Anda di halaman 1dari 9

KERANGKA ACUAN

RENCANA KAJIAN LINGKUNGAN


HIDUP STRATEGIS (KLHS)

KABUPATEN MANDAILING NATAL


DAN TAPANULI SELATAN
PROPINSI SUMATERA UTARA
Konteks

Sustainable Landscapes Partnership (SLP) adalah program hibah dari US Agency for International
Development (USAID) dan Walton Family Foundation. Mitra pelaksana awal program ini terdiri dari
Pemerintah Indonesia (Kementerian Kehutanan RI), USAID, dan Conservation International (CI) yang juga
duduk dalam Dewan Manajemen (MC) SLP. Dengan dukungan dari mitra sektor publik dan swasta, SLP
akan memobilisasi fasilitas investasi untuk mengidentifikasi, mengembangkan, dan menguji peluang
investasi sektor swasta baru. Peluang investasi baru tersebut dibutuhkan untuk memajukan peningkatan
kebutuhan akan komoditas yang diproduksi secara berkelanjutan sehingga tercipta pengembalian
investasi yang memadai serta proses transformasi dalam menghindari kehilangan jasa ekosistem
menjadi sebuah insentif nyata.

Program SLP berupaya untuk menggunakan dan meningkatkan kerangka kerja pemerintah yang ada
untuk meningkatkan dan membantu intervensi di lapangan. Sejak pelaksanaan sistem desentralisasi di
Indonesia, berdasarkan UU No. 32/2004, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengarahkan,
merancang, dan mengelola rencana pembangunan mereka masing- masing, termasuk rencana tata
ruang. Namun demikian secara hukum, mereka (pada semua tingkat) harus mengacu pada rencana
pembangunan nasional dan rencana tata ruang.

SLP memulai investasinya di dua kabupaten di Indonesia dengan model intervensi on-the-ground
(lapangan). Kedua kabupaten tersebut yakni Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Kabupaten
Tapanuli Selatan (Tapsel). Sebagai mitra pelaksana, CI sudah menandatangani nota kesepahaman (MoU)
dengan pemerintah Kabupaten Madina dan Tapsel untuk memberikan bantuan teknis dan mendukung
pekerjaan pembangunan berkelanjutan di kabupaten masing-masing.

Dalam konteks ini, SLP akan bekerja dengan pemerintah kabupaten untuk:
1. Mengembangkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis /KLHS;
2. Meningkatkan kapasitas Unit Kerja untuk mengembangkan KLHS;
3. Memberi masukan pengembangan rencana tata ruang makro dan mikro serta dokumen dokumen
sejenis di tingkat provinsi/nasional.

Untuk memastikan kualitas investasi, SLP juga akan memberikan dukungan teknis yang diperlukan untuk
menghasilkan studi kelayakan, menetapkan baseline, dan memantau hasil dengan cara yang dapat
menghasilkan bukti dari konsep dan investasi skala yang lebih besar. SLP akan memperhatikan isu-isu
lingkungan seperti ketersedian air tawar dan risiko ketersediaan energi untuk pembangunan ekonomi
dan kesejahteraan manusia serta tantangan terkait dengan perubahan iklim dan fragmentasi ekosistem.

Kemitraan ini akan berinvestasi dalam sebuah bisnis model rendah karbon yang dapat mengurangi
tekanan terhadap hutan, mendukung pertumbuhan ekonomi yang seimbang, meningkatkan mata
pencaharian dan memperluas peluang pendapatan-pendapatan masyarakat. Secara signifikan, SLP akan
mengidentifikasi dan membantu mengurangi hambatan investasi yang ada terhadap partisipasi sektor
swasta dalam pembangunan rendah karbon dengan mengkatalisasi investasi tambahan ke dalam
pertumbuhan produksi komoditas hijau, dan mendukung mekanisme pasar.

2
Kajian Lingkungan Hidup Strategis/KLHS

Pembangunan pada hakekatnya bertujuan untuk meningakatkan kualitas hidup dan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, rencana pembangunan harus berdasarkan kebijakan yang mensinergiekan
dan mengharmonisasikan aspek lingkungan, social dan ekonomi (sustainable development). Dalam UU
Lingkungan Hidup No.32 Tahun 2009, dalam pasal 15, menyatakan bahwa Pemerintah wajib membuat
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana,
dan/atau program. Mengingat peran pentingnya KLHS ini, Program SLP bermaksud mendukung rencana
pengembangan KLHS di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara. CI-I
SLP telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan
dan Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara untuk memberikan bantuan teknis dan mendukung
kegiatan pembangunan berkelanjutan di kabupaten tersebut

Menurut definisi, KLHS mengacu pada berbagai "pendekatan analitis dan partisipatif yang bertujuan
untuk mengintegrasikan pertimbangan lingkungan ke dalam kebijakan, rencana, dan program, serta
mengevaluasi dan mempertimbangkan hubungan antar bidang ekonomi dan sosial" (OECD, 2006).

Pada dasarnya, fungsi dari KLHS adalah untuk:


1) Berkontribusi pada proses pembuatan keputusan sehingga keputusan tersebut berorientasi
pada lingkungan hidup yang berkelanjutan;
2) Memperkuat fasilitasi AMDAL
3) Mendukung pendekatan inovasi baru terhadap pembuatan kebijakan

Sementara itu, tujuan KLHS dalam konteks SLP adalah untuk:


1) Membantu pemerintah lokal menilai kebijakan, rencana dan program yang sudah ada,
merampingkan berbagai PPP dan merekomendasikan Low Emissions Development
(pembangunan rendah karbon);
2) Melakukan kebijakan, rencana dan program (Policy, Planning, Program/PPP) yang ada secara
menyeluruh; menetapkan indikator dan target lingkungan dalam PPP serta menilai apakah
target terukur, relevan dan terikat waktu;
3) Meningkatkan informasi mengenai aset modal alam utama, sehingga pemangku kepentingan
dapat memahami implikasi PPP terhadap layanan-layanan ekosistem. . Nilai bentang alam
mencakup Nilai Konservasi Tinggi (HCV), nilai karbon, nilai pengadaan air, pertanian, sosial-
ekonomi dan nilai-nilai budaya;
4) Meningkatkan dasar bukti ilmiah dari aset lingkungan hidup dan membuat sistem monitoring
dari indicator-indikator yang relevan. Informasi mengenai aset lingkungan hidup ini dapat
berupa informasi spasial HCV, nilai nilai karbon, nilai pengadaan air, pertanian, sosial-ekonomi
dan nilai-nilai budaya;
5) Mendorong investasi dari sektor swasta dengan mendukung PPP yang telah dirampingkan dan
sistem peraturan yang telah disederhanakan;
6) Mengembangkan intervensi-intervensi di lapangan dengan hasil terukur dan nyata.

3
 Memastikan bahwa proses tidak hanya menghasilkan produk yang mencerminkan kebutuhan
Fokus utama untuk proses KLHS selain yang sudah disebut di atas yang diharapkan melalui SLP adalah:

dan alternatif cetak biru bisnis hijau untuk kabupaten-kabupaten ini, tetapi secara fundamental

 Memastikan bahwa proses menekankan tindak lanjut nyata dari proses persetujuan para
juga menciptakan rasa kepemilikan terhadap hasil yang telah diidentifikasi.

pemangku kepentingan yang akan mendorong aksi setelah proses KLHS selesai.

Panduan Proses KLHS


Proses KLHS ini harus mengacu kepada ketentuan atau pedoman yang telah ditetapkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup RI dan sumber referensi KLHS lain yang relevan. Beberapa pedoman
proses KLHS yang dapat menjadi sumber referensi, antara lain: Buku Pegangan KLHS dan Kajian
Lingkungan Hidup dalam Perencanaan Tata Ruang. Hasil dari proses KLHS ini akan ditelaah oleh Tim
Penjaminan Kualitas KLHS yang akan dibentuk oleh Pemerintah Indonesia.

Lingkup pekerjaan dan capaian penting

KLHS dilakukan melalui pendekatan yang fleksibel dan transparan berdasarkan:


1) tujuan yang jelas dan objektif;
2) proses konsultasi partisipatif;
3) didukung oleh ilmu pengetahuan yang baik;
4) memberikan rekomendasi berdasarkan penilaian yang jelas; dan
5) terintegrasi dengan kebijakan yang ada saat ini maupun proses perencanaan kabupaten.

KLHS harus dilakukan oleh pemerintah Madina dan Tapsel dengan fokus pada proses penilaian diri
terhadap kabupaten masing-masing dibantu oleh sejumlah ahli termasuk ahli KLHS dan keahlian lain
yang terkait. Pendekatan ini pada dasarnya merupakan sebuah proses learning-by-doing.

Selain itu, untuk menjamin kualitas KLHS, maka tim SLP, konsultan, dan tim dari kedua Kabupaten di atas
akan mengadakan koordinasi dengan Tim Penjaminan Kualitas KLHS yang akan dibentuk oleh
Kementerian Lingkungan Hidup.

Lingkup kerja dapat dilakukan sebagai sebuah proses konsolidasi terhadap kedua kabupaten Madina
dan Tapsel untuk mengurangi pengeluaran dan meningkatkan efisiensi; atau alternatif lainnya vendor
dapat memilih salah satu kabupaten sebagai target.

Perlu dicatat bahwa meskipun pekerjaan KLHS dilakukan sebagai proses konsolidasi untuk kabupaten
Madina dan Tapsel, capaian akhir untuk setiap kabupaten perlu disampaikan secara terpisah untuk
mendapat persetujuan dari masing-masing pemerintah dan keperluan pelaporan SLP.

Sesuai dengan konteks dan situasi yang ada, proses KLHS dan perencanaan tata ruang akan dipecah
menjadi berbagai tugas. Lingkup pekerjaan termasuk, tapi tidak terbatas pada, tugas-tugas berikut:

4
Tugas 1: Persiapan - Bertemu dengan orang-orang penting dalam pemerintahan kabupaten

 Berkoordinasi dengan pemerintah masing-masing Kabupaten untuk menentukan KLHS yang


akan dilaksanakan dan mendapat dukungan positif serta buy-in dari Pemerintah Kabupaten
Menyetujui dan merancang kerangka waktu kegiatan program, mengidentifikasi langkah-


langkah yang luas untuk proses penilaian dan keterlibatan pemangku kepentingan;
Membantu pembentukan Kelompok Kerja yang dipimpin oleh Kepala Badan Lingkungna hIdup


Daerah (BLHD), mengidentifikasi dan menyepakati peran dan tanggung jawab masing-masing;
Mengidentifikasi kesenjangan kapasitas dan kebutuhan pelatihan untuk mengembangkan KLHS


dan Perencanaan Spasial;
Mengidentifikasi pemangku kepentingan kunci untuk terlibat dalam proses dan pengembangan
Forum Multipihak (Multistakeholder Forum – MSF), yang akan terdiri dari orang-orang penting
dari pihak pemerintah (Nasional /Provinsi /Kabupaten), Masyarakat, dan Sektor Swasta.
Idealnya ini akan menjadi forum yang dapat mewakili segala sektor di tingkat kabupaten.

Capaian 1:

 Kerangka waktu pelaksanaan KLHS dikembangkan dan disepakati oleh para pemangku
kepentingan KLHS;
 MSF diidentifikasi dan/atau dibuat dengan daftar para pemangku kepentingan dan orang-orang
kunci (forum diutamakan pada forum kabupaten yang sudah ada);
 Laporan atas kebutuhan peningkatan kapasitas dan kesenjangan yang ada;
 Agenda dan grup email untuk para pelaku dan pemicu (cakupan) lokakarya

Tugas 2: Cakupan - Ulasan situasi saat ini dan implikasi kebijakan

 Ulasan prioritas pembangunan kabupaten dalam perjanjian, MoU, undang-undang, PPP,


implikasinya terhadap pembangunan berkelanjutan kabupaten sebagaimana yang diusulkan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah ( RPJM), dan masukan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Informasi yang
termasuk dalam hal ini adalah:
o Skala (Internasional /Bilateral, Nasional, Provinsi, Kabupaten, dll);
o Jangka Waktu (Tahunan, 5 Tahunan, 10-15, 20-30, 30-50); dan
o Anggaran dana (Anggaran berulang + Anggaran Pembangunan, dll).

 Identifikasi lingkungan dan target lanskap dari sektor PPP; termasuk informasi atas tujuan
tertentu, target, dan indikator.

 Ulasan pelaku (penyebab langsung) dan pemicu (yang mendasari / secara tidak langsung
menjadi penyebab) degradasi lingkungan, berlaku untuk:
o Air/Pencemaran Air;
o Degradasi Lahan (hilangnya hutan, dll);
o Bentuk lain dari degradasi seperti yang diidentifikasi oleh para pemangku kepentingan.

 Mengatur lokakarya dengan pemangku kepentingan yang relevan untuk menilai:


o Aspirasi masyarakat, masalah dan peluang;
o Implikasi dari berbagai Kebijakan, Rencana dan Program;

5
o Hubungan antara berbagai pelaku dan pemicu termasuk cara interaksi mereka,
o Mitigasi tindakan & alternatif Kebijakan, rencana, dan program .

 Perumusan masalah prioritas / isu-isu strategis untuk dikaji dan dibahas selama pelatihan KLHS .

Capaian 2:

 Persiapan MSF:
o Draft Ulasan pelaku dan pemicu degradasi lingkungan
o Draft Ulasan dari Kebijakan, Rencana dan Program (dengan tujuan, sasaran & indikator,
waktu, skala & anggaran)

 Setelah MSF:
o Penyelesaian laporan atas para pelaku dan pemicu dengan menyertakan hasil temuan dari
lokakarya

Tugas 3: Analisis - Dampak dan baseline dalam skenario business as-usual

 Memperkirakan potensi, efek tidak langsung dan efek kumulatif langsung dari kebijakan,
rencana dan program saat ini. Ini akan mencakup rencana penggunaan lahan (pola ruang),


rencana infrastruktur (struktur ruang), dan prioritas program di kabupaten perencanaan RTRW;
Mengukur dampak dalam konteks target PPP serta jasa ekosistem contohnya Rencana Aksi


(RAN/RAD-GRK);
Menilai indikator lanskap dengan asumsi bahwa agen dan pemicu perubahan masih


melanjutkan praktik business as usual;
Mengidentifikasi nilai bentang alam spasial yang eksplisit berdasarkan kajian ilmiah


(menggunakan data primer dan sekunder) dan masukan dari pemangku kepentingan;
Mengidentifikasi dan membedakan antara mode sektoral saat beroperasi (pertanian,
kehutanan, penggunaan air, pertambangan, dll) dan langkah-langkah yang diperlukan untuk


pindah ke pendekatan hijau berkelanjutan untuk pembangunan masa depan;
Analisis nilai perubahan untuk pertanian dan agribisnis dengan penekanan pada investasi


berkelanjutan, intervensi, akuntansi lansekap dan analisis kesesuaian jangka panjang;
Profil isu-isu strategis dan analisis trend masa depan nilai lanskap, yang akan mencakup nilai
karbon konservasi /nilai penyerapan, nilai pengadaan air, nilai konservasi tinggi (HCV) untuk
keanekaragaman hayati, kesesuaian pertanian, sosial-ekonomi dan makna budaya.

Capaian 3:

 Laporan dari Rencana Aksi Investasi Berkelanjutan (SIAP) yang mencakup semua temuan teknis
dampak saat ini dan acuan dasar business as-usual pada layanan ekosistem lanskap dan
investasi berkelanjutan.

Tugas 4: Formulasi – Evaluasi Multi Kriteria

 Mengidentifikasi kebijakan, rencana dan program serta strategi alternatif untuk meningkatkan
peluang dan mengurangi dampak negatif;

6
 Merampingkan kebijakan, rencana dan program serta proses persetujuan investasi sektor
swasta dalam pembangunan berkelanjutan (mengurangi birokrasi, mengeksplorasi pilihan untuk
'one-stop-shop’, kebijakan, dan peraturan yang mendukung pengembangan lintasan bisnis


hijau);
Mengidentifikasi Strategi Pengembangan Rendah Emisi (LED) dan intervensi dasar di lapangan
yang memungkinkan usaha kecil pedesaan dan berkembang di daerah untuk mengakses pasar


global dan menciptakan mata pencaharian yang berkelanjutan;
Mengidentifikasi perubahan mitigasi dan strategi adaptasi untuk melestarikan daerah Nilai
Ekosistem Tinggi dan daerah rezoning lahan rusak dan ditinggalkan untuk perkebunan,


pertanian dan pembangunan;
Mengorganisir lokakarya peningkatan kapasitas untuk melatih staf pemerintah di Evaluasi Multi-


Kriteria;
Menilai trade-off antara berbagai mitigasi dan strategi alternatif dengan menggunakan
pendekatan Evaluasi Multi-kriteria.

Capaian 4:

 Lokakarya Pelatihan pada pendekatan Evaluasi Multi Kriteria;


 Temuan Evaluasi Multi Kreteria;
 Laporan yang mengidentifikasi Kebijakan, Rencana, dan Program baru dan /atau alternatif,
Stategi Pengembangan Rendah emisi, intervensi, dan investasi di berbagai sektor.

Tugas 5: Rekomendasi - PPP Alternatif dan strategi Mitigasi

 Keterlibatan pemangku kepentingan untuk meninjau strategi alternatif kebijakan, rencana, dan


program & mitigasi;
Mengidentifikasi langkah-langkah berikutnya untuk MSF dan keterlibatan pemangku


kepentingan untuk membahas isu-isu yang teridentifikasi dalam KLHS dan seterusnya;


Finalisasi rekomendasi untuk perencanaan tata ruang dan langkah selanjutnya;
Memberikan rekomendasi kepada pengambil keputusan.

Capaian 5:

 Bersana Kelompok Kerka Kabupaten dan Tim SLP menyiapkan draft laporan KLHS akhir kepada
pemerintah kabupaten untuk PPP alternatif, LED, intervensi dan investasi.

Tugas 6: Integrasi - Tindak lanjut & Penutup

 Tindak lanjut dengan para pemangku kepentingan mengenai rekomendasi untuk peraturan yang


efisien dan sistem investasi sektor swasta;


Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) diratifikasi oleh Bupati Kabupaten;
Perbaharui panduan KLHS (Bahasa Indonesia dan Inggris) berdasarkan lesson learned agar
prosesnya mudah direplikasi oleh kabupaten-kabupaten lain.

Tahap 6:
 Persetujuan Pemerintah dan dukungan terhadap KLHS;
 Memperbarui panduan KLHS dan panduan perencanaan tata ruang

7
Jadwal

Tugas ini akan diselesaikan dalam kerangka waktu yang fleksibel dengan capaian sesuai yang diebutkan
di atas. Kerangka waktu ini juga akan tergantung pada pelibatan dan kesiapan pemangku kepentingan,
dan dapat juga diperpanjang untuk jangka waktu yang lebih lama.

Waktu
Capaian 1 Capaian 2 Capaian 3 Capaian 4 Capaian 5 Capaian 6
Tugas
Tugas 1: Persiapan
Bertemu dengan
Pemerintah,
Perencanaan Proses

Tugas 2: Cakupan
Analisa situasi saat ini

Tugas 3: Analisis
Bukti ilmiah atas
dampak dan baseline

Tugas 4: Formulasi
Evaluasi Multi Kriteria

Tugas 5:
Rekomendasi
Alternatif PPP &
strategi mitigasi
Tugas 6: Ratifikasi
Follow-up &
Rangkuman

Upaya dan Masukan Teknis


Tim konsultan yang melaksanakan proses KLHS ini harus memiliki kapasitas dan pengalaman dalam
penyusunan KLHS serta sesuai dengan kebutuhan KLHS yang diminta oleh Kabupaten bersangkutan.
Gambaran umum keahlian yang dibutuhkan antara lain: Manajer KLHS & RTRW, Ahli GIS dan Spatial
Modelling, Spesialis Karbon untuk Pertanian Hutan dan Penggunaan Lahan Lain (Agriculture Forestry and
Other Land Use - AFOLU), Ahli Pengelolaan DAS, Ahli Konservasi Keanekaragaman hayati, Analis
Livelihoods & Value-chains, Spesialis Kebijakan Publik, dan Ahli Budaya dan Sosial.

8
Pengawasan

Kontak utama dari pihak CI untuk hal-hal terkait kontrak adalah SLP Grants and Contract Manager dan
SLP Spatial Planning Specialist. Sementara itu, SLP Chief of Party akan mengawasi kegiatan KLHS secara
keseluruhan. Tim teknis SLP juga akan terlibat dengan konsultan terpilih dalam pelaksanaan kegiatan.

Anggaran

Pemerintah kabupaten dapat saja memiliki dana untuk mendukung proses perencanaan dan dana ini
dapat digunakan untuk mendukung pertemuan konsultasi maupun lokakarya. Pemenang tender dapat
memanfaatkan dana dari pemerintah kabupaten untuk mendukung proses utama proyek ini.

Bilamana tidak ada anggaran dari pemerintah Kabupaten, anggaran terpisah akan disediakan untuk
konsultasi/lokakarya dengan pemangku kepentingan, biaya perjalanan bagi para pemangku
kepentingan, dan tim teknis.

Biaya perjalanan bisa berupa pembayaran dengan model lump sum dan/atau per diem, serta harus
disepakati di awal oleh para pemangku kepentingan.

Anggaran untuk pertemuan dalam rangka pelibatan pemangku kepentingan dan lokakarya konsultasi
multi-pihak perlu diberikan kepada SLP Grants & Contracts Manager untuk mendapat persetujuan
sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai