(Gek ratna)
Riba dalam perspektif historis
Jika dilihat dari kacamata sejarah, riba telah dipraktikan oleh bangsa Arab sebelum masuknya
Islam. Namun, pada saat itu riba dikenakan apabila terjadi penundaan pelunasan hutang.
Bangsa Yahudi merupakan pelopor dari praktik Riba kepada bangsa Arab yang berlokasikan di
semenanjung Arabia, tepatnya di kota Thaif dan Yatsrib (pada saat ini dikenal dengan nama
Madinah). Di dua kota inilah terjadi praktik riba besar-besaran yang menyebabkan bangsa
Yahudi meraup keuntungan yang sangat besar. Orang-orang Arab Jahiliyah gelap mata hingga
menjadikan anak, istri, bahkan dirinya sendiri sebagai jaminan utang riba. Sehingga, apabila
mereka tidak mampu membayar utang riba, maka jaminan yang mereka tawarkan akan menjadi
budak Yahudi.
Dari Kota Thaif, praktik riba kemudian menjalar ke kota Makkah dan dipraktikkan oleh para
bangsawan kaum Quraisy jahiliyah. Kemudian, semenjak saat itu praktik riba mulai mengakar
dan marak dipraktikkan di kota Makkah.
1. Yunani Kuno
Pada zaman Yunani Kuno praktik riba merupakan sesuatu yang lazim dan sering dilakukan.
terdapat variasi pada jenis riba atau bunga yang dipraktikkan.
1) Pinjaman biasa : 6-18%
2) Pinjaman properti: 6-12%
3) Pinjaman antarkota: 7-12%
4) Pinjaman perdagangan dan industri: 12-18%
2. Romawi Kuno
kisaran abad 5 SM hingga 4 SM, terdapat Undang-undang resmi yang mengizinkan
penduduknya untuk melaksanakan praktik riba dengan catatan bahwa bunga yang diambil sesuai
dengan “tingkat’ maksimal yang telah ditetapkan dalam hukum terdapat empat tingkatan dalam
praktik riba
1) Bunga maksimal yang dibenarkan: 8-12 persen;
2) Bunga pinjaman biasa di Roma: 4-12 persen;
3) Bunga di wilayah taklukan Roma: 6-100 persen;
4) Bunga khusus Byzantium: 4 - 12 persen
(Gek ratna)
Riba dalam perspektif agama
1. Riba dalam pandangan agama Hindu dan Buddha
Dalam agama Hindu naskah dan teks yang membahas mengenai riba. Seperti teks Veda yang
mengisahkan tentang Kusidin “Lintah darat” yang berprofesi sebagai pemberi pinjaman dengan
memungut atau meminta bunga. Di India Kuno, Riba merupakan suatu perbuatan yang terkutuk
dan dilarang sesuai dengan hukum yang berlandaskan pada kitab suci Weda.
Dalam agama Buddha, Riba disinggung dan dilarang dengan sangat jelas pada teks sutra dan
Jataka Buddha yang memandang Riba sebagai sesuatu yang tidak pantas dan juga menjijikan
karena tidak sesuai dengan ajaran Buddha.