Anda di halaman 1dari 18

1.

Dalam pengujian substantif, jelaskan apa yang dimaksud dengan ; Variabel Sampling dan Attribute
Sampling yang dilakukan auditor?

a. Attribute sampling
Teknik ini digunakan dalam pengujian pengendalian. Kegunaanya adalah untuk memperkirakan tingkat
deviasi atau penyimpangan dari pengendalian yang ditentukan dalam populasi.
b. Variables sampling
Teknik ini digunakan dalam pengujian substantif. Kegunaan variables sampling adalah untuk
memperkirakan jumlah rupiah total dari populasi atau jumlah rupiah kesalahan dalam populasi.

Attribute sampling digunakan untuk menguji efektivitas pengendalian intern


ATTRIBUTE SAMPLING MODELS
Ada tiga model dari attribute sampling, yaitu:1.

Fixed Sample Size Attribute SamplingModel ini paling banyak digunakan dalam audit.
Pengambilan sampel dengan model iniditujukan untuk memerkirakan persentase
terjadinya mutu tertentu dalam suatu populasi.2.

Stop or Go Sampling (Decision Attribute Sampling)Model ini dapat mencegah auditor dari
pengambilan sample yang terlalu banyak, yaitudengan cara menhentikan pengujian sedini
mungkin. Model ini digunakan jika auditor yakinbahwa kesalahan yang diperkirakan
dalam populasi sangat kecil.3.

Discovery SamplingModel ini cocok digunakan jika tingkat kesalahan yang diperkirakan
dalam populasi sangatrendah (mendekati nol). Model ini dipakai untukmenemukan
kecurangan, pelanggaranyang serius dari unsur pengendalian intern, dan ketidakberesan
lainnya.

Variable sampling adalah tehnik statistik yang digunakan oleh auditor untuk mengujikewajaran suatu
jumlah atau saldo dan untuk mengestimasi jumlah rupiah saldoatau kuantitas lain. Auditor dapat
menghadapi dua keputusan dalam pengujiansubstantif yaitu melakukan estimasi suatu jumlah atau menguji
kewajaran suatu jumlah .
Variable sampling digunakan untuk memerkirakan saldo suatu akundigunakan oleh auditor
dalam kondisi:1.

Jika klien tidak menyajikan suatu jumlah yang dapat dianggap benar 2.

Jika saldo akun ditentukan dengan statistical samplingVariable sampling untuk menilai kewajaran saldo
suatu unsur yang dicantumkan didalam laporan keuangan dapat digunakan auditor jika ada kekeliruan
materialdalam saldo akun tersebut maka auditor akan menggunakan uji hipotesis.

VARIABLE SAMPLING
Variable sampling tepat untuk diterapkan auditor, antara lain pada :
a. Observasi dan penilaian persediaan
b. Konfirmasi piutang dagang
c. Cadangan untuk piutang tak tertagih
d. Cadangan persediaan yang rusak
e. Menilai persediaan dalam proses
f. Menilai aktiva tetap dalam public utility company
g. Penilaian umur piutang
Ada tiga tehnik yang dapat digunakan dalam variable sampling, yaitu :
1. Mean-per-unit (MPU)
Langkah-langkah dalam perencanaan estimasi MPU, meliputi :
a. Menentukan tujuan rencana sampling
b. Mendefinisikan kondisi kesalahan
c. Mendefinisikan populasi dan unit sampling
d. Menentukan ukuran sampel
e. Menentukan metode pemilihan sampel
f. Melaksanakan rencana sampling
g. Mengevaluasi hasil sampel
2. Difference estimation
Dalam sampling estimasi perbedaan ini, perbedaan dihitung untuk setiap item sampel yang sama dengan
nilai audit item tersebut dikurangi nilai bukunya. Auditor kemudian menggunakan rata-rata perbedaan
untuk menghimpun estimasi nilai populasi total. Variabilitas perbedaan tersebut digunakan untuk
menentukan (achieved precision) atau cadangan (allowance) yang dapat diterima oleh risiko sampling.
Ada empat hal yang harus dipenuhi untuk menggunakan tehnik sampling ini, yaitu :
a. Nilai buku setiap item populasi harus dapat diketahui auditor
b. Total nilai buku populasi harus diketahui auditor
c. Jumlah keseluruhan dari nilai buku item populasi harus sama dengan total nilai buku populasi
d. Harus ada perbedaan antara nilai audit dan nilai buku yang dapat diharapkan
3. Sampling Estimasi Rasio
Dalam sampling ini, auditor menentukan nilai audit untuk setiap item sampel. Rasio dihitung dengan
menghitung hasil pembagian jumlah nilai audit dibagi jumlah nilai buku item sampel. Rasio tersebut
kemudian dikalikan dengan nilai buku total untuk menghasilkan nilai populasi yang diestimasikan.
Sama dengan estimasi perbedaan, ada empat hal yang harus dipenuhi untuk menggunakan tehnik
sampling ini.

ATTRIBUTE SAMPLING
Tehnik ini digunakan dalam pengujian pengendalian. Kegunaannya adalah untuk memperkirakan
tingkat deviasi atau penyimpangan dari pengendalian yang ditentukan dalam populasi.
Sampling atribut untuk pengujian pengendalian, meliputi tahap berikut :
1. Menentukan tujuan pengujian audit
2. Menspesifikasi atribut yang akan diperiksa dan kondisi penyimpangan
3. Mendefinisikan populasi dan unit sampling
4. Menspesifikasikan tingkat penyimpangan yang dapat diterima
5. Menspesifikasikan risk of assessing control risk too low yang dapat diterima atauacceptable risk of
over reliance
6. Mengestimasi tingkat penyimpangan populasi
7. Menentukan ukuran sampel
8. Menentukan metode pemilihan sampel
9. Melaksanakan prosedur audit
10. Mengevaluasi hasil sampel
Tingkat penyimpangan yang dapat diterima sering disebut dengan tolerable deviation rate (TDR).
TDR mencerminkan tingkat penyimpangan dalam populasi yang dapat diterima auditor. TDR
mempunyai pengaruh yang signifikan atas ukuran sampel. TDR mempunyai hubungan terbalik dengan
besar kecilnya sampel. Semakin rendah TDR, semakin besar jumlah sampel yang diperlukan auditor.
Aceptable risk of over reliance (ARO) merupakan risiko bahwa auditor menilai suatu pengendalian
berjalan efektif, padahal pada kenyataannya tingkat deviasi populasi lebih tinggi daripada ARO.
Auditor harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam pemilihan ARO yang tepat untuk
situasi tertentu. Besarnya ARO tergantung dengan keekstensifan rencana auditor untuk mengurangi
tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan. ARO dipengaruhi planned assessed level of control
risk atau tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan yang direncanakan, ARO mempunyai hubungan
searah dengan planned assessed level of control risk.Semakin tinggi Planned assessed level of control
risk, semakin tinggi ARO.
Apabila penilaian aspek kuantitatif dan kualitatif atas hasil sampel mendukung kesimpulan bahwa
ada penyimpangan pengendalian, maka auditor harus menggunakan pertimbangan profesional untuk
menentukan tindakan yang tepat. Jika auditor menyimpulkan bahwa hasil sampel tidak mendukung
tingkat risiko pengendallian yang direncanakan atas suatu asersi, maka dia harus mennilai kembali sifat,
waktu, dan luas prosedur pengujian substantive.
Perlu dibedakan antara TDR dan ARO yang dipilih auditor sebelum tes dilakukan, dengan UDL,
dan ARO hasil perhitungan secara obyektif berdasarkan sampel. TDR dan ARO yang dipilih auditor
sebelum tes dilakukan, merupakan TDR dan ARO standar. Sebelum populasi dapat diterima, UPL harus
lebih kecil atau sama dengan TDR. Apabila UDL harus lebih besar daripada TDR, maka auditor dapat
melakukan empat alternative tindakan berikut :
1. Merevisi TDR atau ARO. Langkah ini diambil apabila auditor berkesimpulan bahwa spesifikasi
sebelumnya terlalu konservatif.
2. Menambah ukuran atau jumlah sampel. Apabila sampel ternyata tidak representative, maka auditor
dapat menambah sampel dan mengevaluasi kembali hasilnya. Peningkatan jumlah sampel dan
mengevaluasi kembali hasilnya. Peningkatan jumlah sampel akan mengurangi UDL sehingga terjadi
penuruna risiko sampling.
3. Menambah prosedur pengujian substantive.
4. Memberitahu manajemen mengenai masalah struktur pengendalian intern. Apabila auditor menilai
bahwa struktur pengendalian intern tidak berjalan secara efektif, maka auditor perlu menginformasi hal
inni kepada manajemen.
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk mengestimasi tingkat penyimpangan populasi yang
diharapkan, yang meliputi :
a. Tingkat penyimpangan sampel yang ditemukan dalam audit tahun sebelumnya terhadap klien yang
sama, disesuaikan dengan mempertimbangkan perubahan efektivitas pengendalian tahun berjalan.
b. Estimasi yang dilakukan berdasarkan tingkat resiko yang ditentukan berdasarkan bukti efektifitas
operasi prosedur dan kebijakan pengendalian tahun berjalan.
c. Auditor menghimpun sampel kecil terlebih dahulu, kemudian berdasarkan nilai audit item sampel ini,
auditor auditor mengestimasi standar deviasi populasi.
Dalam melakukan evaluasi atas sampling atribut, auditor harus :
a. Menghitung tingkat penyimpangan sampel
b. Menentukan batas penyimpangan sampel
c. Menentukan cadangan (allowance) yang direncanakan untuk risiko sampling

1. Atribut sampling. Teknik ini digunakan dalam pengujian pengendalian. Kegunaannya


adalah untuk memeperkirakan tingkat deviasi atau penyimpangan dari pengendalian yang
ditentukan dalam populasi.
2. Variable sampling. Dalam pendekatan Variabel sampling, distribusi normal digunakan
auditor untuk mengevaliasi karakteristik populasi yang didasarkan pada hasil sampel yang
diambil dari populasi. Variable sampling digunakan auditor, apabila ditemukan kondisi
sebagai berikut : (a). Klien tidak dapat menyajikan suatu jumlah yang dapat dianggap benar.
(b) Suatu saldo akun ditentukan dengan sampling statistik. Variable sampling tepat untuk
diterapkan auditor, antara lain pada :
a. Observasi dan penilaian persediaan
b. Konfirmasi piutang dagang.
c. Cadangan piutang tak tertagih.
d. Cadangan piutang yang rusak.
e. Menilai persediaan dalam perusahaan.
f. Menilai aktiva tetap dalam utility campany.
g. Penilaian umur piutang.
Ada tiga teknik yang dapat digunakan dalam variable sampling, yaitu :
a. Mean per-unit (MPU)
b. Difference estimation
c. Sampling estimasi rasio

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan :


a. Resiko bawaan,
b. Resiko pengendalian dan
c. Resiko deteksi

a. Risiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji
material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. Risiko salah saji demikian
adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain.
Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan
perhitungan yang sederhana.
b. Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi
tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini
merupakan fungsi efektivitas desain dan operasi pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas
yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan entitas.
c. Risiko Deteksi
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat
dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh
auditor. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa
100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada,
walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain semacam
itu timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak sesuai, menerapkan secara
keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan secara keliru hasil audit.

SAS NO. 47 (AU 312.20) menyatakan bahwa risiko audit terdiri dari 3
komponen:

1. Risiko bawaan (Inherent risk) merupakan kerentanan asersi terhadap salah


saji (misstatement) yang material, dengan mengasumsikan bahwa tidak ada
pengendalian yang berhubungan. Risiko salah saji (misstatement) seperti itu
lebih besar dalam beberapa asersi laporan keuangan dan saldo-saldo atau
pengelompokan yang berhubungan daripada yang lainnya. Risiko ini
dipertimbangkan pada tahap perencanaan audit. Sebagai contoh,
perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan
dengan perhitungan yang sederhana. Akun yang terdiri dari jumlah yang
berasal estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko lebih besar
dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa
fakta.
2. Risiko Pengendalian (Control Risk) merupakan risiko bahwa suatu salah saji
yang material yang akan terjadi dalam asersi tidak dapat dicegah atau
dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian perusahaan. Risiko ini
merupakan fungsi keefektifan perancangan dan operasi pengendalian internal
dalam mencapai tujuan entitas yang relevan untuk menyusun laporan
keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada karena
keterbatasan yang melekat pada pengendalian internal.
3. Risiko Deteksi (Detection Risk) merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat
mendeteksi salah saji yang material dalam suatu perusahaan. Risiko ini
merupakan fungsi keefektifan prosedur audit dan aplikasinya oleh auditor.
Hal ini sebagian muncul dari ketidakpastian yang ada ketika auditor tidak
memeriksa semua saldo akun atau kelompok transaksi untuk mengumpulkan
bukti tentang asersi lainnya.

3. Semakin pasti auditor menyatakan pendapat semakin rendah resiko audit yang bersedia
menanggungnya, jelaskan apa yang dimaksud Resiko Audit?

Ketidakpastian yang melekat dalam penerapan prosedur-prosedur audit disebut risiko audit. Risiko
audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadarinya tidak memodifikasi sebagaimana
mestinya pendapatnya atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Risiko audit
terdiri dari: (a) risiko [meliputi risiko bawaan (inherent risk) dan risiko pengendalian (control risk)]
bahwa saldo akun atau golongan transaksi mengandung salah saji (disebabkan oleh kekeliruan atau
kecurangan) yang dapat menjadi material terhadap laporan keuangan apabila digabungkan dengan
salah saji pada saldo akun atau golongan transaksi lainnya, dan (b) risiko [risiko deteksi (detection
risk)] bahwa auditor tidak akan mendeteksi salah saji tersebut. Pembahasan berikut menjelaskan risiko
audit dalam konteks tiga komponen risiko di atas.

Risiko audit (audit risk) merupakan Risiko kesalahan auditor dalam memberikan pendapat wajar
tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang salah saji secara material. Risiko bisnis (business
risk) merupakan risiko dimana auditor akan menderita kerugian atau merugikan dalam melakukan
praktik profesinya akibat proses pengadilan atau penolakan publik dalam hubungannya dengan
audit. (Guy, Dan et al, 2002).
Pengguna laporan keuangan merupakan unsur utama dalam risiko bisnis. Untuk menentukan tingkat
kepastian yang diperlukan, auditor terlebih dahulu harus mengidentifikasi pengguna potensial
laporan keuangan. Jumlah pengguna laporan keuangan yang lebih besar akan meningkatkan risiko
bisnis dan dapat meningkatkan tingkat kepastian yang diinginkan auditor.
Menurut SA seksi 312 (PSA No. 25) yang dikutip oleh Soekrisno Agoes (2004), risiko audit adalah
risiko yang timbul karena auditor, tanpa disadari tidak memodifikasikan pendapatnya sebagaimana
mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
SAS No. 47, tentang Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit (AU 312), meminta
auditor untuk menilai risiko audit. SAS No. 47, juga menjelaskan bahwa risiko salah saji
(misstatement) yang material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh penipuan merupakan
bagian dari risiko audit dan meminta auditor secara khusus menilai risiko tersebut.
Audit tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji material, maka terdapat
beberapa derajat risiko bahwa laporan keuangan mengandung salah saji yang tidak terdeteksi oleh
auditor. Dengan demikian dalam perencanaan pekerjaannya, auditor harus mempertimbangkan
risiko audit tersebut.
Konsep keseluruhan mengenai risiko audit merupakan kebalikan dari konsep keyakinan yang
memadai. Semakin tinggi kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam menyatakan pendapat yang
benar, semakin rendah risiko audit yang akan ia terima. Jika 99% kepastian diinginkan, maka risiko
audit adalah 1%, sementara jika kepastian sebesar 95 % dianggap memuaskan, maka risiko audit
adalah 5%. Biasanya pertimbangan professional berkenaan dengan keyakinan yang memadai dan
keseluruhan tingkat risiko audit dirancang sebagai satu kebijakan kantor akuntan public, dan risiko
audit akan dapat dibandingkan antara satu audit dengan audit lainnya. (Boynton, Jhonson, Kell,
2003).
Tantangan akhir dari suatu audit adalah bahwa auditor tidak dapat memeriksa semua bukti yang
berkaitan dengan setiap asersi untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi. Model risiko audit
menjadi pedoman para auditor dalam pengumpulan bukti audit, sehingga auditor dapat mencapai
tingkat keyakinan yang memadai yang diinginkan.

4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan jenis bukti pemeriksaan tipe bukti lisan dan bukti dari specialis?

d) Bukti lisan, bukti ini dilakukan auditor dengan menanyakan langsung kepada manajer atau karyawan
kliennya untuk menghasilkan informasi tertulis maupun lisan. Umumnya bukti lisan memerlukan
penyelidikan lebih lanjut untuk menguatkan bukti ini.
Bukti lisan atau wawancara merupakan bukti selanjutnya adalah hal audit. Auditor dalam
melaksanakan tugasnya banyak sekali berhubungan dengan manusia, sehingga ia memiliki
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan secara lisan dan dalam bentuk wawancara.
Masalah dapat ditanyakan langsung pada pihak terkait meliputi kebijakan akuntansi, lokasi
dokumen serta adanya pelaksanaan yang tidak wajar terjadi. Hal ini akan lebih valid jika
auditor tetap melangsungkan wawancara demi mendapat jawaban dan bukti lisan.
e) Bukti spesialis, bukti ini diperoleh auditor dari seorang spesialis dibidang tertentu untuk menghimpun
bukti yang berhubungan dengan klien. Umumnya spesialis yang digunakan spesialis dibidang sumber
daya alam dan geologis, tetapi auditor tidak boleh begitu saja percaya dengan spesialis, perlu juga
diadakan penelitian lebih lanjut dan dipastikan spesialis tidak memilii hubungan dengan klien.

bukti lisanadalah bukti yang didapat oleh auditor dari orang lain melalui pembicaraan secara
lisanDalam hal memperoleh bukti lisan, auditor harus mencatat (menuangkan dalam kertas
kerja) dengan seksama termasuk nara sumbernya.

30 Contoh :Seorang sopir menginformasikan bahwa salah satu mobil di kantor tersebut
telah dibiayai perbaikan turun mesin, padahal turun mesin tersebut tidak dilakukan.Dari
seseorang didapat informasi bahwa salah satu rekanan kantor yaitu PT. A adalah milik adik
kandung ketua panitia pengadaan.

31 bukti spesialis (ahli)


adalah bukti yang didapat dari tenaga ahli, baik seorang pribadi maupun instansi atau
institusi yang memiliki keahlian yang kompeten dalam bidangnya Tenaga spesialis yang
dapatdigunakan adalah semua profesi seperti ahli pertambangan, dokter,ahli purbakala, ahli
pertanian, ahli hukum, ahli perbankan, dan lainlain kompetensi tenaga spesialis tersebut
harus terjamin

32 Contoh :Suatu tim audit yang terdiri dari seorang akuntan dan beberapa orang sarjana
hukum ditugaskan mengaudit suatu pekerjaan konstruksi (bangunan).Tentu saja tim audit ini
tidak sepenuhnya dapat menilai tingkat kewajaran pembangunan tersebut, karena bukan
bidang keahlian mereka.Untuk mengatasi kelemahan tersebut, auditor dapat (boleh)
menggunakan tenaga ahli (spesialis) yang kompeten, yaitu ahli teknik sipil atau dari instansi
pekerjaan umum atau institusi konsultan teknik.

8. Bukti Lisan Auditor dalam melaksanakan tugasnya banyak berhubungan dengan


manusia, sehingga ia mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan lisan. Masalah
yang ditanyakan antara lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan,
pelaksanaan prosedur akuntansi yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat
maupun piutang yang sudah lama tak tertagih. Jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan
merupaka bukti lisan. Bukti lisan harus dicatat dalam kertas kerja audit. Bukti ini dpat
menghasilkan bukti yang berkaitan dengan semua asersi. Cheap Offers:
http://bit.ly/gadgets_cheap

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

Bukti Lisan
Auditor dalam melaksanakan tugasnya banyak berhubungan dengan manusia sehingga ia
mempunyai kesempatan untuk mengadakan pengajuan pertanyaan lisan. Masalah yang dapat
ditanyakan antara lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan, pelaksanaan
prosedur akuntansi yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat maupun piutang yang
sudah lama tidak ditagih. Jawaban atas pertanyaan yang dinyatakan merupakan bukti lisan. Bukti
lisan harus dicatat dalam kertas kerja audit.

Bukti dari spesialisSpesialis adalah seorang yang memiliki keahlian atau pengetahuan
khusus dalambidang selain akuntansi dan auditing, misalnya pengacara, insinyur,
geologist, ahli teknikdan lain–
lain. Pada umumnya spesialis yang digunakan auditor bukan orang yangmempunyai
hubungan dengan klien. Auditor harus membuat surat perjanjian kerjadengan spesialis,
tetapi tidak boleh menerima begitu saja hasil–hasil penemuanspesialis tersebut.

Tanya Jawab (wawancara, interview, Inquiries)Tanya jawab dapat dilakukan secara lisan
maupun tertulis. Tanya jawabdilakukan kepada personil atau pihak perusahaan. Apa saja
yang kurang jelas, bolehditanyakan kepada pihak perusahaan, misalnya mengenai metode
pencatatan, prosesproduksi, proses pembayaran gaji/upah dan sebagainya. Tetapi dalam
tanya jawab iniharus hati–hati, karena pihak perusahaan bukanlah pihak yang
independen, sehinggakemungkinan memperoleh jawaban yang bias tetap ada. Dalam tanya
jawab sebaiknyadilakukan dengan menggunakan alat komunikasi yang dimengerti oleh
pihak yangditanya, sehingga informasi yang diperoleh lebih baik. Sebagian hasil tanya
jawab inimungkin saja dapat diperkuat atau di cek kesesuaiannya dengan bukti lain
sepertiobservasi atau dokumen dapat dicek kesesuaiannya dengan tanya jawab.

5. Ada 3 faktor yang mempengaruhi dapat dipercayanya bahan bukti yakni, Sumber bahan bukti, Cara
untuk memperoleh bahan bukti dan kualifikasi orang yang memperoleh informasi terhadap bukti
Jelaskan pernyataan masing-masing diatas?
6. Dalam pemeriksaan yang dilakukan auditor independen, hasil akhir akan memberikan opini, jelaskan
apa yang dimaksud dengan disclaimer opinion?

Opini disclaimer berarti bahwa terdapat suatu nilai yang secara material (signifikan) tidak
dapat diyakini auditor. Kondisi itu dipicu adanya suatu pembatasan ruang lingkup
pemeriksaan yang dilakukan manajemen serta sistem pengendalian inter sedemikian
lemahnya, sehingga auditor tidak mendapatkan keyakinan mengenai substansi laporan
keuangan tersebut.

1. Opini Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)


Adalah pendapat yang diberikan ketika ruang lingkup pemeriksaan yang dibatasi, sehingga auditor
tidak melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar auditing yang ditetapkan IAI. Pembuatan
laporannya auditor harus memberi penjelasan tentang pembatasan ruang lingkup oleh klien yang
mengakibatkan auditor tidak memberi pendapat. Adapun contoh laporan audit tidak memberikan
pendapat akan disajikan dibawah ini.
Hal yang menarik untuk poin ke lima yaitu Opini tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of
Opinion), mengapa hal ini dapat terjadi.
Auditor dalam menjalankan pekerjaanya tidak lah mudah, tidak hanya harus independen dan sekadar
menelusuri dari laporan keuangan ke bukti transaksi saja tetapi juga harus mampu melihat situasi
kondisi perusahaan yang sedang di audit misalkan perusahaan yang di audit sedang dalam perkara
hukum atau tidak. Ada beberapa alasan mengapa auditor memberi opini tidak memberi pendapat
(Disclaimer of Opinion) diantaranya:
1. Auditor tidak dapat melakukan pemeriksaan, di karnakan di batasi ruang gerak nya dalam
melakukan pemeriksaan laporan keuangan.
2. Auditor tidak memiliki keyakinan untuk nilai yang disajikan dalam laporan keuangan, ada
beberapa perusahaan yang nakal melakukan manipulasi nilai penjualan tinggi walaupun bila di
telusur kebukti transaksi perusahaan dapat menyajikannya, tetapi pada saat melakukan konfirmasi
ke pihak external auditor mengalami kesulitan.

3. Auditor tidak dapat pembanding untuk nilai yang di sajikan, di karnakan Standar Prosedur Internal
yang di miliki perusahaan sangat lemah sehingga auditor meragukan atas nilai yang di sajikan

4. Perusahaan yang sedang di audit sedang menjalani kasus hukum yang di kuatirkan akan
mempengaruhi laporan keuangan sebelumnya yang nilainya cukup material, contonya perusahaan
yang di audit sedang menghadapi tuntutan hukum mengenai sengketa lahan dimana proses
persidangan masih berjalan.

5. Auditor tidak memiliki keyakinan akan bertahannya perusahaan di masa mendatang, di karnakan
kerugian yang berulang dan material nilanya.

Menolak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas
laporan keuangan auditan,maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no
opinionreport). Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikanpendapat
adalah:a.pembatasan yang luar bisa sifatnya terhadap lingkup audit;b.auditor tidak independen dalam
hubungannya dengan kliennya.Laporan audit bentuk ini menunjukkan bahwa auditor
memberikanpernyataan untuk tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan. Auditordapat tidak
menyatakan suatu pendapat bilamana ia tidak dapat merumuskanatau tidak merumuskan suatu
pendapat tentang kewajaran laporan keuangansesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
dan auditor harusmenyediakan semua bukti yang mendukung pernyataan tersebut.Penolakan
memberikan pendapat berbeda dengan pemberian pendapat tidakwajar dalam hal penolakan
memberikan pendapat hanya dapat terjadi apabilaauditor kurang memiliki pengetahuan atas penyajian
laporan keuangan,sedangkan untuk menyatakan pendapat tidak wajar, auditor harus
memilikipengetahuan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar. Penolakanmemberikan
pendapat maupun pendapat tidak wajar hanya digunakan apabilakondisinya sangat material.

MENOLAK MEMBERIKAN PENDAPAT (DISCLAIMER of OPINION)


Dimana auditor tidak dapat menyakini dirinya sendiri bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah
disajikan secara wajar. Dalam laporannya auditor tidak perlu mencantumkan paragraf ruang lingkup
audit.
1. LAPORAN AUDIT MENOLAK MEMBERIKAN PENDAPAT _ ADANYA PEMBATASAN
RUANG LINGKUP
PARAGRAF PENJELASAN
“perusahaan tidak melakukan perhitungan fisik sediaan dalam tahun 20X2, dan 20X1 yang
dicantumkan dalam laporan keuangan sebesar Rp___ pada tanggal 31 Desember 20X2 dan Rp___ pada
tanggal 31 Desember 20X1. Lebih lanjut, bukti-bukti yang mendukung kos aktiva tetap yang dibeli
sebelum tanggal 20X1 tidak lagi tersedia dalam arsip perusahaan. Catatan perusahaan tidak
memungkinkanya penerapan prosedur audit lain terhadap sediaan dan aktiva tetap.”
PARAGRAF PENDAPAT
“ karena perusahaan tidak melaksanakan perhitungan fisik sediaan dan kami tidak dapat menerapkan
prosedur audit untuk meyakinkan kami atas kuantitas sediaan dan kos aktiva tetap, lingkup audit kami
tidak cukup untuk memungkinkan kami menyatakan , dan kami tidak menyatakan pendapat atas laporan
keuangan.”
2. LAPORAN AUDIT MENOLAK MEMBERIKAN PENDAPAT _ TIDAK ADANYA
INDEPENDENSI
PARAGRAF PENJELASAN
“kami tidak independen berkenaan dengan PT. X , dan neraca tanggal 31 Desember 200X, serta laporan
laba rugi, laba ditahan, serta arus kasterlampir untuk yang berakhir pada tanggal tersebut tidak kami
audit. Oleh karena itu, kami tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan tersebut.”

7. Jelaskan secara rinci apa yang dimaksud dengan standar audit dan sebutkan macamnya, serta jelaskan
pula apa kegunaan standar auditing tersebut bagi auditor.

Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan
beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis.
Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing
(PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang
tercantum di dalam standar auditing. Di Amerika Serikat, standar auditing semacam ini disebut
Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) yang dikeluarkan oleh the American Institute of
Certified Public Accountants (AICPA).
Standar auditing berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja audit, dan
berkaitandengan tujuan yang hendak dicapai dengan menggunakan prosedur yang ada.
Standar auditing terdiri dari 10 yang dikelompokkan kedalam 3 bagian, diantaranya standar
umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dalam banyak hal, standar-
standar tersebut saling berhubungan dan saling bergantung satu dengan lainnya.
“materialitas” dan “resiko audit” melandasi penerapan semua standar auditing, terutama
standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Standar umum
Standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu
pekerjaannya. Standar umum ini mencakup tiga bagian, yaitu:

1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memilki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor.

Dalam melaksanakan audit sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus
senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing.
Pencapaian keahlian tersebut dimulai dari pendidikan formal ditambah dengan pengalaman-
pengalaman dalam praktik audit dan menjalani pelatihan teknis yang cukup. Asisten junior
yang baru masuk dalam karir auditing harus memperoleh pengalaman profesionalnya
dengan mendapatkan supervisi yang memadai dan review atas pekerjaannya dari
atasannya yang lebih berpengalaman.
Pelatihan yang dimaksudkan disini, mencakup pula pelatihan kesadaran untuk secara terus-
menerus mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bidang bisnis dan profesinya. Ia harus
mempelajari, memahami, dan menerapkan ketentuan-ketentuan baru dalam prinsip
akuntansi dan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

1. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan sikap mental
harus dipertahankan oleh auditor

Standar ini mengharuskan seorang auditor bersikap independen, yang artinya seorang
auditor tidak mudah dipengaruhi, karena pekerjaannya untuk kepentingan umum.
Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen sangat
penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Untuk menjadi independen, seorang
auditor harus secara intelektual jujur.
Profesi akuntan publik telah menetapkan dalam Kode Etik Akuntan Indonesia, agar anggota
profesi menjaga dirinya dari kehilangan persepsi independensi dari masyarakat.
Independensi secara intrinsik merupakan masalah mutu pribadi, bukan merupakan suatu
aturan yang dirumuskan untuk dapat diuji secara objektif. BAPEPAM juga dapat
menetapkan persyaratan independensi bagi auditor yang melaporkan tentang informasi
keuangan yang akan diserahkan, yang mungkin berbeda dari Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI).

1. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan


kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menekankan tanggung


jawab setiap profesional yang bekerja dalam organisasi auditor. Selain itu juga menyangkut
apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaannya tersebut. Seorang
auditor harus memiliki “tingkat keterampilan yang umumnya dimiliki” oleh auditor pada
umumnya dan harus menggunakan keterampilan tersebut dengan “kecermatan dan
keseksamaan yang wajar”. Untuk itu, auditor dituntut untuk memiliki skeptisme profesional
dan keyakinan yang memadai dalam mengevaluasi bukti audit.
2.2. Standar Pekerjaan Lapangan
Standar pekerjaan lapangan terdiri dari tiga, yaitu:

1. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus
disupervisi dengan semestinya.

Poin ini menjelaskan bahwa, penunjukan auditor independen secara dini akan memberikan
banyak manfaat bagi auditor maupun klien. Penunjukan secara dini memungkinkan auditor
merencanakan pekerjaannya sedemikian rupa sehingga pekerjaan tersebut dapat
dilaksanakan dengan cepat dan efisien serta dapat menentukan seberapa jauh pekerjaan
tersebut dapat dilaksanakan sebelum tanggal neraca

1. Pemahaman memadaai atas pengendalian interen harus diperoleh untuk merencanakan


audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

Untuk semua auditor harus memperoleh pemahaman tentang pengendalian internal yang
memadai untuk merencanakan audit dengan melaksanakan prosedur untuk memahami
desain pengendalian yang relevan dengan audit atas laporan keuangan, dan apakah
pengendalian interen tersebut dioperasikan. Setelah memperoleh pemahaman tersebut,
auditor menaksir resiko pengendalian untuk asersi yang terdapat dalam saldo akun,
golongan transaksi, dan komponen pengungkapan dalam laporan keuangan. Kemudian,
auditor dapat mencari pengurangan lebih lanjut resiko pengendalian taksiran untuk asersi
tertentu.
Auditor menggunakan pengetahuan yang dihasilkan dari pemahaman atas pengendalian
interen dan tingkat resiko pengendalian taksiran dalam menentikan sifat, saat dan luas
pengujian substantive untuk asersi laporan keuangan.

1. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memahami untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan auditan.

Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas
laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Bukti
audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesmpulan yang ditarik oleh auditor
independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi,
objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti lain yang menguatkan kesimpulan,
seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti.
2.3. Standar Pelaporan
Standar pelaporan terdiri dari empat item, diantaranya:

1. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Standar pelaporan pertama ini tidak mengharuskan untuk menyatakan tentang fakta
(statement of fact), namun standar tersebut mengharuskan auditor untuk menyatakan suatu
pendapat mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi tersebut. Prinsip akuntansi berlaku umum atau “generally accepted accounting
principles” mencakup konvensi, aturan dan prosedur yang diperlukan untuk membatasi
praktik akuntansi yang berlaku umum diwilayah tertentu dan pada waktu tertentu.

1. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada ketidak konsistenan penerapan prinsip
akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan
penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

Standar ini juga disebut dengan standar konsistensi. Standar konsistensi menuntut auditor
independen untuk memahami hubungan antara konsistensi dengan daya banding laporan
keuangan. Kurangnya konsistensi penerapan prinsip akuntansi dapat menyebabkan
kurangnya daya banding laporan keuangan.
Standar ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa jika daya banding laporan
keuangan diantara kedua periode dipengaruhi secara material oleh perubahan prinsip
akuntansi, auditor akan mengungkapkan perubahan tersebut dalam laporannya. Caranya,
dengan menambahkan paragraf penjelasn yang disajikan setelah paragraf pendapat.

1. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali


dinyatakan lain dalam laporan auditor.

Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia
mencakup dimuatnya pengungkapan informatif yang memadai atas hal-hal material,
diantaranya bentuk, susunan, dan isi laporan keuangan serta catatan atas laporan
keuangan. Auditor harus selalu mempertimbangkan apakah masih terdapat hal-hal tertentu
yang harus diungkapkan sehubungan dengan keadaan dan fakta yang diketahuinya pada
saat audit.
Dalam mempertimbangkan cukup atau tidaknya pengungkapan, auditor menggunakan
informasi yang diterima dari kliennya atas dasar kepercayaan bahwa auditor akan
merahasiakan informasi tersebut. Tanpa kepercayaan, auditor akan sulit untuk memperoleh
informasi yang diperlukan untuk menanyatakan pendapat atas laporan keuangannya.

1. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan
secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan
auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang
dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

Tujuan standar pelaporan ini adalah untuk mencegah salah tafsir tentang tingkat tanggung
jawab yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan dengan laporan keuangan. Seorang
akuntan dikaitkan dengan laporan keungan jika ia mengizinkan namanya dalam suatu
laporan, dokumen, atau komunikasi tertulis yang berisi laporan tersebut. Bila seorang
akuntan menyerahkan kepada kliennya atau pihak lain suatu laporan keuangan yang
disusunnya atau dibantu penyusunannya, maka ia juga dianggap berkaitan dengan laporan
keuangan tersebut, meskipun ia tak mencantumkan namanya dalam laporan tersebut.

Akuntan Publik dalam melakukan pekerjaannya tidak terlepas dari sebuah perencanaan. Dalam
perencanaan audit direncanakan setiap prosedur yang akan dilakukan dalam aktivitas auditnya.
Pekerjaan atau aktivitas dari akuntan publik dalam hal auditing tidak akan terlepas dari etika dan
standar. Etika sudah jelas harus dipakai dalam setiap pekerjaan profesional.
Selain etika yang akan melandasi pekerjaan audit adalah aturan yang harus dipakai sehingga
apa yang dilakukan akan sesuai dengan apa yang diharapkan. Kualitas hasil maupun kulaitas porses
audit oleh akuntan publik dapat dijaga. Akuntan Publik tidak akan kehilangan arah dalam melakukan
proses auditnya, bahkan selalu dikawal dengan adanya standar itu.
Standar yang mengatur pekerjaan akuntan publik dalam hal audit berfungsi mengatur semua
aktivitas pekerjaan auditnya akuntan publik. Standar mengatur mulai dari syarat auditor misalnya
independensi dan kompetensi auditor sampai bagaimana membuat laporan audit. Hal ini
mengakibatkan akuntan publik dapat melakukan pekerjaan auditnya :
Sesuai dengan syarat minimal / kualifikasi auditor.
Melakukan perencanaan audit dengan jelas.
3. Melaksanakan audit di meja (desk audit) ataupun di lapangan (field audit) dengan baik, karena
sudah diatur dalam standar.
4. Melakukan pelaporan audit yang jelas.

Standar audit juga mengikat seorang auditor dengan etika profesinya karena pekerjaan auditor
dalam standar harus dilandasi dengan landasan moral dan etika. Sehingga fungsi standar audit dalam
pekerjaan akuntan publik ini akan melandasai seluruh pekerjaan akuntan publik khusunya dalam
bidang auditing.
Standar akan menjadi pedoman dan pegangan akuntan publik, sehingga kewajiban dan larangan
akuntan publik dapat dipenuhi dengan baik. Standar audit berfungsi sebagai pengendali secara
preventif terhadap kecurangan (fraud), ketidakjujuran dan kelalaian. Standar audit juga dapat
mendorong akuntan publik menggunakan kemahiran jabatannya (due professional care), menjaga
kerahasiaan informasi / data yang diperoleh, melakukan pengendalian mutu, dan bersikap profesional.
Standar menetapkan kompetensi hal ini akan mendorong akuntan publik untuk memiliki
pengalaman yang cukup, auditor harus mengikuti Pendidikan Profesi berkelanjutan (Continuing
Profesion education) sebagai upaya untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam
bidang audit dan proses bisnis (business process). Standar juga dalam pekerjaan lapangannya
menetapkan auditor harus Mmmiliki Kertas Kerja Audit (KKA) dan mendokumentasikannya dengan
baik.

8. Jika anda seorang auditor lapangan, bagaimanakah saudara melakukan pemeriksaan pada masalah
kewajiban perpajakan yang telah dilakukan oleh perusahaan. Jelaskan secara panjang lebar.
9. Apakah yang dimaksud dengan prosedur audit, audit program dan audit plan? Jelaskan secara panjang
lebar dan berikan contohnya.
Prosedur audit adalah metode atau teknik yang digunakan oleh para auditor untuk
mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang mencukupi dan kompeten. Pilihan
auditor tentang prosedur audit dipengaruhi oleh faktor dari mana data diperoleh, dikirimkan,
diproses, dipelihara, atau disimpan secara elektronik. Pengolahan komputer juga
mempengaruhi pemilihan prosedur audit. Prosedur ini dapat digunakan untuk mendukung
pendekatan audit top-down ataupun pendekatan audit bottom-up. Auditor akan
mempertimbangkan bagaimana setiap prosedur ini akan digunakan ketika merencanakan
audit dan mengembangkan program audit sehingga dapat diterapkan dalam melakukan
suatu pengauditan.
Pemilihan prosedur yang akan digunakan untuk menyelesaikan suatu tujuan audit tertentu
terjadi dalam tahap perencanaan audit. Efektivitas prosedur dalam memenuhi tujuan audit
spesifik dan biaya pelaksanaan prosedur tersebut harus dipertimbangkan dalam pemilihan
prosedur yang akan digunakan. Berikut ini adalah sepuluh jenis prosedur audit yang
dilakukan pada saat pengauditan

1. Prosedur Analitis (analytical procedures)

Prosedur analitis terdiri dari penelitian dan perbandingan hubungan di antara data. Prosedur
ini meliputi:

 perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana;


 analisis vertikal atau laporan persentase;
 perbandingan jumlah yang sebenarnya dengan data historis atau anggaran; serta
 penggunaan model matematis dan statistik, seperti analisis regresi..

Prosedur analitis seringkali meliputi juga pengukuran kegiatan bisnis yang mendasari
operasi serta membandingkan ukuran-ukuran kunci ekonomi yang menggerakkan bisnis
dengan hasil keuangan terkait.

2. Inspeksi (inspecting)

Inspeksi meliputi pemeriksaan rinci terhadap dokumen dan catatan, serta pemeriksaan
sumber daya berwujud. Prosedur ini digunakan secara luas dalam auditing. Inspeksi
seringkali digunakan dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti bootom-up maupun top-
down. Dengan melakukan inspeksi atas dokumen, auditor dapat menentukan ketepatan
persyaratan dalam faktur atau kontrak yang memerlukan pengujian bottom-up atas
akuntansi transaksi tersebut.
Istilah-istilah seperti me-review (reviewing), membaca (reading), dan memeriksa (examining)
adalah sinonim dengan menginspeksi dokumen dan catatan. Menginspeksi dokumen dapat
membuka jalan untuk mengevaluasi bukti documenter. Dengan demikian melalui inspeksi,
auditor dapat menilai keaslian dokumen, atau mungkin dapat mendeteksi keberadaan
perubahaan atau item-item yang dipertanyakan. Bentuk lain dari inspeksi
adalah scanning atau memeriksa secara tepat dan tidak terlampau teliti dokumen dan
catatan.

3. Konfirmasi (confirming)

Meminta konfirmasi adalah bentuk permintaan keterangan yang memungkinkan auditor


memperoleh informasi secara langsung dari sumber independen di luar organisasi klien.
Dalam kasus yang lazim, klien membuat permintaan kepada pihak luar secara
tertulis, namun auditor yang mengendalikan pengiriman permintaan keterangan tersebut.
Permintaan tersebut juga harus meliputi instruksi berupa permintaan kepada penerima untuk
mengirimkan tanggapannya secara langsung kepada auditor. Konfirmasi menyediakan
bukti bottom-up penting dan digunakan dalam auditing karena bukti tersebut biasanya
objektif dan berasal dari sumber yang independen.

4. Permintaan Keterangan (inquiring)

Permintaan keterangan meliputi permintaan keterangan secara lisan atau tertulis oleh
auditor. Permintaan keterangan tersebut biasanya ditujukan kepada manajemen atau
karyawan, umumnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang timbul setelah dilaksanakannya
prosedur analitis atau permintaan keterangan yang berkaitan dengan keusangan persediaan
atau piutang yang dapat ditagih. Auditor juga dapat langsung meminta keterangan pada
pihak eksteren, seperti permintaan keterangan langsung kepada penasehat hokum klien
tentang kemungkinan hasil litigasi. Hasil permintaan keterangan dapat berupa bukti lisan
atau bukti dalam bentuk representasi tertulis.

5. Perhitungan (counting)

Dua aplikasi yang paling umum dari perhitungan adalah perhitungan fisik sumber daya
berwujud seperti jumlah kas dan persediaan yang ada, dan akuntansi seluruh dokumen
dengan nomor urut yang telah dicetak. Yang pertama menyediakan cara untuk
mengevaluasi bukti fisik tentang jumlah yang ada, sedangkan yang kedua dapat dipandang
sebagai penyediaan cara untuk mengevaluasi pengendalian internal perusahaan melalui
bukti yang objektif tentang kelengkapan catatan akuntansi. Teknik perhitungan ini
menyediakan bukti audit bottom-up, namun auditor seringkali terdorong untuk memperoleh
bukti top-down terlebih dahulu guna mendapatkan konteks ekonomi dari prosedur
perhitungan.

6. Penelusuran (tracing)

Dalam penelurusan (tracing) yang seringkali juga disebut sebagai penelusuran ulang,
auditor memilih dokumen yang dibuat pada saat transaksi dilaksanakan, dan menentukan
bahwa informasi yang diberikan oleh dokumen tersebut telah dicatat dengan benar dalam
catatan akuntansi (jurnal dan buku besar). Arah pengujian prosedur ini berawal dari
dokumen menuju ke catatan akuntansi, sehingga menelusuri kembali asal-usul aliran data
melalui sistem akuntansi. Karena proesdur ini memberikan keyakinan bahwa data yang
berasal dari dokumen sumber pada akhirnya dicantumkan dalam akun, maka secara khusus
data ini sangat berguna untuk mendeteksi terjadinya salah saji berupa penyajian yang lebih
rendah dari yang seharusnya (understatement) dalam catatan akuntansi.

7. Pemeriksaan Bukti Pendukung (vouching)

Pemeriksaan bukti (vouching) pendukung meliputi pemilihan ayat jurnal dalam catatan
akuntansi, dan mendapatkan serta memeriksa dokumentasi yang digunakan sebagai dasar
ayat jurnal tersebut untuk menentukan validitas dan ketelitian pencatatan akuntansi. Dalam
melakukan vouching, arah pengujian berlawanan dengan yang digunakan dalam tracing.
Prosedur vouching digunakan secara luas untuk mendeteksi adanya salah saji berupa
penyajian yang lebih tinggi dari yang seharusnya (overstatement) dalam catatan akuntansi.

8. Pengamatan (observing)

Pengamatan (observing) berkaitan dengan memperhatikan dan menyaksikan pelaksanaan


beberapa kegiatan atau proses. Kegiatan dapat berupa pemrosesan rutin jenis transaksi
tertentu seperti penerimaan kas, untuk melihat apakah para pekerja sedang melaksanakan
tugas yang diberikan sesuai dengan kebijakan dan prosedur perusahaan. Pengamatan
terutama penting untunk memperoleh pemahaman atas pengendalian internal. Auditor juga
dapat mengamati kecermatan seorang karyawan klien dalam melaksanakan pemeriksaan
tahunan atas fisik persediaan. Pengamatan yanf terakhir ini memberikan peluang untuk
membedakan antara mengamati dan menginspeksi.

9. Pelaksanaan Ulang (reperforming)


Salah satu prosedur audit yang penting adalah pelaksanaan ulang (reperforming)
perhitungan dan rekonsiliasi yang dibuat oleh klien. Misalnya menghitung ulang total jurnal,
beban penyusutan, bunga akrual dan diskon atau premi obligasi, perhitungan kuantitas
dikalikan harga per unit pada lembar ikhtisar persediaan, serta total pada skedul pendukung
dan rekonsiliasi. Auditor juga dapat melaksanakan ulang beberapa aspek pemrosesan
transaksi tertentu untuk menentukan bahwa pemrosesan awal telah sesuai dengan
pengandalian intern yang telah dirumuskan. Sebagai contoh, auditor dapat melaksanakan
ulang pemeriksaan atas kredit pelanggan pada transaksi penjualan untuk menentukan
bahwa pelanggan memang memiliki kredit yang sesuai pada saat transaksi tersebut
diproses. Pemeriksaan ulang biasanya memberikan bukti bottom-up, dan dengan
bukti bottom-up lainnya, auditor dapat terlebih dahulu memahami konteks ekonomi untuk
pengujian audit tersebut.

10. Teknik Audit Berbantuan Komputer (computer-assisted audit techniques)

Apabila catatan akuntansi klien dilaksanakan melalui media elektronik, maka auditor dapat
menggunakan teknik audit berbantuan computer (computer-asssited audit
techniques/CAAT) untuk membantu melaksanakan beberapa prosedur yang telah diuraikan
sebelumnya. Sebagai contoh, auditor dapat menggunakan perangkat lunak komputer untuk
melakukan hal-hal sebagai berikut:

 Melaksanakan perhitungan dan perbandingan yang digunakan dalam prosedur


analitis.
 Memilih sampel piutang usaha untuk konfirmasi.
 Mencari sebuah file dalam komputer untuk menentukan bahwa semua dokumen
yang berurutan telah dipertanggungjawabkan.
 Membandingkan elemen data dalam file-file yang berbeda untuk disesuaikan (seperti
harga yang tercantum dalam faktur dengan master file yang memuat harga-harga
yang telah disahkan)
 Memasukkan data uji dalam program klien untuk menentukan apakah aspek
computer
 Melaksanakan ulang berbagai perhitungan seperti penjumlahan buku besar
pembantu piutang usaha atau file persediaan.

1. Pengertian dan Tujuan Audit Plan


Audit Plan adalah pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang
diharapkan disusun segera setelah MANAGEMENT LETTER (surat perikatan) disetujui klien.
Tujuan Audit Plan adalah untukmencapai keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah
saji yang diyakini jumlahnya besar, baik secara individual mapun secara keseluruhan, yang
secara kuantitatif berdampak material terhadap laporan keuangan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan audit :

 Menghimpun pemahaman bisnis klien dan industri klien.


 Penghimpunan pemahaman bisnis dan industri klien dilakukan dengan tujuan
untukbmendukung perencanaan audit yang dilakukan auditor.
 Hal-hal yang berkaitan dengan bisnis dan industri klien yang perlu dipahami auditor
adalahjenis bisnis dan produk klien§ lokasi dan karekteristik operasi klien seperti
metode produksi dan§ pemasaran .
 jenis dan karakteristik ondustri. Hal ini menentukan sensitivitas§ bisnis klien terhadap
perubahan kondisi ekonomi. Kebijakan dan praktik industri sangat berdampak kepada
kelangsungan usaha klien.
 Eksistensi ada tidaknya pihak terkait yang mempunyai hubungan erat§ dengan klien
misalnya sama-sama anak perusahaan dari suatu holding company.
 Regulasi pemerintah yang mempengaruhi bisnis dan industri klien
 Karekteristik laporan yang harus diberikan kepada badan regulasi.

Agar dapat membuat perencanaan audit dengan sebaik-baiknya, auditor harus memahami
bisnis klien dengan sebik-baiknya, termasuk sifat, dan jenis usaha klien, struktur
organisasinya, struktur permodalan, metode produksi, pemasaran, distribisi dan lain-lain.
Untuk memperoleh pengetahuan tentang bisnis kliem melalui pengalaman dengan klien dan
industrinya, pengajuan pertanyaan kepada pengawai perusahaan klien, kertas kerja audit dari
tahun sebelumnya (yang berisi informasi mengenai sifat bisnis, struktur organisasi dan
karekteristik opersi serta transaksi yang memerlukan pertimbangan khusus), publikasi yang
diperlukan industri lapoaran keuangan, buku teks, majalah dan perorangan yang memiliki
pengetahuan industri klien

2. Isi Audit Plan


Isi dari audit plan mencakup :

Hal-hal mengenai klien


Bidang usaha klien, alamt, no. telepon, fax.
Status hukum perusahaan (berdasarkan akte pendirian)

Kebijakan akuntansi
– Buku yang digunakan : buku penjualan, buku pembelian, buku kas/bank, buku memorial
– Metode pembukuan : manual, computer, mesin pembukuan
Neraca komparatif dan perbandingan penjualan, laba/rugi tahun lalu dan sekarang.
Client contact : presiden direktur, controller, penasihat hukum
Accounting, auditing dan tax problem
– Accounting problem : perubahan metode pencatatan dan manual kekomputer,
revaluasifixed asset, perubahan metode atau tariff penyusutan
– Auditing problem : hasil konfirmasi tahun lalu tidak memuaskan, perubahan accounting
policy
– Tax problem : masalah restitusi, kekurangan penyetoran, adanya dua pembukuan dan
perusahaan.

B. Audit Program
1. Pengertian dan Tujuan Audit Program
Audit program merupakan kumpulan prosedur audit (dibuat tertulis ) yang rinci dan dijalankan
untuk mencapai tujuan audit ( akan lebih baik jika audit program dibuat terpisah untuk
compliance test dan substantive test. Tujuan audit program :untuk mengetahui apakah
penyajian laporan keuangan oleh manajemen dari sisieksistensi atau keterjadian,
kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi serta panyjian dan pengungkapan
dapat dipercaya, wajar dan tidak menyesatkan terhadap pihak yang berkepentingan terhadap
laporan keuangan tersebut

2. Manfaat Audit Program


Manfaat audit program yaitu:
Sebagai petunjuk kerja yang harus dilakukan asisten dan instruksi bagaimana harus
menyelesaikan
Sebagai dasar untuk koordinasi, pengawasan dan pengendalian pemeriksaan.
Sebagai dasar penilaian kerja yang dilakukan klien
Disusun setelah Audit Plan ( tetapi sebelum pemeriksaan lapangan dimulai )
Disusun secara stndarisasi untuk semua klien
Disusun sesuai dengan kondisi dan situasi klien
Audit Program yamg baik mencamtumkan :
Tujuan pemeriksaan (audit objective)
Prosedur audit yang akan dijalankan
Kesimpulan pemeriksaan
Prosedur audit program :
Prosedur audit program untuk compliance test
Prosedur audit program untuk substantive test
Prosedur audit program untuk keduanya

Perbedaan Audit Plan dengan Audit Program


Pengertian audit plan : rencana proses audit langkah demi langkah melalui pendekatan yang
memungkinkan auditor untuk fokus pada bidang-bidang penting yang perlu dikaji. Audit plan
berisikan langkah-langkah perencanaan untuk menjalankan proses audit secara keseluruhan,
mulai dari persiapan, keterlibatan tim dan janji/meeting dengan staff untuk pengujian rekening
keuangan dan proses internal lainnya. Pendek kata, audit plan adalah prosedur yang
ditetapkan oleh perusahaan audit (tergantung pada ruang lingkup audit) yang harus diikuti
oleh akuntan dalam melakukan audit.

Pengertian audit program : program rinci yang berguna untuk memandu dan mengendalikan
staff junior dalam melaksanakan audit. Program audit merincikan apa saja jenis
tugas/pekerjaan staff junior yang berguna untuk membantu menyelesaikan tugas
pemeriksaan tanpa meninggalkan poin pentung audit secara keseluruhan. Pendek kata, audit
program adalah program kerja rinci saat melakukan pekerjaan dan bagaimana tersebut
dilakukan.

Dengan demikian, perbedaan audit plan dengan audit program adalah sebagai berikut
:

1. Audit program merupakan penjabaran langkah-langkah yang berasal dari audit plan
2. Audit plan merupakan gambaran umum sedangkan audit program merupakan
gambaran rinci dan detail mengenai aktifitas audit yang dilakukan
3. Penentuan audit program harus berdasarkan audit plan yang mau dicapai
4. Audit program dilakukan agar audit plan berjalan dengan semestinya
5. Walaupun ruang lingkup audit plan dan audit program terbatas, namun saling
berkaitan satu sama lainnya.

Demikianlah materi tentang Pengertian dan Perbedaan Audit Plan dan Audit
Program yang sempat kami berikan dan jangan lupa juga untuk menyimak materi
seputar Tujuan Audit, Program Audit, Dan Kertas Kerja Audit yang telah kami posting
sebelumnya. semoga materi yang kami berikan dapat membantu menambah wawasan anda
semikian dan terimah kasih.

10. Dalam keadaan bagaimanakah auditor eksternal dapat mengandalkan laporan audit internal? Jelaskan
secara panjang lebar dan berikan contohnya.

Anda mungkin juga menyukai