Anda di halaman 1dari 55

PENUNTUN

PRAKTIK KIMIA ANALISIS ORGANIK

PROGRAM STUDI:
ANALISIS KIMIA

PENYUSUN:

KARTINI AFRIANI, M. Si

ANDITA UTAMI, M. Si

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI

POLITEKNIK AKA BOGOR


2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat-Nya Diktat
Praktik Kimia Analisis Organik Program Studi Diploma III Analisis Kimia dapat tersusun dan
tercetak sesuai dengan kebutuhan Praktik Kimia Analisis Organik.
Diktat Praktik Kimia Analisis Organik Program Studi Diploma III Analisis Kimia memuat
materi pokok mata kuliah Kimia Analisis Organik meliputi, teknik analisis dan pemisahan
senyawa organik; skrining fitokimia; penentuan struktur senyawa organik secara klasik;
identifikasi struktur senyawa organik dengan UV-Visible; identifikasi struktur senyawa organik
dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), 1H-NMR, MS; serta sintesis metil
salisilat dan karakterisasinya. Diktat ini dibuat untuk membantu mahasiswa di dalam
melaksanakan Praktik Kimia Analisis Organik yang disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku
di Politeknik AKA Bogor. Untuk memperluas wawasan dan meningkatkan pemahaman terhadap
konsep-konsep kimia organik, para mahasiswa dituntut pula untuk membaca berbagai literatur
kimia organik lainnya.
Diktat Praktik Kimia Analisis Organik Program Studi Diploma III Analisis Kimia yang
Kami susun sebagian besar merupakan saduran bebas dari buku kimia organik berbahasa
inggris maupun sumber literatur lainnya. Dengan selesainya Diktat Praktik Kimia Analisis
Organik ini, Penyusun mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dosen/asisten serta staf
Politeknik AKA Bogor yang telah banyak memberikan bantuan, semoga amal baik mereka
mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Akhir kata Penyusun mengharapkan mudah-
mudahan buku ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Politeknik AKA Bogor khususnya dan
masyarakat pembaca umumnya.

Bogor, Maret 2022

Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ I
DAFTAR ISI .................................................................................................................... II
TATA TERTIB PRAKTIKUM ......................................................................................... III
BAB I TEKNIK ANALISIS DAN PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK ..................... 1
Percobaan 1. Teknik Pemisahan Bahan Alam secara Ekstraksi....................... 4
Percobaan 2. Teknik Pemisahan Fraksinasi dan Isolasi pada Ekstrak
Metanol ...................................................................................... 6
BAB II SKRINING FITOKIMIA .................................................................................... 9
Percobaan 1. Skrining Fitokimia ..................................................................... 11
BAB III PENENTUAN STRUKTUR SENYAWA ORGANIK SECARA KLASIK ......... 15
Percobaan 1. Uji Pendahuluan dan Uji Fisik Senyawa Organik ...................... 18
Percobaan 2. Klasifikasi Kelarutan Senyawa Organik .................................... 18
Percobaan 3. Penentuan Golongan Senyawa Organik ................................... 21
BAB IV IDENTIFIKASI STRUKTUR SENYAWA ORGANIK DENGAN UV-VISIBLE . 25
Percobaan 1. Penetapan λ maks Senyawa Organik ...................................... 30
Percobaan 2. Isolasi Kurkumin dari Kunyit dan Karakterisasinya .................. 31
Percobaan 3. Pengukuran Deret Standar Kurkumin ...................................... 33
Percobaan 4. Pengukuran Kadar Kurkumin ................................................... 35
BAB V IDENTIFIKASI STRUKTUR SENYAWA ORGANIK DENGAN FOURIER
TRANSFORM INFRARED SPECTROSCOPY, 1H-NUCLEAR MAGNETIC
RESONANCE, MASS SPECTROSCOPY ...................................................... 37
Percobaan 1. Identifikasi Struktur Senyawa Organik dengan FTIR, HNMR,
MS Senyawa Organik unknown ............................................... 41
BAB VI. SINTESIS METIL SALISILAT DAN KARAKTERISASINYA ......................... 44
Percobaan 1. Sintesis Metil Salisilat dan Karakterisasinya ............................ 45
Percobaan 2. Penetapan Kadar Metil Salisilat ............................................... 49

II
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Praktikan harus sudah berada di tempat 10 menit sebelum praktikum dimulai.

2. Praktikan wajib menggunakan alat pelindung diri dan menjalankan protokol kesehatan

selama kegiatan praktik.

3. Setiap Praktikan sudah harus membuat persiapan praktikum sebelum praktikum dimulai

seperti laporan awal.

4. Laporan praktikum harus sudah diserahkan sebelum praktikum berikutnya dimulai.

5. Selama praktikum berlangsung, Praktikan tidak diperkenankan ke luar laboratorium, kecuali

seizin asisten praktikum.

6. Praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum dapat meminta waktu lain, apabila ada

pernyataan yang dianggap sah.

7. Selama praktikum, Praktikan harus bekerja tenang, tertib, teratur, dan teliti.

8. Praktikan tidak diperkenankan meminjam alat-alat di bawah tangan (tanpa sepengetahuan

asisten) meskipun dengan teman dekat.

9. Setelah praktikum selesai, setiap Praktikan diharuskan membersihkan meja praktikumnya

masing-masing.

10. Alat-alat yang dipinjam selama praktikum harus diserahkan kembali kepada petugas

setelah praktikum selesai.

11. Data-data hasil praktikum diserahkan kepada asisten setelah praktikum selesai.

III
BAB I
TEKNIK ANALISIS DAN PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK

Sub-CPMK: Kemampuan akhir tiap tahapan belajar yaitu mahasiswa mampu menjelaskan:
1. Lingkup teknik analisis senyawaan organik
2. Cara mendapatkan senyawaan murni dari sampel

TIK: Setelah mengikuti praktik ini, mahasiswa mampu:


1. Menentukan teknik analisis senyawa organik yang sesuai
2. Menentukan pelarut untuk pemisahan senyawa organik yang sesuai
3. Menentukan teknik pemisahan senyawa organik yang sesuai
4. Melakukan pemisahan senyawa organik

Pendahuluan
Pada pelaksanaan analisis senyawa organik, dibutuhkan berbagai metode analisis untuk
memperoleh informasi mengenai golongan senyawa dan struktur senyawa organik. Sumber
senyawa organik sangat beragam meliputi bahan alam, hasil sintesis, atau fosil, yang dapat
mempengaruhi pendekatan pemilihan metode analisis yang akan diterapkan serta metode
pemisahan yang dibutuhkan. Sebagai contoh bahan alam, secara umum mengandung berbagai
senyawa metabolit sekunder yang perlu dipisahkan dari senyawa organik lainnya, missal secara
ekstraksi dan kromatografi. Sementara pada senyawa organik hasil sintesis, umumnya terdiri
dari produk utama, produk samping, dan reaktan sisa, untuk tahap pemisahannya tergantung
sifat dan karakteristik fisika dan kimia dari senyawa organik yang terkandung didalamnya.
Secara umum teknik dekantasi dan diikuti rekristalisasi dengan pelarut yang sesuai cukup baik
dalam memisahkan produk utama dengan produk samping dan reaktan sisa, namun ketika
dihasilkan produk rasemat/campuran atau adanya kemiripan sifat produk utama dan produk
samping membutuhkan teknik pemisahan yang khusus. Hasil akhir dari pemisahan senyawa
organik diharapkan mendapatkan senyawa murni, yang dapat dilanjutkan untuk analisis
penentuan struktur senyawa organik.
Teknis analisis senyawa organik meliputi analisis kualitatif secara klasik, analisis
kuantitatif dan analisis struktur secara spektroskopi. Analisis kualitiatif secara klasik
memberikan informasi unsur-unsur yang terkandung didalam senyawa maupun gugus fungsi
senyawa, sifat fisika, dan sifat kimia senyawa. Informasi kandungan unsur senyawa C, H, O
diperoleh melalui analisis kuantitatif yang memberikan petunjuk pada rumus empiris senyawa

1
organik. Penentuan struktur senyawa organik dapat diperoleh dari spektrum spektroskopi
senyawa seperti Uv-Visible, Infra-Red, NMR dan MS.
Senyawaan murni dari sampel dapat diperoleh melalui teknik-teknik pemisahan kimia
seperti distilasi, sublimasi, ektraksi, maupun kromatografi. Teknis pemisahan senyawa organik
secara umum dimulai dengan 1) preparasi sampel; 2) pemilihan pelarut yang sesuai; 3)
pemilihan metode pemisahan yang sesuai. Pada bahan alam preparasi sampel melalui uji
determinasi dan pengelompokan bagian tumbuhan (akar, daun, batang, dll), dilanjutkan
pengeringan dan penggilingan.
Pemilihan pelarut untuk pemisahan senyawa organik didasarkan sifat dan karakteristik
senyawa yang akan dipisahkan yang didasarkan pada prinsip like dissolves like yaitu suatu
senyawa akan terlarut pada pelarut yang mempunyai sifat kepolaran yang sama misal,
senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa nonpolar akan larut dalam
pelarut nonpolar. Pelarut polar: air, metanol, etanol, dsb. Pelarut semi polar: etil asetat,
diklorometan, dsb. Pelarut nonpolar: heksana, petroleum eter, kloroform, dsb.
Metode pemisahan senyawa organik yang dipergunakan seperti metode ekstraksi
(maserasi, perkolasi, soxhlet, reflux), distilasi, dan kromatografi (kromatografi kolom,
kromatografi lapis tipis, kromatografi gas/cair kinerja tinggi).
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan sifat tertentu,
terutama kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda. Ekstraksi dapat
berupa ektraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair. Pemilihan metode secara ekstraksi tergantung
pada sifat bahan dan senyawa yang diisolasi. Dalam ekstraksi ada beberapa target yang perlu
ditentukan, di antaranya:
a. Senyawa bioaktif yang tidak diketahui
b. Senyawa bioaktif yang diketahui ada pada suatu organisme
c. Sekelempok senyawa dalam suatu organisme yang berhubungan secara struktural.
Maserasi merupakan metode ekstraksi paling umum dengan menggunakan pelarut
diam atau dengan adanya pengadukan beberapa kali pada suhu ruangan. Metode ini dapat
dilakukan dengan cara merendam bahan dengan sekali-sekali dilakuka n pengadukan. Pada
umumnya perendaman dilakukan selama 24 jam, kemudian pelarut diganti dengan pelarut baru.
Pada metode maserasi dapat dilakukan secara gradien yang dimulai dari perendaman pelarut
non-polar - semi polar - polar, dengan harapan memperoleh sebanyak-banyaknya senyawa
aktif dengan kepolaran berbeda di dalam bahan alam.

2
Perkolasi merupakan metode dimana bahan direndam dengan pelarut, kemudian
pelarut baru dialirkan secara terus menerus sampai warna pelarut tidak lagi berwarna atau tetap
bening yang artinya sudah tidak ada lagi senyawa yang terlarut. Refluks merupakan metode
ekstraksi yang dilakukan pada titik didih pelarut tersebut, selama waktu dan sejumlah pelarut
tertentu dengan adanya pendingin balik (kondensor). Pada umumnya dilakukan tiga sampai
lima kali pengulangan proses pada rafinat pertama. Soxhlet merupakan ekstraksi cara panas
dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga
terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik (kondensor).
Pemekatan hasil ekstraksi. Ekstrak yang diperoleh dari metode ekstraksi maupun
fraksinasi yang masih mengandung banyak pelarut, perlu dilakukan pemekatan ekstrak melalui
proses evaporasi. Pemekatan menggunakan Rotary Evaporator, yang prinsip kerjanya
menggunakan prinsip distilasi vakum, pemanasan campuran pelarut-zat terlarut dilakukan pada
tekanan tertentu, selanjutnya pelarut akan menguap dibawah titik didihnya. Alat ini
menggunakan penangas air sebagai pemanas, dan terdapat rotavapor untuk memutar labu
sampel agar pemanasan pada labu lebih merata. Selain itu, penurunan tekanan terjadi
bersamaan dengan proses pemutaran labu yang menyebabkan penguapan menjadi lebih cepat.
Pompa vakum juga mendorong proses penguapan larutan menuju kondensor, uap segera
kontak dengan aliran air dingin pada kondensor dan pelarut kembali ke dalam bentuk cair.
Pemurnian senyawa organik. Ekstrak yang telah dilakukan pemekatan, masih banyak
mengandung campuran berbagai senyawa, Sulit untuk dilakukan pemisahan tunggal.
Pemisahan senyawa lebih lanjut untuk mendapatkan senyawa yang murni dapat dilakukan
dengan proses fraksinasi dan isolasi seperti metode ekstraksi cair-cair, kromatografi kolom
dan kromatografi lapis tipis.
Ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah merupakan pemisahan komponen kimia
di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur. Kemudian kedua fase yang mengandung
zat terdispersi dikocok dan setelah itu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna sehingga
terbentuk dua lapisan fase cair. Senyawa-senyawa yang terdapat di dalam ekstrak akan
terdispersi ke dalam pelarut yang kepolarannya relatif sama. Contoh ekstraksi cair-cair pada
proses isolasi senyawa eugenol dari minyak cengkeh.
Kromatografi kolom dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada prinsipnya sama.
Suatu ekstrak yang merupakan campuran dari berbagai senyawa, yang terikat lemah oleh
adsorben akan keluar lebih cepat bersama eluan sedangkan yang terikat kuat akan keluar lebih
lama. Sebagai fasa diam di dalam kolom maupun KLT dapat dipilih silika gel atau alumina.
Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya senyawa dalam campuran

3
ekstrak, identifikasi senyawa, menentukan efektifitas pemurnian senyawa, serta menentukan
kondisi yang sesuai untuk pemisahan dengan kromatorgrafi. Pemisahan lanjutan melalui
kromatografi kolom, untuk memfraksinasi senyawa organik sehingga diharapkan dapat
memperoleh senyawa-senyawa tunggal/murni untuk setiap fraksi yang diperoleh.
Metode pemisahan senyawa organik lainnya dengan kromatografi gas (Gas
Chromatoghraphy, GC) untuk memisahkan senyawa organik yang mudah menguap, dan
kromatografi gas (Liquid Chromatoghraphy, LC) untuk senyawa organik yang tidak mudah
menguap. Kromatografi secara umum ditandem dengan spektroskopi massa yang berfungsi
mendeteksi jenis senyawa berdasarkan pola fragmentasinya, sehingga dapat mengukur jenis
dan kandungan senyawa dalam suatu sampel baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Pada percobaan pemisahan senyawa organik ini, digunakan sirih merah sebagai
sumber bahan alam. Sirih merah (Piper cf. arcuatum Blume) merupakan salah satu jenis
tanaman asli Indonesia yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional.
Daun sirih merah merupakan bagian tanaman yang secara empiris digunakan oleh masyarakat
untuk mengatasi berbagai penyakit seperti kanker, tumor, gangguan ginjal, lever, asam urat,
hipertensi, radang prostat, nyeri sendi, dan diabetes melitus. Sirih merah dilaporkan memiliki
kandungan alkaloid, saponin, tanin, sineol, dan karvakrol.

Percobaan 1. Teknik Pemisahan Bahan Alam secara Ekstraksi


a. Alat dan Bahan
 Gelas piala, gelas ukur, rotary evaporator, corong Buchner
 Simplisia (daun sirih merah), n-heksana, etil asetat, metanol, air suling

b. Cara Kerja
 Teknik maserasi dengan pelarut non-polar, semi-polar, dan polar
Simplisia (sirih merah) dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan pada temperatur
ruang, kemudian dihaluskan. Simplisia yang sudah halus sebanyak 40 g direndam dalam
pelarut organik (n-heksana) sebanyak 200 mL selama satu hari, kemudian disaring (hal ini
dilakukan 3 kali hingga warna-larutan jernih). Filtrat yang diperoleh digabung dan diuapkan
kembali hingga kering menggunakan rotary evaporator. Hasil yang diperoleh merupakan
ekstrak kasar dari n-heksana. Residu dan perendaman pertama seluruhnya direndam
kembali dalam etil asetat untuk memperoleh ekstrak kasar etil asetat sebanyak 200 ml
selama satu hari, kemudian disaring (hal ini dilakukan 3 kali hingga warna larutan jernih).
Filtrat yang diperoleh digabung dan diuapkan kembali hingga kering menggunakan rotary

4
evaporator, diperoleh ekstrak kasar etil asetat, Kemudian residu dari perendaman etil
asetat direndam kembali dalam metanol sebanyak 200 mL selama satu hari, kemudian
disaring (hal ini dilakukan 3 kali hingga warna larutan jernih). Filtrat yang diperoleh
digabung dan diuapkan kembali hingga kering menggunakan rotary evaporator. Hasil yang
diperoleh merupakan ekstrak kasar metanol. Simpan masing-masing ekstrak untuk
percobaan berikutnya dan untuk skrining fitokimia.

 Ekstraksi dengan pelarut air


Simplisia (daun sirih merah) dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan pada temperatur
ruang, kemudian dihaluskan. Simplisia yang sudah halus sebanyak 20 g dimasukkan ke
gelas piala yang berisi 150 mL air suling, kemudian dipanaskan hingga air tersisa kurang
lebih 50 mL, kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan kembali hingga kering
menggunakan rotary evaporator. Hasil yang diperoleh merupakan ekstrak kasar air.
Simpan ekstrak untuk percobaan berikutnya dan untuk skrining fitokimia.

c. Hasil Percobaan
Bobot Sampel: Bobot Isolat:
……………….. g ………………. g

………………. g ………………. g

………………. g ………………. g

………………. g ………………. g

Rendemen dihitung menggunakan persamaan berikut:


Rendemen = Bobot ekstrak x 100%
Bobot simplisia

5
Percobaan 2. Teknik Pemisahan Fraksinasi dan Isolasi pada Ekstrak Metanol
a. Alat dan Bahan
 Gelas piala, gelas ukur, botol vial 10 mL, neraca analitik, kolom kromatografi,
penangas air, lampu UV, plat KLT (silika gel 60 F254),
 Ekstrak kasar heksana, ekstrak kasar etil asetat, ekstrak kasar metanol, n-heksana,
etil asetat, metanol, air suling, silika gel 60, kapas
b. Cara Kerja
Fraksinasi menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
Fraksinasi senyawa-senyawa organik dalam ekstrak kasar daun sirih merah dilakukan
dengan KLT. Pada sampel ekstrak kasar n-heksana digunakan campuran pelarut n-
heksana dan etil asetat dengan perbandingan 7:3. Sedangkan untuk ekstrak kasar etil
asetat dan ekstrak kasar metanol digunakan campuran pelarut etil asetat dan metanol
dengan perbandingan 7:3. Dimasukkan masing-masing 10 ml campuran larutan fase gerak
ke bejana kromatografi, kemudian dijenuhkan. Ditotolkan masing-masing ekstrak pekat n
heksana, etil asetat dan metanol pada plat KLT. Dimasukkan plat kedalam bejana yang
telah berisi campuran pelarut yang telah dijenuhkan, lalu ditutup dan dielusi. Plat yang
telah dielusi dikeluarkan dari bejana, lalu dikeringkan. Analisis bercak noda (spot) yang
muncul pada lempeng KLT dengan sinar UV (pada panjang gelombang, λ = 254 nm dan
366 nm). Tandai tiap spot yang teramati dan hitung nilai Rf.
Rf = Jarak migrasi ekstrak (noda)
Jarak migrasi fase gerak

Isolasi Senyawa menggunakan Kromatografi Kolom


Gelas piala yang berisi silika gel (50 g) ditambahkan n-heksana, diaduk hingga rata dan
menyerupai bubur. Adonan bubur tersebut dimasukkan ke kolom berukuran panjang 50 cm,
berdiameter 2 cm, dan pada ujung kolom bagian dalam diberi kapas pada keadaan kran
terbuka agar n-heksana dapat menetes keluar dan ditampung. Kolom yang telah berisi
bubur silika gel diusahakan tidak terdapat gelembung udara didalamnya. Setelah
permukaan n-heksana tinggal sekitar 3 cm di atas permukaan silika gel, maka kran ditutup.
Silika gel yang terdapat dalam kolom berfungsi sebagai fasa diam.
Ekstrak kasar metanol (0,2 g) dilarutkan dalam sedikit n-heksana dan ditambahkan
silika gel, diaduk hingga rata. Campuran n-Heksana diuapkan dengan penangas air pada
suhu 400 C hingga diperoleh residu, kemudian dimasukkan ke kolom. Eluen yang berfungsi
sebagai fasa gerak dimasukkan ke kolom dengan hati-hati agar sampel tidak berubah

6
posisi. Perbandingan fasa gerak (eluen) yang digunakan secara gradien adalah sebagai
berikut:
n-heksana : etil asetat (90 : 10)
n-heksana : etil asetat (70 : 30)
n-heksana : etil asetat (60 : 40)
Etil asetat : metanol (90 : 10)
Etil asetat : metanol (70 : 30)
Etil asetat : metanol (60 : 40)
Cairan hasil pemisahan ditampung dalam botol-botol berukuran 10 mL, kemudian
dilakukan uji KLT. Identifikasi hasil pengujian dilakukan dengan sinar UV, pada panjang
gelombang, λ = 254 nm dan 366 nm. Cairan yang dalam uji KLT memiliki spot dengan Rf
sama dikumpulkan menjadi satu botol. Simpan hasil fraksinasi untuk percobaan berikutnya
(skrining fitokimia).

c. Hasil Percobaan
Hasil fraksinasi dengan KLT
Ekstrak Jumlah Nilai Rf Pengamatan Spot dengan Lampu UV (λ)
Spot Bantuan Sinar UV
n-heksana

Etil asetat

Metanol

7
Hasil Isolasi menggunakan Kromatografi Kolom
Fraksi ke- Jumlah Nilai Rf Pengamatan Noda dengan Lampu UV (λ)
Noda Bantuan Sinar UV

d. Tes Formatif
1) Jelaskan kelebihan dan kekurangan teknik maserasi dibanding teknik ekstraksi lain!
2) Sebutkan syarat pelarut yang baik untuk ekstraksi!
3) Jelaskan kegunaan umum metode KLT!
4) Jelaskan kegunaan dari rotary evaporator!

e. Daftar Pustaka
Gritter, R. J., Bobbitt, J. M., & Schwarting, A. E. (1991). Pengantar Kromatografi edisi
kedua. Penerbit ITB, Bandung.
Sudjadi. (1988). Metode Pemisahan. hal 167-177, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah
Mada.
Irawan, C dan Mapiliandari, I. (2009). Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dari daun sirih
marah (Piper cf. arcuatum Blume). Warta Akab, No.21.

8
BAB II
SKRINING FITOKIMIA

Sub-CPMK: Kemampuan akhir tiap tahapan belajar yaitu mahasiswa mampu menentukan
struktur senyawa organik secara klasik suatu sampel murni

TIK: Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu:


1. Melakukan skrining fitokimia senyawa organik hasil pemisahan bahan alam
2. Mengidentifikasi dan mengklasifikasikan metabolit sekunder senyawa organik hasil
pemisahan bahan alam

Pendahuluan
Pemisahan senyawa organik dari bahan alam diikuti dengan proses skrining fitokimia
dan uji bioassay. Skrining fitokimia atau disebut juga penapisan fitokimia merupakan uji
pendahuluan dalam menentukan golongan senyawa metabolit sekunder yang mempunyai
aktivitas biologi (efek farmakologis ataupun efek toksik) dari suatu tumbuhan. Dalam percobaan
ini, skrining fitokimia dilakukan dengan menggunakan pereaksi-pereaksi tertentu sehingga
dapat diketahui golongan senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan tersebut sebelum
dilakukan uji bioassay ataupun pemisahan lanjutan dan pemurnian senyawa.
Metode yang digunakan pada skrining fitokimia seharusnya memenuhi beberapa kriteria
berikut:
 Sederhana
 Cepat
 Hanya membutuhkan peralatan yang sederhana
 Khas untuk satu golongan senyawa
 Memiliki batas limit deteksi yang cukup lebar (dapat mendeteksi keberadaan senyawa meski
dalam konsentrasi yang cukup kecil)
Skrining fitokimia secara umum dilakukan pada hasil ekstrak kasar senyawa bahan alam,
meliputi pemeriksaan kandungan senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid/steroid, tanin, saponin,
terpenoid, stereoid tak jenuh, glikosida steroid, dan antrakuinon.
a. Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder yang bersifat basa, dan mengandung satu
atau lebih atom nitrogen. Alkaloid memiliki rasa pahit, bersifat optis aktif, biasanya tidak
berwarna dan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berbentuk cairan pada suhu kamar.

9
Pada umumnya alkaloid larut dalam air jika berupa garam, tetapi sukar larut dalam pelarut
organik. Sebaliknya, alkaloid sukar larut dalam air dan mudah larut dalam pelarut organik jika
berupa basa atau bebasnya. Alkaloid dapat ditemukan pada berbagai bagian tanaman,
seperti bunga, biji, daun, ranting, akar dan kulit batang. Alkaloid pada tanaman berfungsi
sebagai racun yang dapat melindunginya dari serangga dan herbivora, faktor pengatur
pertumbuhan, dan senyawa simpanan. Alkaloid diketahui memiliki beberapa manfaat yaitu
sebagai antimikroba, anti-diare, anti-diabetes,
b. Flavonoid
Flavonoid memiliki kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon dengan susunan
C6 – C3 – C6. Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air. Pada umumnya,
flavonoid terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Flavonoid yang berhasil diisolasi dari
tumbuhan antara lain antosianin, flavonol dan flavon. Secara umum flavonoid memiliki
aktivitas yang tinggi sebagai antioksidan, selain itu sebaai antimikroba dan antikanker.
c. Fenolik
Senyawa fenolik pada tanaman antara lain flavonoid, tanin, hidrokuinon dan senyawa fenolat
yang lain. Contohnya eugenol, senyawa fenolik pada minyak cengkeh.
d. Tanin
Tanin merupakan senyawa yang banyak ditemukan dalam tumbuhan. Tanin memiliki gugus
fenol, memiliki rasa sepat, dan dapat menyamak kulit. Tanin dikelompokkan menjadi dua
senyawa yaitu tanin terkondensasi (jenis tanin yang resisten terhadap reaksi hidrolisis dan
biasanya diturunkan dari senyawa flavonol, katekin, dan flavan-3,4-diol) serta tanin
terhidrolisis (tanin yang dapat terhidrolisis oleh asam atau enzim). Senyawa tanin dapat
mengikat dan mengendapkan protein. Isolasi tanin dari bahan alam memiliki aktivitas sebagai
antibakteri, antidiare, antiinflamasi dan antioksidan.
e. Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif yang menimbulkan busa stabil bila dikocok dlaam air.
Saponin memiliki rasa pahit yang menusuk, menyebabkan bersin, menyebabkan hemolisis
sel darah merah, dan bersifat racun pada hewan berdarah dingin. Beberapa jenis tanaman
diketahui banyak mengandung saponin seperti mahkota dewa, belimbing wuluh, buah pare,
dan kemiri. Saponin banyak dimanfaatkan karena terbukti memiliki aktivitas seperti antifungi,
antibakteri, antikolesterol dan dapat menghambat pertumbuhan sel tumor.
f. Terpenoid
Terpenoid termasuk kelompok senyawa organik hidrokarbon yang dihasilkan dari berbagai
tumbuhan. Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa terpen.

10
Rumus molekul terpen adalah (C5H8). Terpenoid memiliki bau khas dan dapat diisolasi dari
bahan alam dengan penyulingan yang disebut minyak atsiri. Minyak atsiri umum digunakan
untuk wangi-wangian parfum dan juga sebagai sumber aromaterapi.
g. Steroid Tak Jenuh
Steroid merupakan terpenoid lipid engan empat cincin kerangka dasar karbon yang menyatu.
Cincin A, B dan C beranggotakan enam atom karbon, dan cincin D beranggotakan lima cincin
karbon. Steroid kebanyakan strukturnya terdiri atas 17 atom karbon. Secara biogenetik,
steroid yang terdapat di alam berasal dari triterpen. Berdasarkan sumbernya steroid
dibedakan menjadi steoroid alami dan steroid sintesis. Tubuh manusia memproduksi steroid
secara alami yang terlibat dalam berbagai proses metabolisme. Steroid sintetis umum
digunakan untuk pengobatan penyakit yang disebabkan oleh kelebihan atau kekurangan
hormon, penyakit berbahaya serta penyakit lain seperti radang sendi dan alergi
h. Glikosida Steroid
Glikosida steroid disebut juga glikosida jantung. Bagian aglikonnya berupa senyawa steroid.
Secara kimiawi, bagian gula menempel pada posisi tiga dari inti steroid. Dari segi biologi,
beberapa senyawa glikosida menunjukkan beberapa macam aktifitas biologis, misalnya
sebagai pengatur pertumbuhan, memacu atau menghambat kerja enzim serta agen fungisida.
i. Antrakuinon
Antrakuinon merupakan suatu senyawa yang memiliki kerangka bercincin tiga yaitu
antrasena. Struktur antrakuinon biasanya terdapat sebagai turunan antrakuinon
terhidroksilasi, termetilasi, atau terkarboksilasi. Turunan antrakuinon umumnya larut dalam
air panas atau dalam alkohol encer. Senyawa antrakuinon dapat bereaksi dengan basa
memberikan warna kuning hingga merah serta ungu atau hijau. Senyawa antrakuinon telah
banyak diteliti memiliki beberapa fungsi di bidang kesehatan yaitu sebagai antijamur,
antimalaria, antibakteri, antikanker dan antioksidan.

Percobaan 1. Skrining Fitokimia

a. Alat dan Bahan


 Tabung reaksi, pipet tetes, penangas air, kertas saring, corong pisah
 Sampel, HCI 2%, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorff, pereaksi Wagner, metanol
50%, logam magnesium, HCI pekat, larutan FeCl3, anhidrida asetat, kloroform,
H2SO4 pekat, air suling, KOH 5 N, H2O2 3%, asam asetat glasial, benzena, ammonia

b. Cara Kerja

11
Identifikasi Alkaloid. Sampel (0,25 g) dimasukkan ke tabung reaksi, dilarutkan dalam
3 mL HCI 2%, dipanaskan sambil dikocok, kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh dibagi
menjadi tiga dan dimasukkan ke tiga buah tabung reaksi. Tabung ke-1 ditambahkan 2-3
tetes pereaksi Mayer, tabung ke-2 ditambahkan 2-3 tetes pereaksi Dragendorf sedangkan
tabung ke-3 ditambahkan 2-3 tetes pereaksi Wagner. Adanya senyawa alkaloida
ditunjukkan olah terjadinya endapan putih dengan pereaksi Mayer, endapan jingga/coklat
kemerahan dengan pereaksi Dragendorff dan Wagner.

Identifikasi Flavonoid. Sampel (0,25 g) dimasukkan ke tabung reaksi, ditambahkan 1-


2 mL metanol 50%, dipanaskan pada suhu 50°C, setelah dingin ditambahkan logam
magnesium dan 4-5 tetes HCI pekat. Adanya warna merah, hijau, atau jingga pada filtrat
menunjukkan adanya flavonoid.

Identifikasi Fenolik. Sampel (0,25 g) dimasukkan ke tabung reaksi, ditambah 2 mL


aquades dan beberapa tetes larutan FeCl3, terbentuknya warna ungu menunjukkan
adanya fenolik.

Identifikasi Saponin. Sampel (0,25 g) dimasukkan ke tabung reaksidan ditambah 3


mL aquades, kemudian dikocok selama 15 menit untuk diamati terjadinya busa setinggi 1
cm yang bertahan selama 15 menit.

Identifikasi Tanin. Sampel (0,25 g) dimasukkan ke tabung reaksi, ditambah dengan


1-2 mL FeCl3. Terjadinya warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya
tannin.

Identifikasi Terpenoid. Sampel (0,25 g) dimasukkan ke tabung reaksi, ditambahkan


0,5 mL anhidrida asetat dan 0,5 mL kloroform, selanjutnya ditambahkan H 2SO4 pekat
setetes demi tetes sebanyak 0,2 mL ke dasar tabung, terbentuk adanya terpenoid warna
merah menunjukkan

Identifikasi Steroid Tak Jenuh. Sampel (0.25 g) dimasukkan ke tabung reaksi,


ditambahkan 0,5 mL anhidrida asetat dah 0,5 mL kloroform selanjutnya ditambahkan
H2SO4 pekat setetes demi tetes sebanyak 0,2 mL ke dasar tabung, terbentukwarna biru
atau ungu menunjukkan adanya steroid tak jenuh.

12
Identifikasi Gikosida Steroid. Sampel (0,25 g) dimasukkan ke tabung reaksi,
ditambahkan 0,5 mL anhidrida asetat dan 0,5 mL kloroform, selanjutnya ditambahkan
H2SO4. pekat ke dasar tabung, terbentuknya cincin coklat kemerahan menunjukkan
adanya glikosida steroid.

Identifikasi Antrakuinon. Sampel (0,25 g) dimasukkan ke tabung reaksi,


ditambahkan 10 mL KOH 5 N dan 1 mL H2O2 3%, kemudian dipanaskan di dalam
penangas air selama 10 menit, kemudian disaring. Ke dalam filtrat yang diperoleh setelah
penyaringan ditambahkan asam asetat glasial sampai larutan bersifat asam, kemudian
diekstraksi dengan benzena. Ekstrak benzena yang dihasilkan diambil 5 mL, dimasukkan
ke tabung reaksi, selanjutnya ditambahkan dengan 5 mL ammonia, lalu dikocok. Adanya
warna merah pada lapisan ammonia menandakan adanya senyawa golongan antrakuinon,

13
c. Hasil Percobaan
Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
No Uji
……………. ……………. ……………. …………….
1. Alkaloid
2. Flavonoid
3. Fenolik
4. Saponin
5. Tanin
6. Terpenoid

7. Steroid tak jenuh

8. Glikosida Steroid
9. Antrakuinon

d. Tes Formatif
1) Jelaskan fungsi atau manfaat dari proses skrining fitokimia!
2) Sebutkan kriteria yang harus dipenuhi suatu prosedur skrining fitokimia!
3) Ditandai dengan apakah uji positif terhadap terpenoid, steroid, dan alkaloid?

e. Daftar Pustaka
Harborne, J. B. (1996). Metode Fitokimia, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan
Iwan Soediro, Edisi II, hal 14; 21-22; 69;72, ITB Press, Bandung.

14
BAB III
PENENTUAN STRUKTUR SENYAWA ORGANIK SECARA KLASIK

Sub-CPMK: Kemampuan akhir tiap tahapan belajar yaitu mahasiswa mampu menentukan
struktur senyawa organik secara klasik suatu sampel murni

TIK: Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu:


1. Melakukan identifikasi struktur senyawa organik secara klasik
2. Melakukan identifikasi dan klasifikasi kelarutan senyawa organik suatu sampel murni
3. Mengidentifikasi secara kualitatif gugus fungsi senyawa organik suatu sampel murni

Pendahuluan
Penentuan struktur senyawa organik secara klasik dilakukan pada sampel hasil
pemisahan yang telah murni. Jika sampel senyawa organik didapati belum murni atau masih
terdapat campuran maka perlu dilakukan pemisahan/pemurnian dengan teknik pemisahan yang
sesuai seperti distilasi, sublimasi, ekstrasi cair-cair, kromatografi kolom, kromatografi gas/cair
kinerja tinggi, atau pemurnian melalui rekristalisasi. Tahapan penentuan struktur senyawa
organik secara klasik sampel murni meliputi uji pendahuluan (bentuk fisik, warna, bau); uji fisika
(titik leleh, titik didih, berat jenis, indeks bias, rotasi optik); uji kualitatif unsur (Unsur C, H, O, N,
S, X); analisis kuantitatif unsur untuk mengetahui rumus empiris senyawa melalui kadar C, H, O
dan unsur lainnya; klasifikasi kelarutan; dan penentuan gugus fungsi senyawa organik.
Klasifikasi senyawa organik melalui uji kelarutan merupakan salah satu metode analisis
yang mendukung proses determinasi struktur senyawa organik sebeleum dilakukan tahapan
analisis dengan metode spektrometri seperti spektrofotometri infra-red, spektrofotometri Uv-
Visible, nuclear magnetic resonance dan spektrofotometri massa.
Klasifikasi kelarutan memberikan 3 jenis informasi yang dapat diperoleh dari sampel uji
berdasarkan perilaku kelarutannya dalam air, NaOH 5%, NaHCO3 5%, HCl 5%, dan H2SO4(p)
dingin. Pertama adanya gugus fungsi, sebagai contoh mengingat hidrokarbon tidak larut dalam
air, maka senyawa seperti etil eter yang larut sebagian dalam air mengindikasikan adanya
gugus fungsi polar. Kedua, akan memberikan informasi yang lebih spesifik terkait gugus fungsi
seperti sifat asam atau basa. Sebagai contoh asam benzoat tidak larut dalam air tetapi akan
diubah oleh NaOH 5% menjadi garam Na-benzoat yang lebih cepat larut dalam air. Pada kasus
ini, untuk senyawa uji yang tidak larut dalam air tapi larut dalam NaOH 5% mengindikasikan
adanya gugus fungsi asam. Ketiga, didapatkan kesimpulan dari berat molekul senyawa.

15
Sebagai contoh banyak senyawa organik dalam deret homolog dengan satu gugus fungsi
dengan jumlah atom karbon kurang dari 5 bersifat larut dalam air, sementara deret homolog
yang lebih tinggi tidak larut.
Pada uji kelarutan dengan air, senyawa dikatakan larut dengan cakupan kelarutan 3,3
g/100 mL. Selanjutnnya senyawa diuji kelarutannya dalam dietil eter. Jika senyawa tersebut
tidak larut dalam eter, maka senyawa tersebut termasuk dalam kelas kelarutan S2. Kelarutan
dalam eter menunjukkan bahwa senyawa tersebut berada dalam kelas kelarutan S A, SB, atau
S1. Larutan berair dari senyawa yang larut dalam eter kemudian diuji dengan kertas pH
(lakmus) untuk mempersempit pilihan. Jika lakmus merah dan biru teramati menjadi merah
maka senyawa merupakan golongan S A, jika kedua lakmus menjadi biru maka merupakan
golongan SB, dan jika teramati warna asli lakmus maka senyawa S1. Tidak ada lagi uji kelarutan
yang diperlukan pada titik ini jika senyawa tersebut larut dalam air.
Namun, jika senyawa tersebut tidak larut dalam air, maka diuji kelarutannya dalam
larutan NaOH 5%. Senyawa asam diidentifikasi dengan kelarutannya dalam larutan NaOH 5%.
Asam kuat dan asam lemah dapat diidentifikasi dengan uji kelarutan dalam NaHCO3 5%. Jika
larut maka merupakan kelas kelarutan A 1 dan jika tidak larut maka kelas A 2. Setelah senyawa
diidentifikasi sebagai asam dan kelas kelarutannya ditentukan, maka tidak diperlukan lagi uji
kelarutan.

Pengelompokan senyawa berdasarkan kelarutannya dalam asam dan basa seperti terlihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi kelarutan senyawa organik
Simbol Klasifikasi
S2 Garam-garam asam organik (RCOONa, RSO 3Na, Amina Hidroklorida (RNH3CI),
asam-asam amino, senyawa-senyawa dengan poli gugus fungsi (gugus fungsinya
hidrofilik, contoh: karbohidrat (gula), senyawa-senyawa polihidroksi, asam-asam
polibasa, dsb
SA Asam-asam karboksilat dengansatu gugus fungsi yang memiliki 5 atom karbon atau
kurang, asam-asam arenesulfonat
SB Amina-amina satu gugus fungsi dengan 6 atom karbon atau kurang
S1 Alkohol satu gugus fungsi, aldehid, keton, ester, nitril dan amida dengan 5 atom
karbon atau kurang

16
Simbol Klasifikasi
A1 Asam-asam organikkuat: asam karboksilat dengan lebih dari 6 atomkarbon, fenol
dengan posisi orto dan para, β-diketon
A2 Asam-asam organik lemah: fenol, enol, oksim, imida, sulfonamida, tiofenol,
seluruhnya yang memiliki lebih dari 5 atom karbon, β-diketon, senyawa-senyawa nitro
dengan α-hidrogen, sulfonamide
B Amina alifatik dengan 8 atau lebih atom karbon, anilin (hanya satu gugus fenil terikat
ke N), beberapa oksi-oksi eter
MN Senyawa-senyawa netral yang mengandung N atau S dan memiliki lebih dari 5 atom
karbon
N1 Alkohol, aldehid, metal keton, siklik keton, dan ester dengan satu gugus fungsi dan
lebih dari 5 tapi kurang dari 9 atom karbon, eter dengan jumlah atom karbon kurang
dari 8, epoksida
N2 Alkena, alkuna, eter, beberapa senyawa aromatik, keton (selain yang dinyatakan
dalam kelompok N1)
I Hidrokarbon jenuh, haloalkana, arilhalida, diaril eter, senyawa- senyawa aromatik
deaktivasi

Untuk senyawa yang tidak larut dalam air dan selanjutnya tidak larut dalam NaOH 5%,
kelarutan dalam larutan HCl 5% ditentukan. Senyawa yang berperilaku sebagai basa dalam
larutan air terdeteksi oleh kelarutannya dalam larutan HCl 5% (kelas kelarutan B). Jika senyawa
diidentifikasi sebagai basa, maka uji kelarutan tambahan tidak diperlukan.
Banyak senyawa yang netral terhadap larutan HCl 5% berperilaku sebagai basa dalam
pelarut yang lebih asam seperti asam sulfat pekat. Secara umum, senyawa yang mengandung
belerang atau nitrogen memiliki atom dengan pasangan elektron yang tidak digunakan bersama
dan diharapkan larut dalam asam kuat. Senyawa yang mengandung nitrogen atau belerang dan
bersifat netral dalam asam atau basa berair ditempatkan dalam kelas kelarutan MN.
Senyawa yang tidak larut dalam air, larutan NaOH 5%, dan larutan HCl 5%, tetapi larut
dalam larutan H2SO4 96%, diklasifikasikan dalam kelas kelarutan N. Kelarutan dalam H 2SO4
96% menunjukkan adanya atom oksigen atau fungsi hidrokarbon reaktif seperti ikatan rangkap
dua atau rangkap tiga atau cincin aromatik yang mudah tersulfonasi. Senyawa yang tidak larut
dalam air, larutan NaOH 5%, larutan HCl 5%, dan larutan H 2SO4 96%, ditempatkan dalam kelas
kelarutan I (senyawa inert).

17
Percobaan 1. Uji Pendahuluan dan Uji Fisik Senyawa Organik

a. Alat dan Bahan


● Tabung reaksi, pipet tetes, spatula, pipa silinder, melting point tester
● Glukosa, asam asetat, asam oleat, etil asetat, formaldehida, benzaldehida, metil amina,
anilin, etanol, amil alkohol, fenol, heksana

b. Cara Kerja
● Amati wujud fisik dan warna senyawa organik sampel murni dan catat hasil pengamatan
yang diperoleh pada tabel pengamatan!
● Uji titik leleh. Masukkan sedikit sampel padat (glukosa) pada tabung pipa kapiler (± 1 mm),
tutup ujung pipa kapiler, masukkan pipa pada alat, catat hasil pengamatan yang diperoleh.

Percobaan 2. Klasifikasi Kelarutan Senyawa Organik

a. Alat dan Bahan


● Tabung reaksi, pipet tetes, kertas lakmus
● Air suling, eter, larutan NaHCO3 5%, larutan Na2CO3 5%, larutan NaOH 5%, larutan HCI
5%, larutan H3PO4 85%, larutan H2SO4 96%. Sampel uji (glukosa, asam asetat, asam
oleat, etil asetat, formaldehida, benzaldehida, metil amina, anilin, etanol, amil alkohol,
fenol, heksana).

b. Cara Kerja
Pengujian kelarutan dari sampel uji dilakukan dengan mengacu pada bagan pada Gambar 1.

18
Gambar 1. Bagan Klasifikasi Kelarutan Senyawa

19
Uji Kelarutan dalam Air. Masukkan 1 mL air suling pada tabung reaksi, tambahkan 0,05-
0,2 mL contoh (1-3 tetes,) atau (25 mg padatan). Penambahan contoh dimulai dimulai dari 1
tetes, kocok kuat-kuat, jika tidak terlihat perbedaan fasanya, tambahkan tetes 2-3 dan kocok
kembali. Campuran dijaga agar tetap pada suhu ruangan. Jika senyawa melarut sempuma,
dicatat sebagai dapat larut.
Catatan: Senyawa dikatakan larut jika melarut dengan jumlah 3 g/100 mL pelarut.
Interpretasi kelarutan berdasarkan observasi visual semi kuantitatif, sehingga perlu kehati-
hatian dalam menyimpulkan “larut” dan “tidak larut”.

Uji Kelarutan dalam Eter. Masukkan 1 mL eter pada tabung reaksi, tambahkan 0,05-0,2
mL contoh (1-3 tetes,) atau (25 mg padatan). Penambahan contoh dimulai dimulai dari 1 tetes,
kocok kuat-kuat, jika tidak terlihat perbedaan fasanya, tambahkan tetes 2-3 dan kocok kembali.
Dijaga agar campuran tetap pada suhu ruangan. Jika senyawa melarut sempuma, dicatat
sebagai dapat larut.
Catatan: Sampel padatan harus berupa serbuk halus untuk meningkatkan laju kelarutan. Jika
padatan tidak larut dalam air dan eter dipanaskannya secara perlahan, kemudian didinginkan
sampai suhu ruangan dan dikocok untuk mencegah kejenuhan.

Uji Lakmus. Uji lakmus dilakukan dengan cara kerja sesuai uji kelarutan dalam air dengan
menggunakan lakmus merah dan biru. Jika kedua lakmus setelah uji berwarna merah maka
sampel masuk golongan SA. jika menjadi biru maka golongan S B. Jika keduanya tetap sesuai
warna asal maka golongan S1.
Senyawa dengan pKa < 8 berada dalam kelompok S A (lihat Tabel 1 dan Gambar 1).
Senyawa dengan pKb < 9 masuk kelompok S B. Berturut-turut, fenol dengnn pKa sekitar 10 akan
memberikan larutan air yang bersifat asam lemah (pH dibawah 4,5) untuk mengubah lakmus
menjadi merah. Lakmus berwarna merah pada pH dibawah 4,5 dan biru diatas 8,3. Karena
alasan yang sama, amina aromatik seperti anilin merupakan basa lemah untuk mengubah
lakmus biru (pKb 9,4).

Uii Kelarutan dalam Asam dan Basa. Masukkan 1 mL air pelarut (NaOH 5%, NaHCO 3
5%, HCl 5%) ke masing-masing tabung reaksi, tambahkan 0,05-0,2 mL contoh (1-3 tetes,) atau
(25 mg padatan). Penambahan contoh dimulai dimulai dari 1 tetes, kocok kuat-kuat, Pisahkan
(saring bila perlu) larutan dari zat yang tidak larut dan netralkan dengan asam atau basa. Uji
larutan secara hati-hati, adanya kabut pada larutan yang dinetralisasi menunjukkan hasll yang

20
positif. Pada saat uji kelarutan dalam asam atau basa, larutan tidak boleh dipanaskan karena
dapat mengakibatkan terjadinya hidrolisis. Pada saat pengocokan, waktu yang dibutuhkan
sampel untuk larut tidak boleh lebih dari 1 atau 2 menit.

Uji Kelarutan dalam Asam Pekat. Masukkan 1 mL mLH2SO4 pekat pada tabung reaksi
bersih dan kering, tambahkan 0,05-0,2 mL contoh (1-3 tetes,) atau (25 mg padatan). Perhatikan
terjadinya panas, perubahan warna, pembentukan endapan atau pembebasan gas dapat
diidentifikasi sebagai larut dalam mLH2SO4 pekat, walau beberapa sampel terlihat tidak
bercampur. Seluruh pengamatan harus dilakukan secara hati-hati karena berguna untuk
identifikasi tahap selanjutnya.

Percobaan 3. Penentuan Golongan Senyawa Organik

a. Alat dan Bahan


● Tabung reaksi, pipet tetes, piala gelas, kaki tiga, kassa
● Sampel uji (glukosa, asam asetat, asam oleat, formaldehida, benzaldehida, metil amina,
anilin, etanol, amil alkohol, fenol, heksana), larutan brom dalam kloroform atau larutan
Iod Hubl, larutan KMnO4, larutan ceric nitrat, larutan FeCI3 5 %, larutan NaHSO3, larutan
Schiff, larutan 2,4-dinitrofenilhidrazin, larutan NaHCO 3, air barit/ Ca(OH)2, larutan
hidroksilamin hidroklorida-alkohol , larutan NaOH 6 N dan 0.1 N, larutan HCl 1 N, larutan
etanol 96%, larutan ninhidrin 1 %

b. Cara Kerja
Penentuan Golongan Senyawa Alkena dan Alkuna
• Uji larutan dengan larutan Brom dalam kloroform. Masukkan sampel sebanyak 0,1 g
atau 0,5 mL ke dalam tabung reaksi. Tambahkan larutan brom tetes demi tetes sambil
dikocok. Amati.
• Uji Bayer. Masukkan sampel sebanyak 0,1 g atau 0,2 mL kedalam tabung reaksi.
Tambahkan larutan KMnO4 tetes demi tetes sambil dikocok. Amati perubahan warna
dari KMnO4 serta timbulnya endapan coklat.

Penentuan Golongan Senyawa Aromatik


• Uji Bakar Benzena. Sampel diteteskan sebanyak 5 atau 6 tetes kedalam tutup cawan
porselin. Bakar dengan api langsung. Amati nyala yang terbentuk (lakukan di ruang
asam).

21
Penentuan Golongan Senyawa Alkohol
• Uji Ceric ammonium nitrat. Masukkan 0,5 mL larutan ceric nitrat kedalam tabung reaksi.
Tambahkan 4-5 tetes sampel uji, kemudian dikocok. Amati perubahan wama yang
terjadi.
 Uji esterifikasi. Masukkan 1,0 mL contoh ke tabung reaksi, tambahkan 1,0 mL etanol
dan 5 tetes H2SO4 pekat, kemudian dikocok pan panasakan diatas penangas selama 5-
10 menit. Tuangkan campuran dalam beaker berisi air dan baui aroma ester yang
terbentuk.

Penentuan Golongan Senyawa Fenol


• Uji FeCl3.Masukkan 0,5 mL sampel uji ke tabung reaksi. Tambahkan larutan FeCI 3 tetes
demi tetes, amati perubahan wama yang terjadi

Penentuan Golongan Senyawa Aldehid


• Uji Schiff. Masukkan 0,5 mL larutan sampel uji kedalam tabung reaksi. Tambahkan
larutan schiff sebanyak 2-3 tetes, amati perubahan wama yang terjadi.

Penentuan Golongan Senyawa Keton


• Uji DNPH. Masukkan 0,5 mL larutan sampel uji kedalam tabung reaksi kering.
Tambahkan 2 mL larutan 2,4-dinitrofenilhidrazin. Amati endapan yang terbentuk, jika
tidak terbentuk endapan, biarkan larutan selama 5-10 menit, diamati.

Penentuan Golongan Senyawa Asam Karboksilat


• Uji reaksi penggaraman. Masukkan 0,5 mL sampel uji kedalam tabung reaksi.
Tambahkan 1 mL larutan NaHCO3, dikocok. Uji gas yang dihasilkan dengan air barit. Bila
perlu dipanaskan. Amati dan catat hasil uji.

Penentuan Golongan Senyawa Ester


• Uji ester. Masukkan 0,5 mL sampel uji kedalam tabung reaksi. Tambahkan larutan
hidroksilamin hidroklorida-alkohol dan 0,2 mL larutan NaOH 6N, kemudian dipanaskan
sampai mendidih. Setelah dingin, tambahkan 1 mL larutan HCI 1N (uji dengan kertas
lakmus, larutan harus asam). Bila larutan keruh (membentuk kabut) tambahkan 2 mL

22
etanol 95%, kemudian tambahkan 1 tetes larutan FeCI3 5%. Amati dan catatwarna yang
terbentuk. Uji positif terbentuknya wama violet.
Penentuan Golongan Senyawa Eter
• Masukkan kurang lebih 1 mL FeCI3 anhidrat dalam anhidrida asetat ke tabung reaksi.
Tambahkan 0,2 mL sampel X, kemudian dikocok. Amati dan catat pengamatan Anda
Penentuan Golongan Senyawa Asam Amino
• Uji Ninhidrin. Atur pH sampel uji menjadi netral dengan menggunakan basa encer.
Masukkan kurang lebih 2 mL sampel uji kedalam tabung reaksi. Tambahkan 3-4 tetes
larutan ninhidrin 0,1%, kemudian panaskan dalam air mendidih selama 10 menit, amati
dan catat perubahan yang terjadi.

c. Hasil Percobaan
Uji Pendahuluan dan Uji Fisik, Klasifikasi Kelarutan Senyawa Organik
Sampel Wujud, mp Pelarut
Warna Air Eter NaOH NaHCO3 HCl H2SO4 H3PO4
Glukosa
Etanol
Amil alkohol
Fenol
Formaldehida
Benzaldehida
Asam asetat
Asam oleat
Etil asetat
Metil amina
Anilin
Heksana

23
Penentuan Golongan Senyawa
Sampel Pereaksi Pengamatan
Glukosa
Etanol
Amil alkohol
Fenol
Formaldehida
Benzaldehida
Asam asetat
Asam oleat
Etil asetat
Metil amina
Anilin
Heksana

d. Tes Formatif:
1) Sebutkan beberapa pelarut yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa uji
2) Mengapa suatu zat dapat larut dalam suatu pelarut dan tidak dapat larut dalam pelarut
lainnya.
3) Jelaskan uji yang dapat dilakukan untuk menentukan golongan senyawa alkohol.

e. Daftar Pustaka
Shriner, R., C. Fuson., D. Curtin., & T.C Moril. 1981. The systematic identification of organic
compounds fouth edition. Sigapore: John Willey and Sons.

24
BAB IV
IDENTIFIKASI STRUKTUR SENYAWA ORGANIK DENGAN UV-VISIBLE

Sub-CPMK: Kemampuan akhir tiap tahapan belajar yaitu mahasiswa mampu menjelaskan
spektrum UV dan Visibel dari senyawa organik

TIK: Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu:


1. Menganalisa spektrum UV dan Visibel dari senyawa organik
2. Menentukan serapan UV-Visible senyawa organik secara teoritis
3. Mengidentifikasi secara kualitatif dan kuantitatif kurkumin dengan Uv-Visible
4. Mengaplikasikan teknik pemisahan dan teknik identifikasi senyawa organik pada sampel
bahan alam yang mengandung kurkumin

Pendahuluan
Analisis Senyawa dengan Spektrofotometer UV-Visible
Senyawa dengan struktur ikatan tak jenuh kovalen (gugus kromofor) dapat menyerap
energi di daerah UV menghasilkan transisi elektron valensi dalam molekul. Pada transisi
tersebut, elektron tereksitasi dari orbital molekul (bonding, orbital ρ dan π) ke orbital berenergi
tinggi (antibonding, ρ* dan π*), transisi dituliskan π  π*. Serapan panjang gelombang (λ) dan
intensitas serapan maksimum senyawa berkromofor dapat dipengaruhi oleh gugus jenuh yang
terikat pada gugus kromofor tersebut (auksokrom, OH, NH 2, Cl, transisi ρ  ρ*, n  ρ*). Gugus
kromofor yang penting adalah ikatan kovalen terkonjungasi (C=C-C=C). Spektrofotometer UV-
Vis dapat untuk menguji senyawa organik secara kualitatif dan kuantitatif.

Perhitungan panjang gelombang maksimal secara teoritis


Aturan Woordward. Panjang gelombang (λmaks) pada ikatan kovalen terkonjugasi
sistem butadiena (diena, C=C-C=C) dapat ditentukan secara teoritis menggunakan aturan
Woordward.

25
Dengan kaidah perhitungan sebagai berikut:
A. Harga induk heteroannular (rantai terbuka diena, s-trans-diena) 214 nm
B. Harga induk homoannular (rantai terbuka diena, s-cis-diena) 253 nm
C. Penambahan untuk:
1. Tiap substituen alkil (AK) atau cincin residu (CR) 5 nm
2. Tiap eksosiklik (ES) 5 nm
3. Tiap ikatan rangkap konjugasi tambahan (IR) 30 nm
4. Auksokrom :
- O-asil 0 nm
- O-alkil 6 nm
- S-alkil 30 nm
- Cl, - Br 5 nm
- N(alkil)2 60 nm

Aturan Woordward hanya dapat digunakan menghitung λmaks dari senyawa diena ( ),

triena ( ), tetraena ( ), untuk pentaena, heksaena dst


dapat menggunakan aturan Fieser Kuhn.
Aturan Fieser Kuhn. Pada senyawa dengan ikatan tak jenuh lebih dari 4 (empat) maka
penentuan λmaks dapat menggunakan aturan Fieser Kuhn, dengan perhitungan sebagai
berikut:

keterangan :
M: jumlah alkil atau yang menyerupai alkil pada sistem ikatan tidak jenuh terkonjugasi
n: jumlah ikatan tidak jenuh terkonjugasi
Rendo: jumlah ikatan tidak jenuh dalam cincin/siklik pada sistem konjugasi
Rexo: jumlah ikatan tidak jenuh di luar cincin/siklik pada sistem konjugasi

Sistem enon. Senyawa dengan gugus karbonil ( ) berkonjugasi dengan etilen


(C=C) membentuk sistem enon atau α, β-keton tak jenuh dan aldehida. Sistem enon dapat
dijumpai pada daerah 215-250 nm (pita K) dan pada 310-330 nm.

26
Perhitungan λmaks sebagai berikut:
I. Harga Induk:
α, β-keton tak jenuh rantai terbuka 215 nm
α, β-keton tak jenuh cincin enam 215 nm
α, β-keton tak jenuh cincin lima 205 nm
α, β-aldehid tak jenuh 210 nm
α, β-asam karboksilat dan ester tak jenuh 195 nm
II. Penambahan untuk:
A. Tiap ikatan rangkap konjugasi tambahan (IR) 30 nm
B. Tiap eksosiklik (ES) 5 nm
C. Komponen homodien (HD) 39 nm
D. Tiap substituen alkil (AK) atau cincin residu (CR) pada α- 10 nm
Tiap substituen alkil (AK) atau cincin residu (CR) pada β- 12 nm
Tiap substituen alkil (AK) atau cincin residu (CR) pada ᵞ- 18 nm
E. Group polar : -OH pada α- 35 nm
Group polar : OH pa da β- 30 nm
Group polar : OH pad a δ- 50 nm
-OAc pada α, β, ᵞ- 6 nm
-OMe pada α- 35 nm
O Me pada β- 30 nm
-- OMe pada ᵞ- 17 nm
OMe pada δ- 31 nm
-S Alk pada β- 85 nm
- Cl pada α- 15 nm
Cl pada β- 12 nm
- Br pada α- 25 nm
Br pada β- 30 nm
-N Alk pada β- 95 nm

27
Sistem aromatik. Serapan senyawa aromatik bergantung pada struktur molekulnya.
Benzena dan derivatnya memberikan serapan pada 180-210 nm (pita E); 250-255 (pita B); dan
adanya substituen pada benzena maka akan terjadi pergeseran panjang gelombang ke arah
yang lebih besar yaitu ketika terdapat gugus pendorong elektron atau ikatan jenuh terkonjugasi.

A. Harga Induk :
X = alkil atau cincin residu 246 nm
X=H 250 nm
X = OH atau OR 230 nm
B. Penambahan substituen :
R = alkil atau cincin residu o-, m- 3 nm
p- 10 nm
R = -OH, -OCH3, -OR o-, m- 7 nm
p- 25 nm
R = O- o- 11 nm
m- 20 nm
p- 78 nm
R = Cl o-, m- 0 nm
p- 10 nm
R = Br o-, m- 2 nm
p- 15 nm
R = NH2 o-, m- 13 nm
p- 58 nm
R = NHAc o-, m- 20 nm
p- 45 nm
R =N(Me)2 o-, m- 20 nm
p- 85 nm
R =NHMe p- 73 nm

28
Penetapan Senyawa Kurkumin dengan UV-Visible
Pada percobaan ini akan dimulai dengan pemisahan dan pemurnian senyawa kurkumin
dengan teknik ekstraksi (isolasi senyawa kurkumin), selanjutnya tahapan penentuan senyawa
organik secara klasik dilakukan (uji titik leleh, uji gugus fungsi, uji TLC, uji UV-Vis), dilanjutkan
penetapan kadar kurkumin.
Kurkumin adalah zat aktif yang memberikan warna kuning dan jingga yang termasuk
dalam golongan polifenol dan berpotensi menjadi antioksidan yang dapat berperan dalam
menangkal radikal bebas, selain itu juga sebagai antitumor dan antikanker. Di Indonesia, bahan
baku kurkumnoid dari rimpang dimanfaatkan oleh industri obat dalam bentuk segar dan dalam
bentuk simplisia. Simplisia banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat herbal
karena mengandung kurkumin yang tinggi. Kurkumin atau curcumin [(E, E )-1,7-bis(4-hydroxy-
3-methoxyphenyl)-1,6-heptadiene-3,5-one] merupakan senyawa diarilheptanoid dengan struktur
sebagai berikut:

Kurkumin dapat diisolasi dari rimpang kunyit Curcuma longa L., suku Zingiberaceae.
Kurkumin dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut n-heksana, diklorometana, etil asetat,
aseton, etanol. Berdasarkan Farmakope herbal tahun 2017, kadar kurkumin dalam ekstrak
kental disyaratkan ≥ 11,17%, dengan %rendemen ≥ 11,0% dan kandungan air ≤ 10%.
Penetapan kadar kurkumin tersebut dapat dilakukan dengan sepktrofotometri Uv-Vis.
Identifikasi kurkumin dari kunyit dengan TLC (dalam campuran kloroform(95):metanol(5), v/v)
akan diperoleh tiga spot dengan Rf 0,09; 0,24; dan 0,69 dengan Rf kurkumin pembanding
sebesar 0,62. Tanaman rimpang lainnya yang mengandung kurkumin adalah temulawak
(Curcuma xanthorrizha Roxb), dengan rendemen ekstrak kental ≥ 18,0%, kandungan air ≤
10%, dan kadar kurkumin sebesar ≥ 6,7%. Uji TLC didapatkan spot R f 0,45; 0,60; dan 0,85
dengan Rf kurkumin standar sebesar 0,85.

29
Percobaan 1. Penetapan λ maks senyawa organik
a. Alat dan Bahan
 Labu takar 100 mL, labu takar 50 mL, buret, kuvet, sepktrofometer Uv-Vis, dan
pipet tetes
 Aseton, etanol p.a, akuades, steroid, beta karoten, kolestadienon, fenantren

b. Cara Kerja
 Uji serapan panjang gelombang maksimal dengan UV-Vis. Sampel 5% dalam
etanol (labu takar 50 mL). Tentukan λmaks dengan pengukuran Uv-Vis.
Bandingkan dengan data perhitungan λmaks secara teoritis.
 Penentuan λmaks secara teoritis. Tentukan λmaks secara teoritis senyawa berikut
: 9,10-secocholesta-5,7,10(19)-triene-3,24,25- triol, alfa-karoten, trendione, 3,4-
dimetoksi-10-okso-oktahidrofenantren

30
c. Hasil Percobaan
Sampel λmaks secara teoritis λmaks percobaan

d. Tes Formatif
a. Kaidah manakah yang digunakan untuk menghitung λmaks senyawa tersebut?
b. Apa yang dimaksud dengan gugus kromofor dan auksokrom?

Percobaan 2. Isolasi kurkumin dari kunyit dan karakterisasinya

a. Alat dan Bahan


 Spektrofotometer sinar tampak Shimadzu Pharmaspec – 1700, Karl Fischer, rotary
evaporator Buchi R-300, mesin giling, saringan mesh 100, mesin press, labu takar 100
mL; 50 mL; 25 mL; dan 10 mL, pipet volumetrik 25 mL; 5 mL; dan 2 mL, pipet tetes,
gelas piala 50 mL, buret semi mikro, dan batang pengaduk.
 Etanol teknis 95%, aquades, aseton, kunyit dan temulawak, standar kurkumin

b. Cara Kerja
 Pembuatan simplisia serbuk. Kunyit/temulawak yang telah dikupas dan dikeringkan
(dengan menggunakan oven atau suhu ruang), dihaluskan dengan mesin penggiling
hingga menjadi serbuk simplisia kunyit/temulawak.
 Pembuatan ekstrak kurkumin. Sebanyak 50-75 g serbuk kunyit/temulawak ditimbang,
dan dimasukkan dalam gelas piala berisi 150 mL etanol teknis 95%. Campuran
dimaserasi selama dua jam (dapat dilakukan dalam ultrasonic bath). Campuran
dipisahkan melalui penyaringan (atau menggunakan mesin press), ekstrak ditampung
dalam wadah, residu dimaserasi kembali dengan 225 mL etanol teknis 95% selama 2
jam, dilanjutkan penyaringan. Pelarut setelah evaporasi ditampung diwadah yang
disediakan.
 Ekstrak hasil maserasi pertama dan kedua digabungkan dalam labu evaporasi dan
dilakukan evaporasi dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.

31
 Uji kadar air dengan metode Karl Fischer. Sampel ditimbang ±0,04 g ke wadah
alumunium foil, dimasukkan dalam alat dan dilakukan pengukuran. Hasil yang diperoleh
pada layar dicatat dan dihitung.
 Uji titik leleh. Sampel ditotolkan dalam pipa kapiler ±0,04 g, ujung pipa ditutup dengan
rapat diatas burner. Masukkan pipa kaplier ke dalam alat uji. Catat hasil uji yang didapat.
 Uji TLC (thin layer chromatography). Ekstrak kurkumin 5% dalam etanol dan
kurkumin standar 0,1% dispotkan dengan pipa kapiler pada silica gel 60 F 254.
 Masukkan silica gel 60 F254 ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan campuran
kloroform, methanol (9,5 mL: 0,5 mL). Untuk pembanding dapat dijenuhkan dalam
campuran kloroform: diklorometan; asam asetat (9.5:0.5:0.1, v/v/v).
 Identifikasi pengujian dengan Uv-Vis pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm
 Uji gugus fungsi fenolik. Tambahkan 1 mg ekstrak dalam tabung reaksi, tambahkan 1
mL diklorometan/ heksana. Kemudian tambahkan 2-5 tetes FeCl3. Amati dan catat
perubahan warna yang terbentuk.
 Uji gugus karbonil. Tambahkan 1 mg ekstrak dalam tabung reaksi, tambahkan 1 mL
akuades. Kemudian tambahkan 1 mL NaHSO 3. Amati dan catat perubahan warna yang
terbentuk.
 Uji serapan panjang gelombang maksimal dengan UV-Vis. Ekstrak kurkumin 5%
dalam etanol (labu takar 100 mL). Tentukan λmaks dengan pengukuran Uv-Vis.
Bandingkan dengan data λmaks dari literatur.

c. Hasil Percobaan
Kadar air simplisia
Hasil ekstrak yang diperoleh :
Bobot : …………………mL / …………….. g
Warna/bentuk/aroma : ……………..…/…………………/…………………….
Uji titik leleh
Uji TLC:
Jumlah spot : ………………….
Rf pada 254 nm : …………………/…………………./………………….
Rf pada 366 nm
Uji gugus fenolik
Uji gugus karbonil

32
λmaks literature

λmaks pengukuran

d. Tes Formatif
1) Jelaskan metode Identifikasi gugus fungsi kurkumin lainnya yang dapat dilakukan
selain uji gugus fenolik dan uji gugus karbonil?
2) Mengapa kurkumin dapat dianalisis dengan Uv-Vis?

Percobaan 3. Pengukuran Deret Standar Kurkumin

a. Alat dan Bahan


 Labu takar 100 mL, labu takar 50 mL, buret, kuvet, sepktrofometer Uv-Vis, dan pipet
tetes
 Aseton, etanol p.a, akuades
b. Cara Kerja
 Pembuatan Larutan induk kurkumin 100 mg/L. Sebanyak sebanyak 10 mg standar
kurkumin, dilarutkan dengan pelarut aseton ke labu takar 100 mL.
 Larutan diultrasonik selama 5 menit, lalu ditera dengan aseton dan dihomogenkan.
 Kemudian dipipet sebanyak 25 mL ke dalam labu takar 50 mL untuk memperoleh
larutan larutan kerja 50 mg/L. Ditambahkan larutan etanol (p.a) hingga tanda tera
dan dihomogenkan.
 Deret standar kurkumin dengan konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12 mg/L, dibuat dengan
menurunkan sebanyak 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12 mL larutan kerja 50 mg/L dari buret ke
labu takar 50 mL, selanjutnya ditera dengan mengunakan etanol (p.a).
 Larutan deret standar diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang
gelombang 425 nm, kemudian dihitung kadarnya.
 Nilai absorbansi yang diperoleh dari pembacaan alat dihitung nilai koefisien
korelasinya dengan rumus seperti dibawah ini.

33
Keterangan :
Xi: Konsentrasi standar Kurkumin (mg/L) ke-i
Yi: Absorbansi ke-I (abs)
n : Banyaknya data

 Nilai slope dan intercept dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan :
a: Intercept (abs)
b: Slope (Error! Reference source not found.)
xi: Nilai konsentrasi standar ke-i (mg/L)
yi: Nilai absorbansi standar ke-i (abs)
n: Jumlah deret standar yang digunakan
i: Ulangan ke-i

 Cterukur dari deret standar yang telah diukur dihitung dengan rumus berikut:

Keterangan :
Cterukur: Konsentrasi (mg/L)
y: Absorbansi (abs)
a: Intersept (abs)
b: Slope(Error! Reference source not found.)
c. Hasil Percobaan
Sampel (mg/L) Absorbansi Konsentrasi

d. Tes Formatif

34
1) Mengapa ekstrak dilarutkan dahulu dengan aseton? Kemudian dilanjutkan dengan
etanol?
2) Bagaimana jika slope yang diperoleh bernilai -1? Jelaskan jawaban anda!

Percobaan 4. Pengukuran kadar kurkumin


a. Alat dan Bahan
 Labu takar 100 mL, labu takar 50 mL, buret, kuvet, sepktrofometer Uv-Vis, dan
pipet tetes
 Aseton, etanol p.a, akuades

b. Cara Kerja
 Ekstrak kental kunyit/temulawak ditimbang sebanyak 205 mg, 168 mg, 162 mg,
dimasukkan ke masing-masing labu takar 100 mL dan dilarutkan dengan aseton.
 Pada ekstrak dilakukan ultrasonik selama 5 menit, lalu ditera menggunakan aseton
dan dihomogenkan.
 Larutan dipipet sebanyak 5 mL dimasukkan ke labu takar 25 mL, ditambahkan
pelarut etanol (p.a) hingga tanda tera lalu dihomogenkan. Dilakukan pengulangan
sebanyak 2 kali.
 Absorbansi sampel diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang
gelombang 425 nm, kemudian dihitung kadarnya dengan menggunakan rumus
berikut (konsentrasi 94% pada rumus diperoleh dari sertifikat standar kurkumin):
Error! Reference source not found. x 94%
Keterangan :
Cterukur : Konsentrasi terukur (mg/L)
V : Volume labu takar awal (L)
FP : Faktor Pengenceran
Bobot sampel : Bobot sampel (mg)

Nilai %RPD (Relative Percent Difference) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan :
RPD : Relative Percent Difference (%)
X1 : Hasil pengukuran kadar 1 (% b/b)
X2 : Hasil pengukuran kadar 2 (% b/b)

c. Hasil Percobaan
Sampel Absorbansi Konsentrasi Kadar

35
d. Tes Formatif
1) Apakah secara literatur terdapat perbedaan kadar kurkumin pada kunyit dan temulawak
?
2) Apakah kurkumin dapat ditetapkan dengan metode instrumentasi lainnya ?

e. Daftar Pustaka
Anderson, A. M., Mitchell, M. S., & Mohan, R. S. (2000). Isolation of Curcumin from
Turmeric. Journal of Chemical Education, 77(3), 359. doi:10.1021/ed077p359
Kemenkes, R. I. (2017). Farmakope Herbal Indonesia. Edisi II, Hal, 209.
Kosela, S. (2010). Cara mudah dan sederhana penentuan struktur molekul berdasarkan
spektra data (NMR, MASS, IR, UV). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Sugiandi, S., Afriani, K., Hamidi, A., & Maulia, G. (2021). Pengaruh Pelarut dan Jenis
Ekstrak Terhadap Kadar Kurkumin dalam Simplisia Kunyit dan Temulawak
secara Spektrofotometri Sinar Tampak. WARTA AKAB, 45(2).

36
BAB V
IDENTIFIKASI STRUKTUR SENYAWA ORGANIK DENGAN FOURIER TRANSFORM
INFRARED SPECTROSCOPY, 1H-NUCLEAR MAGNETIC RESONANCE, MASS
SPECTROSCOPY

Sub-CPMK: Kemampuan akhir tiap tahapan belajar yaitu mahasiswa mampu


1. Menjelaskan spektrum infra-red dari senyawa organik
2. Menentukan struktur senyawa organik berdasarkan spektra HNMR
3. Menentukan struktur senyawa organik berdasarkan spektrum massa
TIK: Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu:
1. menjelaskan spektrum infra-red, HNMR dan MS dari senyawa organik
2. Menginterpretasikan spektrum infra-red, HNMR dan MS senyawa organik

Pendahuluan
Analisis struktur dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)
Molekul senyawa organik mengalami vibrasi ikatan. Energi vibrasi sesuai dengan
daerah infra merah dari spektrum elektromagnetik. Sepanjang ikatan molekul dapat terjadi
berbagai jenis vibrasi seperti vibrasi ulur (streching), tekung (bending), twisting, scissoring.
Vibrasi senyawa organik terdapat di daerah frekuensi 4000 cm-1 hingga 400 cm-1. Berdasarkan
teori Hook’s besarnya frekuensi tergantung pada kekuatan ikatan dan masa atom yang
berikatan.

Keterangan v = frekuensi
f = kekuatan ikatan
m1 dan m2 = masa atom 1 dan masa atom 2
C = kecepatan cahaya
Dari rumus tersebut dapat diketahui bahwa frekuensi ikatan rangkap tiga lebih besar dari
rangkap dua dan lebih besar dari ikatan jenuh sebanding dengan kekuatan ikatannya (f).

37
Frekuensi vibrasi molekul berbanding terbalik dengan berat atom, rendahnya berat atom H
menghasilkan frekuensi vibrasi atom H (Ar = 1g/mol) yang berikatan –O, -N, -C lebih besar.

Karakteristik serapan IR senyawa organik terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Serapan IR senyawa organik


frequency, cm–1 bond functional group
3640–3610 (s, sh) O–H stretch, free hydroxyl Alkohol, fenol
3500–3200 (s,b) O–H stretch, H–bonded Alkohol, fenol
3400–3250 (m) N–H stretch 1˚, 2˚ amina, amida
3300–2500 (m) O–H stretch Asam karboksilat
3330–3270 (n, s) –C C–H: C–H stretch Alkuna (terminal)
3100–3000 (s) C–H stretch Aromatik
3100–3000 (m) =C–H stretch Alkena
3000–2850 (m) C–H stretch Alkana
2830–2695 (m) H–C=O: C–H stretch Aldehida
2260–2210 (v) C N stretch Nitril
2260–2100 (w) –C C– stretch Alkuna
1760–1665 (s) C=O stretch Karbonil (general)
1760–1690 (s) C=O stretch Asam karboksilat
1750–1735 (s) C=O stretch Ester, alifatik jenuh
1740–1720 (s) C=O stretch Aldehida, alifatik jenuh
1730–1715 (s) C=O stretch , –ester tidak jenuh
1715 (s) C=O stretch Keton, alifatik jenuh
1710–1665 (s) C=O stretch , –aldehida/keton tidak jenuh
1680–1640 (m) –C=C– stretch Alkena
1650–1580 (m) N–H bend 1˚ amina
1600–1585 (m) C–C stretch (in–ring) Aromatik
1550–1475 (s) N–O asymmetric stretch Senyawa nitro

38
frequency, cm–1 bond functional group
1500–1400 (m) C–C stretch (in–ring) Aromatik
1470–1450 (m) C–H bend Alkana
1370–1350 (m) C–H rock Alkana
1360–1290 (m) N–O symmetric stretch Senyawa nitro
1335–1250 (s) C–N stretch Amina aromatik
1320–1000 (s) C–O stretch Alkohol, asam karboksilat, ester,
eter
1300–1150 (m) C–H wag (–CH2X) Alkil halida
1250–1020 (m) C–N stretch Amina alifatik
1000–650 (s) =C–H bend Alkena
950–910 (m) O–H bend Asam karboksilat
910–665 (s, b) N–H wag 1˚, 2˚ amina
900–675 (s) C–H “oop” Aromatik
850–550 (m) C–Cl stretch Alkil halida
725–720 (m) C–H rock Alkana
700–610 (b, s) –C C–H: C–H bend Alkuna
690–515 (m) C–Br stretch Alkil halida
Keterangan: m=medium, w=weak, s=strong, n=narrow, b=broad, sh=sharp

Analisis struktur dengan Nuclear Magnetic Resonance (1H-NMR)


Senyawa organik yang mengandung proton dapat diidentifikasi dengan proton NMR
( HNMR). Azas Pauli menyatakan bahwa inti atom berpasangan sebagai anti paralel (↑↓). Jika
1

inti ditempatkan di daerah medan magnet maka inti yang berlawanan arah dengan medan
magnet berenergi lebih tinggi/tereksitasi sementara inti yang searah medan magnet dalam
kedudukan energi rendah/ground state. Perbedaan energi (ΔE) memberikan respon pada
proton NMR. Besaran frekuensi proton tergantung densitas elektron di lingkungan sekitarnya.
Kedudukan proton dinyatakan dengan pergeseran kimia (δ).

δ = pergeseran kimia
vs = frekuensi sampel
vTMS= frekuensi tetra metil silen

berdasarkan rumus diatas makin besar kerapatan elektron (σ) maka makin kecil frekuensinya,
dan makin kecil pergeseran kimianya (δ). Pergeseran kimia proton dapat memberikan informasi
kedudukan proton-proton, perbandingan jumlah relatif proton-proton (diukur dari intensitas

39
signal proton), dan pemecahan spin proton (singlet, duplet, triplet, quartet, dst). Pergeseran
kimia dipengaruhi oleh faktor induktif, faktor anisotropik, faktor sterik, ikatan hidrogen, dan
pelarut yang digunakan dalam pengukuran.

Faktor induktif. Pergeseran proton yang berdekatan dengan gugus elektronegatif


seperti senyawa halogen (F, Cl, Br, I) akan bergeser ke arah frekuensi yang lebih besar dengan
meningkatnya kelektronegatifan atom. Densitas elektron proton akan menurun sehingga
pergeseran kimia proton bertambah. Pada senyawa CH3-CH2-Cl, pergeseran kimia proton a
(δHa) lebih besar dari δHb karena proton a terikat pada atom C yang mengikat atom Cl yang
elektronegatif. Proton a berbentuk quartet (q) karena mengalami pemecahan oleh tiga proton b.
Sedangkan proton b akan berbentuk triplet (t) karena pemecahan oleh proton tetangga (dua
proton a) dan pergeseran kimia lebih rendah dari Ha.

Faktor anisotropik. Pergeseran kimia proton-proton pada ikatan rangkap dua, gugus
karbonil dan aromatik, elektron terdelokalisasi. Pergeseran kimia proton ikatan rangkap pada δ
4,5 – 6,5 ppm.
Faktor sterik. Pergeseran kimia gugus metin (δCH) lebih besar dari gugus metilen
(δCH2), dan lebih besar dari gugus metil (δCH3).
Ikatan hidrogen. Proton pada gugus –OH, -NH2, -NH, -SH dapat membentuk ikatan
hidrogen intermolekul dan akan mengalami pergeseran kimia pada δ 10-14 ppm.
Pelarut. Jika pelarut CCl4 diganti CDCl3 maka terjadi sedikit pergeseran ± 0,1 ppm, dan
jika pelarut yang digunakan lebih polar seperti DMSO, metanol. Aseton maka dapat terjadi
pergeseran ± 0,3 ppm.

40
Analisis struktur dengan Mass Spectroscopy (MS)
Analisis MS dapat melengkapi elusidasi struktur senyawa organik yang belum diketahui
guna mendukung hasil elusidasi dengan FTIR dan 1H-NMR. Dari data MS dapat diperoleh
informasi bobot molekul (BM) dan pola fragmentasi (pemecahan) senyawa organik. Pada
prinsipnya, senyawa organik akan ditembaki dengan elektron energi tinggi, sehingga terjadi
pelepasan sebuah elektron menghasilkan ion positif radikal (M.+, parent peak). Selanjutnya
dapat terjadi pemecahan ion-ion menjadi ion positif dengan BM yang lebih kecil.

Percobaan 1. Identifikasi Struktur Senyawa Organik dengan FTIR, 1H-NMR, MS Senyawa


organik unknown

a. Alat dan Bahan


 Spektrofotometer FTIR, 1H-NMR, MS, labu takar 100 mL; 50 mL; 25 mL; dan 10
mL, pipet volumetrik 25 mL; 5 mL; dan 2 mL, pipet tetes, gelas piala 50 mL, dan
batang pengaduk.
 Aseton, etanol p.a, akuades, Glukosa, benzaldehida, etil asetat, anilin, kurkumin

b. Cara Kerja
 Analisis FTIR. Lakukan analisis terhadap hasil pengujian FTIR senyawa hasil
percobaan X!
 Analisis HNMR. Lakukan analisis terhadap spektrum HNMR dari senyawa hasil
percobaan X!
 Analisis MS. Lakukan analisis terhadap hasil pengujian MS senyawa dari
senyawa hasil percobaan X!
 Analisis dengan HNMR Prediction. Prediksikan NMR senyawa dimetil suksinat
menggunakan HNMR predictor pada https://www.nmrdb.org/. Tuliskan struktur
senyawa pada HNMR predictor. Kopi data signal dan spektrum yang diperoleh.
Lakukan analisis hasil HNMR tersebut.

41
c. Hasil Percobaan
Spektrum FTIR, NMR, MS hasil percobaan sebagai berikut:
FTIR

42
d. Tes Formatif
1) Jelaskan kegunaan analisis kualitatif dengan FTIR? apakah analisis secara kuantitatif
dengan FTIR dapat dilakukan?
2) Jelaskan kegunaan analisis dengan HNMR dan MS?

e. Daftar Pustaka
Hartomo, A. J., & Purba, A. V. (1981). Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik.
Kosela, S. (2010). Cara mudah dan sederhana penentuan struktur molekul berdasarkan
spektra data (NMR, MASS, IR, UV). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Magritek. (2019). Analyzing the Purity of Aspirin Using Proton NMR Spectroscopy. AZoM.
Retrieved on February 13, 2022 from
https://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=12313. ---. https://www.nmrdb.org/

43
BAB VI. SINTESIS METIL SALISILAT DAN KARAKTERISASINYA

Sub-CPMK: Kemampuan akhir tiap tahapan belajar yaitu mahasiswa mampu menentukan
struktur senyawa organik berdasarkan spektra UV Vis, IR, HNMR, dan massa
TIK: Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu:
1. Menerapkan teknik pemisahan senyawa organic hasil sintesis
2. Melakukan teknik analisis senyawa organik secara klasik
3. Melakukan analisis struktur senyawa organik berdasarkan spektra UV-Vis, IR, NMR, dan
massa
4. Melakukan analisis kuantitatif hasil sintesis senyawa organik

Pendahuluan:
Sumber senyawa organik dapat berasal dari hasil sintesis. Pada percobaan ini akan
dilakukan sintesis metil salisilat dari asam salisilat, dilanjutkan dengan memilih metode
pemisahan hasil sintesis dan metode pemurnian yang sesuai, kemudian terhadap produk
dilakukan uji pendahuluan, analisis senyawa organik secara klasik, dan analisis senyawa
organik secara spektroskopi.
Metil salisilat merupakan ester dari asam salisilat. Metil salisilat suatu essential oil yang
memiliki aroma khas seperti mint dan memberikan rasa hangat. Metil salisilat dapat digunakan
sebagai antiinflamasi untuk membantu meredakan nyeri otot atau nyeri sendi. Metil salisilat
dapat diekstrak dari daun Gaultheria procumbens (Ericaceae) dan batang Betula lenta
(Betulaceae). Metil salisilat juga dapat disintesis dari asam salisilat melalui reaksi esterifikasi
dengan metanol dan katalis asam sulfat pekat.

Pemurnian dilakukan dengan menggunakan natrium karbonat untuk menggaramkan


kelebihan asam salisilat sehingga dapat terpisahkan dari metil salisilat. Pencucian dengan
akuades dapat menarik garam natrium salisilat, dan kelebihan asam sulfat sehingga dapat
diperoleh metil salisilat yang murni.

44
Penetapan kadar metil salisilat didasarkan pada sifat ester yang mudah terhidrolisis dalam
suasana basa menjadi asam dan alkohol (1). Asam yang terbentuk dapat bereaksi dengan basa
membentuk garam (2). Selanjutnya miligrek basa yang bereaksi dapat ditetapkan secara
asidimetri (3), jumlah miligrek basa ekivalen dengan miligrek ester.

Percobaan 1. Sintesis Metil Salisilat dan Karakterisasinya

a. Alat dan Bahan


 Spektrofotometer FTIR, HNMR, Erlenmeyer asah, pendingin tegak, gelas piala 500 mL,
labu takar 100 mL; 50 mL; 25 mL; dan 10 mL, pipet volumetrik 25 mL; 5 mL; dan 2 mL,
pipet tetes, gelas piala 50 mL, buret semi mikro, dan batang pengaduk.
 Metanol, aquades, natrium karbonat 1 N, asam sulfat pekat, aseton, natrium sulfat
anhidrat, batu didih, larutan hidroksilaminhidroklorida-alkohol 0,5 N, HCl 1 N, NaOH 6 N

45
b. Cara Kerja
 Sebanyak 14 g asam salisilat dimasukkan dalam erlenmeyer asah, ditambahkan 40 mL
methanol.
 Kemudian secara perlahan alirkan melalui dinding 4 mL asam sulfat pekat dan beberapa
batu didih (potongan porcelain)
 Erlenmeyer dihubungkan ke pendingin tegak, didihkan 3-5 jam.
 Pemurnian. Kelebihan methanol dipisahkan dengan pemanasan diatas penangas air.
Sisa campuran dimasukkan dalam corong pisah.
 Tambahkan 40 mL akuades kemudian homogenkan. Pisahkan bagian bawah (fasa air).
 Tambahkan 20 mL natrium karbonat encer, homogenkan dan keluarkan gas CO 2 yang
terbentuk. Pisahkan fasa airnya. Ulangi pencucian dengan natrium karbonat sampai
tidak terbentuk gas CO2.
 Tambahkan fasa organik dengan 40 mL akuades, pisahkan fasa airnya. Ulangi
pencucian sampai bebas basa (cek dengan kertas lakmus).
 Tamping fasa organik dalam tabung ulir dan tambahkan natrum sulfat anhidrat. Kocok
dan pisahkan metil salisilat. Catat hasil yang diperoleh (g atau mL).
 Uji pendahuluan. Amati wujud, warna dan bau dari senyawa produk hasil sintesis, catat
hasil pengamatan!
 Uji kelarutan. Lakukan uji klasifikasi kelarutan senyawa produk hasil sintesis!
 Uji gugus ester. Masukkan 1 mL metil salisilat hasil sintesisi ke tabung reaksi.
 Tambahkan 1 mL larutan hidroksilaminhidroklorida-alkohol 0,5 N dan 0,2 mL (2-3 tetes)
NaOH 6 N, kemudian panaskan sampai mendidih.
 Setelah dingin, tambahkan 1-2 mL HCl 1 N (Uji dengan lakmus/larutan harus asam). Bila
larutan menjadi keruh (membentuk kabut), tambahkan 2 mL etanol 95 %, kemudian
tambahkan 1 tetes larutan FeCl3 5%. Amati dan catat warna yang terbentuk. Uji positif
terbentuk warna violet.
 Uji UV-Visible. Masukkan hasil sintesis pada kuvet. Tentukan λmaks dengan pengukuran
Uv-Vis hasil sintesis. Bandingkan dengan data λmaks dari perhitungan/literatur!
 Uji FTIR. Sampel disiapkan dengan menggerus sampel (0,1-0,2%) dengan KBr dalam
mortir dan ditekan hingga diperoleh sebuah lempeng transparan. Lempeng transparan
diukur pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1. Pengujian FTIR dilakukan pada metil
salisilat dan asam salisilat.
Spektrum FTIR X

46
Spektrum FTIR Y

47
 Uji HNMR. 1HNMR X : 1H NMR: δ 7.05 (1H, ddd, J = 8.3, 1.2, 0.5 Hz), 7.26 (1H, ddd, J
= 8.1, 7.3, 1.2 Hz), 7.51 (1H, ddd, J = 8.3, 7.3, 1.4 Hz), 7.94 (1H, ddd, J = 8.1, 1.4, 0.5
Hz). 1HNMR Y: δ 3.83 (3H, s), 7.05 (1H, ddd, J = 8.3, 1.2, 0.5 Hz), 7.26 (1H, ddd, J =
8.1, 7.4, 1.2 Hz), 7.49 (1H, ddd, J = 8.3, 7.4, 1.4 Hz), 7.94 (1H, ddd, J = 8.1, 1.4, 0.5 Hz).
Spektrum senyawa sebagai berikut:

Uji Mass Spectroscopy. Tuliskan fragmentasi dan mekanisme pemecahan hasil uji MS
(m/z : 152, 120, 92, 65, 39).

Catatan: spektra yang disediakan belum dicantumkan nama senyawa (unknown). Anda perlu
menentukan senyawa apakah spectra tersebut.

48
c. Hasil Percobaan
Hasil teoritis : …………………….g
= mol asam salisilat x BM metil salisilat
Hasil sintesis yang diperoleh:
Bobot : ………………...mL / …………….. g
Warna/bentuk/aroma :
……………..…/…………………/………………
…….
Hasil Uji UV-Vis (λmaks) :
Uji pendahuluan :
Uji kelarutan :
Uji gugus ester :

d. Tes Formatif
1) Jelaskan metode Identifikasi metil salisilat lainnya yang dapat dilakukan selain uji
gugus ester?
2) Hitung metil salisilat yang diperoleh dari hasil sintesis pada percobaan diatas!

Percobaan 2. Penetapan Kadar Metil Salisilat


a. Alat dan Bahan
 Buret, kondensor tegak, Erlenmeyer asah, Erlenmeyer 250 mL, pipet mohr, pipet
volum, bulp, corong, batang pengaduk, botol semprot dan pipet tetes
 KOH 0,5 N, etanol, HCl 0,5 N, indikator PP, boraks, akuades

b. Cara Kerja
 Metil salisilat hasil pemurnian dipipet 1,0 mL atau ditimbang 1,0 g (Y mL atau X mL)
ke dalam Erlenmeyer asah 250 mL.
 Tambahkan 5 mL alkohol netral dan 25,0 mL KOH 0,5 N dalam alcohol, refluks
selama 90 menit. Setelah dingin, tambahkan 20 mL akuades, titrasi dengan HCl 0,5
N (indicator PP) (a mL).
 Cara kerja yang sama dilakukan pada blanko (tanpa sampel). Lakukan penetapan
blanko melalui titrasi dengan HCl 0,5 N (indikator PP) (b mL).

49
 Hitung persentase metil salisilat dalam contoh, dengan rumus :

Keterangan :
b : volume titrasi blanko (mL)
a : Volume titrasi contoh (mL)
Y/X : volume atau bobot contoh (mL atau g)
BS : Bobot standar metil salisilat (g/mol)
 Hitung perolehan hasil praktik, dengan rumus :

 Hitung persentase hasil praktik, dengan rumus :

 Standarisasi HCl 0,5 N. timbang teliti 2,38 g natrium tetraborat (boraks, BS=
190,685) ke dalam Erlenmeyer. Tambahkan akuades (bila perlu dipanaskan).
Tambahkan beberapa tetes indikator PP, kemudian titrasi dengan larutan HCl 0,5 N.
Hitung normalitas HCl hasil standarisasi :

c. Hasil Percobaan
Perlakuan Hasil
Penetapan Contoh
Berat/ volume contoh : ………………….
VHCl contoh : ………………….mL
VHCl blanko : ………………….mL
% dalam contoh :
Hasil standarisasi
VHCl : ………………….mL
NHCl :
Perolehan hasil praktik :
% hasil praktik :

50
d. Tes Formatif
1) Bagaimana memperoleh metil salisilat dengan kadar tinggi, langkah apa saja yang perlu
dilakukan?
2) Untuk mengetahui hasil sintesis telah terbentuk, bagaimana langkah yang anda
lakukan?

e. Daftar Pustaka
Hartomo, A. J., & Purba, A. V. (1981). Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik.
Kosela, S. (2010). Cara mudah dan sederhana penentuan struktur molekul berdasarkan
spektra data (NMR, MASS, IR, UV). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Magritek. (2019). Analyzing the Purity of Aspirin Using Proton NMR Spectroscopy. AZoM.
Retrieved on February 13, 2022 from
https://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=12313.---. https://www.nmrdb.org/

51

Anda mungkin juga menyukai