Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada kegiatan penelitian ini, terdapat beberapa kondisi lapangan yang


ditinjau dan dipelajari serta menjadi factor penting dalam kegiatan peledakan
batuan andesit yang dilakukan di PT Bukit Asam Tbk. Adapun beberapa hal yang
ditinjau diantaranya adalah pola pengeboran, pola peledakan, geometri peledakan,
bahan peledak, peralatan peledakan, aksesoris peledakan, powder factor, jenis
material, fragmentasi hasil peledakan, data geologi dan geoteknik dari batuan
andesit yang diledakkan, kondisi geologi di sekitar lokasi peledakan, curah hujan,
dan kondisi permukaan batuan.
Dari hasil penelitian diketahui terdapat dua bentuk tubuh andesit di Pit
Lingkar III Town Site Base Camp (TSBC), yaitu tubuh induk batuan andesit yang
berbentuk dyke dan tubuh batuan andesit yang berbentuk sill. Pada bagian bawah
tubuh batuan sill andesit terdapat lapisan batubara A2, B dan C. Oleh karena itu,
untuk memberai dan membuka lapisan batu andesit tersebut dilakukanlah kegiatan
peledakan.

4.1. Geometri Peledakan Aktual


Kegiatan pembuatan geometri peledakan tidak terlepas dari aktifitas yang
disebut pemboran, oleh karena itu kegiatan pengeboran juga tidak kalah penting
untuk dipahami. Kegiatan pemboran di Pit Lingkar III dilakukan dengan
menggunakan mesin bor Atlas Copco AirROC T 35 dengan diameter bit 3 inch
atau 76.2 mm yang berjenis bottom bit, dan menggunakan metode pemboran yang
sumber tenaganya menggunakan udara bertekanan. Pola pemboran yang
diterapkan di lokasi TSBC adalah zig-zag (straggered pattern). Arah pemboran
yang dipakai yaitu vertikal dengan kedalaman rata-rata 6 - 9 meter. Jumlah
lubang dalam sekali peledakan berkisar dari 30 – 50 lubang. Kegiatan pemboran
biasanya dilakukan oleh dua orang pekerja, karena mesin bor yang digunakan
masih harus melakukan penggantian stang bor dengan cara manual, dan stang bor
yang terdapat di alat bor Atlas Copco AirROC T 35 ada 3 buah dengan panjang
44
45

masing-masing dari stang bor ialah 3 meter, dan total kedalaman yang dapat dibor
oleh alat tersebut ialah 9 meter.
Tahap perancangan geometri peledakan adalah tahap dimana peledakan
tersebut diharapkan menghasilkan hasil ledakan atau fragmentasi dari batuan hasil
peledakan yang sesuai dengan rancangan geometri yang telah direncanakan agar
tercapainya tujuan dari peledakan itu sendiri. Geometri peledakan pada lokasi
TSBC dirancang dengan memperhatikan karakteristik batuan dan jenis bahan
peledak yang digunakan. Geometri tersebut dibuat berdasarkan pengalaman
dan uji coba (trial and error) yang telah diterapkan sesuai dengan jumlah batuan
yang ingin dibongkar serta ukuran fragmentasi yang diinginkan. Adapun
parameter yang diperhitungkan dalam geometri peledakan diantaranya ialah
diameter lubang ledak, burden, spacing, stemming, kedalaman lubang, tinggi
kolom isian dan jumlah lubang. Geometri peledakan yang digunakan pada lokasi
TSBC selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1 Geometri peledakan aktual
Parameter Satuan 14/3 17/3 20/3 25/3 30/3
Diameter Inci 3 3 3 3 3 3
Burden m 3 3 3 3 3 3
Spacing m 4 4 4 4 4 4
Stemming m 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
Kedalaman m 6 6 6 6 9 9
PC m 3.5 3.5 3.5 3.5 6.5 6.5
Jumlah Lubang 28 35 40 19 16 35
Sumber: Satuan Kerja Pemboran dan Peledakan PT. Bukit Asam, 2018

4.2. Pengaruh Geometri Peledakan Terhadap Fragmentasi Batuan


Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil dari peledakan adalah : Geometri
peledakan, pola peledakan, waktu tunda, pemakaian bahan peledak, dan
persentase powder factor. Hal-hal diatas perlu diberi perhatian karena tercapai
atau tidaknya tujuan dari suatu peledakan dipengaruhi oleh faktor-faktor diatas,
seperti jika ingin memperbesar ukuran dari fragmentasi batuan maka hal yang
harus diperhatikan ialah burden dan spasi dari geometri peledakan itu sendiri.
Contohnya semakin besar jarak burden dan spasi dari suatu geometri peledakan,
maka akan semakin besar pula fragmentasi batuan yang didapatkan akan tetapi
46

dengan memperbesar jarak antar burden dan spasi akan mengurangi penggunaan
bahan peledak yang berlebihan, sebaliknya juga jika kita memperkecil jarak antar
burden dan spasi, maka hasil dari fragmentasi batuan akan semakin kecil, tetapi
memerlukan jumlah bahan peledak yang banyak pula. Begitu juga dengan
stemming, yang nantinya jika stemming terlalu pendek, maka akan menyebabkan
terjadinya flyrock karena kurangnya penahan/beban yang diletakkan pada bagian
atas dari lubang ledak, sehingga energi yang dialirkan tidak merata dan juga dapat
membuat fragmentasi batuan banyak yang berukuran bongkahan (boulder).
Sebaliknya jika stemming terlalu panjang akan menyebabkan terjadinya
overbreak.
4.2.1. Pola Peledakan dan Waktu Tunda
Pola rangkaian peledakan yang diterapkan di lokasi TSBC ialah pola
boxcut dan v-cut, dengan sistem penyalaan hole by hole menggunakan surface
delay detonator 42 ms, 67 ms dan inhole detonator 3000 ms. Sistem rangkaian
yang dipakai ialah non elektrik (nonel) dengan pemicu awal peledakan berupa
elektrik detonator yang disambungkan ke blasting machine menggunakan lead
wire.
Penentuan pemakaian pola peledakan berdasarkan permintaan bagian
penambangan untuk menentukan titik penggalian material hasil peledakan setelah
kegiatan peledakan dilaksanakan. Sistem rangkaian yang dipakai ialah non
elektrik (nonel) dengan pemicu awal peledakan berupa elektrik detonator yang
disambungkan ke blasting machine menggunakan lead wire. Penentuan
perangkaian ini didasarkan pada arah gelombang hasil peledakan.
4.2.2 Pemakaian Bahan Peledak
Bahan peledak yang digunakan PT Bukit Asam Tbk, yaitu ANFO
(Ammonium Nitrate & Fuel Oil) dan cartridge emulsion (power gel).
a. ANFO (Ammonium Nitrate & Fuel Oil)
Terdapat duajenis ammonium nitrate yang tersedia digudang handak PT
Bukit Asam Tbk, berdasarkan beda beratnya yaitu: 1000 kg dan 25 kg.
Pencampuran ammonium nitrate dan fuel oil dilakukan secara manual di lapangan
dengan komposisi ammonium nitrate 94,5 % dan fuel oil 5,5%.
47

b. Cartridge emulsion (power gel)


Cartridge emulsion yang digunakan adalah produk PT Dahana (Persero)
Tbk, yaitu power gel yang merupakan bahan peledak peka detonator.Power gel
berfungsi sebagai primer jika digabungkan dengan inhole detonator untuk
menginisiasi ANFO. Power gel yang diambil dari gudang handak disesuaikan
dengan jumlah lubang ledak. Berikut terlampir data pemakaian bahan peledak di
lapangan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Pemakaian bahan peledak
Parameter Satuan 14/3 17/3 20/3 25/3 30/3
AN Kg 425 525 600 300 400 875
FO Kg 24.8 30.4 35.2 17.6 23.2 51.2
Power Gel Kg 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18
Jumlah Bahan
Kg/Lubang 449.98 555.58 635.38 317.78 423.38 926.38
Ledak/ Lubang
PC m 3.5 3.5 3.5 3.5 6.5 6.5
Konsentrasi
Kg/m 128.57 158.74 181.54 90.79 65.14 142.52
Isian / Lubang

Sumber: Satuan Kerja Pemboran dan Peledakan PT. Bukit Asam, 2018
Tinggi kolom isian sangat mempengaruhi jumlah pemakaian bahan peledak
dan hasil fragmentasi. Pemakaian jumlah bahan peledak yang sedikit (tidak sesuai
target) akan menghasilkan fragmentasi yang tidak sesuai dengan ukuran optimal
yang diinginkan dimana kemungkinan timbulnya boulder menjadi lebih besar.
Sedangkan pemakaian bahan peledak yang terlalu berlebihan dapat
menghabiskan biaya yang lebih besar serta menimbulkan resiko seperti
terjadinya fly rock. Tinggi bahan peledak diperoleh dari jumlah ammonium nitrate
(AN) yang digunakan per lubang dibagi loading density (Ld).
4.2.3 Powder Factor
Untuk mendapatkan powder factor, maka banyaknya bahan peledak yang
digunakan dibandingkan dengan jumlah batuan yang akan diledakkan. Powder
factor sangat mempengaruhi fragmentasi hasil peledakan. Semakin besar powder
factor maka akan semakin kecil ukuran fragmentasi batuan. Selama kegiatan

peledakan, powder factor yang tertinggi digunakan adalah 0,25 kg/m3 dan
48

terendah 0,22 kg/m3. Nilai powder factor rata-rata yang didapat selama 5 kali

peledakan ialah sebesar 0,13 kg/m3 dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3 Pemakaian powder factor di lapangan

Total Bahan Powder Factor


Tanggal Volume ሺ࢓ ૜ ሻ
Peledak (Kg) (Kg/m)
14 Maret 2018 2016 449.8 0.22
17 Maret 2018 2520 555.58 0.22
20 Maret 2018 2880 635.38 0.22
1368 317.78 0.23
25 Maret 2018
1728 423.38 0.25
30 Maret 2018 3780 926.38 0.25
Sumber: Satuan Kerja Pemboran dan Peledakan PT. Bukit Asam, 2018

4.3. Tahap Persiapan Pada Lubang Ledak Ketika Akan Melaksanakan


Kegiatan Peledakan Serta Distribusi Fragmentasi Menggunakan
Metode Kuz-Ram.
4.3.1. Pemasangan Primer
Primer adalah pemicu ledakan yang dimasukkan ke dalam lubang ledak.
Primer terdiri dari rangkaian detonator nonel dan power gel. Posisi primer dapat
diletakkan pada bagian dasar lubang ledak ataupun pada posisi setengah dari
isian bahan peledak. Di lokasi penelitian, primer diletakkan di bagian dasar
lubang sehingga proses pemasangan primer ini disebut dengan bottom
priming.
4.3.2 Pengisian Bahan Peledak
Setelah pemasangan primer dilakukan, maka akan dilanjutkan dengan
pengisian bahan peledak ke dalam lubang ledak menggunakan ANFO Truck. Cara
pengisian bahan peledak dibantu dengan menggunakan hose. Untuk lubang ledak
kering hose diarahkan langsung ke lubang ledak. Pengisian jumlah bahan peledak
ke lubang ledak diatur sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan. Sementara
untuk lubang ledak basah digunakan plastik liner dengan bagian ujung terikat,
dimana bahan peledak ANFO dan cartridge emulsion serta inhole detonator
49

dimasukkan kedalam plastik liner tersebut. Bagian ujung atas plastik diikat
apabila plastik sudah terisi bahan peledak dengan jumlah yang telah ditentukan.
Selanjutnya plastik ditekan dengan stick agar plastik isian tersebut bisa mencapai
dasar lubang ledak.
4.3.3 Pengisian Stemming
Pengisian stemming dilakukan setelah bahan peledak dimasukkan ke
dalam lubang ledak. Tujuan dari penggunaan stemming ialah untuk
menahan energi dari bahan peledak agar tidak keluar ke permukaan lubang ledak
dan tetap berada pada sekitar lubang sehingga pemberaian batuan di sekitar
lubang ledak sempurna. Apabila pemadatan stemming tidak dilakukan dengan
tepat maka akan terjadi stemming injection yaitu kondisi dimana energi
peledakan tidak terkurung di dalam lubang ledak dan terlepas ke permukaan.
Material stemming yang di gunakan di lokasi penelitian yaitu berupa cutting
material hasil pemboran. Stemming dimasukkan ke dalam lubang ledak dengan
menggunakan cangkul. Panjangnya pengisian stemming di dapatkan dari
pengurangan antara kedalaman lubang ledak dengan panjang kolom isian lubang
ledak.
4.3.4 Perangkaian Surface Delay
Proses perangkaian surface delay dilakukan setelah setiap lubang
ledak diisi dengan bahan peledak dan ditimbun dengan material stemming.
Perangkaian surface delay mengikuti pola peledakan. Pola rangkaian yang
digunakan yaitu Box Cut dan v-cut. Pola disesuaikan dengan bidang bebas
dan arah lemparan batuan. Pada saat perangkaian surface delay akan ditentukan
IP (initiation point) dan lubang mana yang akan diledakkan secara beruntun
dengan mengatur waktu tunda yang terdapat pada surface delay. Nantinya
rangkaian surface delay akan disambungkan ke lead wire untuk ditarik sepanjang
500 m sebagai zona aman untuk manusia ketika hendak dilakukannya peledakan.
Surface delay sendiri nantinya akan disambungkan dengan Blasting machine.
4.3.5. Target Fragmentasi
Fragmentasi yang baik dapat ditentukan dari dimensi mangkok alat gali
muat yang bekerja agar dapat mendukung dan mengoptimalkan produktivitas alat
50

gali muat. PT Bukit Asam Tbk, menggunakan alat gali muat hydraulic loading

excavator komatsu PC 200 dengan kapasitas bucket 1m3 untuk memuat material
hasil peledakan ke dalam dump truck. Selain dapat dimuat dengan mudah oleh
excavator (sedikit boulder), parameter selanjutnya ialah untuk menargetkan
ukuran dari fragmentasi hasil peledakan berukuran maksimal 60 cm, agar dapat
memenuhi permintaan unit crusher yang mana hopper dari crusher tersebut
mempunyai kapasitas maksimum untuk ukuran batuan yang akan diremukkan
yaitu 60 cm.
Maka dari itu diperlukan kajian mengenai geometri peledakan agar
fragmentasi yang dihasilkan dapat sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Perencanaan pembuatan geometri peledakan harus dipersiapkan sedemikian rupa
agar menghindari proses selanjutnya, yang tentunya akan menambah biaya,
seperti : penggunaan alat breaker untuk memperkecil ukuran dari fragmentasi
batuan yang telah diledakkan. Bagaimanapun juga hal seperti ini sangat dihindari
oleh perusahaan karena selain tidak efisiennya suatu kegiatan tersebut dan juga
akan menambah cost production. Dengan adanya usulan geometri peledakan yang
baru diharapkan dapat memecahkan masalah yang terjadi di lapangan, sehingga
kegiatan peledakan tersebut dapat dikatakan berhasil/memenuhi target.
4.3.6. Prediksi Fragmentasi dengan Model Kuz-Ram
Perhitungan fragmentasi berdasarkan model Kuz-ram dilakukan untuk
memprediksikan ukuran fragmentasi yang lolos dan tertahan dari material yang
diledakkan dengan memperhitungkan data geometri peledakan, jumlah
bahan peledak yang dipakai serta faktor batuan yang dipakai pada lokasi
penelitian agar memenuhi target fragmentasi bucket excavator. Penentuan
faktor batuan ditentukan dari nilai kemampuledakkan batuan yang ada
dilokasi penelitian dengan berdasarkan pada hasil konsultasi dengan pihak
perusahaan. Penentuan ini menggunakan klasifikasi yang diberikan oleh Lilly
(1986).
a. Deskripsi massa batuan (RMD)
Deskripsi massa batuan yang ada di lokasi penelitian termasuk dalam
kategori blocky.
51

Apabila mengacu pada sistem pembobotan massa batuan dari Lilly (Tabel
2.7) diketahui bobot nilai untuk parameter RMD adalah 50.

b. Jarak antar bidang diskontinuitas (joint spacing)


Di lokasi peledakan terdapat joint spacing di dalam lubang ledak berukuran
0,1 – 1,0 m dan termasuk kategori intermediate dengan rating 20.
c. Orientasi bidang diskontinuitas (joint plane orientation)
Orientasi bidang lemah yang ada di lokasi penelitian termasuk dalam
kategori dip out face dengan bobot nilai 20.
d. Indeks bobot isi (SGI)
Menurut Lilly (1986), SGI dapat diperoleh dari nilai bobot isi batuan
tersebut, di mana SGI = (25 x bobot isi) – 50. Nilai spesific gravity batuan

andesite adalah 2,8 ton/m3, Sehingga :


SGI = (25 x SG) – 50
SGI = (25 x 2,8) – 50
SGI = 20
e. Kekerasan skala Mohs (Mohs hardness)
Berdasarkan skala mohs, nilai kekerasan batuan yang diledakkan pada
lokasi penelitian ialah 7 Mohs.
Untuk mendapatkan indeks kemampuledakkan batuan (BI) di lokasi
peledakan, kelima parameter tersebut dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Blastability Index (BI) = 0,5 x (RMD + JPS + JPO + SGI + H)
= 0,5 x (50 + 20 + 20 + 20 + 7)
= 0,5 x (117)
= 58,5

Faktor Batuan (A) = 0,12 x BI


= 0,12 x 58,5
= 7,02
52

Tabel 4.4 Prediksi fragmentasi batuan hasil peledakan dengan model Kuz-Ram
Size Persen Lolos Rata-
cm 14/3 17/3 20/3 25/3 30/3 rata
10 13,45 13,34 13,35 13,80 9,36 9,36 12,11
20 26,97 26,77 26,78 27,62 22,68 22,69 25,58
30 39,06 38,80 38,82 39,92 36,35 36,36 38,21
40 49,54 49,24 49,26 50,52 49,02 49,03 49,43
50 58,47 58,15 58,17 59,50 60,09 60,11 59,08
60 65,98 65,66 65,68 67,01 69,38 69,39 67,18
70 72,25 71,94 71,95 73,25 76,92 76,93 73,87
80 77,44 77,15 77,16 78,38 82,88 82,89 79,31
90 81,72 81,45 81,47 82,59 87,49 87,50 83,70
100 85,23 84,99 85,00 86,02 90,99 91,00 87,20

Berdasarkan perhitungan Kuz-Ram pada Tabel 4.4 fragmentasi dengan


persentase lolos ukuran 60 cm hanya mampu mencapai nilai 69,39 % dari lima
kali peledakan yang dilakukan dengan rata-rata 67,18 %, hal ini menunjukkan
bahwa hasil peledakan yang dilakukan belum terlalu optimal karena masih
terdapat sekitar 30 % lagi boulder yang tidak dapat diteruskan ke proses
selanjutnya yaitu crushing, maka dari permasalahan diatas dilakukan analisis
bagaimana agar ukuran dari fragmentasi batuan hasil peledakan dapat direduksi
sehingga memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh unit crusher yaitu 60 cm,
salah satu cara yang dapat dilakukan adalah redesign geometri peledakan untuk
mencapai nilai yang optimal yaitu 90 % fragmentasi batuan hasil peledakan
dengan ukuran < 60 cm.

4.4 Perhitungan Desain Geometri Peledakan Usulan


Target ukuran fragmentasi hasil peledakan yang optimal untuk pemenuhan
kebutuhan crusher adalah < 60 cm agar material dapat masuk ke dalam hopper
untuk diolah selanjutnya, berdasarkan perhitungan fragmentasi hasil peledakan
pada keadaan aktual di lapangan masih belum optimal sehingga masih banyak
terdapat boulder yang tidak dapat diolah oleh crusher, hal ini disebabkan karena
terdapat ukuran dari fragmentasi batuan yang melebihi > 60 cm. oleh karena itu
53

perlu diadakan kajian ulang dan evaluasi terhadap design geometri peledakan agar
hasil fragmentasi yang didapatkan sesuai dengan yang dibutuhkan. Rancangan
desain geometri peledakan baru yang disarankan adalah dengan menggunakan
metode R.L.Ash dan C.J.Konya dengan memasukkan beberapa data untuk
mencari nilai dari parameter-parameter geometri yang akan di usulkan.
4.4.1. Geometri Peledakan Usulan Menurut R.L.Ash
1. Geometri Peledakan
Setelah dilakukan perhitungan geometri peledakan dengan menggunakan
metode R.L.Ash maka didapatkan nilai dari geometri peledakan usulan yaitu :
Tabel 4.5 Geometri peledakan usulan menurut R.L.Ash
Geometri Peledakan Nilai Satuan
Burden 1,83 m
Spacing 2,38 m
Stemming 1,28 m
Tinggi jenjang 6,954 m
Column charge 6,04 m
Hole diameter 3 inch

Subdrilling 0,366 m
Jumlah bahan ledak 23,19 kg
/lubang
Hole depth 7,32 m
Volume batuan yang 30,28 BCM
diledakkan/lubang

2. Prediksi Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan


Berdasarkan geometri usulan R.L.Ash diatas, maka dilakukan perhitungan
distribusi fragmentasi hasil peledakan dengan menggunakan persamaan Kuz-Ram.
Setelah dilakukannya perhitungan distribusi fragmentasi hasil peledakan dengan
persamaan Kuz-Ram, maka diperoleh distribusi fragmentasi seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 4.6 di bawah ini.
54

Tabel 4.6 Persentase kelolosan berdasarkan geometri usulan R.L.Ash


No Size (cm) % Tertahan % Lolos
1 10 75.03 24.97
2 20 35.19 64.81
3 30 10.84 89.16
4 40 2.24 97.76
5 50 0.32 99.68
6 60 0.03 99.97
7 70 0.00 100.00
8 80 0.00 100.00
9 90 0.00 100.00
10 100 0.00 100.00

4.4.2. Geometri Peledakan Usulan Menurut C.J.Konya


1. Geometri Peledakan
Setelah dilakukannya perhitungan geometri usulan dengan menggunakan
persamaan C.J.Konya, maka didapaykan geometri peledakan sebagai berikut:
Tabel 4.7 Geometri peledakan usulan menurut C.J.Konya
Geometri Peledakan Nilai Satuan

Burden 2 m

Spacing 2,8 m

Stemming 2 m

Tinggi jenjang 9 m

Column charge 7,6 m

Hole diameter 3 inch

Subdrilling 0,6 m

Jumlah bahan ledak 29,564 kg


/lubang
55

Hole depth 9,6 m

Volume batuan yang 50,4 BCM


diledakkan/lubang

2. Prediksi Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan


Berdasarkan geometri usulan C.J.Konya diatas, maka dilakukan perhitungan
distribusi fragmentasi hasil peledakan dengan menggunakan persamaan Kuz-Ram.
untuk perhitungan menggunakan metode C.J.Konya didapatkan volume batuan
hasil peledakan lebih banyak dibandingkan dengan metode yang digunakan oleh
R.L.Ash. Setelah dilakukannya perhitungan distribusi fragmentasi hasil peledakan
dengan persamaan Kuz-Ram, maka diperoleh distribusi fragmentasi seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 4.8 di bawah ini.
Tabel 4.8 Persentase kelolosan berdasarkan geometri usulan C.J.Konya

No Size (cm) % Tertahan % Lolos

1 10 83.54 16.46
2 20 52.13 47.87
3 30 25.08 74.92
4 40 9.45 90.55
5 50 2.81 97.19
6 60 0.67 99.33
7 70 0.13 99.87
8 80 0.02 99.98
9 90 0.00 100.00
10 100 0.00 100.00

4.4.3. Geometri Usulan dan Perhitungan Fragmentasi


Adapun geometri usulan menjadi salah satu acuan untuk perencanaan
geometri peledakan yang akan datang, dengan adanya geometri usulan maka akan
56

mempermudah dalam perencanaan serta analisis agar peledakan dapat mencapai


target yang telah ditentukan atau dapat dikatakan berhasil.
Tabel 4.9 Rancangan geometri usulan
Geometri Peledakan Nilai Satuan

Burden 1,9 m

Spacing 2,5 m

Stemming 1,9 m

Tinggi jenjang 8,4 m

Column charge 7,1 m

Hole diameter 3 inch

Subdrilling 0,6 m

Jumlah bahan ledak 27,32 kg


/lubang
Hole depth 9 m

Volume batuan yang 39,9 BCM


diledakkan/lubang

Dengan persentase ukuran fragmentasi hasil peledakan > 60 cm :


n
x
−( )
R=e xc x 100
1,676
60
−( )
40,583
¿e
= 7,85 % = 8 %
Jadi, persentase ukuran fragmentasi hasil peledakan < 60 cm adalah :
Y = 100 % - 8 %
= 92 %

Anda mungkin juga menyukai