Anda di halaman 1dari 18

1

Sistem Feodalisme Pada Abad Pertengahan

Kelompok 3
Munawar Khalil (210801003)
Riska Maulina (210801060)

A . Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayahnya serta menganugrahkan tetesan ilmu, Kesehatan, kekuatan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah filsafat politik yang berjudul “Sistem
Feodalisme Pada Abad Pertengahan” yang diampu oleh dosen Dr. Ernita
Dewi,S.Ag.,M.hum yang mana makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari
dosen yang terhormat.
Makalah ini bertujuan untuk kita mengetahui bahwa Sistem Feodalisme
Pada Abad Pertengahan juga penting bagi kita. Tujuan utama mata kuliah ini
adalah untuk memberikan pengetahuan tentang Sistem Feodalisme Pada Abad
Pertengahan. Dan setelah belajar mata kuliah ini diharapkan kawan kawan dapat
pengetahuan lebih.
Pencantuman catatan kaki dan daftar rujukan untuk memberikan
keterangan pengambilan data atau sumber, juga untuk memberikan kesempatan
pada kawan-kawan untuk membaca dan mendalami sendiri pada sumber-sumber
yang dimaksud sehingga pembaca tidak cukup puas dengan makalah ini
Kami juga berharap agat nantinya makalah ini dapat memberikan manfaat,
dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan. Walaupun kami menyadari
masih terdapat kekurangan dan belum dikatakan sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dapat menyempurnakan makalah ini supaya
berguna bagi kita sendiri dan bagi semua pihak.
2

B. Konsep Kekuasaan Feodalisme


Istilah 'feodalisme' diambil dari istilah Latin 'feodum', yang berarti
fief. Jadi istilah 'feodalisme' secara harafiah berarti suatu masyarakat yang diatur
berdasarkan sistem fief, dengan kekuasaan legal dan politis yang menyebar luas di
antara orang-orang yang memiliki kekuasaan ekonomi. Namun sudah lazim untuk
menggunakan istilah itu dengan pengertian yang lebih luas, untuk mengacu pada
masyarakat manapun di mana sebagian besar produksi sosial dilakukan oleh
orang-orang yang harus menyerahkan sebagian produk mereka kepada se-
kelompok non-produsen pemilik estat turun-temurun, yang kekuasaannya
didasarkan pada hak istimewa turun- temurun dan kekuatan senjata. Pembayaran
itu bisa berupa tenaga kerja, atau sewa dalam bentuk barang, atau uang, atau
kombinasi antara bentuk-bentuk itu.

Feodalisme adalah bagian dari paham kekuasaan dalam kebangsaan dan


ketatanegaraan sebagai bentuk politik yang paling besar dan paling tua
Feodalisme ialah paham pertama yang diterapkan manusia atau masayarakat di
seluruh dunia dalam bentuk sistem sosial dan pemerintahan kerajaan. Semua
masyarakat di dunia tanpa kecuali pada awalnya menggunakan sistem ini. Sebagai
bentuk budaya yang terbesar dan tertua, feodalisme merupakan salah satu
rangkaian sistem sosial yang terjadi di muka bumi. Dalam bentuk sosial dan
budaya dari, kita mengenal tiga macam, yakni sistem sosial masyarakat primitif,
sistem sosial masyarakat feodal atau tradisional, dan sistem sosial modern seperti
yang sudah banyak diterapkan oleh Sebagian besar bangsa di muka bumi1

Sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan besar kepada


golongan bangsawan atau mengagung-agungkan jabatan dibanding prestasi.
Budaya feodalisme ini sudah mengakar dalam masyarakat Indonesia karena
memang merupakan warisan dari zaman kerajaan yang menganut sistem
patron-klien hampir sama seperti yang terjadi pada masyarakat di Jepang.

1
Hans Fink,feodalisme dan filsafat sosial Aquinas, hal 17-18
3

Berdasarkan buku Sejarah Lengkap Dunia Abad Pertengahan 500-1400 M,


feodalisme berasal dari bahasa Inggris feudalism. Kata feudal berasal dari bahasa
Latin feudum yang sama artinya dengan fief, yakni sebidang tanah yang diberikan
untuk sementara (bukan hak milik permanen, maksudnya hanya selama dia
menjabat) kepada seorang vasal. Vasal adalah penguasa bawahan atau pemimpin
militer, sebagai imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada lord sebagai
pemilik tanah tersebut. Inti dari feodalisme adalah tanah sebagai sumber
kekuasaan, orang yang berkuasa adalah orang yang punya tanah.2

I. Sejarah Feodalisme

Mengutip buku Sejarah Peradaban Dunia Lengkap, tren feodalisme


dikenal di Eropa pada abad pertengahan (dark ages) saat terjadi ledakan
demografi, kerusuhan dari kaum Barbar (jermanik) yang bakal meruntuhkan
Romawi dan Pembagian Romawi menjadi Romawi barat dan timur. Feodalisme
pada Abad Pertengahan Eropa mengakibatkan kekerasan, penindasan, dan
kesewenang-wenangan dari kalangan penguasa.3 Dalam buku Kolonialisme:
Eksploitasi dan Pembangunan Menuju Hegemoni dijelaskan, seiring keruntuhan
Romawi, feodalisme sebagai upaya mempertahankan eksistensi dan kedaulatan
Romawi berubah bentuk. Feodalisme menjadi berprinsip pada kinerja atau tinggi
rendahnya mobilitas yang menjadi tolak ukur status sosial. Bentuk pergeseran ini
menghasilkan suatu paham baru, yaitu kapitalisme. Paham kapitalisme
memandang penguasa tidak selalu berasal dari keturunan bangsawan. Kapitalisme
lebih bebas dan terbuka, di mana penguasa adalah siapapun yang memiliki modal
tanpa memandang kasta.4

II. Ciri Khas Feodalisme

Prof. Dr. Habib Mustopo, dkk. dalam buku Sejarah menjelaskan bahwa ciri
khas feodalisme adalah ketaatan mutlak dari lapisan bawahan kepada atasannya.
2
Ali Maksum, Pengantar Filsafat, hal 9- 11
3
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Dunia , hal 50-54
4
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Dunia hal 64-67
4

Feodalisme melahirkan sistem piramida masyarakat feodal. Dalam susunan


piramida masyarakat feodal, raja berada pada posisi teratas, kemudian di
bawahnya terdapat bangsawan-bangsawan tinggi kerajaan (kaum aristokrat). Di
bawah raja juga terdapat bupati yang berkuasa di suatu daerah, kemudian di
bawahnya ada kepala-kepala rakyat, dan yang paling bawah adalah rakyat.

III. Masyarakat Feodal

Masyarakat feodal adalah masyarakat yang berorientasi pada nilai


pelayanan yang berlebihan terhadap penguasa, pejabat, birokrat, atau orang yang
dituakan. Seperti dijelaskan sebelumnya, yang berkuasa dalam masyarakat feodal
adalah kaum bangsawan dan tuan tanah. Semakin dekat hubungan darah
seseorang bangsawan dengan raja yang sedang memerintah, semakin tinggilah
status sosialnya dalam struktur masyarakat feodal.

Berdasarkan buku Ibn Rusyd dan Averroisme, Masyarakat feodal ini telah
berjalan sejak tahun 900 M dan meliputi sebagian besar wilayah Eropa. Awalnya,
masyarakat feodal berkembang di Prancis hingga ke bagian barat Itali. Ciri utama
masyarakat feodal pada abad pertengahan adalah penguasaan tanah oleh
bangsawan. Dr. Antonius Purwanto dalam buku Sosiologi Industri dan Pekerjaan
menjelaskan, masyarakat feodal muncul setelah masyarakat mengenal teknologi
cara bercocok tanam dan pemeliharaan hewan ternak. Kegiatan pertanian
merupakan dasar dari masyarakat feodal5. Oleh sebab itu, masyarakat feodal
sering disebut masyarakat agraris-feodal.

Masyarakat feodal telah mengenal pembagian kerja sehingga muncul


stratifikasi sosial antara penguasa (elite) dan yang dikuasai (massa atau orang
biasa). Kaum elite adalah raja, bangsawan, dan para tuan tanah. Orang biasa atau
massa adalah para petani, tukang, dan pedagang. Pembagian kerja dalam
masyarakat feodal mengakibatkan ketergantungan antar anggota masyarakat.
Petani atau peternak akan menjual kelebihan hasil pertanian atau ternak lalu

5
Muhammad Iqbal,Ibn Rusyd & Averroisme (2004) hal 13-15
5

hasilnya digunakan untuk membeli kebutuhan. Para petani juga harus membayar
pajak kepada penguasa.

IV. Pola Dasar Masyarakat

Feodal Kun Maryati dalam Sosiologi menjelaskan pola dasar masyarakat feodal
sebagai berikut.

● Raja dan kaum bangsawan merupakan pusat kekuasaan yang harus ditaati
dan dihormati oleh rakyatnya karena raja memiliki hak istimewa.
● Terdapat lapisan utama, yaitu raja dan kaum bangsawan (kaum feodal) dan
lapisan di bawahnya adalah rakyat.
● Adanya pola ketergantungan dan patrimonialistik. Artinya, kaum feodal
merupakan tokoh panutan yang harus disegani, sedangkan rakyat harus
hidup menghamba dan selalu dalam posisi dirugikan.
● Terdapat pola hubungan antar kelompok yang diskriminatif, yaitu kaum
feodal memperlakukan bawahannya secara tidak adil dan
sewenang-wenang.
● Golongan bawah cenderung memiliki sistem stratifikasi tertutup.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa feodalisme


adalah sistem sosial di mana kepemilikan tanah merupakan sumber kekuasaan dan
rakyat bekerja di bidang pertanian untuk mendapatkan upah dari pemilik tanah.6

B. kebebasan feodalisme

Feodalisme merupakan bagian dari proses evolusi sosial yang dialami


semua masyarakat di seluruh dunia. Sebagai bentuk perpindahan dari masyarakat
primitif kearah masyarakat modern, yakni dari bentuk masyarakat primitif
kemudian berlanjut ke bentuk masyarakat feodal yang kita kenal sebagai
masyarakat tradisional, dan selanjutnya ke bentuk masyarakat modern sampai
6
Prof. Dr . M Habib Mustopo dkk,Sejarah hal 7-9
6

sekarang ini. Namun, dalam masyarakat modern pun masih banyak dan bahkan
Sebagian besar masih tetap menerapkan feodalisme dalam berbangsa dan
bernegara serta dalam sistem sosialnya. Banyak pihak mengatakan bahwa
feodalisme sangat merugikan Sebagian besar masyarakat atau rakyat.

Kontribusinya juga sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat,


berbangsa, dan bernegara karena telah menyimpang dari prinsip-prinsip yang
ideal, dalam arti yang baik dan benar. Hal tersebut memang benar adanya karena
feodalisme merupakan sebuah paham dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang meletakkan kekuasaan di segala sektor kehidupan kepada
sekelompok kecil masyarakat dalam feodalisme kuno mereka adalah kelompok
bangsawan. Kekuasaan dalam pelaksanaan pemerintahan tersebut pada umumnya
digunakan hanya untuk kemakmuran, kemewahan, kepuasan, kemegahan,
keagungan, dan kejayaan diri penguasa beserta kelompok atau keluarganya, bukan
untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh ataupun untuk
kebesaran dan kejayaan bangsa dan negara.

Rakyat, bangsa, dan negara dipandang hanya sebagai sarana untuk


mencapai dan mendapatkan keinginan para penguasa. Rakyat diposisikan sebagai
objek penderita dan pihak yang dikorbankan. Paham feodalisme sangat
menyengsarakan rakyat secara keseluruhan, merendahkan kualitas bangsa dan
negara, serta menuntun ke keterpurukan di masa mendatang. Feodalisme di masa
sekarang telah memasuki fase yang sangat canggih dan kompleks, yang biasa kita
kenal sebagai bentuk neofeodalisme. Di fase ini, feodalisme benar-benar telah
menguasai segala sektor kehidupan, di setiap wilayah, dan segenap
masyarakatnya. Sangat sulit untuk lepas dari cengkramannya dan sangat sulit pula
untuk dapat melihat bentuk dan sistemnya. 7

Bahkan, seseorang yang sebelumnya menjadi korban atau objek penderita


sebagai rakyat dapat berubah menjadi seorang feodalis yang fanatik saat ia
berhasil memasuki jajaran feodal dan berubah posisi menjadi subjek sebagai
bagian dari kekuasaa. Tindak feodalisme ini tidak lepas dari berbagai kepentingan
7
Hans Fink , Filsafat Sosial dari feodalisme hingga pasar bebas ,hal 20-27
7

yang hanya menguntungkan sekelompok orang saja. Kaum bangsawan dan


penguasa cenderung memaksakan kehendak mereka tanpa memperdulikan
hak-hak pribadi para pekerja dan budaknya. Hal ini dapat dikategorikan sebagai
bentuk penindasan yang telah berada pada tingkat akhir. Kepemimpinan birokrasi
yang menekankan pada kekuasaan dan didasarkan pada hubungan formalitas
sudah tidak relevan lagi karena saat ini tantangan yang dihadapi tidak hanya
bersifat integral namun sudah global.

Istilah feodalisme mengarah pada kalangan berkelas atau keluarga kaya,


orang yang berpengaruh yang mengarah pada kalangan ningrat atau priyayi di
Indonesia. Pemilihan feodalisme dalam judul di atas untuk kajian peneliti karena
ingin mengetahui masih adakah sistem feodalisme yang muncul setelah adanya
spirit demokrasi yang diterapkan oleh revolusi perancis dan konstitusi amerika
dengan jargon fraternity (persaudaraan), equality dan fredoom yang menyebutkan
bahwa manusia dilahirkan sama dan tanpa kasta. Siapapun berhak dan mendapat
kesempatan untuk berkompetisi. Pemimpin feodalisme beranggapan bahwa
kekuasaan pemerintahannya berasal dari jabatan, kekayaan, keturunan yang lebih
tinggi dari etete (masyarakat biasa), bukan dari masyarakat yang dipimpin.
Sumber tersebut bisa berasal dari Tuhan, atasan, atau lembaga yang lebih tinggi
daripada lembaga yang dipimpin.8

Masyarakat feodal adalah masyarakat yang memiliki bentuk-bentuk sistem


sosial yang mana sudah ditentukan oleh pemerintah, baik secara langsung ataupun
tidak langsung. Masyarakat feodal adalah masyarakat yang mempunyai nilai-nilai
tradisi, adat-istiadat, dan dalam bentuk budaya-budaya yang lainnya, dalam
masyarakat feodal para penguasa feodal membentuk sistem sosial dengan
menciptakan tradisi-tradisi dan adat istiadat yang diperkuat dengan
legenda-legenda, dan hikayat-hikayat yang menggambarkan bahwa para pengusa
(kaum bangsawan) merupakan orang-orang yang memiliki kekuasaan yang
mampu menghukum orang-orang yang tidak taat dengan peraturan yang mereka
buat.

8
Rudiaji Mulya , Feodalisme dan Imperisme di era global , hal 45-48
8

Contoh masyarakat feodal yaitu , masyarakat yang jika tidak menjalankan


tradisi atau peraturan yang sudah dibuat sesuai dengan adat dan tradisi atau
mereka tidak hormat kepada penguasa dan leluhur mereka akan mendapatkan
hukuman yang berat, bahkan juga berimbas ke masyarakat sekitarnya. Entah
dalam bentuk musibah, penyakit atau wabah, yang dianggap tradisi atau aturan
yang sudah dibuat. Dengan demikian, pelaksanaan tradisi dan adat-istiadat
sebagai sistem sosial di dalam masyarakat dapat berlaku sangat efektif, bahkan
dalam masyarakat feodalisme modern sekalipun.

Dalam masyarakat feodalisme modern, bentuk dari sistem sosial tersebut


sudah mengalami perubahan nilai ke bentuk sistem sosial yang baru sesuai dengan
situasi dan kondisi yang berkembang dalam masyarakat. Adat dan tradisi yang
berlaku disesuaikan dengan bentuk atau wadah feodalisme yang diberlakukan
oleh penguasanya, sedangkan subtansinya tetap sama.

C. Keadilan feodalisme

Dalam sejarah feodalisme, sekelompok orang yang disebut bangsawan


yang menguasai suatu wilayah, memiliki hak kuasa atas tanah, hasil produksi dan
hak atas setiap individu dalam wilayah tersebut. Hak-hak yang dimiliki pun
terkesan tak terbatas, kaum bangsawan dapat mengambil keputusan yang
merugikan masyarakat dan tidak dapat diganggu gugat oleh masyarakat tersebut
karena kaum feodal memegang kuasa atas apapun yang berada di wilayahnya.
Dengan kata lain, dalam sistem feodalisme, kedaulatan rakyat berada di tangan
satu orang atau sekelompok orang yang mengambil hak kemerdekaan individual
masyarakat dalam suatu komunitas dan ini bertentangan dengan demokrasi.9

Sebagaimana sejarah telah menceritakan tentang kehidupan feodalisme


dari masa ke masa, maka ada beberapa dampak negative yang perlu diperhatikan
akibat dari pelaksanaan system ini dalam masyarakat diantaranya adalah:

9
Rudiaji Mulya , Feodalisme dan Imperisme di era global, hal 60-65
9

1. Bidang politik

Munculnya kekuasaan yang terpusat hanya pada sekelompok orang tertentu


yang memiliki pangkat dan jabatan. Semua urusan pemerintahan dipegang dan
dikuasai kelompok ini, rakyat tidak berhak ikut campur dalam keputusan mereka
tetapi harus selalu patuh akan perintah dan kebijakan mereka.

Kondisi lain dari masyarakat jawa yang dapat di soroti yaitu mengenai
sistem kekuasaan yang berjalan sampai sekarang ini. Tradisi feodal masyarakat
jawa dahulu yang di bawa sampai sekarang, tidak hanya berpengaruh pada kondisi
agama masyarakat jawa saat ini, akan tetapi juga berpengaruh pada sistem
kekuasaan dan pemerintahan. Tak dapat dipungkiri, jika sistem pemerintahan kita
masih mengadopsi sistem masyarakat feodal dahulu, yaitu monarki atau kerajaan.
Hal ini dapat kita lihat saat ini, mayoritas penguasa saat ini merupakan pihak
pihak yang memiliki kondisi strategis yang memungkinkan untuk berkuasa.

Yang menjadi pejabat atau penguasa tentunya juga bukan dari golongan
orang yang masih muda, akan tetapi, masyarakat Indonesia masih terbayang
bayang oleh pemerintahan yang dipimpin oleh seseorang yang memiliki karisma
atau wibawa, dan bukan dari kalangan akdemis yang memiliki kapasitas dan
pengalaman lebih daripada sekedar wibawa Akan tetapi, hampan masyarakat
Indonesia tersebut sesungguhnya menjadi boomerang sendin bagi masyarakat
kita. Para pemimpin yang dianggap dewasa dan mampu menjadi pemimpin kini
hanyalah menjadi seorang yang merugikan bawahannya sendiri, akibat dari
prinsip yang menganggap bahwa seorang pemimpin merupakan seseorang yang
harus dihormati dan kebijakannya merupakan hal yang tidak bisa diganggu gugat.
dalam hal ini berarti kepemimpinan yang dianut pada masyarakat kita merupakan.

Kepemimpinan otoriter. Potret birokrasi di Indonesia tidak pemah terlepas


dari pengaruh politik praktis. Memasuki awal kemerdekaan, birokrasi telah
menjadi objek dan alat politik Menurut Fedyani, pemerintahan Sukarno pada era
Demokrasi Parlementer tahun 1950-an, sistem kepartaian menggunakan
10

multipartai. Partai politik (parpol) tampil sebagai aktor sentral dalam sistem
politik Indonesia. Sehingga birokrasi menjadi objek pertarungan kepentingan dan
arena perlombaan pengaruh parpol Meski demikian, birokrasi Orde Lama masih
mewarisi birokrasi jaman kolonial.

2. Agama

Masyarakat feodal sendiri telah menjadikan kepercayaan animisme dan


dinamisme mereka tidak dapat meninggalkan kebiasaan itu begitu saja. Oleh
sebab itu masih banyak kita jumpai agama atau kepercayaan serupa, yang lebih
kita kenal dengan istilah kejawen (hindhu jawa). Terlebih lagi, masih juga kita
jumpai orang orang dengan pola pikir terbelakang, masih saja menyertakan tradisi
tradisi kejawen ke dalam praktik agama islam. Selain itu, tradisi feodal pada
masyarakat kita tidak hanya berpengaruh pada sendi agama, akan tetapi pada
bidang bidang lainnya di struktur masyarakat kita ini, khususnya pada masyarakat
jawa. 10

Salah satunya yaitu pola pikir masyarakat kita yang cenderung lamban
Masyarakat kita yang merupakan masyarakat agraris mayoritas tidak terlalu
mengedepankan orientasi waktu. Oleh sebab itu, masyarakat kita terkenal malas
untuk bekerja keras, dan menjunjung tinggi kedisiplinan, sebaliknya, masyarakat
kita lebih suk dengan hal hal yang semu, enjoy artinya dalam menyikapi hidup ini
mereka lebih suka bersantai dan tidak memilikirkannya secara serius.

3. Bidang Kebudayaan

Adanya asas setia dan tunduk dalam diri rakyat kepada penguasa. Hal ini
membuat daya saing antar rakyat menjadi terbatasi oleh rasa segan dan takut
kepada penguasa atau atasan. Rakyat menjadi pasrah dan tidak suka bekerja keras,
karena mereka menganggap dengan menunat kepada atasan, mereka akan
mendapatkan apa yang diinginkan. Maka kemudian, mental penjilat menjadi

10
Suhartano W. Pranoto, Serpihan Budaya Feodal, Hal 68-72
11

tumbuh subur dalam budaya feodalisme dimana mental dan tekad untuk maju
begitu sulit diwujudkan karena hanya berharap pada atasan. Masa kolonialisme
Belanda, feodalisme sengaja dibiarkan hidup demi membendung daya kritis, daya
kreatif, dan sikap fundamentalisme. Sebab jika daya kritis dibiarkan hidup maka
rakyat akan berontak Sekarang ini feodalisme tercermin dalam bentuk nilai-nilai
yang tumbuh di benak masyarakat yang mana terlalu berorientasi pada atasan,
senior, dan kepada orang- orang yang mempunyai pangkat atau kedudukan yang
tinggi. Masyarakat tanpa sadar selalu meminta pertimbangan dan restu setiap kali
akan melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Hal ini menunjukkan adanya
indikator ketergantungan masyarakat kepada penguasa secara berlebihan.

D. Hak milik dalam feodalisme

Dalam tahapan masyarakat feodal ini terjadi penguasaan alat produksi oleh
kaum pemilik tanah, raja dan para kerabatnya. Ada antagonisme antara rakyat tak
bertanah dengan para pemilik tanah dan kalangan kerajaan. Kerajaan, merupakan
alat kalangan feodal untuk mempertahankan kekuasaan atas rakyat, tanah,
kebenaran moral, etika agama, serta seluruh tata nilainya. Pada perkembangan
masyarakat feodal di Eropa, dimana tanah dikuasai oleh baron-baron (tuan2
tanah) dan tersentral. Para feodal atau Baron (pemilik tanah dan kalangan kerabat
kerajaan) yang memiliki tanah yang luas mempekerjakan orang yang tidak
bertanah dengan jalan diberi hak mengambil dari hasil pengolahan tanah yang
merupakan sisa upeti yang harus dibayar kepada para baron. Tanah dan hasilnya
dikelola dengan alat-alat pertanian yang kadang disewakan oleh para baron
(seperti bajak dan kincir angin). Pengelolaan tersebut diarahkan untuk
kepentingan menghasilkan produk pertanian yang akan dijual ke tempat-tempat
lain oleh pedagang-pedagang yang dipekerjakan oleh para baron. 11

  Di atas tanah kekuasaannya, para baron adalah satu-satunya orang yang


berhak mengadakan pengadilan, memutuskan perkawinan, memiliki senjata dan

11
Suhartano W. Pranoto, Serpihan Budaya Feodal , hal 72-78
12

tentara, dan hak-hak lainnya yang sekarang merupakan fungsi negara. Para baron
sebenarnya otonom terhadap raja, dan seringkali mereka berkonspirasi
menggulingkan raja. Kondisi pada masa feodalisme di Indonesia bisa diambil
contoh pada masa kerajaan-kerajaan kuno macam Mataram kuno, kediri,
singasari, majapahit. Dimana tanah adalah milik Dewa/Tuhan, dan Raja dimaknai
sebagai titisan dari dewa yang berhak atas penguasaan dan pemilikan tanah
tersebut dan mempunyai wewenang untuk membagi-bagikan berupa petak-petak
kepada sikep-sikep, dan digilir pada kerik-kerik (calon sikep-sikep),
bujang-bujang dan numpang-numpang (istilahnya beragam di beberapa tempat)
dan ada juga tanah perdikan yang diberikan sebagai hadiah kepada orang yang
berjasa bagi kerajaan dan dibebaskan dari segala bentuk pajak maupun upeti.
Sedangkan bagi rakyat biasa yang tidak mendapatkan hak seperti orng-orang
diatas mereka harus bekerja dan diwajibkan menyetorkan sebagian hasil yang
didapat sebagai upeti dan disetor kepada sikep-sikep dll untuk kemudian
disetorkan kepada raja, Selain upeti, rakyat juga dikenakan penghisapan tambahan
berupa kerja bagi negara-kerajaan dan bagi administratornya. Pada tahap
masyarakat feodal di Indonesia, Sebenarnya sudah muncul perlawanan dari
kalangan rakyat tak bertanah dan petani. Kita bisa melihat adanya pemberontakan
di masa pemerintahan Amangkurat I, pemberontakan Karaeng Galengsong,
pemberontakan Untung Suropati, dan lain-lain. Hanya saja, pemberontakan
mereka terkalahkan. Tapi kemunculan gerakan-gerakan perlawanan pada setiap
jaman harus dipandang sebagai lompatan kualitatif dari tenaga-tenaga produktif
yang terus berkembang maju (progresif) berhadapan dengan hubungan-hubungan
sosial yang dimapankan (konservatif).
Walaupun kepemimpinan masih banyak dipegang oleh bangsawan yang
merasa terancam karena perebutan aset yang dilakukan oleh rajanya. Embrio
kapitalisme mulai bersentuhan dengan masyarakat di Nusantara di awal abad
ke-15, melalui merkantilisme Eropa. 
13

E. Pemerintahan feodalisme
Dalam rangka pelaksanaan pemerintahan, dibuatlah suatu sistem
pengawasan yang bersifat hirarkis dan masal dalam kalangan militer. Pada
puncaknya duduklah pemimpin asal Tokugawa yaitu shogun yang sedang
memerintah. Orang-orang yang langsung berada di bawahnya ialah Kashin (para
pembantu langsungnya). Pangkat mereka mulai dari jajaran yang penting sampai
yang kurang penting yaitu Daimyo, Hatamoto, Gokenin dan Koke. Mereka semua
berada di bawah pengawasan pejabat bakufu, baik dalam keadaan perang maupun
tidak. Karena itulah hubungan mereka terhadap atasannya dikenal sebagai Shihai
teki Shujusei atau sistem hubungan pengawasan atasan-bawahan (Ishii, 1988).
Kashin menyampaikan perintah-perintah bakufu kepada bawahan mereka dan
meneruskan permintaan dari para bawahannya itu kepada pemimpin bakufu
tersebut. Mekanisme pemerintahan semi otonomi di mana shogun melimpahkan
wewenang dan kekuasaan kepada daimyo di daerah, di kenal dengan sistem
Bakuhan atau Bakuhan Taisei.

Di dalam sistem ini bakufu juga bertugas mengawasi tanah yang luasnya
seperempat luas tanah seluruh Jepang atau kira-kira suatu jumlah luas tanah yang
menghasilkan 4,2 juta koku beras pertahun. Tanah-tanah ini dikontrol langsung
oleh Kanjo Bugyo (pengawas tanah dan keuangan) dengan bantuan
Gundai/Daikan (pembantu Kanjo Bugyo). Tanah-tanah ini disebut Tenryo atau
tanah milik penguasa bakufu yang terletak antara lain di Kyoto, Osaka, Nagasaki
dan Sado. Di sana bakufu melaksanakan perdagangan dan sistem keuangan secara
monopoli.

Pada akhir zaman Edo jumlah seluruh tanah yang telah dinilai pajaknya
berjumlah kurang lebih 30 juta koku. Walaupun demikian bakufu hanya
menguasai secara langsung sebanyak 7 juta koku beras, dan dari jumlah itu
sebanyak 2,6 atau 2,7 koku telah dihadiahkan sebagai bantuan kepada para
pembantu langsungnya yaitu Hatamoto atau Gokenin. Kebanyakan tanah yang
tersisa di Jepang yang menghasilkan 22 atau 23 juta koku diperuntukan bagi
14

daimyo yang memiliki pengikut lebih dari 70 ribu (Totman, 1967). Para daimyo
ini secara resmi dibebani tugas mengatur wilayah-wilayah kekuasaan mereka. 12

Para daimyo diikat oleh berbagai peraturan di antaranya adalah peraturan


yang memuat tentang prilaku kemiliteran yang disebut dengan Buke Sho-Hatto.
Peraturan ini dicetuskan oleh Tokugawa Ieyasu dan dikeluarkan pada tahun 1615.
Dalam Passin (1967)163-166, peraturan yang disebut dengan Buke Shohatto itu
berbunyi seperti di bawah ini.

1. Keahlian untuk damai dan perang termasuk memanah dan berkuda harus
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, kalimat ini bersumber dari
pepatah kuno yang berbunyi keahlian untuk damai di tangan kiri, dan
keahlian untuk perang di tangan kanan. Keduanya harus dikuasai.
Memanah dan berkuda sangat dibutuhkan oleh kaum militer. Akan tetapi
meskipun senjata disebut sebagai alat kejahatan tetapi pada waktu
tertentu alat tersebut harus digunakan
2. Minum dan pesta pora harus dihindarkan, dalam peraturan yang
diberikan prostitusi dan berjudi termasuk dilarang keras karena dapat
meruntuhkan negara
3. Pelanggar peraturan tidak boleh dilindungi atau disembunyikan di daerah
(Han) manapun
4. Daimyo, bangsawan dan petugas negara harus segera mengusir siapapun
diantara pengikutnya yang didakwa mengkhianat atau membunuh dari
daerahnya. Penghianat atau pembunuh dapat menjadi senjata untuk
mengalahkan negara dan membunuh masyarakatnya. Orang semacam itu
tidak bisa dibiarkan bebas
5. Tidak ada orang asing yang diperbolehkan tinggal dalam han kecuali
penduduk daerah tersebut. Setiap daerah memiliki cara pemerintahan
masing-masing. Jika seorang membocorkan rahasia daerahnya kepada
daerah lain atau sebaliknya maka hal ini akan menimbulkan kebiasaan
berbohong dan mencari keuntungan sendiri. Jika bermaksud mengadakan

12
Hans Fink,feodalisme dan filsafat sosial Aquinas, hal 56-67
15

perbaikan atas puri dari salah satu daerah Han, harus memberitahu
kepada penguasa
6. Laporan harus segera dibuat jika ditemukan rencana pembaruan atau
pembentukan kelompok rahasia di daerah tetangga
7. Jangan menikah tanpa memberitahukan penguasa bakufu
8. Kunjungan daimyo ke ibukota harus mematuhi ketentuan. Di dalam hal
kunjungan ini ada aturan lain yang harus diikuti meliputi jumlah
pengawal yang menyertainya. Jumlahnya tergantung dari jumlah beras
yang dihasilkan oleh daerahnya masing-masing
9. Peraturan tentang jenis dan kualitas pakaian yang digunakan tidak boleh
dilanggar
10. Hanya orang tertentu yang boleh naik tandu. Yang diperbolehkan ikut
naik tandu hanyalah bangsawan dari beberapa daerah, relasi dan pejabat
pemerintahan, dokter dan ahli astronomi, mereka yang berusia diatas 60
tahun dan orang sakit
11. Samurai dari daerah-daerah harus hidup sederhana dan hemat
12. Daimyo harus memilih pejabat daerah yang mampu mengatur massa
13. Daimyo harus memilih pejabat daerah yang mampu mengatur
massa

Kemudian secara bergiliran dalam waktu satu tahun mereka harus bermukim
di Edo dan di han-nya bersama anak dan isterinya yang dikenal dengan peraturan
Sankin Kotai. Peraturan ini sebenarnya dimaksudkan agar bakufu lebih mudah
mengontrol para daimyo. Dengan adanya peraturan ini daimyo tidak mempunyai
kesempatan menghimpun kekuatan di daerah untuk menggulingkan pemerintahan
pusat. Diterapkannya sistem Sankin Kotai ini di satu sisi memiliki dampak yang
buruk terhadap perekonomian han sebab selama melaksanakan perjalanannya,
daimyo beserta rombongan banyak menghabiskan biaya sehingga keuangan han
menjadi terganggu. Akan tetapi di sisi lain peraturan itu berdampak positif karena
menggairahkan perdagangan khususnya di kota-kota yang dilalui oleh
rombongan.
16

Segi status daimyo ini begitu penting bagi bakufu sehingga pemerintahan
yang kurang baik serta penyalahgunaan kekuasaan oleh daimyo mengakibatkan
hukuman yang sama dengan pemberontakan dan pelanggaran sumpah setia.
Dalam kasus semacam itu, seorang daimyo dapat mengalami pengurangan luas
han yang diperolehnya, dipaksa pindah dari tanahnya ke tanah lain atau
pembubaran keluarganya sebagai unsur penguasa.

Para daimyo dibagi atas tiga golongan yaitu Shinpan Daimyo yang
merupakan keturunan langsung Tokugawa, Fudai Daimyo yaitu pengikut Ieyasu
sewaktu berkuasa di Mikawa dan Tozama Daimyo yang diangkat oleh Ieyasu
setelah perang Sekigahara (Ishii, 1988). Penempatan daimyo juga ditentukan atas
dasar kesetiannya pada bakufu. Daimyo yang paling setia di tempatkan di sekitar
Edo dan yang diragukan kesetiannya ditempatkan di wilayah yang jauh dari Edo.13

Dalam rangka pelaksanaan pemerintahan serta interaksi sosial masyarakat,


pemerintah menetapkan ajaran konfusianisme aliran Chu shi atau Shushigaku
sebagai dasar pemikiran dalam hubungan sosial tersebut. Aliran ini dipilih karena
ajarannya dirasakan dapat mendukung keberadaan kelas militer sebagai penguasa
pada saat itu serta kestabilan pelaksanaan stratifikasi sosial masyarakat atau yang
dikenal dengan Shinokosho. Dasar-dasar pemikiran konfusianisme aliran Chu Shi
ini disamping menjadi suatu dasar pemikiran dalam hubungan sosial masyarakat
secara umum, juga dijadikan pedoman dalam interaksi antara anggota Ie sebagai
suatu bentuk keluarga tradisional Jepang.

13
Rizem Aizid, Noktah Sejarah Peradaban Dunia hal 32-37
17

KESIMPULAN

Feodalisme adalah struktur pendelegasian kekuasaan sosiopolitik (sosial


politik) yang dijalankan di kalangan bangsawan/monarki untuk mengendalikan
berbagai wilayah yang diklaimnya melalui kerja sama dengan
pemimpin-pemimpin lokal sebagai mitra. Dalam pengertian yang asli, struktur ini
disematkan oleh sejarawan pada sistem politik di Eropa pada Abad Pertengahan,
yang menempatkan kalangan kesatria dan kelas bangsawan lainnya (vassal)
sebagai penguasa kawasan atau hak tertentu (disebut fief atau, dalam bahasa
Latin, feodum) yang ditunjuk oleh monarki (biasanya raja atau lord).

Istilah feodalisme sendiri dipakai sejak abad ke-17 dan oleh pelakunya
sendiri tidak pernah dipakai. Semenjak tahun 1960-an, para sejarawan
memperluas penggunaan istilah ini dengan memasukkan pula aspek kehidupan
sosial para pekerja lahan di lahan yang dikuasai oleh tuan tanah, sehingga muncul
istilah "masyarakat feodal". Karena penggunaan istilah feodalisme semakin lama
semakin berkonotasi negatif, oleh para pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap
tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa
kualifikasi yang jelas.
18

Daftar Rujukan

Hans Fink , feodalisme dan filsafat sosial Aquinas.Yogyakarta. 2010

Ali Maksum, Pengantar Filsafat, Yogyakarta . 2012

Rizem Aizid, Noktah Sejarah Peradaban Dunia, Yogyakarta. 2018

Muhammad Iqbal, Ibn Rusyd & Averroisme , Jakarta (2004)

Rudiaji Mulya , Feodalisme dan Imperisme di era global, Jakarta . 2012

Prof. Dr . M Habib Mustopo dkk, Sejarah, Jakarta, 2014

Anda mungkin juga menyukai