Anda di halaman 1dari 8

ni penting karena itu tadi ini berhubungan dengan kesehatan manusia nih makannya  

diatur
secara regulasi baik dalam ketentuan PERMENKES dan secara internasional seperti CLSI,
IFCC, termasuk oleh WHO. Pun Ayat Al-Quran diatas.

Nah sahabat ATLM, dari kesadaran itu lah saya ingin berbagi tentang IQC ini nih. Buat awal
nih tentang konsep “Melek QC”

Kenapa sih  begitu ini??


Begini nih. Fakta yang benar-benar miris nih banyak ATLM yang ditemui di pelatihan-
pelatihan dan para calon ATLM di institusi pendidikan sendiri belum memahami bahkan
menjiwai QC ini nih. Termasuk saya mungkin, makannya belajar hayu sahabat hhe

Mata kuliah QC memang sudah tercantum di kurikulum dan di jalankan. Akan tetapi output
yang dihasilkan dirasa belum semestinya nih.
Masa ada yang tidak bisa membedakan apa itu bahan kontrol, apa itu kalibrator, apa itu
standar. Ah saya yakin sahabat ATLM yang baca ini pasti paham lah hhe. Pahamkan-paham?
Hhe.
Padahal kalibrator itu bagian terpenting dari proses pengukuran loh. Kalibrator salah, waah
kacau semua. Bahaya kalau bahan kontrol malah dijadikan kalibrator, dan sebaliknya bahan
kontrol jadi kalibrator. Atau ada prakter gak kalibrasi sama sekali.
Apa dasar pengukuran yang kacau begitu?? Bahaya gawat ini.

Sedikit sharingnya sahabat hhe


Bedanya kalibrator, bahan kontrol, dan standar (dikutip dari workshop pelatihan QC
internal)
1.       Kalibrator
“Kalibrator adalah sample yang digunakan untuk mengatur kembali nilai standar kurva
berdasarkan pada reagen, lampu, dll.
Konsentrasi Substansinya sudah diketahui ketika dirunning dengan kit atau instrument
nilainya selalu konstan. Dioptimalkan untuk test atau kit yang spesifik.”
Memusingkan tidak bahasanya??? Hhe. Ini nih salah satu problem kenapa konsep QC banyak
gak jalan. Problematikanya itu ya dimasalah bahasa komunikasi yang kadang tidak adil nih.
Kenapa gak adil?.
Iyalah menganggap semua orang sama, inilah salah satu tembok besarnya.
Ok kita sederhanakan saja nih.
Kalibrator itu fungsinya adalah untuk menetapkan yang namanya faktor. Nah faktor itu
gunanya sebagai nilai acuan jika kita memeriksa sampel.
Contohnya gini
Kalibrator Merk X dalam kit insertnya tercantum konsentrasi analit kolesterol total = 100
mg/dL. Nah pasti kalibrator ini kita kerjakankan nih, di alat pasti diorder sebagai kalibrator.
Ke alat kita seolah-olah bicara gini “hei alat, tolong nih periksa kalibrator untuk parameter
kolesterol total, nilainya 100 mg/dL , nanti tolong hitungnya faktornya berapa”.
Nah yang dibaca alat itu apa???. Nih sahabat ATLM. Semua alat yang berbasis kinetika reaksi
kimia yang menghasilkan warna akan mendasarkan pembacaan pada yang namanya
absorban (ABS). Nah ketika kita minta tolong ke alat baca kalibrator kolesterol 100 mg/dL,
baik alat yang automatis maupun yang manual akan membaca absorbansi warnanya nih.
Tahukan apa itu absorban?? Tahu lahnya hhe, tolong bedakan juga kalau menemukan Cut Off
(CO), indeks, ratio, RUL, dsb. Itu macem-macem tergantung metode pengukurannya. Kita
mah di spektro dulu fokus ke absorbannya hhe.

Sesuai dengan hukum Lambert-Beer, jika ABS ≈ [C] . Artinya absorban setara dengan
konsentrasi atau kadar analit.
Pertanyaanya kapan didapatkan faktor nih????
Di definisi diatas disebutkan nih kalau yang namanya kalibrator itu gunanya untuk mengatur
kembali nilai standar kurva.
Masih ingat dengan pelajaran kurva standar???? Masih ingat dengan slope dan intercept. Hhe
ingat lah pasti ingat kan.
Nah pada saat alat membaca kalibrator X dengan parameter kolesterol total, dia juga
membutukan yang namanya blanko. Blanko itu ya matriks pelarutnya, biasanya sih
aquabidest, tapi sebenernya blanko itu macam-macam, ah nanti saja dibahasnya nanti
puyeng lagi hhe.
Kembali ke kurva standar nanti kan dibaca nih absorban blanko sama absorban si kalibrator
tadi. Dapat kan nilai absorbannya masing-masing. Nanti diplotkan lah ke sumbu X dengan
nilai analit (konsentrasi blako dan kalibrator tadi) terhadap sumbu Y dengan nilai absorban-
nya, nah ini kan nanti membentuk persamaan garis lurus alias regresi linear atau bentuk
persamaan umunya gini nih
y = bx + a atau ada juga yang menulis y = mx + c.

Dan perlu tahu tapi da pasti tahu sahabat juga, kalau jenis kurva kalibrasi tuh macam-macam,
ada yang namanya one point calibration, two point calibration, dan multiple point calibration.
waaah makin rumit juga nih penjelasan singkatnya hhe. Tapi ya beginilah sebenernya
dalamnya. Itu sebabnya kenapa ATLM belajar Kimia Analitik, belajar Instrumentasi, supaya
ngerti hal begini, supaya lahan kerja kita gak diserobot orang dong (walaupun laboratorium
bukan satu-satunya lahan ATLM). Dan menginformasikan juga nih, ada wacana di kurikulum
ATLM nanti katanya mata kuliah rumpun Kimia mau dihilangkan.
Ini harus ditolak dong. Katanya ATLM ko gak belajar kimia, kan aneh.
Nah kembali-kembali nih. Dari persamaan regersi linear terebut nanti ada persamaan
matematis lainnya nih untuk mendapatkan nilai F alias faktor. Saya gak bahan disini ya
masalah persamaan matematis penetuan nilai F ini, panjang hhe.
Nah andaikan dapatkan persamaan y = bx + a, itu tidak serta merta kita bilang OK loh. Harus
dikaji nih gimana persamaan ini, linear sampai berapa, ini penting dalam analisa, linearitas
analisa berhubungan dengan hasil, berhubungan dengan keputusan klinis menetukan nilai
sampel apakah patologis apakah normal dalam rentang medical decision (stop ah, ntar gak
adil juga nih bahasanya hhe).
Nah intinya setelah dapat F nanti begini aplikasinya
Misal nih hasil Abs Kolesterol 100 mg/dL = 0.250 ABS. Nah dapat F = 15.3 setara 100 mg/dL.
Nah nanti secara automatis alat akan mengkalkulasikan jika ada sampel dengan ABS x akan
otomatis dikonversi ke dalam satuan konsentrasi dengan mengalikannya dengan F, nanti
muncul deh nilai konsentrasi sampelnya berapa yang dihasilkan.
Nah karena pentingnya kalibrasi, makannya jangan asal-asalan kalibrasi. Kalibrasi salah,
semua akan salah. BAHAYA !!! ukuran takaran timbangan kita kacau kalau salah.

2.       Standar
Lanjut nih ke standar. Sahabat ATLM. Kalau kalibrator itu isinya bermacam-macam analitnya
dan matriksnya, biasanya “human serum base” (matriksnya berasal dari serum manusia) .
Nah berbeda dengan standar nih kalau standar itu hanya berisi dari satu jenis analit yang
spesifik. Bukan bertujuan untuk mengatur kembali nilai kurva standar. Tetapi bertujuan
untuk kepentingan akurasi satu nilai nih. Dan matriksnya biasanya bukan lah “human serum
base”.
Kepentingan akurasi ??? maksudnya gini sahabat. Kalau kita pakai fotometer yang manual nih
pengerjaanya. Pastikan sebelum running sampel biasanya running standar, supaya kita dapat
pengali untuk rumus ini nih :
[Sampel] = (Abs Sampel : Abs Standar ) x [Standar]
Nah sekilah persis seperti proses kalibrasi kan, tapi standar berbeda dengan kalibrator.
Dan derajat kalibrator lebih tinggi dibanding standar. Karena standar tidak dihitung
berdasarkan persamaan regresi linear. Dan kadang kala tidak aada batasan nilai ABS pada
standar. Berbeda dengan kalibrator ada kriteria keterimaanya seperti recoverynya maksimal
± 5% dan ada batasan ABS sehingga dapat terkontrol niali F yang diperbolehkannya. Jadi
kalibrator lebih menjamin yang namanya akurasi dan presisi pemeriksaan.

3.      Bahan Kontrol


Nah sekarang bahan kontrol nih. Bahan kontrol adalah sampel yang bereaksi sama dengan
sampe pasien, tersusun dari banyak analit. Memiliki nilai keterimaan dalam bentuk range.
Digunakan untuk menilai kinerja analisa nih. Makannya proses pemeriksaan bahan kontrol
dinamakan proses IQC.
Secara umum bahan kontrol itu ada 2 jenis nih,
         Unassayed control atau in house control
Artinya kontrol yang dibuat secara mandiri untuk intra laboratorum. Tetapi kontrol ini tidak
disaraankan karena dianggap proses quality pembuatannya belum terstandar.
         Assayed Control
Terbagi menjadi 2 bagian nih
a)     Manufacture Control
Artinya bahan kontrol yang diproduksi oleh manufaktur alat dan reagen yang digunakan.
Missal kita menggunakan alat dan reagen dari produsen X, maka produsen X membuat
bahan kontrol X juga.
b)     3rd party Control
Kontrol yang diproduksi pihak ketiga. Kita memalai alat X dan Reagen X tetapi menggunakan
kontrol dari manufaktur lainnya yang secara independen.
Mungkin sahabat bertanya, kenapa harus melakukan IQC memeriksa bahan kontrol?.
Sahabat ATLM, ini bukan sekedar memenuhi regulasi ISO 15189, ketentuan PERMENKES,
atau kenetuan IFCC dan CLSI saja.
Sudah disebutkan di awal tulisan ini. Kalau yang namanya jaminan mutu itu penting, karena
yang kita analisa menyangkut manusia nih. So “quality is more important”. Dengan
melakukan IQC kemudian kita melakukan ploting ke grafik Levey Jening atau grafik
Younden, atau kita menghitung CV, TE, Sigma, SDI, VIS, dsb. Kita dapat menilai kinerja
analitik kita.
Aturan statistik yang paling terkenal untuk QC laboratorium tentu saja semua tahu kan. Yaitu
Westgard.
Aturan Westgard bukan sekedar aturan nih. Perlu pemahaman dalam menerapkannya. Perlu
design QC yang pas untuk setiap laboratoriumnya.
Desain QC secara umum meliputi establist mean, penetapan SD dan CV, serta bias. Perlu ada
pertimbangan yang mendetail tentang penerapan nilai-nilai tersebut, karena akan dipakai
untuk analisa kinerja analitik.
Analisa kinerja analitik berupa IQC merupakan “early warning system”, sebagai alarm untuk
mendeteksi permasalahan analitik.
Jika ditemui masalah dari hasil evaluasi IQC harian maka diperlukan langkah koreksi nih.
Dengan IQC kita dapat menjamin sebagian besar proses analitik. Dapat mengontrol kapan
kita harus melakukan preventive maintenance, maintenance, kalibrasi, mengganti spearpart
alat,dsb. Pokoknya tekendali deh. Dan tentunya dengan running kontrol pasti lebih Pede me-
realease hasil pasien nih.
 
Ok ini tentang IQC nih, bahwa melakukan IQC itu bukan sekedar melaksanakannya secara
rutin harian, bukan hanya “menilai ah ini hasil kontrolnya masuk range, alat ok”. Waaah itu
paradigma yang salah tuh.

Melakukan IQC bukan hanya sekedar itu. Kalau hanya melakukan mah, orang yang ditraining
seminggu juga bisa kali,hhe
Kita kan ATLM harus lebih jauh dari itu dong. Pelaksanaan IQC harus memiliki apa yang
namanya pehaman yang komprehensif tentang statistika, ilmu instrumentasi, ilmu analitik,
dan utamanya itu ilmu problem solving. Gimana cara? Ya belajar dong.

Wow seakan harus hebat, pinter, cerdasnya kalau mehamai QC hhe.


Gak ko sahabat ATLM tenang. Ini kan namanya proses aktualisasi diri, bosen dong hidup
biasa aja gitu-gitu aja (menyindir diri sendiri hhe)

Untuk bisa memahami QC secara Komprehensip hanya diperlukan kesungguhan niat dan
komitmen akan jaminan mutu itu sendiri, seiring dengan belajar, pengalaman, dan latihan
problem solving serta diskusi semuanya akan berjalan lancar dengan sendirinya atau saya
sering menyebutnya “Pinterna Masagi” artinya seiring waktu jadi serba bisa serba tahu
pemecahan dari permasalahan. 

Ok harus siapnya dengan menjadi yang paham QC. Saya juga komit nih, harus belajar. Dan
cara belajar agar paham adalah dibagikan, berbagi, disharing ke orang lain.
Karena belajar bukan untuk diri sendiri saja tapi harus bermanfaat.
Belajar bukan dari buku saja, dari kehidupan dan pengalaman juga bisa kan, dari obrolan dan
orang bertanya pun hhe.

Ini lahan yang prosfeknya bagus nih, jadilah ATLM yang unik dan dicari dengan kemampuan
QC. Lebih jauh tingkatkan dengan pehamanan QA, dan TQM ya sahabat ATLM.

Kuncinya adalah sering membaca, mendengar, berlatih, berdiskusi, sharing, dan problem
solving, perbanyak the power of sharing, perbanyak relasi, dan berkontribusi untuk ATLM
yang lebih baik. Dunia ATLM tidak laboratorium klinik melulu ko. Ayo tingkatkan kompetensi,
yang masih D-III sekolah lagi ah ayo. S-1, S-2 bahkan S-3 hhe.

Dunia ATLM merupakan ranah sains aplikasi bukan ranah sains murni. Itu sebabnya perlu
upgrade, perlu update terus tentang dunia laboratoriumnya, pun termasuk aspek legal
hukumnya nih, seperti STR dan SIP yang sedang digaungkan sehubungan dengan keluarnya
UU. No. 36 Tahun 2104 tentang tenaga kesehatan.
Belajarnya, Sharingnya, ikut seminarnya.
Jangan cuman ikut seminar buat dapet SKP buat perpanjang STR aja dong, jangan ada
seminar cuman jual SKP aja dong. Jualan tuh ilmu, dibagi-bagi disebarnya hhe.
Jadi teringan seorang teman dari pelosok Indonesia timur, kata dia “saya rajin ikut seminar
pas di Jakarta ini biar nanti pulang dapat banyak pengalaman yang bisa dibagikan, soalnya
disana jarang sekali ada seminar. Setahun sekali pun untung ada”
Wow semangatnya, dan ada mirisnya “ternyata sebaran ilmu itu belum merata sampai
pelosok Nusantara”. Ini salah satu tugas.
Salah satunya adalah menulis di media online seperti ini.
Ok fix. Salam semangat.

Anda mungkin juga menyukai