Anda di halaman 1dari 3

Nomor : R- /Wantannas/Sesjen/08/2019 Jakarta,

Agustus 2019
Klasifikasi : Rahasia
Lampiran : -
Perihal : Solusi Overcrowding Penghuni Lapas
Guna Mewujudkan Reintegrasi Sosial
Dalam rangka Ketahanan Nasional

Yth. Presiden Republik Indonesia


Selaku Ketua Dewan Ketahanan Nasional

di
Jakarta

1. Latar Belakang
a. Tingkat kepenuhsesakan (overcrowding) penghuni Lembaga Pemasyarakatan semakin
tinggi melebihi kapasitas hunian khususnya penghuni kasus narkotika yang berdampak
pada tingginya gangguan keamanan dan ketertiban, tidak terwujudnya pembinaan
narapidana, tingginya biaya pengelolaan, dan maraknya pelanggaran hak asasi manusia
(HAM).
b. Untuk mengatasi semakin tingginya tingkat kepenuhsesakan (overcrowding) penghuni
Lembaga Pemasyarakatan, Pemerintah perlu melakukan langkah-langkah untuk
memastikan agar Lapas sebagai institusi untuk membentuk narapidana menjadi
manusia seutuhnya, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, tidak mengulangi
tindak pidana sehingga diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dan menjadi
warga negara yang baik dan bertanggungjawab serta berperan kembali sebagai
anggota masyarakat yang bertanggungjawab, dan produktif terwujud.
2. Data Fakta
a. Terhambatnya pelepasan dini Warga Binaan Pemasyarakatan kasus narkotika,
khususnya narapidana pengguna narkotika oleh ketentuan Peraturan Pemerintah
Nomor 99 Tahun 2012.
b. Tidak optimalnya pelaksanaan program rehabilitasi bagi tersangka, terdakwa dan
narapidana pengguna narkotika.

c. Belum adanya . . . . .
2

c. Belum adanya variasi penjatuhan sanksi dalam peraturan perundang-undangan selain


pidana penjara.
d. Tidak optimalnya tata kelola Pemasyrakatan dengan kedudukan Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan.
3. Analisis
a. Pengguna narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
harus dilakukan rehabilitasi medis dan sosial. Saat ini 53.143 orang pengguna narkotika
berstatus narapidana dan tahanan di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Kondisi ini
menjadi penyumbang terbesar tingkat kepenuhsesakan (overcrowding) penghuni
Lembaga Pemasyarakatan yang semakin meningkat setiap tahun. Rehabilitasi medis
dilakukan di panti-panti rehabilitasi medis yang dikelola oleh BNN dan Kemeterian
Kesehatan. Sedangkan Rehabilitasi sosial dilakukan oleh panti-panti sosial yang dikelola
oleh Kementerian Sosial. Lembaga Pemasyarakatan yang seharusnya melakukan
Rehabilitasi medis dan sosial bagi Narapidana berstatus pengguna tidak dapat
melakukan tugasnya karena karena ketiadaan sarana dan prasarana, sumber daya
manusia dan anggaran. Terhambatnya program pembinaan dan pelepasan dini bagi
narapidana kasus narkotika karena Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang
perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, telah membatasi dan
memperberat syarat untuk memperoleh program pembinaan melalui remisi, cuti
bersyarat, cuti menjelang bebas dan pembebasan bersyarat bagi narapidana narkotika.
b. Para penegak hukum baik Polisi, Jaksa dan Hakim cenderung menjatuhkan pidana
penjara terhadap pelaku kasus narkotika. Alasan pada pihak penyidik mengenakan
pasal 111, 112 dan 114 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika bagi
pengguna narkotika adalah kepraktisan. Untuk mengenakan rehabilitasi sesuai pasal
127 bagi terduga maupun tersangka pengguna narkotika diperlukan pembuktian
sejumlah unsur-unsur melalui proses asessmen sehingga membuat proses hukum
menjadi merepotkan. Persepsi dan paradigma aparat penegak hukum untuk melakukan
tindakan penahanan dan penjatuhan sanksi penjara terhadap para pelaku tindak pidana
melekat kuat dalam benak mereka. Politik dan kebijakan dalam penyusunan produk
peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh pihak eksekutif dan legislatif
cenderung memasukan sanksi pidana penjara. Penegak hukum memiliki waktu 110 hari
untuk melakukan penahanan kurungan padahal juga ada altrnatif melakukan penahan
kota atau rumah bagi para tersangka dan terdakwa, hal ini menandakan lemahnya
penerapan aturan penahanan pra-persidangan dalam KUHAP
c. Proses pemasyarakatan narapidana merupakan bagian dari pelaksanaan sistem
peradilan pidana (criminal justice system). Diperlukan kedudukan sejajar dan mandiri
instansi Pemasyarakatan dengan instansi penegak hukum lainnya agar pembinaan
narapidana yang dilakukan menjadi optimal, sehingga keberhasilan Sistem
Pemasyarakatan mengindikasikan keberhasilan Sistem Hukum Indonesia.

4. Rekomendasi . . .
3

4. Rekomendasi
a. Kementerian Hukumdan HAM dan Kemensekneg:
1) Mengambil langkah-langkah untuk pemberian Grasi massal bagi narapidana
berstatus pengguna narkotika untuk dilakukan program rehabilitasi medis dan sosial.
2) Mengambil langkah-langkah untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun
2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999
Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
agar narapidana pengguna narkotika memperoleh program pembinaan dan
kesempatan pelepasan dini.
3) Meningkatkan status, kedudukan, kewenangan institusi Pemasyarakatan menjadi
Badan Pemasyarakatan Nasional.
4) Menguatkan politik dan kebijakan untuk memasukan sanksi atau pidana alternatif
dalam setiap penyusunan peraturan perundang-undangan dan mendorong
percepatan RUU KUHP menjadi undang-undang
b. Polri, Kejaksaan dan Mahkamah Agung:
1) Menerapkan pemberian sanksi rehabilitasi medis dan sosial bagi pengguna
narkotika.
2) Mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan jumlah lembaga rehabilitasi dan
menetapkan standar program rehabilitasi narkotika.
3) Mengambil langkah-langkah untuk tidak melakukan penahanan dan pemenjaraan
pada kasus-kasus tertentu dan menguatkan aturan tidak melakukan penahanan
pra-persidangan.
5. Demikian mohon menjadi periksa, atas perhatian Presiden RI kami ucapkan terima kasih.

Sekretaris Jenderal
Dewan Ketahanan Nasional,

Achmad Djamaludin
Laksamana Madya TNI

Anda mungkin juga menyukai