Anda di halaman 1dari 5

Perumusan Naskah Proklamasi

Kelompok 3
Anggota Kelompok:
1) Anggun Puasaantari (sebagai Moh. Yamin)
2) Aulia Putri Maharani (sebagai Moh. Hatta & Laksamana Maeda)
3) Ghania Azka Kegia (sebagai Ahmad Soebardjo & Sayuti Melik)
4) Omar Prayoga (sebagai Ir. Soekarno)
5) Vicky Velda (sebagai Nishimura & Sukarni)

Setelah Soekarno-Hatta kembali tiba di Jakarta, mereka menuju rumah Laksamana Maeda di
Meiji Dori No. 1 untuk menyatakan keinginan PPKI dan meminta kemerdekaan Indonesia.

Ir. Soekarno (omar): “Bung, golongan muda telah mendesak kita untuk segera mengambil
tindakan atas kekuasaan Jepang saat ini.”
Moh. Hatta (aulia): “Kalau begitu, malam ini juga kita harus mengadakan pertemuan untuk
melaksanakan perumusan proklamasi secepatnya.”
Ahmad Soebardjo (ghania): “Saya setuju, Bung. Kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan
ini.”
Moh. Hatta (aulia): “Yasudah, Soebardjo, segera kita memberi tahu PPKI tentang perumusan
proklamasi. Kita harus menemukan tempat yang tepat untuk mendiskusikan hal ini. Bagaimana
menurut kalian?”
Ir. Soekarno (omar): “Bagaimana kalau di rumahku saja?”
Moh. Hatta (aulia): “Jangan, di rumahmu terlalu berbahaya. Disana banyak Nippon yang
mengintai kita.”
Ahmad Soebardjo (ghania): “Aku punya kenalan, sepertinya dia bisa membantu kita.”
Moh. Hatta (aulia): “Siapa dia?”
Ahmad Soebardjo (ghania): “Nanti kalian akan tahu sendiri, lebih baik kita ke rumahnya
sekarang.”

Ahmad Soebardjo (ghania): “Permisi.”


Laksamana Maeda (aulia): “Ada perlu apa kalian datang kemari?”
Ahmad Soebardjo (ghania): “Laksamana Maeda, kami membutuhkan bantuan anda, hal ini
menyangkut tentang kemerdekaan Indonesia.”
Laksamana Maeda (aulia): “Mengapa kalian meminta bantuanku? Bukankah kalian tahu bahwa
aku adalah perwira Jepang?”
Ahmad Soebardjo (ghania): “Kami jelas mengetahuinya, tapi kami yakin bahwa anda berbeda
dengan perwira Jepang lainnya. Anda orang yang bijaksana dan mengetahui bagaimana
perjuangan rakyat Indonesia sedari dulu.”
Laksamana Maeda (aulia): “Baik kalau begitu. Apa yang kalian butuhkan?”
Ahmad Soebardjo (ghania): “Kami butuh kediamanmu untuk dijadikan tempat perundingan
kami.”
Laksamana Maeda (aulia): “Baik, silahkan kalian masuk.”

Setibanya disana, Laksamana Maeda mempersilakan ketiga tokoh menemui Jenderal Nishimura
untuk membahas upaya tindak lanjut yang akan dilakukan.

Laksamana Maeda (aulia): “Silahkan duduk.”


Ir. Soekarno (omar): “Terima kasih.”
Laksamana Maeda (aulia): “Apa yang akan kalian lakukan?”
Ir. Soekarno (omar): “Kedatangan kami kesini untuk merundingkan proklamasi kemerdekaan
Indonesia, tapi apakah ada jenderal Jepang lain yang sekiranya bisa membantu kami?”
Laksamana Maeda (aulia): “Sebenarnya saya memiliki seorang teman. Saya kira dia bisa
membantu kalian. Bagaimana jika kalian semua ikut dengan saya untuk menemui orang
tersebut?”
Ir. Soekarno (omar): “Baiklah, kami akan ikut denganmu.”
Laksamana Maeda (aulia): “Mari kita ke sana.”

Namun, ketika bertemu dengan Nishimura, mereka bertiga justru mendapat jawaban yang
mengecewakan.

Laksamana Maeda (aulia): “Permisi.”


Nishimura (vicky): “Apa keperluan kalian datang kemari?”
Laksamana Maeda (aulia): “Kami ingin meminta tolong. Mereka adalah orang Indonesia yang
ingin memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Apakah engkau bisa membantu?”
Nishimura (vicky): “Maaf, saya harus menolak permintaan tersebut. Saya mewakilli Gunseikan
diperintahkan untuk tidak mengubah situasi apapun dari Indonesia ini.”
Laksamana Maeda (aulia): “Baiklah kalau begitu, terima kasih.”

Dikarenakan Nishimura tidak mengizinkan, maka pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 03.00
WIB, naskah proklamasi disusun oleh Soekarno, Hatta, dan Soebardjo di ruang makan
Laksamana Maeda.

Ir. Soekarno (omar): “Baiklah, kita mulai saja perundingannya. Menurut kalian, apa pembahasan
yang tepat untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia ini?”
Sukarni (vicky): “Permisi.”
Ahmad Soebardjo (ghania): “Sepertinya di luar ada tamu, sebentar saya ke luar untuk
menemuinya dulu.”
Ir. Soekarno (omar): “Baik.”
Ahmad Soebardjo (ghania): “Sukarni, ada perlu apa engkau datang ke sini?”
Sukarni (vicky): “Kedatangan saya ke sini untuk mewakili kaum golongan muda lainnya yang
sudah merancang teks proklamasi. Begini isinya “Bahwa ini, rakyat Indonesia menyatakan
kemerdekaannya. Segala barang-barang pemerintahan yang ada, harus direbut oleh rakyat milik
orang-orang asing yang masih mempertahankan diri” Apakah dapat diterima?”
Ahmad Soebardjo (ghania): “Baiklah, kami akan mempertimbangkannya. Setelah ini, apa yang
akan kamu lakukan?”
Sukarni (vicky): “Bolehkah saya mengetahui perumusan teks proklamasinya?”
Ahmad Soebardjo (ghania): “Iya, silahkan.”
Sukarni (vicky): “Terima kasih.”

Ahmad Soebardjo (ghania): “Saya setuju dengan usulan Sukarni dan golongan muda lainnya.
Tapi, bagaimana jika kata-kata itu diganti menjadi “Kami rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaan Indonesia.” Kata-kata tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang
Dasar yang kita susun sebelumnya.”
Ir. Soekarno (omar): “Begini Soebardjo, saya setuju dengan usulanmu. Lantas, bagaimana
denganmu Bung Hatta?
Moh. Hatta (aulia): “Lebih baik kita tulis saja itu dulu, saya masih memikirkannya.”

Moh. Hatta (aulia): “Tunggu sebentar, saya punya usulan. Bagaimana jika, “Hal-hal yang
mengenai penyerahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan seksama dan dalam
tempo yang sesingkat-singkatnya.” Bagaimana menurut kalian?”
Ir. Soekarno (omar): “Baiklah, saya setuju dengan usulan anda.”

Moh. Yamin (anggun): “Bagaimana dengan Soekarno? Mengapa dia belum kunjung datang
juga?”
Sukarni (vicky): “Iya, hari sudah menjelang pagi. Bagaimana jika teks proklamasi tersebut belum
kunjung selesai?”
Moh. Yamin (anggun): “Tidak mungkin, saya yakin pasti mereka sudah menyelesaikannya.”

Naskah sebanyak dua alinea yang penuh dengan pemikiran tersebut lalu selesai dibuat 2 jam
kemudian.

Ir. Soekarno (omar): “Teks proklamasi itu telah kami selesaikan, lantas siapa yang akan
menandatanganinya?”
Moh. Hatta (aulia): “Bagaimana jika anggota PPKI yang menandatanganinya?”
Moh. Yamin (anggun): “Saya tidak setuju jika teks proklamasi ditandatangani oleh anggota
PPKI.”
Sukarni (vicky): “Saya sependapat dengan Yamin. Saya juga tidak setuju jika teks proklamasi
ditandatangani oleh anggota PPKI.”
Ir. Soekarno (omar): “Mengapa kalian tidak menyetujuinya?”
Moh. Yamin (anggun): “Menurut saya, PPKI tidak berhak menandatangani teks proklamasi
kemerdekaan itu. PPKI ialah organisasi buatan Jepang, anggotanya juga diangkat oleh Jepang,
sedangkan kemerdekaan Indonesia dibentuk oleh kita rakyat Indonesia sendiri.”
Ir. Soekarno (omar): “Lalu, siapa yang akan menandatanganinya?”
Sukarni (vicky): “Saya punya usulan. Bagaimana jika Bung Karno dan Bung Hatta-lah yang
menandatangani teks proklamasi kemerdekaan tersebut atas nama bangsa Indonesia?”
Moh. Yamin (anggun): “Saya setuju.”
Ir. Soekarno (omar): “Baiklah, saya juga setuju. Bagaimana menurutmu, Bung Hatta?
Moh. Hatta (aulia): “Saya juga setuju.”

Naskah kemudian diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Tanpa waktu lama, Sayuti
Melik mengetik naskah proklamasi tersebut. Setelah itu, naskah diserahkan kembali kepada
Soekarno untuk ditandatangani.

Ir. Soekarno (omar): “Assalamualaikum.”


Sayuti Melik (ghania): “Waalaikumsalam.”
Ir. Soekarno (omar): “Bung, apakah anda sibuk?”
Sayuti Melik (ghania): “Tidak, ada apa memangnya?”
Ir. Soekarno (omar): “Saya ingin meminta tolong. Tolong ketikan teks proklamasi kemerdekaan
untuk saya bacakan pagi hari ini.”
Sayuti Melik (ghania): “Segera saya ketik.”

Sayuti Melik (ghania): “Ini naskahnya, Bung. Silahkan untuk ditandatangani.”


Ir. Soekarno (omar): “Baiklah.”
Moh. Hatta (aulia): “Terima kasih, Bung Sayuti.”

- Selesai -

Anda mungkin juga menyukai