagi gitu. Yang jelas sih kalo malem suka
pada nongkrong tapi yaa bukannya kita suudzon tapi kan kita gak tau ya apa dia narrkoba
atau apa. Si toto (anak pertamanya) waktu bujang juga jarang maen disini gak ikut-ikutan.
Tapi anak bandel sih gak tapi ada sebagian orang tertentu aja ya itu-itu aja sih orangnya.
Emang gak semuanya mulus pasti pasti ada yang bandel tapi kalo saya sama anak say
amah kalo belom pulang ya saya cari oh ternyata di rumah temennya disono-sono gitu”22
Hampir sama juga dikemukakan oleh responden G yang bertempat tinggal

satu wilayah dengan responden A:

22
Lampiran Wawancara 5

83
“Ya itu sih kembali lagi ke orang tuanya gimana bisa ngebimbing anaknya. Paling kalo
disini nongkrong depan rumah, sama pada maen futsal. Kalo anak saya sih sekolah pagi
pulang sore jadi pasti cape”23
Jawaban yang hampir sama di paparkan oleh responden berinisial N sebagai

berikut:

“Ya biasanya sih paling ngumpul-ngumpul di warung belakang tapi gak tau pada ngapain
ya. Kita juga gak mau suudzon sama mereka selagi baik-baik aja mah gapapa.”24
Dari jawaban pada tema ini orang tua tentu menjaga pergaulan anak dan juga

memantau lingkungan tempat tinggal yang bisa langsung berdampak bagi si anak.

Namun keadaan lingkungan tentu tidak bisa di kontrol oleh orang tua itu sendiri.

Orang tua cenderung membiarkan keadaan buruk lingkungan remaja sekitar bila

masih wajar dan lebih baik mengawasi anak agar tidak masuk ke lingkungan yang

buruk namun bukan pula tidak memperbolehkan anak bergaul dengan lingkungan

rumah tapi tentu ada batasan yang dimiliki setiap keluarga.

2. Orang tua mengetahui lingkungan pertemanan anak

Dalam tema ini apa orang tua mengetahui lingkungan pertemanan anak

dirumah mau pun di sekolah. Apa orang tua mengenal temen-temen sepergaulan

anak dan bagaimana keadaan anak dirumah. Jawaban pertama pada responden A

adalah sebagai berikut:


“Ya di pantau aja sih diliatin kalo maen disini kalo diluarkan gak tau tapi kalo disini bisa
di paranin kan. Kalo temen sekolah temen-temennya yang laen gak tau sih”25
Selanjutnya jawaban yang sama juga dikemukakan oleh responden G adalah

sebagai berikut:

“Ya kalo untuk temennya disekolah saya belom tau belom bisa bertemen kan jauh dari
rumah ke sekolah tapi kalo temen futsalnya paling kan sodaranya disini saya jadi tau.
Maen futsalnya sama sepupunya disini”26
Jawaban berbeda di kemukakan oleh responden N yang sebagai berikut:

23
Lampiran Wawancara 5
24
Lampiran Wawancara 5
25
Lampiran Wawancara 5
26
Lampiran Wawancara 5

84
”Kalo say amah anak-anak saya awasin, tapi si Arif juga jarang maen jauh-jauh
nongkrong gitu, paling disini-sini aja sama Endang. Kalo si putri juga ya deket banget
sama saya ya jadi ya maen nya disini-sini juga.”27
Ketiga responden menjelaskan bahwa tidak mengetahui lingkungan

pertemanan anak dirumah mau pun disekolah. Lingkungan pertemanan anak

dianggap baik-baik saja selama anak tidak terjerumus ke hal-hal buruk. Namun

dengan adanya acuh terhadap dengan siapa anak bergaul dan bagaimana cara

pergaulan tentu dapat memicu anak melakukan kenakalan yang dilakukannya

secara sembunyi-sembunyi. Sikap acuh dan tidak peduli orang tua terhadap

teman-teman anak akan membuat anak tidak bisa menyaring dengan siapa anak

harus bergaul dan apa batasan pergaulan yang sebenarnya di terapkan oleh orang

tuanya.

3. Orang tua menjadi tempat anak bertukar pikiran

Pada tema ini menegaskan bahwa apa orang tua menempatkan posisi sebagai

teman baik bagi anak untuk bertukar pikiran atau hanya sekedar bercerita. Apa

orang tua biasa menjarkan anak untuk terbuka tentang hal-hal pribadi termasuk

masalah teman lawan jenis dan sebagainya. Jawaban pertama oleh responden A

adalah sebagai berikut:


“Waktu itu pernah cerita sih kalo maen disini ngeri anak-anaknya suka bandel jadi dia
lebih banyak waktu dirumah aja. Dia juga orang nya diem kadang juga ngomongin cita-
cita gitu. Cerita pacarnya juga enggak gak cerita-cerita sih tapi dia emang beda sama
kakaknya mungkin karena anak bontot kali yaa”28
Jawaban berbeda dikemukakan oleh responden G yang menjawab sebagai

berikut:
“Anak sekarang mah beda ya gak bisa dikerasin karena bisa makin menjadi. Kita harus
masuk dan kita nimbrung dulu. Nah kalo diluar kita sebagai temen kita ajak ngobrol
gimana-gimana nya tapi kalo dirumah ya kita tegas harus gini-gini gitu. Pacaran mah gak
deh gak boleh leh nanti ada waktunya sekarang waktunya dia belajar dulu” 29

27
Lampiran Wawancara 5
28
Lampiran Wawancara 5
29
Lampiran Wawancara 5

85
Kemudian jawaban pada Responden N yang lebih menekankan perhatian kepada

anak, sebagai berikut:


“Alhamdulillah kalo saya mah deket sama anak, semua nya curhat cerita ke saya, sampe
yang anak laki-laki juga apa lagi perempuan ya. Sekarang juga si Mba nya (Anak
pertamanya) abis lahiran ya tetep aja kolokan disini. Jadi saya perhatiin terus curhat,
nanya-nanya apa aja juga di omongin bareng. Malah saya suka kangen sama anak-
anak.”30
Jawaban ketiga responden hampir sama yakni sedikit menjadi tempat anak

bercerita meskipun bukan hal-hal pribadi tentang anak. Hubungan antara orang

tua dan anak juga terjalin seperti biasa-biasa saja tanpa adanya kedekatan yang

lebih jauh, sehingga membuat anak merasa malu untuk bercerita dan bertukar

pikiran dengan orang tuanya apa lagi mengenai hubungannya dengan lawan jenis.

4. Orang tua menanggapi masalah pendidikan anak

Pada tema ini menjelaskan bagaimana orang tua mengenai masalah pendidikan

anak di sekolah. Apa orang tua menekankan agar anak pintar di bidang

pendidikan dan bagaimana prestasi anak disekolah. Adapun jawaban pertama

dijawab oleh responden A adalah sebagai berikut:


”Ya ari di suruh kuliah gak mau saya juga gak maksa sih lagian dia beda gak kaya kakak nya
mungkin karena anak bontot dia jadi lambat keseringan dimanja kali ya” 31
Jawaban yang sama juga dijawab oleh responden G yang sebagai berikut:
“Oh gak juga kita kembaliin lagi ke anak nya juga, kita sebagai orang tua juga gak bisa
nurutin ego kita doang kita juga harus dengerin anak. Yang penting dia udah tunjukin ke
orang tua nya kalo dia udah berupaya ya namanya sekolah dia pinter nanti ada lagi yang
lebih pinter. Pengennya mah yang terbaik tapi kembaliin lagi ke anaknya. Fokus sekolah
aja jarang pacaran dulu belum waktunya. Lagian dia juga udah dapet beasiswa meskipun
gak banyak cuma Rp. 450.000 tapi kan itu suatu kebanggaan buat si anak” 32
Jawaban yang sama juga dikemukakan oleh Responden N terhadap pendidikan Anak,

sebagai berikut:
“Kalo pendidikan kan nomor satu ya, si adek masih SMP jadi masih dalam perhatian saya
banget, tapi kalo kakak-kakak nya kan udah kerja, kaya si Ari Cuma D3 disuruh S1 gak
mau udah keasikan kerja. Kalo saya sih juga gak maksa orang nya soal pendidikan harus
gimana-gimana yang penting baik-baik aja gitu. Si adeknya juga kalo PR (pekerjaan
rumah) masih suka ngajak diskusi bareng ngobrol-ngobrol sama saya mba, soalnya bapak

30
Lampiran Wawancara 5
31
Lampiran Wawancara 5
32
Lampiran Wawancara 5

86
kan kerja jadi paling bisa malem nanya-nanya nya ke bapak. Bapak juga kan sibuk kerja
sama kadang pulang ngurusin Komplek (Sekertaris RW).”33
Jawaban pada ketiga narasumber kompak menjelaskan bahwa kedua nya tidak

memaksa anak pintar di bidang pendidikan. Semua diserahkan sesuai dengan

kemampuan si anak.

5. Mengawasi pergaulan anak Orang tua

Pada tema ini menjelaskan bahwa apakah orang tua mengawasi pergaulan

anak. Dan bagaimana cara pengawasan yang dilakukan orang tua selama ini.

Adapun jawaban pertama pada responden A adalah sebagai berikut:


“Ya itu paling kalo maennya masih disekitar sini kan bisa di paranin. Maen juga jarang
dia mah kalo bolos sekolah aja maunya di rumah aja. Saya sih ngawasin disini kalo cuma
ngobrol-ngobrol aja becanda-becanda ya gak apa-apa”34
Jawaban berbeda di jelaskan oleh responden G mengenai bagaimana caranya

mengawasi anak:
“Ya gimana ya anak sekarang gak bisa dikerasin kita harus nimbrung sama dia nya. Anak
saya juga udah sekolah jadi pulang cape terus paling maen tapi gak lebih dari jam 9
malem. Ya karena kan kita gak tau pergaulan anak gimana kalo dibebasin takutnya
mengarah ke narkoba. Selama khusus nya anak saya nakal nya masih wajar saya masih
liatin aja, kalo udah itu tadi ke narkoba baru saya larang” 35

Jawaban berbeda juga di jelaskan oleh Responden N yang lebih menekankan

perhatian dan memberikan kasih sayang terhadap anak:

”Kalo saya mah emang rajin ngobrol sih sama anak dari dulu juga, karena saya di rumah
aja ngurus rumah. Ya si adek paling main sekitar sini sama temen-temennya jadi saya
juga gak begitu khawatir sih. Tapi kalo maen sama anak yang laen ya saya gak tau, tapi
masih baik-baik aja ko, gak macem-macem gitu”36

Jawaban dari semua responden hampir sama yakni tetap mengawasi masalah

pergaulan anak, selagi masih wajar da nada batasan nya. Orang tua juga tidak

mengetahui lingkup pertemanan anak semuanya, akan tetepi masih tetep

melakukan pengawasan.

33
Lampiran Wawancara 5
34
Lampiran Wawancara 5
35
Lampiran Wawancara 5
36
Lampiran Wawancara 5

87
6. Kenakalan remaja yang dilakukan anak dan bagaimana

menanggulanginya

Pada tema ini peneliti menjelaskan apa saja kenakalan yang pernah dilakukan

anak dan juga bagaimana orang tua menanggapinya serta kenakalan remaja seperti

apa yang pernah terjadi di lingkungan terdekat. Adapun jawaban pada responden

A adalah sebagai berikut:


“Kenakalan ya wajar-wajar aja sih paling bolos sekolah itu juga dirumah terus kalo
ngerokok pernah sih ya saya kasih tau kalau mau ngeroko nanti kalau udah bisa cari duit
sendiri ya itu juga cuma gertakan si kalo udah biasa ngerokok tau-tau gak boleh kan
gimana ya sekarang juga banyak anak SD ngeroko saya bingung itu orang tuanya
kemana. Kalo masalah kenakalan remaja di sekitar sini ya kali yang brutal apa gimana ya
itu mah jauh. Kalo anak orang biarin deh yang penting bukan anak kita. Yang diluar anak
orang mah banyak kita gak bisa ngomong gimana-gimana. Disini mah aman-aman aja
gak tau deh di belakang.Ya pernah sih baru tuh ada anak tawuran di belakang tapi kalo
Ari gak pernah sih dia aja liat ayam di potong takut. Mending tidur kata dia mah"37

Jawaban yang sama juga dijelaskan oleh responden G sebagai berikut:

“Wajar nya kenakalan dia nongkrong sama teman nya malem, ngopi-ngopi ya wajar itu
mah. Nah kalo ngeroko pun sebetulnya saya larang tapi kalo ngumpet-ngumpet saya gak
tau yaa. Tapi kalo ketauan ya tetep saya larang, kan sebelum itu juga saya udah ada
perjanjian sama anak saya “Gung , Agung belum waktu nya ngerokok kalo udah waktu
nya juga silahkan kalo sekarang masih dalam proses belajar”. Ya itu kasih ruang buat
anak nya kita liat kegiatan anak nya kita pantau gitu. Ya nama nya manusia kan gak luput
dari salah yaa pernah ngerasain contoh jaman nya SMP. Pernah dia telat pulang sampe
subuh ya udah abis. Abis sama saya tapi bukan dalam arti kita maen tangan paling cuma
mulut aja. Paling juga pulang sekolah mau nya maen kan kita orang tua mau nya di
rumah. Terus kalo tawuran kita gak sih kita larang. Ya itu wajar nya jangan pulang
malam ya saya telusuri dulu kemana kira-kira dia kemana, kalo kerumah temen nya ya
saya pun akan liat emang di kamar temen nya ada apa sampe dia betah gitu. Ya biasa-
biasa aja selama masih sewajarnya dan gak menganggu orang lain dan gak ngajak anak-
anak laen ke gimana gimana ya itu mah wajar. Kalo tawuran anak remaja disini ada
khusus nya disini belom lama ada di Musyawarah sampe koma kan itu. Maka nya itu
buat contoh buat anak saya dan itu jadi contoh. Sampe sekarang kan juga lagi musim nya
di warnet yaudah saya sampe bela-belain nyicil beliin computer buat di rumah. Kalo
kenakalan untuk pencurian pasti ada kayak curi ayam atau narkoba juga ada tapi bukan
anak sini sih anak luar”38

Jawaban berbeda juga disampaikan oleh Responden N yang lebih menekankan

kenakalan pada anak sangatlah jarang terjadi dirumahnya:

37
Lampiran Wawancara 5
38
Lampiran Wawancara 5

88
“Apa ya? Si kakak baik-baik aja dari dulu, si Arif juga gak macem-macem gak ngerokok
juga paling cuma nongkrong ngumpul si adek juga sama, orang deket banget sama saya
dari dulu”

Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua yang

didapat adalah tipe pola asuh demokrasi dan juga otoriter dimana orang tua tetap

mengawasi anak-anak nya akan tetapi juga menerapkan aturan dan hukuman di

dalam rumah maupun dalam pergaulan di rumah. Namun pola asuh demokrasi

dalam hal ini kurang dominan dibandingkan pola asuh otoriter. Pola asuh

demokrasi yang diterapkan hanya sebatas menanyakan lingkup pergaulan anak

dan juga menyakan masalah di sekolah anak. Pola asuh demokrasi tidak terlalu

dominan dalam hal melibatkan anak dalam hal pengambilan keputusan didalam

rumah, atau juga menjadikan anak sebagai teman untuk bertukar informasi. Ada

pula kecenderungan acuh terhadap setiap kegiatan yang dilakukan oleh anak.

Sedangkan kenakalan yang dilakukan anak remaja pada wawancara ini adalah

kenakalan yang bersifat status offsenses yakni kenakalan yang masih bisa di

toleransi misalkan merokok, membolos, berpacaran, berkumpul bersama teman

hingga larut malam, tawuran dan lain-lain. Adapun kenakalan ini dilakukan

kebanyakan dari narasumber wawancara mengatakan bahwa kenakalan yang

mereka lakukan biasanya dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan pertemanan dan

juga kepercayaan dan juga kebebasan yang orang tua berikan terhadap lingkup

pertemanan anak. Selain itu kenakalan juga tentu nya dilakukan diam-diam tanpa

sepengetahuan orang tua, terutama pada kasus orang tua yang menerapkan pola

asuh otoriter atau yang cenderung menerapkan kekerasan didalam rumah sehingga

membuat anak lebih senang berada di luar rumah dan mencurahkan isi hati ke

temen-temen dengan pergaulan yang tidak terkontrol oleh orang tua.

89
F. Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil penelitian berdasarkan pengujian hipotesis menunjukkan bahwa H0 ditolak

dan Ha diterima. Pembahasan lebih lanjut tentang hasil penelitian ini akan

diuraikan sebagai berikut:

Penelitian yang dilakukan di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat

bertujuan untuk melihat gambaran secara umum terkait dengan pengaruh pola

asuh orang tua terhadap kenakalan remaja. Pengaruh yang terlihat dari kedua

aspek tersebut dapat dikatakan memiliki pengaruh antara satu dengan yang

lainnya, sasaran utama penelitian ini adalah anak remaja rentang usia 12-18 tahun.

Anak remaja di Komplek Departemen Kesehatan ini merupakan anak usia sekolah

yang gemar berkumpul di área Komplek Departemen Kesehatan Ciputat dengan

teman sebayanya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,bahwa thitung (4,726) lebih besar dari

pada ttabel (0,339) dengan taraf signifikan 0,05 jatuh atau berada di daerah

penerimaan Ha (untuk uji pihak kanan), maka dengan demikian H0 ditolak dan Ha

diterima. Hal ini berarti terdapat ”Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap

Kenakalan Remaja di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat”.

Hasil wawancara yang sudah dilakukan oleh peneliti hasil yang didapat adalah

bahwa pola asuh orang tua memang mempengaruhi kenakalan remaja. Dalam hal

ini pola asuh yang diterapkan orang tua antara pola asuh otoriter dan juga

demokrasi. Akan tetapi yang lebih dominan adalah tipe orang tua otoriter dimana

pola asuh tersebut menerapkan aturan dan bahkan kekerasan kepada anak. Namun

dengan adanya hukuman dan aturan yang diterapkan oleh orang tua tersebut

90
membuat anak merasa tidak senang jika berada di rumah dan lebih memilih

menghabiskan waktu bersama teman-temen di luar rumah.

Pada pola asuh demokrasi kebanyakan adalah orang tua mengajak bicara namun

hanya sebatas menanyakan lingkup pertemanan anak dan juga masalah

pendidikan di sekolah tanpa melibatkan anak dalam setiap pengambilan keputusan

didalam rumah dan juga tidak menjadikan anak teman dekat untuk bertukar

pikiran didalam rumah. Hal ini terjadi karena adanya aturan dan hukuman namun

juga adanya ketidakpedulian orang tua terhadap kepada siapa anak bergaul dan

bagaimana kondisi lingkungan pertemanan anak. Sehingga menimbulkan anak

yang suka bermain diluar bersama teman-teman dan terpengeruh oleh pergaulan

teman sebayanya kemudian melakukan kenakalan dengan cara diam-diam tanpa

sepengetahuan orang tua yang cenderung takut untuk bercerita dan juga takut akan

aturan dan juga hukuman yang diterapkan orang tua

Dalam hal ini pola asuh yang terapkan orang tua dan tugas sebagai orang tua

merupakan sebuah tanggung jawab dan memiliki beban yang cukup berat. Hal ini

sejalan dengan yang dijelaskan oleh Syaiful Bahri Djamarah yang menjelaskan

tentang faktor anak melakukan kenakalan remaja, yang salah satu faktornya

adalah keluarga yang Broken Home serta kurangnyan pendidikan moral, agama

dan kesalahan pergaulan teman sebaya, akan tetapi Syaiful Bahri Djamarah juga

menjelaskan bahwa “Namun, dari sekian banyak faktor penyebab itu, penyebab

utamanya adalah karena kurang nya pendidikan agama, atau kurang fungsionalnya

pendidikan agama sehingga tidak menjadi kontrol yang efektif mengendalikan

perilaku negatif, efek negatif dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi,

91
serta kesalahan pola asuh orang tua dalam keluarga”39Dalam keluarga tentu orang

tua perlu menanamkan nilai-nilai agama, norma dan rasa hormat terhadap sesama

dan menciptakan keluarga yang nyaman agar anak hidup dalam didikan dan pola

asuh yang benar.

Orang tua menjadi satu-satunya relasi atau rekan didalam keluarga atau

didalam rumah untuk melakukan kegiatan mendidik anak, memantau anak,

memberikan contoh dan arahan yang baik dan juga menjadikan komunikasi antara

anak dan orang tua sebagai cara agar memperat hubungan orang tua dan anak.

Dengan adanya komunikasi dan pondasi yang kuat antara orang tua dan anak

dapat membuat ikatan antara orang tua dan anak menjadi baik dan memperkecil

resiko kenakalan remaja. Namun sebaliknya apa bila tidak ada pondasi dan

komunikasi antara orang tua dan anak justru akan memperbesar resiko kenakalan

remaja.

G. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah diusahakan dan dilakukan sesuai prosedur ilmiah, akan tetapi

masih memiliki keterbatasan diantara nya adalah:

1. Orang tua yang menolak diwawancarai terkait masalah pola asuh dan

kenakalan remaja ini, mereka beranggapan bahwa masalah kenakalan

anak remaja bisa dilihat sendiri tanpa perlu dijelaskan kembali.

2. Kurangnya informasi dari tempat penelitian dikarenakan bukan lembaga

formal yang mempunyai data resmi sehingga peneliti mencari informasi

secara random mulai dari menanyakan ke warga sampai mencari sendiri

di sekitar Komplek Depkes.

39
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi Keluarga, (Jakarta:PT Rineka
Cipta, 2014)h. 68

92
3. Hasil penelitian merupakan interpretasi sepenuhnya, sehingga ada

kemungkinan perbedaan analisis dengan peneliti sebelumnya. Karena

perbedaan tempat dan objek penelitian.

93
BAB V

PENUTUP

Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan kepada Remaja


Komplek Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang berada Ciputat, Kampung
Sawah dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut:

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan analisis regresi, maka kesimpulan
yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah: “Terdapat pengaruh pola asuh orang
tua terhadap kenakalan remaja di Komplek Departemen Kesehatan”.. Karena taraf
signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti bahwa variabel pola asuh orang tua
berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh
peneliti, diperoleh thitung (4,726) lebih besar dari ttabel (0,339) dengan taraf signifikan
(0,05) Maka, H0 ditolak dan Ha diterima.

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh melalui perhitungan regresi


bahwa dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Variabel pola asuh orang memberikan sumbangan sebesar 39,6% bagi
perubahan variabel kenakalan remaja sedangkan 60,4% sisanya dipengaruhi
oleh faktor lain seperti faktor lingkungan dan faktor diri sendiri. Variabel pola
asuh orang tua yang memberikan sumbangan sebesar 39,6% terhadap
kenakalan remaja ini merupakan hasil yang cukup rendah. Artinya, tingkat
pola asuh orang tua dalam memahami kenakalan remaja masih perlu adanya
pembenahan lebih lanjut mengenai gambaran pola asuh orang tua serta dalam
memandang sebuah kenakalan remaja sebagai hal yang penting dan
diperhatikan kembali. Jadi, hasil pada penelitian ini telah menjawab rumusan

94
masalah yakni terdapat pengaruh pola asuh orang tua sebesar 39,6% terhadap
kenakalan remaja di Komplek Departemen Kesehatan Ciputat.
2. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 3 anak remaja dan 2 orang tua
didapat hasil bahwa jenis pola asuh otoriter dan demokrasi yang
cenderung membuat anak melakukan kenakalan remaja. Kenakalan yang
dilakukan masih bersifat status offsenses atau masih wajar yakni
kenakalan tawuran pelajar, merokok, dan berkumpul dengan lingkungan
pertemanan yang tidak baik. Ada pun kenakalan ini tentunya dilakukan
secara sembunyi-sembunyi terutama bagi yang memiliki pola asuh
otoriter.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyadari bahwa
penelitian ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, peneliti memberikan beberapa
saran untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya,
yaitu:
1. Dengan persentase 39,6% faktor pola asuh orang tua yang mempengaruhi
kenakalan remaja maka perlu ditingkatkan dengan cara memberikan
pengarahan dan memberikan pemahaman tentang pentingnya pola asuh orang
tua.
2. Agar seluruh faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja, maka
perlu adanya pengaruh positif dari pola asuh orang tua dimana praktik
pengasuhan (parenting practice) dapat di konseptualkan sebagai sistem
interelasi yang dinamis yang mencakup pemantauan, pengelolaan perilaku,
dan kognisi sosial dengan kualistas relasi orang tua-anak sebagai pondasinya.
3. Adanya perhatian tidak hanya dari orang tua tetapi juga dari lingkungan
masyarakat seperti warga, tokoh agama, lembaga pendidikan, dan juga
lembaga pemerintahan. Perhatian dan pemantauan yang dilakukan bisa
melalui cara penyuluhan dan acara-acara yang dapat menyalurkan kegiatan
remaja-remaja kearah yang lebih baik. Serta tidak lupa penanaman nilai

95
agama dan moral yang diberikan sejak dini agar anak menjadi pribadi yang
takut akan Allah dan mentaati segala peraturan dunia dan akhirat.

96
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad., dan Asrori, Muhammad. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Bumi


Aksara, 2010.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Yogyakarta:
Rineka Cipta, Edisi Ke-5, 1999.
Balson, Maurice. Becoming A Better Parent: Bagaimana Menjadi Orang Tua Yang
Baik. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana, 2010.
Gazi dan Faojah. Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama Terhadap
Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Penelitian, 2010.
Gerungan, W.A. Psikologi Sosial. Bandung: PT Eresco, 1988.
Lestari, Sri. Psikologi Keluarga. Jakarta: Prenada Media Group, 2012.

Mubayidh, Makmun. Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak. Jakarta: Pustaka


Al-Kautsar, 2010.
Santrock, John. W. “Child Development: Perkembangan Anak”. Jakarta: Erlangga,
2007.

Siregar, Syofian. Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kualitatif: Dilengkapi


Dengan Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17, Jakarta: Bumi
Aksara, Cet. 1, 2013.
Sjarkawi. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.

Somantri, Sutjihati. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung:PT Refika Aditama,


2006.
Sudarsono. Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Rineka Cipta,
cet.2. 1991.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D, Bandung: Alfabeta Bandung, Cet. 15, 2012.
Walgito, Bimo. Bimbingan dan Konseling, Yogyakarta: Andi, 2010.

97 
 
SKRIPSI
Hana, Raguan “Skripsi Pengaruh Pola Asuh dan ImpulsifTerhadap Kenakalan
Remaja di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus pada UIN Jakarta, 2014

Hasanah, Uswatun. “Skripsi Pengaruh Pola Asuh dan Kontrol Diri terhadap
Agresivitas Remaja di SMA Al-Chasanah Jakarta”, Skripsi pada UIN
Jakarta, 2014.

Inayati, Hani. “Skripsi Pengaruh Kontrol Diri dan Dukungan Sosial terhadap
Kenakalan Remaja Siswa SMK Puspita Bangsa Ciputat”, Skripsi pada UIN
Jakarta, 2013.
JURNAL

Wahib, Abdul. Jurnal Konsep Orang Tua Dalam Membangun Kepribadian Anak.
2015.

INTERNET

Berita Tangsel, “Inilah Cara BAMUS Tangsel Mengatisipasi Kenakalan Remaja


Pada Anak Sekolah”, http://www.beritatangsel.com/pendidikan/inilah
cara-bamus-tangsel-antisipasi-kenakalan-remaja-pada-anak-sekolah, 2017

Kamus Besar Bahasa Indonesia. “KBBI Online”. https://kbbi.web.id/pola, 2017


Sanjaya, Ade. “Pengertian Anak Menurut Definisi Ahli dan Undang Undang
Kesejahteraan Anak” http://www.landasanteori.com/2015/08/pengertian
anak-menurut-definisi-ahli.html, 2017
Sanjaya, Ade. “Pengertian Anak Menurut Definisi Ahli dan Undang Undang
Kesejahteraan Anak” http://www.landasanteori.com/2015/08/pengertian
anak-menurut-definisi-ahli.html, 2017

98 
 

Anda mungkin juga menyukai