diatur
secara regulasi baik dalam ketentuan PERMENKES dan secara internasional seperti CLSI,
IFCC, termasuk oleh WHO. Pun Ayat Al-Quran diatas.
Nah sahabat ATLM, dari kesadaran itu lah saya ingin berbagi tentang IQC ini nih. Buat awal
nih tentang konsep “Melek QC”
Mata kuliah QC memang sudah tercantum di kurikulum dan di jalankan. Akan tetapi output
yang dihasilkan dirasa belum semestinya nih.
Masa ada yang tidak bisa membedakan apa itu bahan kontrol, apa itu kalibrator, apa itu
standar. Ah saya yakin sahabat ATLM yang baca ini pasti paham lah hhe. Pahamkan-paham?
Hhe.
Padahal kalibrator itu bagian terpenting dari proses pengukuran loh. Kalibrator salah, waah
kacau semua. Bahaya kalau bahan kontrol malah dijadikan kalibrator, dan sebaliknya bahan
kontrol jadi kalibrator. Atau ada prakter gak kalibrasi sama sekali.
Apa dasar pengukuran yang kacau begitu?? Bahaya gawat ini.
Sesuai dengan hukum Lambert-Beer, jika ABS ≈ [C] . Artinya absorban setara dengan
konsentrasi atau kadar analit.
Pertanyaanya kapan didapatkan faktor nih????
Di definisi diatas disebutkan nih kalau yang namanya kalibrator itu gunanya untuk mengatur
kembali nilai standar kurva.
Masih ingat dengan pelajaran kurva standar???? Masih ingat dengan slope dan intercept. Hhe
ingat lah pasti ingat kan.
Nah pada saat alat membaca kalibrator X dengan parameter kolesterol total, dia juga
membutukan yang namanya blanko. Blanko itu ya matriks pelarutnya, biasanya sih
aquabidest, tapi sebenernya blanko itu macam-macam, ah nanti saja dibahasnya nanti
puyeng lagi hhe.
Kembali ke kurva standar nanti kan dibaca nih absorban blanko sama absorban si kalibrator
tadi. Dapat kan nilai absorbannya masing-masing. Nanti diplotkan lah ke sumbu X dengan
nilai analit (konsentrasi blako dan kalibrator tadi) terhadap sumbu Y dengan nilai absorban-
nya, nah ini kan nanti membentuk persamaan garis lurus alias regresi linear atau bentuk
persamaan umunya gini nih
y = bx + a atau ada juga yang menulis y = mx + c.
Dan perlu tahu tapi da pasti tahu sahabat juga, kalau jenis kurva kalibrasi tuh macam-macam,
ada yang namanya one point calibration, two point calibration, dan multiple point calibration.
waaah makin rumit juga nih penjelasan singkatnya hhe. Tapi ya beginilah sebenernya
dalamnya. Itu sebabnya kenapa ATLM belajar Kimia Analitik, belajar Instrumentasi, supaya
ngerti hal begini, supaya lahan kerja kita gak diserobot orang dong (walaupun laboratorium
bukan satu-satunya lahan ATLM). Dan menginformasikan juga nih, ada wacana di kurikulum
ATLM nanti katanya mata kuliah rumpun Kimia mau dihilangkan.
Ini harus ditolak dong. Katanya ATLM ko gak belajar kimia, kan aneh.
Nah kembali-kembali nih. Dari persamaan regersi linear terebut nanti ada persamaan
matematis lainnya nih untuk mendapatkan nilai F alias faktor. Saya gak bahan disini ya
masalah persamaan matematis penetuan nilai F ini, panjang hhe.
Nah andaikan dapatkan persamaan y = bx + a, itu tidak serta merta kita bilang OK loh. Harus
dikaji nih gimana persamaan ini, linear sampai berapa, ini penting dalam analisa, linearitas
analisa berhubungan dengan hasil, berhubungan dengan keputusan klinis menetukan nilai
sampel apakah patologis apakah normal dalam rentang medical decision (stop ah, ntar gak
adil juga nih bahasanya hhe).
Nah intinya setelah dapat F nanti begini aplikasinya
Misal nih hasil Abs Kolesterol 100 mg/dL = 0.250 ABS. Nah dapat F = 15.3 setara 100 mg/dL.
Nah nanti secara automatis alat akan mengkalkulasikan jika ada sampel dengan ABS x akan
otomatis dikonversi ke dalam satuan konsentrasi dengan mengalikannya dengan F, nanti
muncul deh nilai konsentrasi sampelnya berapa yang dihasilkan.
Nah karena pentingnya kalibrasi, makannya jangan asal-asalan kalibrasi. Kalibrasi salah,
semua akan salah. BAHAYA !!! ukuran takaran timbangan kita kacau kalau salah.
2. Standar
Lanjut nih ke standar. Sahabat ATLM. Kalau kalibrator itu isinya bermacam-macam analitnya
dan matriksnya, biasanya “human serum base” (matriksnya berasal dari serum manusia) .
Nah berbeda dengan standar nih kalau standar itu hanya berisi dari satu jenis analit yang
spesifik. Bukan bertujuan untuk mengatur kembali nilai kurva standar. Tetapi bertujuan
untuk kepentingan akurasi satu nilai nih. Dan matriksnya biasanya bukan lah “human serum
base”.
Kepentingan akurasi ??? maksudnya gini sahabat. Kalau kita pakai fotometer yang manual nih
pengerjaanya. Pastikan sebelum running sampel biasanya running standar, supaya kita dapat
pengali untuk rumus ini nih :
[Sampel] = (Abs Sampel : Abs Standar ) x [Standar]
Nah sekilah persis seperti proses kalibrasi kan, tapi standar berbeda dengan kalibrator.
Dan derajat kalibrator lebih tinggi dibanding standar. Karena standar tidak dihitung
berdasarkan persamaan regresi linear. Dan kadang kala tidak aada batasan nilai ABS pada
standar. Berbeda dengan kalibrator ada kriteria keterimaanya seperti recoverynya maksimal
± 5% dan ada batasan ABS sehingga dapat terkontrol niali F yang diperbolehkannya. Jadi
kalibrator lebih menjamin yang namanya akurasi dan presisi pemeriksaan.
Melakukan IQC bukan hanya sekedar itu. Kalau hanya melakukan mah, orang yang ditraining
seminggu juga bisa kali,hhe
Kita kan ATLM harus lebih jauh dari itu dong. Pelaksanaan IQC harus memiliki apa yang
namanya pehaman yang komprehensif tentang statistika, ilmu instrumentasi, ilmu analitik,
dan utamanya itu ilmu problem solving. Gimana cara? Ya belajar dong.
Untuk bisa memahami QC secara Komprehensip hanya diperlukan kesungguhan niat dan
komitmen akan jaminan mutu itu sendiri, seiring dengan belajar, pengalaman, dan latihan
problem solving serta diskusi semuanya akan berjalan lancar dengan sendirinya atau saya
sering menyebutnya “Pinterna Masagi” artinya seiring waktu jadi serba bisa serba tahu
pemecahan dari permasalahan.
Ok harus siapnya dengan menjadi yang paham QC. Saya juga komit nih, harus belajar. Dan
cara belajar agar paham adalah dibagikan, berbagi, disharing ke orang lain.
Karena belajar bukan untuk diri sendiri saja tapi harus bermanfaat.
Belajar bukan dari buku saja, dari kehidupan dan pengalaman juga bisa kan, dari obrolan dan
orang bertanya pun hhe.
Ini lahan yang prosfeknya bagus nih, jadilah ATLM yang unik dan dicari dengan kemampuan
QC. Lebih jauh tingkatkan dengan pehamanan QA, dan TQM ya sahabat ATLM.
Kuncinya adalah sering membaca, mendengar, berlatih, berdiskusi, sharing, dan problem
solving, perbanyak the power of sharing, perbanyak relasi, dan berkontribusi untuk ATLM
yang lebih baik. Dunia ATLM tidak laboratorium klinik melulu ko. Ayo tingkatkan kompetensi,
yang masih D-III sekolah lagi ah ayo. S-1, S-2 bahkan S-3 hhe.
Dunia ATLM merupakan ranah sains aplikasi bukan ranah sains murni. Itu sebabnya perlu
upgrade, perlu update terus tentang dunia laboratoriumnya, pun termasuk aspek legal
hukumnya nih, seperti STR dan SIP yang sedang digaungkan sehubungan dengan keluarnya
UU. No. 36 Tahun 2104 tentang tenaga kesehatan.
Belajarnya, Sharingnya, ikut seminarnya.
Jangan cuman ikut seminar buat dapet SKP buat perpanjang STR aja dong, jangan ada
seminar cuman jual SKP aja dong. Jualan tuh ilmu, dibagi-bagi disebarnya hhe.
Jadi teringan seorang teman dari pelosok Indonesia timur, kata dia “saya rajin ikut seminar
pas di Jakarta ini biar nanti pulang dapat banyak pengalaman yang bisa dibagikan, soalnya
disana jarang sekali ada seminar. Setahun sekali pun untung ada”
Wow semangatnya, dan ada mirisnya “ternyata sebaran ilmu itu belum merata sampai
pelosok Nusantara”. Ini salah satu tugas.
Salah satunya adalah menulis di media online seperti ini.
Ok fix. Salam semangat.