Anda di halaman 1dari 37

DAFTAR ISI

BAB I

Latar Belakang ....................................................................................................... 2

BAB II

Tinjauan Pustaka .................................................................................................... 3

2.1 Urinalisis .......................................................................................................... 3

2.2 Proses Pembentukan Urin ................................................................................ 3

2.3 Pemeriksaan Urin ............................................................................................. 4

2.3.1 Pemeriksaan Makroskopis Urin .................................................................... 4

2.3.2 Pemeriksaan Kimia Urin ............................................................................... 8

2.3.3 Pemeriksaan Sedimen Urin ….................................................................. 20

2.3.4 Urine analyzer : CombostikTM R300 ............................................................ 25

Daftar Pustaka ........................................................................................................ 29

Laporan Kasus ....................................................................................................... 30

1
BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang


Pada orang dewasa yang sehat, diperkirakan 1200 mL darah masuk keginjal
setiap menitnya, sekitar dari 25% cardiac output. Didalam ginjal, terjadi proses
filtrasi di glomerulus kemudian filtrat masuk ke tubulus dan duktus kolektivus
untuk mengalami proses reabsorpsi hingga membentuk urin. Volume filtrat dari
glomerulus dapat mencapai 180 L dalam 24 jam yang berkurang menjadi sekitar
1-2 L bergantung status hidrasi. Urin yang terbentuk ini akan diteruskan ke renal
pelvis kemudian ke ureter dan disimpan di kandung kemih dan akan dikeluarkan
melalui uretra sewaktu proses miksi.1
Pemeriksaan urin banyak diminta klinisi dalam praktik sehari-hari, setelah
kimia dan hematologi. Pemeriksaan urin dapat mendeteksi penyakit pada tractus
urinarius (fisiologis) dan struktural (anatomis) serta dapat juga mendeteksi
penyakit dari organ lain, seperti otot, liver, dan penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus. Pemeriksaan urin memiliki manfaat yaitu : untuk diagnosis, skrining
populasi asimtomatik, skrining penyakit herediter, dan monitoring perjalanan
penyakit dan efektivitas/komplikasi dari terapi.
Dalam pemeriksaan urinalisis terdiri dari empat komponen yakni evaluasi
spesimen, pemeriksaan fisik (gross), kimiawi dan sedimen.Urin termasuk cairan
yang tidak stabil yang dapat mengalami perubahan komposisi segera setelah
dibuang (melalui miksi). Pengambilan sampel, penyimpanan dan
penanganan/pemeriksaan urin merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan integritas sampel.2 Sekitar 60-70% keputusan klinis terkait
rawat inap, berobat jalan, dan peresepan bergantung dari hasil laboratorium.
Hasil tes laboratorium ini dapat berfungsi sebagai skrining, follow-up
pengobatan dan menilai respon pengobatan. Persentase yang tinggi terkait
ketergantungan hasil laboratorium dan juga peranannya, menjadikan kualitas
dari suatu hasil tes menjadi prioritas utama.1,2,5

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Urinalisis

Urin sebenarnya adalah "biopsi cairan" ginjal dan dapat menghasilkan


sumber informasi tentang kesehatan individual. Ginjal adalah satu-satunya organ
yang memiliki status fungsional yang dievaluasi dengan cara noninvasif. Karena
urin adalah ultrafiltrat dari plasma, sehingga dapat digunakan untuk mengevaluasi
dan memantau homeostasis tubuh dan proses penyakit metabolik. Pada orang
dewasa normal, kira-kira 1200 mL darah mengalir ke ginjal anak setiap menit, yang
terhitung sekitar 25% dari curah jantung.

Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urin untuk tujuan skrining, diagnosis


evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, batu ginjal, dan
memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah tinggi
(hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum1

2.2 Proses Pembentukan Urin

Pembentukan urin adalah fungsi ekskresi utama ginjal. Pembentukan urin


terdiri dari tiga proses : plasma filtrasi di glomerulus diikuti oleh reabsorpsi dan
sekresi komponen selektif oleh tubulus ginjal. Melalui proses ini, ginjal memainkan
peran penting dalam pembuangan produk sisa metabolisme, pengaturan air dan
elektrolit (natrium, klorida), dan pemeliharaan keseimbangan asam-basa tubuh.
Ginjal adalah yang sebenarnya pengatur tubuh, menentukan zat mana yang harus
dipertahankan dan mana yang harus dikeluarkan, terlepas dari apa yang telah dicerna
atau diproduksi.

Ginjal memproses sekitar 180.000 mL (125 mL/ menit) dari plasma yang
disaring setiap hari menjadi volume urin akhir sebesar 600 hingga 1800 mL.
Komponen terbesar dari urin adalah air. Itu zat terlarut utama yang ada adalah urea,
klorida, natrium, dan kalium, diikuti oleh fosfat, sulfat, kreatinin, dan asam urat. Zat

3
lain yang mula-mula berada di ultrafiltrat, seperti glukosa, bikarbonat, dan albumin,
pada dasarnya diserap kembali sepenuhnya oleh tubulus. Akibatnya, urin orang sehat
normal tidak mengandung zat terlarut ini dalam jumlah yang signifikan.

Karena pengeluaran urin normal sekitar 1200 mL (sekitar 1% dari yang


disaring volume plasma), 99% dari ultrafiltrat yang awalnya terkumpul di ruang
Bowman sebenarnya diserap kembali. Selain itu, nefron ginjal secara ekstensif dan
selektif menyerap kembali dan mengeluarkan zat terlarut saat ultrafiltrat
melewatinya.1,2,5

2.3 Pemeriksaan Urin

Pemeriksaan urin adalah tes laboratorium klinis tertua yang masih dilakukan.
Secara historis, ciri-ciri fisik urin hanya sebatas itu dievaluasi-warna, kejernihan,
bau, dan rasa. Yang terakhir karakteristik rasa belum dilakukan selama berabad-abad
karena metode kimia yang dapat digunakan untuk menilai "manisnya" urin. Ciri-ciri
fisik urin terus memainkan peran penting dalam urinalisis rutin. Adanya proses
penyakit dan urine yang tidak normal komponen dapat terlihat selama pemeriksaan
fisik awal urin.3,4

2.3.1 Pemeriksaan Makroskopis Urin

Warna Urin

Warna urin, yang biasanya berwarna kuning, bisa berkisar dari tidak berwarna
ke kuning ke oranye, merah, hijau, biru, coklat, atau bahkan hitam. Variasi warna ini
dapat menunjukkan adanya proses penyakit, kelainan metabolik, atau makanan atau
obat yang tertelan. Namun, variasi warna dapat juga terjadi dari aktivitas fisik yang
berlebihan atau stres.

Warna kuning khas urin normal pada prinsipnya disebabkan oleh pigmen
urochrome. Produk dari metabolisme endogen, urochrome adalah pigmen yang larut
dalam lemak yang hadir dalam plasma dan diekskresikan dalam urin. Pasien dalam
keadaan kronis gagal ginjal, dengan penurunan ekskresi urokrom, dapat terjadi
menunjukkan pigmentasi kuning karakteristik kulit mereka disebabkan oleh

4
pengendapan urochrome di subkutan mereka gemuk. Karena produksi dan ekskresi
urochrome adalah konstan, intensitas warna urin memberikan kekasaran indikator
konsentrasi urin dan status hidrasi tubuh. Urine pekat berwarna kuning tua,
sedangkan urin encer berwarna kuning pucat atau tidak berwarna. Urochrome, mirip
dengan yang lain pigmen yang larut dalam lemak, menjadi gelap saat terpapar
cahaya. Karakteristik penggelapan ini sering diamati pada spesimen urin yang
disimpan secara tidak benar. Sejumlah kecil urobilin (pigmen oranye-coklat) dan
uroerythrin (pigmen merah muda) juga berkontribusi terhadap warna urin. Urobilin
dan uroerythrin adalah konstituen urin normal; uroerythrin paling jelas ketika itu
mengendap pada kristal urat, sering menghasilkan endapan digambarkan sebagai
debu batu bata.1,2

Warna Korelasi Klinis


Tidak berwarna atau kuning Dilusi urin : poliuria akibat diabetes melitus atau
pucat diabetes insipidus
Kuning (Urin normal) Karena pigmen normal, urochrome (serta
uroerythrin dan urobilin)
Kuning Tua Asupan cairan terbatas, dehidrasi, olahraga berat,
urin pagi pertama, demam, konversi berlebihan
urobilinogen menjadi urobilin, peningkatan
bilirubin ( bila dikocok, busa berwarna kuning)
Kuning Tua-Hijau bilirubin yang teroksidasi menjadi biliverdin saat
didiamkan atau penyimpanan yang tidak tepat
Oranye Peningkatan konsumsi makanan yang
mengandung karoten.
Obat : Phenazopyridine (warna cerah pada pH
asam), warfarin, rifampisin
Kuning cerah Peningkatan riboflavin (B complex)
Pink Adanya darah di urin atau kontaminasi dari
mesntruasi
Berhubungan dengan acute intermitten porphyria

5
(kelainan genetik) : Oksidasi porphobilinogen
Merah Terdapat sel darah merah pada urin  urin keruh
Buah bit (pada urin asam), pada urin basa
(kuning)
Obat pencahar : Senna
Merah -Ungu Peningkatan oksidasi phorphyrinogen dan
phorphobilinogen
Coklat Myoglobin (Rhabdomyolisis) : urin jernih
Methemoglobin (Oksidasi hemoglobin)
Obat : Metronidazole
Coklat tua - Hitam Melanin pada penyakit melanoma maligna
Asam homogentisic : berhubungan dengan
alkaptonuria
Biru atau Hijau Infeksi Pseudomonas
Pewarna : methylen blue, seperti pada obat
kumur
Obat : Amitriptilin, indometasin
Tabel 1. Warna urin dan korelasi klinis

Buih

Protein (albumin) dalam jumlah sedang hingga besar dalam urin


menyebabkan busa putih yang stabil, buihnya yang berkembang kental dan tahan
lama. Ketika bilirubin hadir dalam jumlah yang cukup, buih jika ada akan berwarna
kuning. Meskipun tidak pasti, warna kuning yang khas dari buih ini memberikan
bukti awal adanya bilirubin.

6
Gambar 1. A. Warna buih urin yang khas karena tingginya konsentrasi bilirubin
dalam spesimen urin. B. Jumlah besar buih urin karena tingginya konsentrasi protein,
khususnya albumin, dalam spesimen urin

Kejernihan

Istilah Penyebab
Jernih Semua zat terlalut yang ada larut
Sedikit keruh Sel darah merah, sel darah putih
Kontaminan : bedak, cream, lotion, feses
Keruh Kristal, sel epitel, lipid
Mikroba : bakteri, yeast, trichomonas
Kontaminan : bedak, cream, lotion, feses
Sangat keruh Mucus, musin, pus
Kontras radiologi
Sperma
Kontaminan : bedak, cream, lotion, feses
Tabel 2. Istilah kejernihan

Volume

Normalnya volume urin bervariasi antara 600 ml-1800 ml/hari, dengan


dibawah 400 ml yang dieksresikan pada malam hari. Bila yang dieksresikan pada
malam hari diatas 500 ml disebut nocturia yang berhubungan dengan chronic

7
progressive renal failure karena ginjal kehilangan kemampuan mengkonsentrasikan
urin.

Polyuria adalah eksresi urin diatas 3L/hari biasanya terjadi pada peningkatan
asupan cairan, hormonal imbalance, renal dysfunction dan konsumsi caffein atau
alkohol. Oligouria adalah penurunan ekskresi urin (<400ml/hari). biasanya dijumpai
pada kekurangan asupan cairan, keringat berlebihan, diare atau muntah dan pada
kelainan ginjal seperti sindroma nefrotik. Anuria adalah tidak adanya produksi urin,
bersifat fatal karena terjadi akumulasi toxic metabolic yang diproduksi tubuh.
Penyebabnya bisa karena acute atau chronic renal failure; penurunan suplai darah ke
ginjal seperti pada hipotensi, perdarahan, syok atau gagal jantung; bahan toksik atau
antibiotik nefrotoksik; obstruksi; hemolitik akibat reaksi transfusi.

2.3.2 Pemeriksaan Kimia Urin

pH

Ginjal memegang peranan penting mengatur keseimbangan asam basa tubuh.


Normal pH urin yaitu 4.5-8.0. pH dapat mempengaruhi kestabilan unsur-unsur yang
terbentuk di dalam urin. pH basa meningkatkan lisis sel dan degradasi cast. Karena
nilai pH lebih besar dari 8.0 dan kurang dari 4.5 secara fisiologis tidak mungkin,
mereka memerlukan penyelidikan ketika diperoleh. Tiga alasan paling umum untuk
pH urin lebih besar dari 8.0 adalah urin spesimen yang tidak diawetkan dan disimpan
dengan baik, mengakibatkan perkembangbiakan bakteri penghasil urease yang
meningkatkan pH, spesimen tercemar (agen alkali ditambahkan ke urin setelah
pengumpulan), dan pasien diberi zat yang sangat basa (misalnya obat-obatan, agen
terapeutik) yang kemudian dikeluarkan oleh ginjal.

Metode pemeriksaan pH yaitu dengan reagen strip test berdasarkan pada


sistem indikator ganda menggunakan bromthymol blue dan methyl red. Kombinasi
indikator ini menghasilkan perubahan warna yang khas dari oranye (pH 5.0) hingga
hijau (pH 7.0) hingga biru (pH 9.0) . Kesalahan pemeriksaan pH dapat terjadi oleh
karena perubahan pH yang disebabkan oleh penyimpanan specimen yang tidak tepat
sehingga terjadi proliferasi bakteri (false peningkatan pH), kontaminasi wadah

8
specimen sebelum pengumpulan (peningkatan atau penurunan pH yang tergantung
pada zat kontaminan) dan teknik reagen strip yang tidak tepat, menyebabkan buffer
asam dari uji protein mencemari area uji pH (penurunan pH yang salah).

Berat Jenis

Uji berat jenis strip reagen tidak mengukur kandungan total zat terlarut tetapi
hanya zat terlarut yang bersifat ionik. Perlu diingat bahwa hanya zat terlarut ionik
yang menunjukkan kemampuan pemusatan dan sekresi ginjal ginjal dan memiliki
nilai diagnostik.

Nilai Berat Jenis Indikasi atau Penyebab


1.000 Secara fisiologis tidak mungkin sama seperti air murni 
curigai pemalsuan spesimen urin
1.001 – 1.009 Urin encer  berhubungan dengan meningkatnya asupan air
atau diuresis air (misalnya diuretik, sekresi/aktivitas tidak
adekuat dari ADH)
1.010 – 1.025 Menunjukkan rata-rata asupan dan ekskresi zat terlarut dan
air
1.26 – 1.040 Urin pekat; berkaitan dengan dehidrasi, restriksi cairan,
berkeringat banyak, diuresis osmotik
>1.040 Secara fisiologis tidak mungkin; menunjukkan adanya zat
iatrogenik (media kontras radiografi, manitol)
Tabel 3. Nilai berat jenis dan penyebabnya

Prinsip pemeriksaan berat jenis yaitu : Zat terlarut ionik yang ada dalam urin
menyebabkan proton untuk dilepaskan dari polyelec-trolyte. Sebagai proton
dilepaskan, pH menurun dan menghasilkan perubahan warna indicator bromtimol
blue dari biru-hijau ke hijau kuning. False rendah bila nilai glukosa dan urea >1
g/dL, dan false tinggi bila protein kurang lebih sama dengan 100–500 mg/dL dan
ketoasidosis.

Protein

9
Urine normal mengandung hingga 150 mg (1-14 mg/dL) protein setiap hari.
Protein ini berasal dari ultrafiltrasi plasma dari saluran kemih itu sendiri. Protein
berat molekul rendah (<40.000) mudah melewati filtrasi glomerulus dan diserap
kembali. Albumin termasuk protein dengan berat molekul moderate yang mana 95%-
99% diserap kembali. Di antaranya protein yang berasal dari saluran kemih, ada tiga
yang menarik, yaitu :

1. Uromodulin (protein Tamm-Horsfall), yang merupakan mucoprotein disintesis


oleh sel-sel tubulus distal dan terlibat dalam pembentukan cast
2. Urokinase, yang merupakan enzim fibrinolitik yang disekresikan oleh sel tubular
3. Imunoglobulin A sekretori, yang disintesis oleh sel epitel tubulus ginjal

Peningkatan protein dalam urin disebut proteinuria yang merupakan indikator


awal penyakit ginjal. Untuk sebagian besar pasien dengan proteinuria (prerenal dan
renal), protein dengan konsentrasi meningkat adalah albumin, meskipun dengan
derajat yang berbeda-beda. Sejumlah protein dan albumin yang meningkat bersaing
untuk reabsorpsi tubular, jumlah albumin diekskresikan dalam urin juga meningkat.
Proteinuria dihasilkan dari peningkatan jumlah protein plasma yang disaring atau
penyaringan protein dalam jumlah normal tetapi dengan penurunan kemampuan
reabsorpsi tubulus ginjal. Deteksi dini proteinuria (albumin) membantu dalam
identifikasi, pengobatan, dan pencegahan penyakit ginjal. Proteinuria dibagi atas
empat kategori yaitu :

1. Prerenal atau overflow prerenal, yaitu dihasilkan dari peningkatan jumlah protein
plasma darah yang melewati filtrasi glomerulus hingga ke urin. Bila protein
plasma kembali normal, proteinuria menghilang. Kondisi yang menyebabkan
peningkatan ekskresi protein plasma dengan berat molekul rendah yaitu
septikemia dengan mengeluarkan protein reaktan fase akut, hemoglobinuria
(episode hemolitik), myoglobinuria pada cedera otot, paraprotein imunoglobulin
(κ dan λ rantai ringan monoklonal) juga merupakan protein dengan berat molekul
rendah yang diproduksi abnormal pada multiple myeloma dan
makroglobulinemia.. Secara historis, keberadaan light chain imunoglobulin juga
dikenal sebagai protein Bence Jones, diidentifikasi dalam urin karena keunikan

10
kelarutannya yang berhubungan dengan suhu. Sebuah spesimen urin akan
dipanaskan, dan jika urin menggumpal pada suhu 40°C - 60°C dan dilarutkan
kembali pada suhu 100°C, hal ini menunjukkan adanya rantai ringan
imunoglobulin, yaitu Bence Jones protein.
2. Glomerular proteinuria berhubungan dengan kerusakan glomerulus. Proteinuria
umumnya berat melebihi 2.5g/hari bahkan sampai 20 g/hari. Kondisi klinis
kelainan glomerulus yaitu sindroma nefrotik dengan karakteristik proteinuria
(>3.5 g/dl), hiperlipidemia, lipiduria dan edema anasarka
3. Tubular proteinuria berhubungan dengan kerusakan reabsorbsi tubulus dan
meningkatkan protein berat molekul rendah di urin, sebagai contoh akut/kronik
pyelonephritis, renal tubular asidosis, renal tuberculosis, dll.
4. Postrenal proteinuria yaitu urin mengandung protein yang diproduksi dari saluran
kemih atau urin terkontaminasi protein saat ekskresi contoh pada inflamasi,
keganasan, trauma, dll.

Glomerular Proteinuria Tubular Proteinuria


Albumin Albumin
Transferrin β2-Microglobulin
α1-Antitrypsin Retinol-binding protein
α1-Acid glycoprotein α2-Microglobulin
α1-Microglobulin
Lysozyme
Tabel 4. Glomerular proteinuria dan tubular proteinuria

Metode pemeriksaan protein urin

Secara historis, tes skrining kualitatif atau semikuantitatif untuk protein urin
mengandalkan teknik presipitasi protein. Protein mengalami denaturasi saat terpapar
pada pH atau suhu ekstrem, dan bukti yang paling terlihat dari hal ini adalah
penurunan kelarutan. Selama bertahun-tahun, uji pengendapan protein asam
sulfosalicylic (SSA) telah digunakan tetapi sekarang digantikan oleh uji strip reagen
untuk protein. Hasil protein urin yang positif harus dievaluasi dan dihubungkan
dengan hasil berat jenis urin. Volume besar urin (poliuria) dapat menghasilkan reaksi

11
protein negatif meskipun proteinuria signifikan karena protein hadir sedang
diencerkan secara berlebihan. Demikian pula, sejumlah kecil protein yang ada dalam
urin encer menunjukkan patologi yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah
protein pada urin pekat.

Prinsip pemeriksaan urin dipstick adalah Protein of error indicators. Ketika


pH dipertahankan konstan oleh buffer, pewarna indikator tertentu (derivat dari
tetrabromophenol blue) melepaskan ion hidrogen sebagai akibat dari adanya protein
(anion), menyebabkan perubahan warna. Pad reaksi diresapi dengan buffer yang
mempertahankan daerah uji pada pH 3.0. Jika ada protein, ia bertindak sebagai
reseptor hidrogen dan menerima ion hidrogen dari indikator pH dan dengan demikian
menyebabkan perubahan warna (dari kuning menjadi biru-hijau).

Intensitas perubahan warna berhubungan langsung dengan jumlah protein


yang ada. Hasil strip reagen protein adalah dilaporkan sebagai konsentrasi dalam
miligram per desiliter (mg/dL). Metode ini lebih sensitif terhadap albumin daripada
protein lainnya seperti globulin, mioglobin, hemoglobin, rantai ringan imunoglobulin
(protein Bence Jones) serta mukoprotein dan biasanya tidak terdeteksi oleh tes strip
reagen karena konsentrasi protein ini biasanya tidak cukup untuk menyebabkan
perubahan warna.

Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh :

1. pH urin yang sangat basa (pH 9.0), seperti konsumsi obat alkali, pengawetan
spesimen yang tidak benar, kontaminasi dengan senyawa ammonium. Pada
keadaan ini dapat dilakukan seperti metode presipitasi protein yaitu
menyesuaikan urin dengan asam kira-kira pada pH 5.0 dan pengujian ulang
menggunakan reagen strip test akan menghasilkan hasil protein yang akurat.
2. Substansi berwarna tinggi yang menutupi hasil seperti obat-obatan
(phenazopyridine) dan konsumsi bit.

Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh :

1. Substansi berwarna tinggi yang menutupi hasil seperti obat-obatan


(phenazopyridine) dan konsumsi bit.

12
2. Adanya protein selain albumin

Darah

Hematuria adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jumlah


abnormal sel darah merah dalam urin, sedangkan hemoglobinuria menunjukkan
adanya hemoglobin dalam urin. Metode kimia digunakan untuk mendeteksi gugus
heme moiety-tetrapyrrole ring (protoporphyrin IX) molekul hemoglobin yang
sentralnya terikat atom besi (Fe+2). Zat lainnya selain hemoglobin yang juga
mengandung heme adalah myoglobin dan sitokrom. Yang menarik adalah
myoglobin (BM 17.000), protein otot intraseluler yang akan meningkat dalam aliran
darah ketika jaringan otot rusak karena trauma atau penyakit. Karena ukurannya
yang kecil, myoglobin mudah melewati hambatan filtrasi glomerulus dan
diekskresikan dalam urin. Hasilnya, tes kimia positif untuk darah tidak spesifik,
menunjukkan adanya hemoglobin, sel darah merah, atau mioglobin. Korelasi
dengan urin hasil mikroskopis, penampakan plasma pasien, hasil tes kimia plasma,
serta presentasi klinis pasien mungkin diperlukan untuk menentukan zat apa yang
ada.

Yang membedakan antara hematuria dan hemoglobinuria adalah kejernihan


urin. Hematuria dengan spesimen urin yang keruh sedangkan dengan
hemoglobinuria urinnya jernih. Warna urin keduanya mirip dan variasi warnanya
berkisar dari kuning normal hingga merah muda, merah, atau coklat, tergantung
pada jumlah darah atau hemoglobin yang ada. Selain itu, pH urin dapat
mempengaruhi penampilan spesimen ini. Contohnya, pH basa mendorong lisis sel
darah merah dan oksidasi hemoglobin.

Deteksi hematuria atau hemoglobinuria merupakan indikator awal penyakit


yang tidak selalu jelas secara visual dan selalu membutuhkan penyelidikan lebih
lanjut. Jumlah darah dalam spesimen urin tidak memiliki korelasi dengan tingkat
keparahan penyakit, begitu pula jumlah darah saja dalam mengidentifikasi lokasi

13
perdarahan. Kombinasi dengan pemeriksaan mikroskopis, ketika merah sel darah
ada dalam bentuk cast glomerulus atau tubular.

Jenis Penyebab
Hematuria Penyakit ginjal dan saluran kemih
 Glomerulonephritis
 Pyelonephritis
 Cystitis (infeksi kandung kemih)
 Renal calculi (batu)
 Tumors (benign dan cancerous)
Trauma, appendisitis
Hipertensi
Latihan Berat atau Normal
Merokok
Obat (cyclophosphamide, anti) dan chemical toxicity
Hemoglobinuria Intravascular hemolysis : reaksi transfusi, anemia
hemolitic, paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
Luka bakar luas
Infeksi : Malaria, Clostridium perfringens, Syphilis,
Mycoplasma
Chemical toxicity : tembaga, nitrit, nitrat
Exertional hemolysis : berbaris, karate, lari jarak jauh
Myoglobinuria Muscle trauma: crushing injuries, operasi, contact sports
Muscle ischemia: keracunan karbon monoxida, alcohol-
induced atau obat-obat terlarang
Muscle infections (myositis): viral, bacterial
Myopathy karena obat-obatan
Seizures/convulsions
Toxins: bisa ular, spider bites
Tabel 5. Penyebab klinis pada reaksi darah positif

Metode yang digunakan adalah pseudoperoxidase activity dari bagian heme.


Pad reagen menyerap kromogen tetra metilbenzidin dan peroksida. Melalui
pseudoperoksidase aktivitas bagian heme, peroksida berkurang dan chromogen
menjadi teroksidasi, menghasilkan perubahan warna pada pad reaksi dari kuning
menjadi hijau. Bagan warna disediakan pada label wadah strip reagen untuk
penilaian visual pad reaksi. Perubahan warna yang homogen dihasilkan dari
hemoglobin, sedangkan pola belang-belang dapat terjadi ketika sel darah merah utuh

14
dilisiskan dan hemoglobinnya dilepaskan. Hasil tes bisa dilaporkan sebagai negatif,
jejak, kecil, sedang, atau besar, atau dapat digunakan sistem plus (1+, 2+, 3+).

False Positif False Negatif


- Kontaminasi menstruasi dan - Asam askorbat : adalah zat
hemorrhoid pereduksi kuat yang bereaksi
- Peroksidase (E.coli) : dapat langsung dengan peroksida
mengkatalis reaksi tanpa adanya (H2O2) diresapi pada pad
pseudoperoksidase reagen darah dan dapat
- Agen oksidasi kuat (contoh : menghilangkan reaksi.
hipoklorit di detergen) Multistix (≥ 9 mg/dL)
vChem (≥ 5 mg/dL)
Chemstrip tidak berpengaruh
- Berat jenis tinggi
- Captopril (Multistix)
- Formalin
- Nitrit yang tinggi (>10 mg/dL)
Tabel 6. False positif false negatif pemeriksaan kimia darah

Leukosit Esterase

Normalnya, beberapa sel darah putih (leukosit) terdapat pada urin: 0 sampai 8
per lapangan pandang atau sekitar 10 leukosit per mikroliter. Jumlah sel darah putih
per mikroliter sedikit bervariasi tergantung pada prosedur standar yang digunakan
untuk menyiapkan sedimen untuk pemeriksaan mikroskopis. Peningkatan jumlah
leukosit dalam urin menunjukkan peradangan di sitem saluran kemih dari ginjal ke
saluran kemih bagian bawah. Ditemukannya sekitar 20 atau lebih leukosit per
mikroliter merupakan indikasi yang baik dari suatu proses patologis Peningkatan
jumlah sel darah putih ditemukan lebih sering dalam urin wanita daripada pria, oleh
karena insiden infeksi saluran kemih yang lebih besar pada wanita, karena
meningkatnya potensi urin wanita terkontaminasi dengan cairan vagina.

15
Tes skrining untuk leukosit esterase ini mendeteksi sekitar 10 sampai 25 sel
darah putih per mikroliter. Sehingga hasil negatif tidak mengesampingkan adanya
peningkatan jumlah sel darah putih, hal tersebut itu menunjukkan bahwa jumlah
leukosit esterase yang ada tidak cukup untuk menghasilkan tes positif. Hal ini dapat
terjadi meskipun jumlah sel darah putih meningkat ketika sel darah putih yang ada
limfosit atau urin sangat encer (hipotonik). Hasil tes kimia ini sering dilaporkan
negatif atau positif. Evaluasi kuantitatif sel darah putih dalam sedimen urin
merupakan bagian dari pemeriksaan mikroskopis; Namun, lisis sel ini mungkin
terjadi. Oleh karena itu ini tes strip reagen menyediakan sarana untuk
mengidentifikasi spesimen urin yang memerlukan evaluasi lebih lanjut karena jumlah
yang meningkat esterase leukosit (yaitu, peningkatan jumlah granulositik leukosit).
Sel darah putih sangat rentan terhadap lisis dalam keadaan hipotonik dan urin alkali,
serta dari bakteriuria, penyimpanan suhu tinggi, dan sentrifugasi. Peningkatan jumlah
sel darah putih dalam urin dapat terjadi dengan atau tanpa bakteriuria. Dalam kondisi
ini, leukosituria adalah infeksi ginjal dan saluran kemih yang melibatkan
trichomonas, mikosis (mis. yeast), klamidia, mikoplasma, virus, atau tuberkulosis
menyebabkan leukosituria atau piuria tanpa bakteriuria.

Tes strip reagen mendeteksi esterase leukosit yang ditemukan di granula


azurofilik dari leukosit granulositik. Granula terdapat dalam sitoplasma semua
granulosit (neutrofil, eosinofil, dan basofil), monosit, dan makrofag. Oleh karena itu
metode strip reagen tidak mendeteksi limfosit. Setelah hidrolisis ester, coupling
reaction azo terjadi antara senyawa aromatik yang dihasilkan dari garam diazonium
yang diberikan pada pad uji. Hasil akhirnya adalah pewarna azo dengan perubahan
warna pad reagen dari krem ke ungu.1,2,5,8

False Positif False Negatif


- Substansi berwarna tinggi seperti - Limfosit
obat (phenazopyridine) dan buah - Peningkatan glukosa (>3 g/dL)
bit dan protein (500 mg/dL)
- Terkontaminasi dari vagina - Berat jenis tinggi
- Formalin - Agen oksidasi kuat (sabun dan

16
detergen)
- Obat (gentamicin,
cephalosporin, tetracycline)
Tabel 7. False positif false negatif pemeriksaan leukosit esterase

Nitrit

Skrining nitrit urin berkaitan dengan infeksi saluran kemih. Bakteri pada
umumnya adalah basil gram negative yang berasal dari saluran cerna, seperti : E.coli,
diikuti Proteus, Enterobacter dan Klebsiella. Angka kejadian infeksi saluran kemih
perempuan 8x dari laki-laki. Normalnya kandung kemih dan urin bersifat steril.
Infeksi saluran kemih bisa terjadi oleh karena tumor, adanya urin yang stasis dan
disfungsi kandung kemih. Biasanya nitrat dapat berasal dari konsumsi sayuran hijau
dan di ekskresikan di urin tanpa bentuk nitrit. bakteri yang memiliki enzim nitrat
reductase mereduksi nitrat yang dari makanan menjadi nitrit.1,2,5,8

Prinsip pemeriksaan nitrit yaitu reaksi diazotisasi nitrit dengan amina


aromatik untuk menghasilkan garam diazonium diikuti oleh reaksi kopling azo dari
garam diazonium dengan senyawa aromatic pada bantalan reagen. Pewarna azo yang
dihasilkan menyebabkan perubahan warna dari putih menjadi merah muda. Hasil
false positif dapat disebabkan oleh zat berwarna tinggi yang menutupi hasil ( obat :
phenazopyridine, dan konsumsi bit) dan penyimpanan yang tidak tepat dengan
proliferasi bakteri. Hasil false negatif dapat disebabkan oleh asam askorbat (25
mg/dL) dan faktor yang menghambat atau mencegah pembentukan nitrit meskipun
bakteriuria.

Glukosa

Ketika kadar glukosa dalam darah melebihi tingkat ambang ginjalnya sekitar
160 hingga 180 mg/dL, konsentrasi ultrafiltrat glukosa melebihi kemampuan
reabsorpsi tubulus, dan terjadi glukosuria. Glukosuria disebabkan oleh :

17
1. Kondisi prerenal : hiperglikemia
2. Kondisi renal: defek absorbsi tubulus
3. Penyakit : DM, gangguan hormonal, liver disease, pancreatic disease,
kerusakan central nervous system, dan obat-obatan

Prinsip pemeriksaan glukosa yaitu reaksi enzim berurutan ganda. Glukosa


oksidase pada pad reagen mengkatalisis oksidasi glukosa menjadi hydrogen
peroksida. Hidrogen peroksida terbentuk di reaksi pertama mengoksidasi kromogen
pada bantalan reagen. Reaksi kedua dikatalisis oleh peroksidase yang disediakan
pada pad. Perubahan warna berbeda dengan kromogen digunakan. Hasil false positif
dapat disebabkan oleh Oksidator kuat, seperti pemutih, kontaminasi peroksida. Hasil
false negatif dapat disebabkan oleh asam askorbat (≥ 50 mg/dL) dan penyimpanan
yang tidak tepat menyebabkan glikolisis.

Keton

Istilah keton dan badan keton mengidentifikasi tiga produk antara


metabolisme asam lemak , yaitu : 20% asetoasetat, 78% β-hidroksibutirat, dan 2%
aseton. Umumnya, produk akhir dari metabolisme asam lemak adalah karbon
dioksida dan air, dan tidak ada keton yang diproduksi. Ketika ketersediaan
karbohidrat terbatas, hati akan mengoksidasi asam lemak sebagai substrat
metabolisme utama sehingga asetil koenzim A terbentuk, dan mengganggu Siklus
Krebs. Untuk menangani peningkatan asetil koenzim A, mitokondria hati mulai aktif
ketogenesis. Keton dilepaskan ke dalam aliran darah (ketonemia) dan memberikan
energi ke otak, jantung, otot rangka, dan ginjal. Nilai ambang ginjal untuk keton
yaitu 70 mg/dL. Karena keton di eliminasi di paru maka pada ketonemia nafasnya
berbau aseton (“fruity odor”).

Prinsip pemeriksaan keton yaitu : Uji hukum reaksi nitroprusida. Asam


asetoasetat dalam suasana basa bereaksi dengan nitroferisianida untuk menghasilkan
perubahan warna dari krem menjadi ungu. Hasil false positif dapat disebabkan oleh
senyawa yang mengandung sulfhidril bebas, seperti MESNA, captopril, N
acetylcysteine, urin yang sangat berpigmen, warna atipikal dengan fenilketon dan

18
phthalein dan sejumlah besar metabolit levodopa. Hasil false negatif dapat
disebabkan oleh penyimpanan yang tidak tepat, mengakibatkan volatilisasi dan
kerusakan oleh bakteri

Penyebab ketonuria, yaitu :

1. Ketidakmampuan untuk memanfaatkan karbohidrat yang tersedia


Contoh : Diabetes mellitus
2. Konsumsi karbohidrat yang tidak mencukupi
Contoh : Kelaparan, diet, alkoholisme, olahraga berat, paparan dingin,
penyakit demam akut pada anak
3. Kehilangan karbohidrat
Contoh : Muntah (misalnya, kehamilan, sakit), reabsorpsi ginjal yang rusak
(misalnya, sindrom Fanconi), gangguan pencernaan.

Bilirubin

Prinsip pemeriksaan bilirubin yaitu reaksi kopling azo bilirubin dengan garam
diazonium dalam media asam untuk membentuk pewarna azo. Perubahan warna dari
cokelat muda menjadi krem atau pink muda. Hasil false positif dapat disebabkan oleh
perubahan warna akibat obat (phenazopyridine, indican-indoxyl sulfate), metabolism
klorpromazin dalam jumlah besar. Hasil false negatif dapat disebabkan oleh asam
askorbat ( 25 mg/dL), konsentrasi nitrit yang tinggi, penyimpanan yang tidak benar
atau paparan cahaya, yang mengoksidasi atau menghidrolisis bilirubin menjadi
biliverdin non reaktif dan bilirubin bebas.

Klasifikasi Penyebab Urin Feses


Jaundice
Prehepatik Gangguan hemolitik Bilirubin : Normal
(Peningkatan - Reaksi transfusi Negatif
degradasi heme) - Penyakit sickle cell Urobilinogen :
- Hereditary ↑

spherocytosis
- Hemolytic disease of

19
newborn
Inefektif eritropoesis
- Thalassemia
- Anemia pernisiosa
Hepatik Hepatitis Bilirubin : Normal
Cirrhosis Positif
Kelainan genetik Urobilinogen :
Normal - ↑
Post hepatik Batu empedu Bilirubin : Pucat
Tumor (carcinoma) Positif
Fibrosis Urobilinogen :
↓ - tidak ada
Tabel 8. Klasifikasi jaundice, penyebab dan hubungannya dengan bilirubin dan
urobilinogen
Urobilinogen

Prinsip pemeriksaan urobilinogen yaitu kopling azo reaksi urobilinogen


dengan garam diazonium dalam media asam untuk membentuk zat warna azo. Warna
perubahan dari pink muda menjadi pink tua. Hasil false positif dapat disebabkan oleh
zat reaktif Ehrlich lainnya (Porphobilinogen, 5-Hydroxyindoleacetic acid, obat
seperti Methyldopa, Chlorpromazine Phenazopyridine Sulfonamides p-
Aminosalicylic acid p-Aminobenzoic acid (procaine metabolite)), warna atipikal
yang disebabkan oleh sulfonamida, asam p-aminobenzoat, asam p-aminosalisilat, zat
yang menginduksi menutupi hasil warna seperti obat-obatan (phenazopyridine),
konsumsi bit. Hasil false negatif dapat disebabkan oleh formalin (> 200 mg/dL),
penyimpanan yang tidak benar menyebabkan oksidasi urobilin.

2.3.3 Pemeriksaan Sedimen Urin

Persiapan Sedimen Urin

 Sampel Urin : Fresh, urin midstream (lebih baik urin pertama pagi), tidak
lebih dari 2 jam.

20
 Volume urin yang digunakan 10 – 15 ml. Yang direkomendasikan 12 ml
 Kecepatan sentrifugasi 400 – 450 x g
 Waktu sentrifugasi 5 menit
 Konsentrasi sedimen yang dipersiapkan, contoh : 10 :1, 12 : 1, 15 : 1
 Volume sedimen yang diperiksa : ditentukan slide yang digunakan dan sifat
mikroskop optik
 Pelaporan hasil : format, terminologi, referensi interval, perbesaran yang
digunakan untuk penilaian

Eritrosit

Sel darah merah dalam urin dilihat dan dihitung menggunakan pembesaran
daya tinggi. Sel darah merah tidak memiliki nukleus; berbentuk cakram bikonkaf
halus. Ukuran atau diameter sel darah merah dipengaruhi oleh konsentrasi urin
(yaitu, osmolalitas, berat jenis). Pada urin hipertonik, diameternya bisa sekecil 3 μm
dan dalam keadaan hipotonik urin sebesar 11,8 µm. Bentuk sel darah merah yang
dismorfik atau terdistorsi juga bisa terjadi hadir dalam urin.1,2,5,8

Gambar 2. Bentuk eritrosit pada urin

21
Kadang-kadang spesimen memiliki tes kimia positif untuk darah, tetapi
pemeriksaan mikroskopis menunjukkan tidak ada sel darah merah. Hal ini dapat
disebabkan oleh fakta bahwa sel darah merah mudah lisis dan hancur dalam urin
hipotonik atau basa; lisis seperti itu bisa juga terjadi di dalam saluran kemih sebelum
pengumpulan urin. Akibatnya, dapat dijumpai spesimen urin yang hanya berisi
hemoglobin dari sel darah merah yang tidak lagi utuh atau terlihat secara
mikroskopis. Namun, penting untuk dicatat bahwa zat lain, seperti mioglobin,
peroksidase mikroba, dan agen oksidasi kuat, dapat menyebabkan tes kimia darah
positif. Perhatikan bahwa reaksi ini dianggap sebagai reaksi "positif palsu" karena sel
darah merah atau darah tidak ada. Elemen yang menyerupai eritrosit, yaitu :
Monohydrate calcium oxalate (whewellite) crystals ; Yeast cells ; Contaminants :
oil, lotion, ointment, salp, krim.

Dalam spesimen di mana sel darah merah hadir secara mikroskopis tetapi
skrining kimia untuk darah adalah negatif, gangguan asam askorbat harus dicurigai.
Meskipun hemoglobin adalah protein, dalam banyak kasus hematuria, itu tidak
berkontribusi pada hasil protein diperoleh dengan strip reagen kimia. Hemoglobin
harus hadir dalam urin dalam jumlah melebihi 10 mg / dL sebelum terdeteksi oleh tes
strip reagen protein rutin. Dengan kata lain, saat tes strip reagen kimia untuk darah
membaca kurang dari besar (3+), hemoglobin tidak menyebabkan atau berkontribusi
pada hasil protein; ketika hasil darah .lebih besar dari atau sama dengan besar (3+),
hemoglobin dapat berkontribusi pada hasil tes strip reagen protein.1,5,8

Leukosit

Lima tipe leukosit dapat tampak dalam urin. Karena neutrofil mendominasi di
darah tepi, maka neutrophil merupakan sel darah putih yang paling sering diamati
dalam urin. Namun, pada beberapa kondisi ginjal, leukosit lain mendominasi dalam
urin. Misalnya pada nefritis interstitial akut yang disebabkan oleh hipersensitivitas
obat, leukosit predominan adalah eosinofil, sedangkan pada penolakan allograft
ginjal, limfosit yang mendominasi.

 Neutrofil

22
Ketika pemeriksaan mikroskopis terdapat cast leukosit, temuan ini
memberikan bukti diagnostik dari infeksi saluran kemih bagian atas.
Demikian pula, cast seluler (yaitu, identitas sel tidak bisa ditentukan) dan
cast berbutir kasar (yang dihasilkan dari degradasi sel) juga dapat
mendukung diagnosis infeksi saluran kemih bagian atas. Dalam kasus ini,
strip reagen protein uji harus positif. Sebaliknya, dengan saluran kemih
bagian bawah infeksi (yang terlokalisasi di bawah ginjal, seperti di kandung
kemih), pemeriksaan mikroskopis akan mengungkapkan peningkatan sel
darah putih tetapi tanpa cast seluler dan jika ada protein, biasanya pada
tingkat rendah.
Seperti disebutkan sebelumnya, beberapa sel epitel tubulus ginjal dan
kadang-kadang bahkan sel darah merah sulit dibedakan dari leukosit. Larutan
asam asetat 2% atau lebih baik lagi pewarnaan toluidin blue 0,5% membantu
mengungkap detail inti sel-sel yang ada, yang pada gilirannya
memungkinkan identifikasi sel yang tepat. Inti yang besar dan padat dari sel
collecting duct dan bentuk poligonal membantu membedakan sel darah putih
bulat yang memiliki karakteristik granulasi pewarnaan dengan pewarnaan
Sternheimer-Malbin atau toluidin blue dapat meningkatkan detail sel untuk
identifikasi khusus.
Peningkatan jumlah leukosit di urin disebut leukosituria. Kondisi
peradangan pada saluran kemih dan hampir semua penyakit ginjal
menunjukkan peningkatan jumlah leukosit, terutama neutrofil, dalam urin.
Catatan bahwa bakteri dan nonbakteri penyebab peradangan dapat
menyebabkan leukosituria. Infeksi bakteri termasuk nefritis pielo, sistitis,
uretritis, dan prostatitis, infeksi non bakteri termasuk nefritis,
glomerulonefritis, klamidia, mikoplasmosis, tuberkulosis, trikomonas, dan
mikosis. Dua organisme terakhir, trichomonads dan mycoses, sering muncul
dalam urin dari wanita sebagai kontaminan dari vagina sekresi. Meskipun
dapat menginfeksi saluran kemih, infeksi jarang terjadi. Sebaliknya, ketika
organisme ini hadir dalam urin dari laki-laki, infeksi saluran kemih tersirat.1,5
 Eosinofil

23
Acute interstitial nephritis (AIN) dan chronic urinary tract infections (UTIs)
berhubungan dengan eosinophiluria. Adanya cast eosinophil dapat
mendiagnosa AIN. Secara keseluruhan, eosinophiluria merupakan predictor
yang baik untuk AIN yang berhubungan dengan hipersensitivitas obat,
particularly hypersensitivity to penicillin dan derivatnya.

 Limfosit
Meskipun limfosit biasanya terdapat dalam urin, leukosit ini biasanya tidak
dikenali karena ukurannya kecil. Pewarnaan supravital urinalisis
sitodiagnostik menggunakan pewarnaan Wright atau Papanicolaou adalah
dilakukan, limfosit lebih mudah terlihat dan teridentifikasi. Yang paling
umum di urin adalah sel limfosit kecil, kira-kira berdiameter 6 sampai 9 μm.
Limfosit memiliki nukleus tunggal, bulat sampai agak lonjong dan sedikit
sitoplasma bening yang biasanya menjulur keluar dari satu sisi sel. Limfosit
hadir dalam kondisi peradangan seperti pielonefritis akut; namun, karena
neutrofil mendominasi, limfosit sering tidak dikenali. Sebaliknya, limfosit
mendominasi dalam urin dari pasien yang mengalami penolakan
transplantasi ginjal. Karena limfosit tidak mengandung leukosit esterase,
mereka tidak akan menghasilkan tes LE positif, terlepas dari jumlah limfosit
yang ada.1
 Monosit dan Makrofag
Monosit dan makrofag lebih mudah diidentifikasi dengan menggunakan
pewarnaan supravital pada sedimen urin atau dengan membuat sediaan yang
di sentrifugasi diikuti dengan pewarnaan Wright atau Papanicolaou. Selain
itu, karena monosit dan makrofag mengandung butiran azurofilik, mereka
dapat dideteksi oleh tes skrining kimiawi untuk leukosit esterase jika ada
dalam jumlah yang cukup. Ketika monosit atau makrofag telah menelan
lipoprotein dan lemak, inklusi globular ini jelas tidak dapat direfraksikan.
Disebut oval fat bodies, sel-sel ini tidak mungkin membedakan dari sel

24
tubular ginjal yang juga dapat menyerap lemak. Menggunakan mikroskop
polarisasi untuk mengkonfirmasi inklusi lipid.1,2,5,8

Elemen yang mirip “look alike” dengan leukosit yaitu : epitel renal tubular,
trichomonas yang mati, crenated red blood cells. Korelasi dengan pemeriksaan kimia
urin yaitu : Leukosit esterase bisa negatif pada urin hipotonik dan pada peningkatan
limfosit urin, nitrit dapat negative pada inflamasi (non bacteria infection), nitrit
positif menunjukkan infeksi bakteri.

Kristal Asam Urat

Kristal asam urat dapat hadir ketika pH urin kurang dari 5,7. Pada pH lebih besar dari
5,7, asam urat dalam bentuk terionisasi sebagai urat dan membentuk garam urat
(misalnya amorf urat, natrium urat). Kristal asam urat 17 kali lebih sedikit larut dari
pada kristal garam urat. Jika urin dengan kristal asam urat disesuaikan dengan pH
basa, kristal mudah larut. Demikian pula, jika urin dengan kristal garam urat
diasamkan secara memadai, terbentuk kristal asam urat. Asam urat adalah zat terlarut
urin normal yang berasal dari katabolisme nukleosida purin (adenosine dan
guanosine dari RNA dan DNA). Karenanya kristal asam urat bisa muncul dalam urin
dari individu yang sehat. Jumlah yang meningkat asam urat urin dapat hadir setelah
pemberian obat sitotoksik (misalnya, agen kemoterapi) dan dengan gout. Dengan
kondisi tersebut, jika pH urin tepat asam, sejumlah besar kristal asam urat dapat
hadir.

2.3.4 Urine analyzer : CombostikTM R300

Tipe : Reflectance Photometer

Dimensi : W (275mm), D(250mm), H(170mm)

Pemeriksaan kimia urin semiotomatisasi dikembangkan untuk membakukan


interpretasi hasil strip reagen. Interpretasi warna yang konsisten, tidak memihak, dan
akurat adalah tujuan ketika penganalisa kimia urin dikembangkan. Semua instrumen
pembacaan strip reagen, terlepas dari pabrikannya, menggunakan reflectance

25
photometer untuk menginterpretasikan warna yang terbentuk pada setiap bantalan
uji. Instrumen semiotomatis ini mengharuskan pengguna untuk mencelupkan strip
reagen dengan benar dan meletakkannya di atas platform. Setelah ini selesai,
instrumen secara otomatis melakukan langkah-langkah yang tersisa dalam analisis:
membaca bantalan reaksi pada waktu baca yang sesuai dan memindahkan strip ke
wadah limbah.

Beberapa produsen menyertakan bantalan kompensasi warna pada strip


reagen mereka. Tujuan dari pad ini adalah untuk menilai warna urin dan
menggunakannya saat menginterpretasikan warna yang berkembang pada setiap pad
reaksi. Dengan kata lain, instrumen memodifikasi hasil tes dengan mengurangi
kontribusi warna urin dari perubahan warna yang diperoleh pada bantalan reaksi tes.
Perhatikan bahwa ini hanya mungkin jika hasil strip reagen diinterpretasikan
menggunakan instrumen otomatis. Akibatnya, tergantung pada tujuan penggunaan
manual atau otomatis strip reagen dengan atau tanpa bantalan kompensasi warna
tersedia.

Fotometri reflektansi menghitung intensitas produk berwarna yang dihasilkan


pada bantalan reaksi strip reagen. Saat cahaya menerpa permukaan matte atau kasar
(misalnya, strip reagen), sebagian cahaya diserap dan cahaya yang tersisa tersebar
atau dipantulkan ke segala arah. Cahaya yang tersebar dikenal sebagai reflektansi
difus. Dalam fotometer reflektansi, cahaya datang biasanya dari satu atau lebih
panjang gelombang, sedangkan hanya cahaya yang dipantulkan dari satu panjang
gelombang tertentu yang terdeteksi. Fotometer ini dikalibrasi menggunakan standar
pantulan seperti magnesium karbonat atau barium sulfat yang “sepenuhnya”
memantulkan semua cahaya yang datang. Karena warna potensial yang berkembang
pada setiap bantalan reaksi menentukan panjang gelombang cahaya yang diperlukan
untuk pengukuran reflektansi, setiap fotometer reflektansi harus memiliki cara untuk
memilih panjang gelombang yang sesuai untuk setiap bantalan uji. Untuk
mendapatkan panjang gelombang yang diinginkan, fotometer pantulan menggunakan
(1) cahaya polikromatik dan serangkaian filter untuk mengisolasi panjang gelombang

26
tertentu atau (2) serangkaian sumber cahaya monokromatik (misalnya, dioda
pemancar cahaya [LED]).

Pada alat semiotomatis proses homogenisasi dan pencelupan masih manual


sehingga rentan terjadi kesalahan, pembacaan otomatis (obyektif) dan adanya carry
over. Kesalahan teknis yang mungkin terjadi dari pemeriksaan pencelupan manual
yaitu :

1. Pengendapan sel dan elemen lain pada specimen yang tidak homogen (tidak
terdeteksi)
2. Strip terlalu lama di rendam di dalam urin menyebabkan reagen lepas
3. Kelebihan urin yang tidak ditiriskan menyebabkan warna tercampur pada pad
yang berbeda sehingga mengganggu pembacaan
4. Waktu pembacaan tidak sesuai rekomendasi pabrik, terlalu lama atau terlalu
cepat menyebabkan hasil yang dikeluarkan terganngu interpretasinya

2.5 Pemeriksaan manual urin

Pemeriksaan protein urin (Metode : Pemanasan)

Prosedur :

1. Tuang bahan urin sebanyak 1 cc pada tabung reaksi


2. Panaskan waterbath pada suhu 1000C selama 3 menit
3. Terjadi kekeruhan, tambahkan 4 tetes asam asetat 6%, campur hingga rata
4. Bila masih ada kekeruhan bertahan berarti kekeruhan karena adanya protein, bila
kekeruhan karena karbonat atau fosfat akan menghilang dengan pemberian asam
asetat 6%
Hasil pada tabung reaksi : Terjadi kekeruhan  Positif (+)

(+) : Kekeruhan ringan tanpa butir-butir

(+) (+) : Kekeruhan mudah dilihat dan berbutir-butir

(+) (+) (+) : Urin jelas keruh dan kekeruhan berkeping-keping

27
(+) (+) (+) (+) : Urin sangat keruh dan kekeruhan berkeping besar, bergumpal-
gumpal atau memadat.

Tidak terjadi kekeruhan  Negatif

Tes Pengendapan Asam Sulfosalisilat. Sulfosalisilat uji presipitasi protein


asam (SSA) mendeteksi semua protein dalam urin yaitu albumin dan globulin. Tes ini
tidak sering dilakukan saat ini karena tidak spesifik dan memakan waktu. Selain itu,
hasil presipitasi SSA positif palsu dapat terjadi diperoleh ketika media kontras x-ray
dan obat-obatan tertentu (misalnya, penisilin) hadir dalam konsentrasi tinggi. Jika ini
terjadi, pengujian tambahan diperlukan sebelum hasil protein dapat dilaporkan.1,2,5,9

Pemeriksaan protein Bence Jones (Metode : Pemanasan )

Prosedur :

1. Masukkan kira-kira 5 ml urin dan sebuah thermometer ke dalam tabung


reaksi
2. Lalu panaskan waterbath sampai suhu 600C, lihat adanya presipitasi
3. Lanjutkan pemanasan sampai 1000C
4. Turunkan Kembali sampai 600C

Hasil Positif : Bila waktu pemanasan 60 0C terjadi presipitasi dan hilang pada
pemanasan 1000C, presipitasi akan kembali bila temperatur diturunkan sampai 600C

Pemeriksaan sedimen urin

Prosedur :

1. Bahan urin dituang pada tabung reaksi sebanyak 5 cc


2. Centrifuge pada 1500 rpm selama 5 menit
3. Buang supernatan dari tabung reaksi sebanyak 4.5 cc. Sisa cairan dan
endapan dihomogenkan Kembali
4. Cairan tersisa (filtrat) diteteskan pada objek glass bersih dan tutup dengan
deck glass (hindari terbentuknya gelembung)

28
5. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x untuk melihat epitel,
leukosit, cast dan kristal
6. Hasil dilaporkan jumlah eritrosit, leukosit, epitel, cast dan kristal

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunzel NA. Fundamentals of Urine & Body Fluid Analysis. 4th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2018
2. Riley RS, McPherson RA. Basic Examination of Urine. In: McPherson RA,
Pincus MR. Henry’s Clinical Diagnosis and Management. 24th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2022
3. Queremel Milani DA, Jialal I. Urinalysis. [Updated 2022 May 8]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557685/
4. Echeverry G, Hortin GL, Rai AJ. Introduction to urinalysis: historical perspectives
and clinical application. Methods Mol Biol. 2010;641:1-12. doi:10.1007/978-1-
60761-711-2_1

29
5. Bacârea A, Fekete GL, Grigorescu BL, Bacârea VC. Discrepancy in results
between dipstick urinalysis and urine sediment microscopy. Exp Ther Med.
2021;21(5):538. doi:10.3892/etm.2021.9971
6. Abdollahi A, Saffar H, Saffar H. Types and Frequency of Errors during Different
Phases of Testing At a Clinical Medical Laboratory of a Teaching Hospital in
Tehran, Iran. N Am J Med Sci. 2014;6(5):224-228. doi:10.4103/1947-2714.132941
7. Carraro P, Plebani M. Errors in a stat laboratory: types and frequencies 10 years
later. Clin Chem. 2007;53(7):1338-1342. doi:10.1373/clinchem.2007.088344
8. Mundt LA, Shanahan K. Graff’s Textbook of Urinalysis and Body Fluids. 2nd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011

LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : Tn. H
Tanggal Lahir : 10-10-1963
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Nangka No. 25
No MR : 199660
Ruangan : IGD
Tanggal Masuk : 25 Januari 2023

ANAMNESA

30
Keluhan Utama : Muntah

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak tadi malam dengan frekuensi
lebih dari 6x, muntah berisi apa yang dimakan dan diminum, mual dijumpai, darah
(-), penurunan nafsu makan dijumpai sejak 3 hari ini, nyeri perut tengah bawah dan
kanan tengah dialami pasien seperti ditusuk-tusuk terus menerus dan tidak menjalar.
Demam dialami pasien 3 hari ini lalu namun saat ini demam (-), Batuk tidak
dijumpai, sesak nafas tidak dijumpai. mencret (-), BAB dalam batas normal.

Pasien Riwayat asam urat > 10 tahun dan terdapat benjolan pada beberapa bagian
tubuh (mata, kaki, siku) dan sudah kontrol poli rheumatologi dan didiagnosa gout
artritis, nilai asam urat terakhir 12.4. Nyeri dijumpai, kebas pada tangan dijumpai.
BAK warna kuning, Riwayat BAK berpasir dijumpai, BAK keluar batu dijumpai.

RPT : Hipertensi 5 tahun ini, Gout Artritis

RPO : Amlodipin 1x10 mg, Candesartan 1x8 mg

STATUS PRESENT

Sens : Compos Mentis

TD : 147/97 mmHg

HR : 94 x/i

RR : 20 x/i

Temp : 360C

SpO2 : 98%

PEMERIKSAAN FISIK

Kepala : Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-)/(-),

31
sklera ikterik (-)/(-), palpebra superior udema (+)/(+)

T/H/M : Dalam batas normal

Leher : TVJ R+2 cmH2O

Thorax : Paru : SP : Vesikuler, ST : (-)

Jantung : S1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Soepel, nyeri tekan (-), peristaltik (+) normal

Ekstremitas : Dijumpai pembekakan pada sendi kedua siku dan mata kaki,

hiperemis (+), nyeri tekan (+), pus dijumpai. pitting udema (-)

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN


HEMATOLOGI
DARAH LENGKAP
(CBC)
Hemoglobin g/dL 11.2 12 -16
Hematokrit % 36.9 36 – 47
Leukosit 103/uL 8.70 4 – 11
Eritrosit 106/uL 4.20 4.4 – 5.9
Trombosit 103/uL 186 150 – 440
MCV fL 87.9 82.0 – 92.0
MCH pg 30.50 27.0 – 31.0
MCHC g% 34.7 32.0 – 36.0
RDW-SD fL 43.00 39 – 46
RDW-CV % 13.8 11.0 – 15.5
PDW fL 11.8 9.6 – 15.2
MPV fL 9.9 9.2 – 12.0

JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN

32
Hitung Jenis :
Neutrofil Segmen % 79.9 50 – 70
Limfosit % 11.1 20 – 40
Monosit % 9.0 2–8
Neutrofil Absolut 103/uL 6.9 2.7 – 6.5
Limfosit Absolut 103/uL 1.0 1.5 – 3.7
Monosit Absolut 103/uL 0.8 0.2 – 0.4
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
KIMIA DARAH
DIABETES
Gula darah sewaktu mg/dL 105 < 100 : Bukan DM
100-199 : Belum
pasti
>200 : Mungkin DM
GINJAL
Ureum mg/dL 55 < 50
Kreatinin mg/dL 3.39 0.6 – 1.3
ELEKTROLIT
Natrium (Na) mmol/L 136 135 – 155
Kalium (K) mmol/L 3.96 3.5 – 5.0
Klorida (Cl) mmol/L 102 96 - 106

JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN


URINALISA
Urine Lengkap
Makroskopik
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Kimia
pH 6.0 5-8

33
Berat Jenis 1.015 1.005 – 1.030
Protein Positif 3 Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Normal
Keton Negatif Negatif
Blood Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Sedimen (Mikroskopik)
Leukosit LPB 8 - 10 <6
Eritrosit LPB 0-1 <3
Epitel 1-3
Silinder Negatif
Kristal LPK Negatif Negatif
Bakteri LPB Negatif Negatif
Jamur Negatif

Jenis sampel Jenis Hasil Nilai Rujukan Metode


pemeriksaan Pemeriksaan
imuno-serologi
Swab SARS-CoV-2 Negatif Negatif Rapid Test
nasofaring COVID-19
Antigen

Ro Thorax

34
Kesimpulan : Suspek kardiomegali dengan LVH disertai aorta elongasi dan
kalsifikasi. Bronkhopneumonia.

INTERPRETASI LABORATORIUM

Anemia normokrom normositer + Neutrofilia + Peningkatan Ureum + Peningkatan


Kreatinin + Proteinuria + Peningkatan leukosit urin

EKSPERTISE

Gout Artritis + Penyakit Ginjal Kronik + Dispepsia + Susp. ISK

PEMBAHASAN

Foto Klinis dan sedimen urin

daftar Pustaka

35
 Protein pada alat dijumpai positif 2 dan pada pemeriksaan manual dijumpai
hasil positif 3 (terdapat keping-keping pada pemeriksaan manual protein).
Hal ini sesuai dengan diagnosa pasien dengan PGK yang terdapat
proteinuria.
 Pada alat dijumpai nilai leukosit negatif. Hasil negatif palsu leukosit pada
alat dapat dijumpai pada :
1. Pasien dengan proteinuria tinggi
2. Jumlah leukosit esterase yang ada tidak cukup untuk menghasilkan tes
positif.
3. Nitrit yang negatif dapat mencerminkan 2 hal yaitu : proses yang terjadi
adalah inflamasi atau infeksi saluran kemih oleh karena bakteri yang
tidak dapat merubah nitrat  nitrit
4. Terdapat limfosit pada urin yang tidak terdeteksi pada alat

36
 Pada pasien pH urin 6.0  Kristal asam urat dapat hadir ketika pH urin
kurang dari 5.7. Hal ini yang mungkin menyebabkan tidak tampak kristal
asam urat pada urin.

37

Anda mungkin juga menyukai