Di Susun Oleh :
EKO BUDI SAPUTRO
11.2019.1.90109
DAFTAR ISI.......................................................................................................... I
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................
DAFTAR TABEL................................................................................................III
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................2
1.4 Batasan Masalah............................................................................................2
I
DAFTAR GAMBAR
II
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kelas dan Jenis Bangunan serta Peak Vector Sum ...............................22
Tabel 2.2 Acuan Kriteria Kerusakan .....................................................................23
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tugas Akhir..........................................33
III
BAB 1
PENDAHULUAN
1
kondisi free face yang ada dan dengan kombinasi waktu tunda yang
tepat agar dapat mengurangi jumlah lubang ledak yang meledak
bersamaan. Terkait masalah tersebut maka peneliti mengambil
penelitian dengan judul “Analisis Perencanaan Waktu Tunda Pada
Rangkaian Peledakan Untuk Mengurangi Tingkat Getaran Tanah di
Sekitar Penambangan Batu Kapur PT. SEMEN INDONESIA
(PERSERO) TBK ”
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
3
ukuran burden. Tipe pola pengeboran dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Tiga Tipe Dasar Pola Pengeboran Sumber : Dick (1983)
1) Crushing ofRock
Pada saat detonasi secara tiba-tiba terjadi, tekanan pada strain wave yang merambat
ke segala arah mencapai jumlah yang melebihidynamic compressive strength
dari batuan sehingga menimbulkan rekahan yang menjalar dari daerah lubang
ledak serta menghancurkan struktur intercrystalline dan intergranular pada
batuan.
2) RadialFracturing
Pada saat propagasi atau penyebaran dari strain wave terjadi, batuan yang berada di
sekitar lubang ledak terkena intense radial compressions yang menginduksi
komponen tarik pada bidang tangensial depan gelombang. Ketika tegangan
tangensial melebihi kekuatan tarik dinamis batuan, formasi areal padat dari
radial cracksdi sekitar crushed zone yang mengelilingi lubak ledak terinisiasi.
Dapat dilihat pada Gambar 2.2.
5
Gambar 2.2 Radial Fracturing
Sumber : Jimeno (1995)
Jumlah dan panjang dari radial cracks tersebut akan bertambah ketika intensitas dari
strain wave pada dinding lubang ledak atau batas bagian luar pada crushed
zone. Selain itu dapat juga bertambah jika terjadi pengurangan kekuatan tarik
dinamis dari batuan dan redaman energi regangan. Perpanjangan retakan
berkaitan erat dengan batuan yang memilki rekahan alami.
3) Reflection Breakage orSpalling
Ketika strain wave mencapai free face akan menghasilkan tensile wave dan shear
wave. Hal tersebut terjadi ketika radial cracks belum menyebar terlalu jauh
dari jarak antara charge danfree face. Walaupun relative magnitud dari energi
yang berhubungan dengan dua gelombang tersebut tergantung pada incident
angle dari compressive strain wave, fracturing biasanya disebabkan oleh
pantulan tensile wave. Jika tensile wave cukup kuat untuk melebihi kekuatan
dinamis dari batuan, maka akan terjadi spalling, menghancurkan batuan di
dinding jenjang. Mekanisme ini tidak terlalu banyak berkontribusi dalam
6
4) Gas ExtensionFracture
Setelah strain wave telah berlalu, tekanan dari gas menimbulkan medan tegangan
quasi-static di sekitar lubang ledak. Selama atau setelah formasi dari radial
cracks oleh komponen gelombang tarik tangensial, gas akan mulai menyebar
dan melakukan penetrasi ke dalam rekahan. Radial cracks diperpanjang oleh
pengaruh stress concentrations. Jumlah dan panjang dari bukaan dan
perkembangan cracks sangat dipengaruhi oleh tekanan gas.
7
Gambar 2.4 Mekanisme Pemecahan Batuan oleh Flexion
Sumber : Jimeno (1995 )
7) Fracture by InflightCollisions
fragmentasi batuan dihasilkan dihasilkan oleh mekanisme sebelumnya dan
dipercepat oleh ekspansi gas yang diproyeksikan ke arah free face, bertabrakan
satu sama lain dan menghasilkan fragmentas tambahan yang telah
didemonstrasikan dengan ultra- speed photographs. Mekanisme pecahnya
batuan dapat dilihat pada Gambar 2.5
2.3 GeometriPeledakan
Pada perhitungan dan desain dalam peledakan, parameter-parameter
yang dapat dikontrol diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok,
yaitu geometri peledakan (diameter, charge length, burden, spacing,
dan lainnya), physicochemical (jenis bahan peledak, kekuatan dan
energi bahan peledak, priming system), dan waktu (delay timing dan
8
urutan inisiasi) (Jimeno, 1995).
Pada Gambar 2.6, menunjukkan ilustrasi peledakan jenjang pada
tambang terbuka dengan beberapa simbol-simbol terminologi atau
istilah- istilah yang sering digunakan secara umum.
Keterangan :
9
LV = Panjangarealpeledakan
AV = Lebararealpeledakan
Be = Jarak burdenefektif
Se = Jarakspacingefektif
T = Stemming (L –I)
J = Subdrilling (L –H)
I = Panjang isian (L –T)
Pada batuan massive, ketika panjang isian (I) dan diameter (D) memiliki rasio I/D <
60, peningkatan pada parameter tersebut akan meningkatkan fragmentasi. Jika
I/D > 60, penambahan ukuran D membutuhkan penambahan dalam powder
factor juga agar ukuran fragmentasi dapat terjaga (Jimeno, 1995).
2.3.2 TinggiJenjang
Jika perbandingan rasio H/B besar, akan lebih mudah untuk melakukan deformasi
10
pada batuan, terutama pada areal bench center. Ash (1977) menyatakan bahwa
rasio optimum adalah H/B ≥ 3. Jika H/B
= 1 maka ukuran fragmentasi akan besar dan menyebabkan masalah overbreak dan
toe. Dengan H/B = 2 masalah tersebut akan melemah dan dengan H/B ≥ 3
masalah tersebut akan teratasi. Kondisi H/B ≥ 3 biasanya ditemukan di kuari
dan tambang strip mining batubara, tetapi tidak pada tambang bijih karena tinggi
bench dipengaruhi oleh ketercapaian loading machine dan fenomena dilusi
(Jimeno,1995).
Ketika tinggi bench (H) rendah, variasi dalam ukuran burden dan spacing sangat
mempengaruhi hasil peledakan. Jika tinggi bench (H) bertambah, dengan ukuran
B tetap, ukuran spacing (S) dapat dimaksimalkan tanpa mempengaruhi
fragmentasi. Jika bench sangat tinggi, maka akan menimbulkan masalah pada
lubang ledak, tidak hanya mempengaruhi ukuran fragmentasi tetapi juga akan
menimbulkan getaran yang kuat, flyrock, dan overbreaks karena pola
pengeboran B x S tidak akan konstan pada lubang ledak dengan kedalaman yang
berbeda (Jimeno, 1995).
2.3.3 Kemiringan LubangLedak
Pada peledakan jenjang, lubang ledak miring memiliki beberapa keuntungan dan
kerugian dalam beberapa kondisi. Biasanya pengeboran dengan metoderotary
percussive menghasilkan lubang ledak yang miring. Tetapi, dalam tambang
open pit besar lubang bor vertikal cenderung dipakai (Jimeno, 1995).
Perbandingan lubang ledak vertikal dan Miring dapat dilihat pada Gambar 2.7
11
Gambar 2.7 Perbandingan Lubang Ledak Vertikan dan Miring
Sumber : Jimeno (1995)
Beberapa keuntungan lubang ledak miring adalah sebagai berikut (Jimeno, 1995).
1) Fragmentasi, displacement dan muckpile swelling lebih baik, karena ukuran
burden sepanjang lubang ledak menuju free face sama, hal ini pada kondisi free
facemiring.
2) Mengurangi kemungkinan misfire akibat cutoff dari burden movement.
3) Jenjang yang baru terbuat memiliki lereng yang lebih halus danbaik.
4) Produktivitas yang lebih tinggi pada front end loaders karena tinggi
muckpileyang lebih rendah.
5) Mengurangi subdrilling dan penggunaan energi peledakan yang lebih baik
dengan tingkat getaran yangrendah.
6) Powder factor lebih rendah karena shock wave dipantulkan secara lebih efisien
pada benchtoe.
Beberapa kerugian lubang ledak miring adalah sebagai berikut (Jimeno, 1995).
1) Meningkatkan deviasi ketika melakukan pengeboran lubang ledak
yangpanjang.
2) Menambah panjang lubangledak.
3) Sulit untuk mengarahkan posisipengeboran.
4) Perlunya pengawasan yang ketat pada penyimpangankerja.
5) Lower drill feed yang berarti pada batuan yang keras penetrasinya terbatas.
6) Membutuhkan pemakaian lebih pada bit, drill steel, danstabilizers.
7) Mechanical availability dari drilling rig berkurang karena ketahanan dari tiang
mesinbor.
8) Drill cuttings pada proses flushing buruk karena pengaruh gaya gesek.
9) Menimbulkan masalah pada saat charging bahan peledak, terutama pada
lubang ledak yang berair.
2.3.4 Stemming
Stemming merupakan bagian dari lubang ledak yang diisi dengan inert material yang
berada di atas isian bahan peledak, berguna untuk membatasi dan menahan
12
ekspansi gas yang dihasilkan dari energi ledakan, serta meningkatkan proses
fragmentasi. Jika stemming tidak cukup, maka dapat menyebabkan lolosnya
ekspansi gas dari energi peledakan secara premature dan menimbulkan airblast
dan bahaya flyrock. Sebaliknya, jika stemming berlebih maka dapat
menyebabkan boulder pada bagian atas bench dan menimbulkan poor swelling
pada muckpile (Jimeno, 1995).
Dalam menentukan stemming, terdapat dua hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu
jenis dan ukuran stemming, serta panjang kolom isian stemming. Stemming
yang biasa digunakan adalah cuttings dari pengeboran mengingat keuntungan
lokasinya yang langsung berada di dekat lubang ledak. Tetapi, penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa material kasar dengan bentuk angular
seperti crushed rock lebih efektif dan memiiki resistansi terhadap stemming
ejection yang lebih tinggi. Ukuran efektif stemming berkisar pada ukuran
material antara 1/17 D hingga 1/25 D, sedangkan panjang isian stemming yang
optimum berkisar antara 20 D hingga 60 D. Jika memungkinkan, panjang
stemming yang lebih dari 25 D harus diterapkan untuk menghindari airblast,
flyrock, cutoffs, dan overbreak. Dalam peledakan dengan sistemmultiple rows,
perlakuan khusus terhadap stemming pada baris depan perlu dilakukan
terutama ketika dalam kondisi free face yang tidak merata sehingga membuat
dimensi burden di bagian top hingga toe pada bench berbeda (Jimeno, 1995).
2.3.5 Subdrilling
Subdrilling (J) merupakan bagian dari kolom lubang ledak yang terletak di bagian
dasar jenjang yang dimaksudkan untuk menghindari toe pada lantai jenjang
setelah proses peledakan. Panjang kolom subdrilling biasanya sebesar 0,3 B. Jika
subdrilling pendek maka batuan tidak akan terpotong (sheared off) sepenuhnya
pada lantai jenjang lalu menghasilkan toe dan menambah biaya loading, tetapi
jika subdrilling terlalu panjang maka akan mengakibatkan biaya pengeboran dan
peledakan bertambah serta meningkatkan tingkat getaran peledakan dan resiko
terjadinya cutoffs maupun overbreak (Jimeno,1995).
2.3.6 Burden danSpacing
Burden (B) merupakan jarak minimum antara axis dari lubang ledak menuju free face,
13
dan spacing (S) merupakan jarak antara lubang ledak dalam baris (row) yang
sama. Parameter ini pada dasarnya dipengaruhi oleh diameter pengeboran,
karakteristik batuan dan bahan peledak, tinggi bench, serta fragmentasi dan
displacement yang diinginkan. Pada umumnya, sangat banyak formula yang
menyarankan dalam perhitungan burden, tetapi dari sekian banyak formula yang
ada, ukuranburdentersebutberkisarantara25-40D,tergantung dari sifat dari massa
batuan yang diledakkan (Jimeno, 1995). Dapat dilihat pada Gambar 2.8
Jika ukuran burden terlalu besar, ekspansi gas dari energi peledakan menemukan
banyak hambatan (resistance) untuk memecahkan dan memindahkan batuan
secara efektif, selain itu sebagian energi menjadi energi seismik yang
mempengaruhi getaran tanah. Jika ukuran burden terlalu kecil, gas akan lolos
dan terekspansi dengan kecepatan tinggi menuju free face, mendorong
fragmented rock dan memproyeksikannya secara tidak terkontrol, menyebabkan
bertambahnya overpressure pada udara dan noise. Pada pola pengeboran
staggered pattern, fragmentasi optimum akan dihasilkan dengan rasio spacing
(S) = 1,15 B. Ukuran spacing yang terlalu kecil menyebabkan pemecahan yang
berlebihan antar ledakan di setiap lubang dan menyebabkan superficial crater
breakage, sedangkan ukuran spacing yang terlalu besar dapat menyebabkan
14
pemecahan di setiap lubang tidak memadai (Jimeno, 1995).
Gambar 2.9 Pola Peledakan Row by Row dan V-cut denganFree Face di Depan
Sumber : Jimeno (1995)
Gambar 2.10 Pola Peledakan Echelon dengan Free Face di Depan dan Samping
Sumber : Jimeno (1995)
15
Pola rangkaian peledakan pada suatu aktivitas peledakan
menunjukkan sekuen atau urutan ledakan dari sejumlah lubang ledak.
Jika terdapat urutan peledakan maka dapat diartikan bahwa terdapat
jeda waktu yaitu waktu tunda (delay) diantara lubang ledak pada
proses peledakan tersebut. Parameter ini akan berpengaruh pada hasil
peledakan, tidak hanya fragmentasi hasil peledakan, tetapi juga dapat
mempengaruhi displacement batuan, overbreak dan intensitas getaran
yang dihasilkan peledakan. Penerapan waktu tunda pada sistem
peledakan dapat menghasilkan beberapa kentungan antara lain dapat
mengurangi getaran, mengurangi overbreak dan flyrock, serta dapat
mengatur arah lemparan fragmentasi batuan (Jimeno,1995).
Beberapa contoh pola peledakan beserta kombinasi nonel surface
delay yang dipakai dengan perbedaan waktu tunda 8 ms antar lubang
ledak, terdapat pola echelon Gambar 2.11, yaitu pola peledakan yang
arah lemparannya menuju ke pojok (corner) free face yang ada, pola
row by row Gambar 2.12, yaitu pola peledakan per baris yang arah
lemparannya menuju ke depan arah free face, dan pola v-cut Gambar
16 yaitu pola peledakan yang arah lemparannya menuju ke tengah dan
pola peledakannya menyerupai huruf V.
16
Gambar 2.11 Pola Peledakan Echelon
Sumber : Bickford (1987)
17
X
Xc=
(0,693)1 /n
Perhitungan persentase bongkahan adalah sebagai berikut :
Rx = 𝑒–( 𝑥/𝑥𝑐)𝑛× 100 %
Dimana :
Rx = Persentase material yang tertahan pada ayakan (%)
X = Ukuran ayakan (cm)
N = Index Keseragaman
(
n= 2,2−14
B
D)(
1−
W
B )( 1+ ( A−1)
2 ) L
H
Ukuran rata-rata fragmentasi hasil peledakan, dapat diperkirakan dengan
menggunakan persamaan Kuznetzov (1973), yaitu sebagai berikut :
( ) ( )
0,8 −0,63
Vo 0,167 E
X =Ax xQ x
Q 115
Keterangan :
X = Rata-rata ukuran fragmentasi
A = Faktor batuan (Rock Factor)
Vo = Volume batuan per lubang
Q = Jumlah bahan peledak ANFO tiap lubang
E = Relative Weight Srenght bahan Peledak, untuk ANFO = 100
2.6 GetaranTanah
Getaran adalah gelombang yang bergerak di dalam tanah
disebabkan oleh adanya sumber energi. Sumber energi tersebut dapat
berasal dari alam, seperti gempa bumi atau adanya aktivitas
peledakan. Beberapa Aktivitas peledakan dapat menghasilkan dua
macam gangguan yang dapat mempengaruhi lingkungan, yaitu
18
getaran tanah dan kebisingan. Dua macam gangguan ini dapat
menyebabkan kerugian yang besar di lingkungan sekitar areal
tambang jika tidak dikontrol dengan baik. Getaran peledakan adalah
getaran yang diakibatkan oleh aktivitas peledakan di tambang terbuka
yang berpengaruh terhadap keutuhan bangunan.
Besarnya tingkat getaran dipengaruhi oleh jumlah dan jenis bahan
peledak yang digunakan per waktu tunda (delay) sama, struktur
batuan dan desain peledakan (SNI, 7571:2010). Getaran tanah
(ground vibration) merupakan gelombang yang bergerak di dalam
tanah akibat dari adanya sumber energi, sumber energi tersebut dapat
berasal dari alam, seperti gempa bumi atau adanya aktivitas peledakan
(Bhandari, 1997).
2.6.1 Faktor yang Mempengaruhi GetaranTanah
Faktor yang mempengaruhi pengembangan, penyebaran, dan intensitas getaran tanah
dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu faktor yang dapat dikontrol dan
yang tidak dapat dikontrol. Faktor-faktor yang dapat dikontrol antara lain
geometri peledakan, jenis dan jumlah bahan peledak yang digunakan,
sistem inisiasi yang digunakan, sedangkan faktor-faktor yang tidak dapat
dikontrol antara lain jarak dan initiation timing error (Bhandari, 1997).
1) GeometriPeledakan
Burden merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi getaran tanah.
Peledakan dengan burden yang baik akan menghasilkan getaran yang lebih kecil
daripada peledakan dengan burden yang lebih besar. Kelebihan ukuran burden
akan meningkatkan getaran tanah karena energi peledakan yang tidak cukup
untuk menghancurkan batuan akan terkonversi menjadi getaran. Berdasarkan
Wiss dan Linehan (1978), penambahan jumlah isian bahan peledak yang
diakibatkan oleh penggunaan diameter lubang ledak yang lebih besar akan
menyebabkan getaran tanah dengan amplitudo yang tinggi dibandingkan dengan
diameter lubang ledak yang lebih kecil.
Penelitian lain oleh Redpath dan Ricketts (1987) mengindikasikan diameter lubang
ledak berpengaruh pada tingkat getaran, tidak hanya berat bahan peledak per
19
lubang ledak yang mempengaruhi peak level dari suatu getaran. Peledakan
dengan 100 lubang tidak menghasilkan getaran yang lebih besar daripada
peledakan dengan 10 lubang, tetapi menghasilkan durasi yang lebih lama dari
gangguan tersebut. Untuk meminimalisasi getaran tanah, panjang subdrilling
harus dipilih dengan benar, karena subdrilling tersebut menyebabkan zona
tambahan untuk energi peledakan yang dapat berakibat pada getaran tanah.
Selain itu, ukuran stemming yang lebih kecil yaitu kurang dari 20 kali ukuran
diameter lubang ledak dapat menyebabkan getaran tanah bertambah (Bhandari,
1997).
3) SistemInisiasi
20
Pemilihan kombinasi waktu tunda (delay) yang tepat sangat penting pada peledakan
dengan banyak baris (multirow). Tingkat getaran tanah dapat dikurangi dengan
penggunaan delay detonator. Delay tersebut menyebabkan terpisahnya
gelombang yang memancar dari energi bahan peledak untuk menghindari
terakumulasinya gelombang yang besar. Interval dari waktu tunda dapat
diterapkan diantara lubang dalam satu row. Burden relief yang baik sangat
diperlukan pada peledakan dengan banyak baris (multirow) untuk mendapatkan
pergerakan horizontal burden yang efektif, Jika perbedaan waktu tunda (delay)
antar row lebih kecil dari yang seharusnya, maka burden pada row depan tidak
bisa berpindah dengan jarak yang cukup untuk menyediakan free face baru yang
berguna pada row selanjutnya.
Hal tersebut akan meningkatkan confinement (terkurung atau tertahan) pada ledakan
di row selanjutnya sehingga menyebabkan getaran tanah meningkat. Dick (1983)
merekomendasi beda waktu tunda minimum 8 atau 9 ms antar lubang ledak
dapat digunakan untuk tujuan meminimalisasi getaran yang dihasilkan
(Bhandari, 1997).
Milisecond delay detonator membuat sejumlah besar kuantitas bahan peledak dapat
diledakkan dalam satu kali peledakan dengan mendistribusikan bahan peledak
tersebut dalam jumlah yang lebih kecil pada beberapa ledakan antar lubang.
Desain waktu tunda yang dirancang dengan tepat dapat mengurangi getaran
tanah yang dihasilkan karena jika waktu tunda antar lubang terpisah dengan baik
maka jumlah bahan peledak di setiap lubang yang meledak bersamaan akan
berkurang (Bhandari, 1997).
4) ArahPeledakan
Penelitian oleh Wiss dan Linehan (1978) memperlihatkan bahwa tingkat getaran tanah
dan tingkat air overpressure yang dihasilkan oleh proses peledakan akan lebih
besar jika diukur pada titik pengukuran atau observasi yang berada tegak lurus
dengan free face peledakan daripada sejajar atau paralel dengan free face
peledakan (Bhandari, 1997).
5) Jarak
Jika jarak antara lokasi peledakan dan pengukuran getaran bertambah, maka kecepatan
21
partikel dari getaran akan berkurang dikarenakan proses absorbsi, dispersi, dan
disipasi dari elastic wave. Oleh karena itu, apabila jarak pengukuran lokasi
peledakan semakin jauh maka getaran tanah yang dihasilkan akan semakin kecil
(Bhandari, 1997).
Jarak antar lokasi peledakan dan lokasi pengukuran getaran dapat dicari dengan rumus
Euclidean Distance, yaitu jarak antar dua titik yang telah diketahui koordinatnya.
Salah satu cara untuk mendapatkan koordinat lokasi peledakan dan lokasi
pengukuran getaran adalah dengan menggunakan Global Navigation System.
Berikut rumus untuk mencari jarak antar dua titik yang diketahui koordinatnya.
d = √(x1 – x2)2 + (y1 – y2)2................................................(2)
dimana :
d = Jarak antar keduatitik
x1, y1= Koordinat lokasi titik pertama
x2, y2= Koordinat lokasi titik kedua
2.6.2 Baku Tingkat Getaran Tanah HasilPeledakan
Baku tingkat getaran peledakan di tambang terbuka terhadap bangunan disusun
berdasarkan hasil pengukuran tingkat getaran peledakan di berbagai tempat di
Indonesia dengan peralatan standar yang telah ditentukan, serta disesuaikan
dengan kondisi struktur bangunan di Indonesia (SNI, 7571:2010).
Tabel 2.1 Kelas dan Jenis Bangunan serta Peak Vector Sum
Sumber : (SNI, 7571:2010)
Peak Particle
Kelas Jenis Bangunan Sum
(mm/s)
Bangunan kuno yang dilindungi undang- undang benda
1 2
cagar budaya. ( undang-undang no.
2.6.3 HukumPerambatan
Dalam memperkirakan getaran tanah yang dihasilkan dari kegiatan peledakan, dapat
dilakukan dengan menghubungkan hasil pengukuran getaran tanah dengan
parameter-parameter peledakan yang mempengaruhinya. Parameter-parameter
peledakan tersebut adalah yaitu jarak dari lokasi peledakan dan jumlah bahan
peledak yang meledak bersamaan (Fahlevi,2012).
Hubungan tersebut ditunjukkan oleh konsep PPV vs. Scaled Distance yang
dikembangkan ke dalam hukum perambatan (propagation law) yang dinyatakan
oleh US Bureau of Mines, dimana scaled distance merupakan faktor yang
mempengaruhi getaran tanah yang diperoleh dari jarak pengukuran dibagi akar
23
dari muatan bahan peledak per waktu tunda (Bhandari, 1997; Fahlevi, 2012).
Peak particle velocity (PPV) merupakan kecepatan gerakan partikel batuan dari
posisi nol meningkat ke maksimum dan kembali ke nol, dalam satuan milimeter
per detik (SNI, 7571:2010). Selengkapnya dapat dilihat pada persamaan berikut
(Bhandari, 1997; Fahlevi, 2012; Akande, 2014).
( ) =K ( SD )
B
D B
V =K
√W
Keterangan :
V = Peak Particle Velocity(mm/s)
W = Jumlah Bahan Peledak / delay(kg)
D = Jarak dari Lokasi Peledakan ke Lokasi Pengamatan(m)
K =Site and Rock Factor Constant, Koefisien Faktor K yang biasa digunakan untuk
free face dengan sturktur batuan yang keras atau sangat keras = 500, free face
dengan struktur batuan rata-rata = 1140 dan sangat padat (heavily confined)
=5000
B = Konstanta yang berhubungan dengan batuan dan site
(biasanya -1,6)
D
SD = Scaled Distance = ( m/kg 1/2 )
√W
24
menghasilkan getaran yang sangat tinggi. Tetapi, jika digunakan dua delay,
maka 40 lubang tersebut akan terbagi menjadi dua series peledakan dan lubang
yang meledak bersamaan sebanyak 20 lubang dengan jumlah bahan peledak
yang meledak bersamaan yaitu 5.000 lbs per delay, hal ini akan mengurangi
getaran yang dihasilkan, dan seterusnya jika menggunakan lebih banyak delay
atau mengurangi jumlah bahan peledak yang meledak bersamaan (Konya, 1991).
Alasan peledakan tunda dapat mengurangi getaran yang dihasilkan terletak pada
perbedaan antara propagation velocity dan particle velocity. Propagation
velocity merupakan kecepatan dari gelombang seismik yang melalui batuan,
yaitu berkisar antara 1.000-20.000 ft/s, sedangkan particle velocity merupakan
kecepatan partikel batuan yang bergetar di sekitar posisi semula. Jadi, delay
blasting dapat mengurangi getaran tanah karena gelombang seismik yang
dihasilkan oleh suatu delay pada lubang ledak akan melewati beberapa jarak
akibat dari propagation velocity sebelum gelombang seismik dari delay lainnya
dihasilkan. Gelombang seismik kedua menjalar dengan propagation velocity
yang sama dan tidak akan bisa mengejar gelombang seismik pertama, oleh
karena itu gelombang seismik atau getaran tersebut terpisah (Konya, 1991).
Dapat dilihat pada Gambar 2.13
Gambar 2.13
Gelombang Seismik pada Peledakan Tunda
Sumber : Konya, (1991)
25
BAB III
METODE PENELITIAN
28
Gambar 3.1 Tombol pada Alat Micromate
Sumber : Instantel (2015)
30
Gambar 3.4 Geophone
3. Global Posiotioning System untuk mendapatkan koordinat (easting,
northing) lokasi peledakan dan lokasi pengukuran getaran yang
kemudian digunakan untuk menentukan jarak antara kedua lokasi
tersebut. GPS dapat dilihat pada Gambar 3.5
31
Gambar 3.6 Meteran
5. Laptop penulis beserta software shotplus-i 4.88 versi trial yang
digunakan untuk membuat rancangan pola peledakan yang akan
disarankan.
MULAI
Studi Literatur
Orientasi Lapangan
Pengambilan Data
Selesai
Minggu ke
Registrasi, dan
1
Induksi K3
Orientasi
2 Lapangan
Pengumpulan data-data
3 penunjang kegiatan dan
Studi Literatur
33
Pengamatan dan
4 pengambilan data
kegiatan di lapangan
Pengolahan
5 data
Penulisan
6 laporan
Evaluasi
7
3.6 Penutup
Demikian proposal ini saya susun sebagai kerangka acuan dalam pelaksanaan
Tugas Akhir. Besar harapan kami akan bantuan segenap Direksi dan karyawan
PT. Semen Indonesia demi kelancaran serta suksesnya kegiatan ini. Atas segala
bantuan serta kerjasamanya saya ucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
34
Standar Nasional Indonesia. 2010. Baku Tingkat Getaran Peledakan Pada
Kegiatan Tambang Terbuka Terhadap Bangunan. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
Fahlevi, R., dkk. 2012. Perangkat Lunak Analisis Getaran Tanah Akibat
Peledakan. Jurnal JTM, 19(2): 61-62.
35