Anda di halaman 1dari 46

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................ i


DAFTAR TABEL ............................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... iv
BAB l PENDAHULUAN .................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 5
1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................................... 6
1.3 Rumusan Masalah .................................................................................. 6
1.4 Batasan Masalah .................................................................................... 7
1.5 Metode Penulisan................................................................................... 7
BAB II DASAR TEORI ...................................................................................... 8
2.1 Pola Pemboran ....................................................................................... 8
2.2 Pola Peledakan ....................................................................................... 9
2.3 Energi Pada Peledakan .......................................................................... 12
2.4 Getaran Tanah ........................................................................................ 14
2.5 Gelombang............................................................................................. 19
2.6 Gelombang Seismik ............................................................................... 21
2.7 Kontrol Vibrasi ...................................................................................... 24
2.8 Standar Vibrasi ...................................................................................... 27
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 30
3.1 Lokasi Penelitian ................................................................................... 30
3.2 Pemboran dan Peledakan ....................................................................... 31
3.3 Geometri Peledakan ............................................................................... 33
3.4 Pola Rangkaian Peledakan ..................................................................... 35
3.5 Pengukuran Ground Vibration ............................................................... 36
3.6 Analisa Data........................................................................................... 39
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 42
4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43

i
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Konstanta K Untuk Perhitungan PPV .......................................... 27


Tabel 2.2 Baku Tingkat Getaran Peledakan Terhadap Bangunan ........................ 28
Tabel 2.3 Kriteria Pembatasan Kecepatan Partikel ............................................... 29
Tabel 2.4 Acuan Kriteria Kerusakan ..................................................................... 29
Tabel 3.1 Geometri Peledakan Pada Bulan Mei 2012 .......................................... 34
Tabel 3.3 Hasil Perhitungan PPV Prediksi Untuk Pola Rangkaian ..................... 38
Tabel 3.4 Hasil Perhitungan PPV Prediksi Untuk Pola Rangkaian ...................... 38

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola Peledakan Corner Cut ............................................................... 10


Gambar 2.2 Pola Peledakan V-Cut ....................................................................... 11
Gambar 2.3 Pola Peledakan Box-Cut ................................................................... 12
Gambar 2.4 Blasmate III Yang digunakan Untuk Mengukur Getaran ................. 18
Gambar 2.5 Cara Monitor Getaran Oleh Blasmate III.......................................... 19
Gambar 2.6 Mekanisme Pengukuran Getaran dan Kebisingan ............................ 19
Gambar 2.7 Lintasan Tempuh Gelombang Seismik ............................................. 23
Gambar 3.1 Lokasi Pengukuran Getaran .............................................................. 30
Gambar 3.2Alat Drill Jun Jin SD 1300E Untuk Membuat Lubang Ledak ........... 31
Gambar 3.3 Pola Pemboran Stagerred Yang digunakan dalam Peledakan .......... 32
Gambar 3.4 Mobile Mixing Unit MMU .............................................................. 32

iii
DAFTAR LAMPIRAN

A Pola Peledakan Corner cut ................................................................................ 44


B Pola Peledakan V Cut........................................................................................ 45
C Pola Peledakan Box Cut .................................................................................... 46

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Getaran tanah (ground vibration) adalah gelombang yang bergerak didalam

tanah disebabkan oleh adanya sumber energi. Sumber energi tersebut dapat

berasal dari alam, seperti gempa bumi atau adanya aktivitas manusia, salah satu

diantaranya adalah kegiatan peledakan. Getaran tanah (ground vibration) terjadi

pada daerah elastic (elastic zone). Didaerah ini tegangan yang diterima material

lebih kecil dari kekuatan material sehingga hanya menyebabkan perubahan bentuk

dan volume. Sesuai dengan sifat elastis material maka bentuk dan volume akan

kembali ke keadaan semula setelah tak ada tegangan yang bekerja. Perambatan

tegangan pada daerah elastis akan menimbulkan gelombang getaran. Getaran

tanah ini pada tingkat tertentu bisa menyebabkan terjadinya kerusakan struktur

disekitar lokasi peledakan. Karena itu keadaan bahaya yang mungkin ditimbulkan

oleh operasi peledakan tidak bisa diabaikan.

Tingkat getaran peledakan bervariasi tergantung pada rancangan

peledakan dan kondisi geologi dari batuannya. Untuk itu penerapan metode

peledakan harus benar dan sesuai dengan kondisi batuan yang akan diledakkan.

Getaran peledakan yang dihasilkan harus berada pada kondisi aman bagi keadaan

sekelilingnya. Hal ini berarti bahwa pengaruh dari getaran peledakan yang berada

di luar standar ukuran peledakan yang diijinkan akan menimbulkan gangguan

terhadap kenyamanan, kesehatan manusia, dan keamanan bangunan-bangunan

atau lereng-lereng tambang di sekitarnya. Dalam kegiatan penambangan bahan

5
galian, khususnya yang dilakukan secara tambang terbuka, untuk membongkar

batuan yang keras biasanya dilakukan dengan peledakan. Peledakan pada kegiatan

penambangan, selain menimbulkan hancurnya batuan (pemberaian) juga akan

menimbulkan rambatan seismik yang menggambarkan perjalanan energi melalui

bumi dan mengakibatkan getaran pada massa batuan atau material di sekitarnya.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari penulisan laporan seminar tambang ini

adalah:

1. Untuk memenuhi syarat akademik semester VIII mata kuliah seminar

tambang pada jurusan teknik pertambangan.

2. Untuk menambah wawasan tentang peledakan kepada penulis dan

pembaca.

3. Mengetahui pengaruh pola rangkaian peledakan dan penggunaan bahan

peledak terhadap tingkat getaran tanah yang dihasilkan pada jarak tertentu

yang sesuai dengan SNI 7571:2010.

1.3. Rumusan Masalah

1. Pola pemboran yang digunakan dalam kegiatan peledakan.

2. Pola peledakan yang digunakan dalam kegiatan peledakan.

3. Bagaimana tingkat getaran tanah dari hasil kegiatan peledakan berdasarkan

pola pemboran yang digunakan?

4. Bagaimana tingkat getaran tanah dari hasil kegiatan peledakan berdasarkan

pola peledakan yang digunakan?

6
5. Bagaimana hasil kedua rangkaian peledakan berdasarkan pengukuran dari

jarak terdekat dan jarak terjauh?

1.4. Batasan Masalah

Dalam penulisan tugas ini penulis hanya membatasi masalah :

1. Menentukan pola rangkaian peledakan yang akan digunakan.

2. Mengukur tingkat getaran tanah dari rangkaian yang digunakan dengan

menggunakan alat Blastmate III.

3. Menganalisis hasil pengukuran terhadap pola rangkaian yang digunakan.

1.5. Metode Penulisan

Untuk mendukung keberlangsungan dalam penulisan laporan ini penulis

menggunakan pendekatan literatur dengan mencari bahan bahan pustaka yang

mendukung seperti buku, brosur, grafik, majalah, dan sumber sumber lain yang

berkaitan dengan penulisan laporan ini.

7
BAB II

DASAR TEORI

2.1. Pola Pemboran

Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada ketersediaan

bidang bebas yang mencukupi. Minimal dua bidang bebas yang harus ada.

Peledakan dengan hanya satu bidang bebas, disebut crater blasting, akan

menghasilkan kawah dengan lemparan fragmentasi ke atas dan tidak terkontrol.

Dengan mem-pertimbangkan hal tersebut, maka pada tambang terbuka selalu

dibuat minimal dua bidang bebas, yaitu dinding bidang bebas dan puncak jenjang

(top bench). Selanjutnya terdapat tiga pola pengeboran yang mungkin dibuat

secara teratur, yaitu:

1) Pola bujursangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi sama

2) Pola persegipanjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu

baris lebih besar dibanding burden

3) Pola zigzag (staggered pattern), yaitu antar lubang bor dibuat zigzag

yang berasal dari pola bujursangkar maupun persegipanjang.

Kualitas lubang bor dalam hal ini ditinjau dari segi :

a. Keteraturan tata letak lubang bor

Tujuan pemboran adalah untuk meletakkan bahan peledak pada posisi

(tempat) yang sudah direncanakan. Setiap bantuan akan memberikan reaksi

(respon) yang berbeda terhadap peledakan. Reaksi ini bervariasi sangat luas

dan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya : perlapisan, struktur

8
geologi alamiah, dan lain-lain yang selalu berubah dari titik ke titik.

Tidaklah mungkin untuk menyusun suatu pola peledakan yang dapat

mengakomodasi semua variasi itu. Untuk itu, didalam prakteknya lubang

bor dirancang dengan pola yang teratur sedemikian rupa sehingga bahan

peledak dapat terdistribusi secara merata dan dengan demikian, setiap kolom

bahan peledak akan mempunyai beban yang sama.

b. Penyimpangan arah dan sudut pemboran

Hal ini perlu dicermati terutama pada pemboran miring. Pada pemboran

miring maka posisi alat bor akan sangat menentukan. walaupun tata lubang

bor dipermukaan sudah sempurna, namun bila posisi alat bor tidak benar-

benar sejajar dengan posisi alat bor pada lubang sebelumnya maka dasar

(ujung) lubang bor akan menjasi tidak teratur. Hal yang sama akan

dihasilkan bila sudut kemiringan batang bor juga tidak sama. Penyimpangan

arah dan sudut pemboran dipengaruhi oleh struktur batuan, keteguhan

(stiffness) batang bor dan kesalahan awal pemboran (collaring).

c. Kedalaman dan kebersihan lubang

Lantai (permukaan) bor biasanya tidak rata dan datar sehingga

kedalaman lubang bor juga tidak akan seluruhnya sama. Untuk itu area yang

akan dibor sebaiknya disurvey dahulu agar kedalaman masing-masing

lubang bor dapat ditentukan.

2.2. Pola Peledakan

Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau sekuensial ledakan

dari sejumlah lubang ledak. Pola peledakan pada tambang terbuka dan bukaan di

9
bawah tanah berbeda. Banyak faktor yang menentukan perbedaan tersebut,

diantaranya adalah faktor yang mempengaruhi pola pengeboran. Adanya urutan

peledakan berarti terdapat jeda waktu ledakan diantara lubang-lubang ledak yang

disebut dengan waktu tunda atau delay time. Beberapa keuntungan yang diperoleh

dengan menerapkan waktu tunda pada sistem peledakan antara lain adalah:

1) Mengurangi getaran

2) Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock)

3) Mengurangi getaran akibat airblast dan suara (noise).

4) Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan

5) Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan

Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang diledakkan sekaligus,

maka akan terjadi sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan yang mengganggu

lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak efisien. Pola peledakan yang

sering digunakan berdasarkan arah lemparan hasil peldakan adalah sebagai berikut

a) Pola Peledakan Corner Cut (Echelon)

Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang memiliki

tiga bidang bebas (free face), arah lemparan hasil peledakan dengan

menggunakan pola peledakan ini adalah kearah pojok (corner).

Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

Gambar 2.1: Pola Peledakan Corner Cut (Echelon)

10
b) Pola Peledakan V-Cut

Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang memiliki

dua bidang bebas (free face), arah lemparan hasil peledakan dengan

menggunakan pola ini adalah kearah tengah (center) dengan pola

peledakan menyerupai huruf V.

Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

Gambar 2.2: Pola Peledakan V-Cut

c) Pola Peledakan Box Cut

Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang hanya

mempunyai satu bidang bebas (free face) yakni permukaan yang

bersentuhan langsung dengan udara kearah vertical. Pola peledakan ini

bertujuan untuk menghasilkan bongkahan awal seperti kotak (box)

dengan control row ditengah-tengah membagi dua rangkaian.

11
Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

Gambar 2.3: Pola Peledakan Box Cut

Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara

serentak untuk semua lubang tembak.

b. Pola peledakan beruntun (row by row), yaitu suatu pola yang menerapkan

peledakan dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.

2.3. Energi Pada Peledakan

Ada dua jenis energi yang dilepaskan saat terjadi ledakan, yaitu work

energy dan waste energy. Work energy merupakan energi peledakan yang

menyebabkan terpecahnya batuan. Energi ini terbagi menjadi dua, yaitu shock

energy dan gas energi. Pada saat peledakan terjadi, tidak semua energi yang

dihasilkan akan digunakan untuk menghasilkan fragmen batuan. Energi yang sisa

yang dihasilkan ini disebut waste energy. Waste energy terdiri dari light, heat,

sound dan seismic energy. Energi-energi ini (terutama seismic) dapat

menimbulkan efek yang berbahaya dan tidak menguntungkan dalam kegiatan

peledakan.

12
2.3.1. Work Energy

Pada peledakan suatu media padat akan timbul tekanan detonasi

(detonation pressure) dan tekanan peledakan (explosion pressure) yang

merupakan efek dari shock energy dan gas energy hasil dari perubahan kimia

bahan peledak. Untuk bahan peledak dari jenis high explosive, pertama kali akan

terjadi tekanan detonasi yang kemudian diikuti tekanan peledakan, sedangkan

untuk bahan peledak low explosive hanya terjadi tekanan peledakan. Hal ini

dikarenakan adanya perbedaan kecepatan penjalaran reaksi kimia dalam kolom

bahan peledak.

Bahan peledak high explosive mempunyai kecepatan penjalaran reaksi

yang lebih besar dari kecepatan penjalaran suara dalam bahan peledak, yang

dikenal sebagai kecepatan detonasi. Kecepatan detonasi ini menyebabkan

timbulnya gelombang kejut (shock wave) atau gelombang detonasi (detonation

wave) yang terletak di depan daerah reaksi utama (primary reaction zone) dalam

kolom bahan peledak. Gelombang kejut ini yang menyebabkan timbulnya tekanan

detonasi. Tekanan detonasi ini dinyatakan sebagai fungsi dari bobot isi bahan

peledak kali kuadrat dari kecepatan detonasi bahan peledak (Calvin J. Konya, et.

al).

2
Pd = 2.5 x ρ x VOD ……………………..………………..................(2.1)

Pd = Tekanan detonasi (MPa)

3
ρ = Bobot isi bahan peledak (Kg/m ) VOD = Kecepatan

detonasi (m/detik)

13
2.3.2 Waste Energy

Bahan peledak melepaskan energi dan menghasilkan rock fracturing,

plastic deformation, dan elastic deformation pada batuan. Energi peledakan yang

menyebabkan terjadinya elastic deformation dapat menghasilkan stress waves

(body wave) yang merambat melalui massa batuan. Energi peledakan

membutuhkan sejumlah energi yang cukup sehingga melebihi atau melampaui

kekuatan batuan atau melampaui batas elastik batuan untuk memecahkan suatu

batuan. Proses pemecahan batuan ini akan berlangsung terus hingga energi yang

dihasilkan oleh bahan peledak makin lama makin berkurang dan menjadi lebih

kecil dari kekuatan batuan, sehingga proses pemecahan batuan berhenti. Energi

yang tersisa (seismic energy) akan menjalar melalui batuan, mengakibatkan

deformasi dalam batuan tetapi tidak memecahkan batuan, karena masih di dalam

batas elastiknya. Hal ini akan menghasilkan gelombang seismik. Gelombang ini

pada batas tinggi tertentu dapat menyebabkan kerusakan pada struktur bangunan

dan juga dapat sangat mengganggu manusia. Gelombang seismik ini dirasakan

oleh manusia sebagai getaran.

2.4. Getaran Tanah (Ground Vibration)

Getaran tanah (ground vibration) adalah gelombang yang bergerak di

dalam tanah disebabkan oleh adanya sumber energi. Sumber energi tersebut dapat

berasal dari alam, seperti gempa bumi atau adanya aktivitas manusia, salah satu

diantaranya adalah kegiatan peledakan. Getaran tanah (ground vibration) terjadi

pada daerah elastis (elastic zone). Di daerah ini tegangan yang diterima material

lebih kecil dari kuat material sehingga hanya menyebabkan perubahan bentuk dan

14
volume. Sesuai dengan sifat elastis material maka bentuk dan volume akan

kembali ke keadaan semula setelah tak ada tegangan yang bekerja. Perambatan

tegangan pada daerah elastis akan menimbulkan gelombang elastis. Getaran tanah

ini pada tingkat tertentu bisa menyebabkan terjadinya kerusakan struktur disekitar

lokasi peledakan. Karena itu keadaan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh

operasi peledakan tidak bisa diabaikan.

A. Faktor yang mempengaruhi getaran

Beberapa penelitian telah dilakukan dalam usaha menentukan hubungan

antara faktor-faktor tersebut dengan tingkat getaran. Ground vibration peledakan

dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor yang dapat dikontrol dan yang

tidak dapat dikontrol. Yang dimaksud faktor yang tak dapat dikontrol adalah

faktor geologi dan geomekanik batuan. Dan berikut ini adalah faktor yang dapat

dikontrol yang mempengaruhi ground vibration :

 Jumlah muatan bahan peledak perwaktu tunda

Besarnya vibrasi yang dihasilkan peledakan dipengaruhi oleh jumlah

muatan total bahan peledak per waktu tunda. Besar kecilnya Intensitas

Ground Vibration akan tergantung kepada jumlah berat bahan peledak

maksimum yang meledak bersamaan pada interval waktu. (lamanya

interval waktu adalah 8 millisecond). Jadi lubang–lubang tembak yang

mempunyai selisih waktu meledak kurang dari sama dengan 8 ms,

dianggap meledak bersamaan. Jumlah muatan total handak yang dianggap

meledak bersamaan ini merupakan muatan bahan peledak per waktu tunda.

Semakin besar muatan bahan peledak per waktu tunda, besaran vibrasi

yang dihasilkan akan semakin meningkat tetapi hubungan ini bukan

15
merupakan hubungan yang sederhana, misalnya muatan dua kali lipat

jumlahnya tidak menghasilkan getaran yang dua kali lipat.

 Jarak dari lokasi peledakan

Jarak dari titik atau lokasi peledakan, juga memberikan pengaruh yang

besar terhadap besaran vibrasi yang dihasilkan, seperti juga muatan

maksimal bahan peledak per waktu tunda. Semakin dekat suatu titik

pengukuran vibrasi ke titik atau lokasi peledakan, maka vibrasi yang

terukur akan semakin besar.

 Waktu tunda (delay period)

Interval waktu tunda antar lubang ledak sangat mempengaruhi tingkat

vibrasi yang dihasilkan. Jika interval waktu tunda tersebut makin besar,

maka kemungkinan jumlah bahan peledak yang dianggap meledak

bersamaan (selisih waktu meledak kurang dari sama dengan 8 ms) akan

makin kecil, sehingga tingkat vibrasi yang dihasilkan akan makin kecil.

Tetapi perlu diperhatikan pula bahwa agar tingkat vibrasi yang dihasilkan

kecil, maka jumlah lubang ledak yang memiliki interval delay kurang dari

sama dengan 8 ms harus diusahakan sedikit mungkin agar jumlah bahan

peledak yang meledak per waktu tundanya sedikit pula.

Dan variabel - variabel yang tidak dapat dikontrol adalah faktor-faktor

yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia, hal ini disebabkan

karena prosesnya terjadi secara alamiah. Contoh variabel yang tidak dapat

dikontrol, antara lain :

a. Karakteristik massa batuan

16
b. Struktur geologi

c. Pengaruh air

B. Prinsip pengukuran getaran peledakan

Getaran tanah adalah gerakan bumi (ground motion) yang terjadi akibat

perambatan gelombang seismik. Kegiatan peledakan akan selalu menghasilkan

getaran atau gelombang seismik. Tujuan peledakan umumnya adalah untuk

memecahkan batuan. Kegiatan ini membutuhkan sejumlah energi yang cukup

sehingga melebihi atau melampaui kekuatan batuan atau melampaui batas elastis

batuan. Apabila hal tersebut terjadi maka batuan akan pecah. Proses pemecahan

akan berjalan terus sampai energi yang dihasilkan oleh bahan peledak makin lama

makin berkurang dan menjadi lebih kecil dari kekuatan batuan, sehingga proses

pemecahan batuan berhenti. Energi yang tersisa akan menjalar melalui batuan,

karena masih di dalam elastisnya. Hal ini akan menghasilkan gelombang seismik.

Tingkat getaran dari hasil peledakan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu

Jumlah bahan peledak/waktu tunda (charge weight per delay) dan jarak

pengukuran (lenght of delay). Semakin banyak bahan peledak yang digunakan

maka semakin tinggi nilai kecepatan partikel puncak, dan semakin jauh jarak

pengukuran peledakan maka semakin rendah nilai partikel puncak.

C. Alat pengukur getaran tanah

Pengukuran getaran peledakan dilapangan yang digunakan adalah


III III
Blasmate . Sebelum pengukuran, blastmate disetting terlebih dahulu.

III
Blastmate didesain untuk mengukur dan mencatat getaran tanah dengan tepat.

Peralatan ini disebut dengan seismograf dan terdiri dari 2 bagian penting, yaitu

17
sensor dan recorder. Kotak sensor mempunyai 3 unit independent sensor yang

letaknya saling tegak lurus antara satu unit dengan unit lain. Dua unit terletak

horisontal dan saling tegak lurus dan unit yang lain dipasang secara vertikal.

Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

Gambar 2.4: Blastmate III Yang Digunakan Untuk Mengukur Getaran

Mekanisme pengukuran getaran adalah sebagai :

1. Getaran dan kebisingan peledakan (getaran mekanis) di rekam oleh geophone

dan microphone, diubah menjadi getaran elektris lalu disimpan di memori.

2. Hasil pengukuran (dalam memori) di download ke komputer dengan

menggunakan program BlastWare.

3. Hasil akhir berupa seismogram yang dapat menampilkan angka-angka besar

getaran dan kebisingan serta grafik.

4. Untuk mengetahui besar getaran apakah masih didalam atau melebihi ambang

batas, dapat memilih grafik baku tingkat getaran dari 13 negara yang ada di

dalam program.

18
5. Untuk membuat grafik scaled distance versi PPV diperlukan data pengukuran

minimal 9 (sembilan buah) dengan variable jarak maupun jumlah

muatan/delay yang sama.

Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

Gambar 2.5: Cara Monitor Getaran Oleh BlasmateIII

Gambar 2.6: Mekanisme Pengukuran Getaran Dan Kebisingan

2.5 Gelombang

Gelombang adalah bentuk dari getaran yang merambat pada suatu

medium. Parameter gelombang merupakan sifat – sifat dasar yang menguraikan

19
gerakan gelombang. Parameter – parameter dasar untuk menganalisis gelombang

adalah sebagai berikut :

a. Amplitudo (A), jarak terjauh simpangan dari titik keseimbangan.

b. Kecepatan partikel (v), merupakan besarnya perpindahan yang dialami

partikel per satuan waktu,

c. Percepatan partikel (a), merupakan perubahan kecepatan partikel per satuan

waktu.

d. Frekuensi (f), merupakan banyaknya jumlah gelombang yang terjadi tiap satu

detik,

e. Perioda (T), merupakan waktu yang diperlukan untuk terjadinya satu

gelombang, perioda merupakan kebalikan dari frekuensi (T= 1/f).

Gelombang dapat dibedakan berdasarkan arah getarnya, cara rambat dan medium

yang dilalui, dan berdasarkan amplitudonya.

1. Berdasarkan arah getarnya

Gelombang menurut arah getarnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu

gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Gelombang transversal, yaitu

gelombang yang arah getarnya tegak lurus dengan arah rambatannya, misalnya :

gelombang pada tali, gelombang permukaan air, dan gelombag elektromagnetik.

Gelombang longitudinal, yaitu gelombang yang arah getarnya berimpit (sejajar)

arah rambat gelombang, misalnya gelombang pada pegas dan gelombang bunyi.

2. Berdasarkan cara rambat dan medium yang dilalui

Gelombang ini dibagi dua bagian yaitu gelombang mekanik dan

gelombang elektromagnetik. Pada gelombang mekanik yang dirambatkan adalah

20
gelombang mekanik dan untuk perambatannya diperlukan medium. Contohnya

gelombang seismik. Dan gelombang elektromagnetik yang dirambatkan adalah

medan listrik magnet, dan tidak diperlukan medium.

3. Berdasarkan amplitudonya

Dibagi menjadi dua bagian yaitu gelombang berjalan dan gelombang

stasioner. Gelombang berjalan yaitu gelombang yang amplitudonya tetap pada

titik yang dilewatinya. Gelombang stasioner yaitu gelombang yang amplitudonya

tidak tetap pada titik yang dilewatinya, yang terbentuk dari interfensi dua buah

gelombang datang dan pantul yang masing – masing memiliki frekuensi dan

amplitudo sama tetapi fasenya berlawanan.

2.6. Gelombang Seismik

Gelombang seismik merupakan salah satu gelombang yang

menggambarkan penjalaran energi melalui bumi yang padat. Gelombang yang

merambat adalah gangguan medium yang dapat berlanjut dengan sendirinya dari

satu titik ke titik yang lainya dengan membawa energi dan momentum.

Perambatan tegangan pada daerah elastis akan menimbulkan gelombang elastis

yang disebut gelombang seismik. Salah satu penghasil gelombang seismic selain

gempa bumi adalah getaran tanah akibat kegiatan peledakan. Gelombang ini

termasuk dalam gelombang mekanik karena dalam perambatan getaranya

memerlukan medium. Medium disini dapat berupa batuan atau udara. Gelombang

seismik dibagi menjadi dua, yaitu gelombang badan (body wave), dan gelombang

permukaan (surface wave). Kedua gelombang ini akan terlihat jelas pada

seismogram.

21
1. Gelombang badan (body wave)

Gelombang badan merambat melalui massa batuan, menembus ke bagian

dalam batuan. Untuk jarak dekat getaran lebih didominasi oleh gelombang badan.

Gelombang badan ini akan merambat keluar membentuk bola sampai mereka

bertemu dengan suatu bidang kontak. Bidang kontak ini dapat berupa perlapisan

batuan, bidang bebas, rekahan, kekar, permukaan, atau tanah. Ketika gelombang

badan ini bertemu dengan bidang kontak tersebut maka gelombang permukaan

dan gelombang geser akan terbentuk. Gelombang badan dapat dibagi menjadi dua

yaitu gelombang tekan (P), dan gelombang geser (S).

a. Gelombang tekan (Compressive Wave/P-Waves)

Gelombang tekan adalah jenis gelombang tekan-tarik, yang akan

menghasilkan pemadatan (kompresi) dan pemuaian (dilatasi) pada arah yang

sama dengan arah perambatan gelombang. Gelombang ini dapat merambat

melalui medium padat, cair maupun gas. Gelombang ini juga dapat menyebabkan

perubahan volume medium yang dilaluinya.

b. Gelombang geser (Shear Wave/S-Waves)

Gelombang geser adalah gelombang melintang (transversal) yang

bergerak tegak lurus pada arah perambatan gelombang. S-waves hanya dapat

merambat melalui medium padat. Gelombang ini dapat menyebabkan perubahan

bentuk pada medium yang dilaluinya.

2. Gelombang permukaan (surface wave)

Gelombang permukaan adalah gelombang yang merambat di atas

permukaan batuan tetapi tidak menembus batuan. Gerakan gelombang ini

22
menurun terhadap kedalaman. Gelombang permukaan lebih besar dari gelombang

badan tetapi penjalarannya lambat. Gelombang inilah yang sering menjadi

masalah. Gelombang ini membawa energi yang besar dan menghasilkan gerakan

yang besar. Kedalaman batuan yang dipengaruhi oleh gerak gelombang ini kira–

kira satu panjang gelombang.

2.6.1. Lintasan Gelombang Seismik

Sebuah bentuk gelombang datang menggambarkan gerakan tanah dilokasi

penerima (sensor). Gerakan tanah merupakan akibat dari gelombang badan dan

gelombang permukaan yang mengikuti lintasan yang berbeda-beda di dalam kulit

bumi. Walaupun gelombang seismik memperlihatkan waktu tiba yang berbeda-

beda tapi waktu tiba yang paling mudah dan terbaik untuk dimonitor adalah waktu

gelombang yang tiba paling awal.

Lintasan tempuh gelombang di dalam kulit bumi umumnya dibagi menjadi 3,

yaitu :

a. Lintasan gelombang langsung

b. Lintasan gelombang pantul (reflected)

c. Lintasan gelombang bias (refraction)

Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

Gambar 2.7: Lintasan Tempuh Gelombang Seismik

23
2.7. Kontrol Vibrasi

Peledakan tunda (delay blasting) adalah suatu teknik peledakan dengan

cara meledakkan sejumlah besar muatan bahan peledakan tidak sebagai satu

muatan (single charge) tetapi sebagai suatu seri dari muatan-muatan yang lebih

kecil. Maka getaran yang dihasilkan terdiri seri kumpulan getaran kecil, bukan

getaran besar. Dengan mempergunakan delay, pengurangan tingkat getaran dapat

dicapai. Untuk mengetahui mengapa peledakan delay adalah efektif dalam

pengurangan tingkat getaran perlu mengerti perbedaan antara kecepatan partikel

(particle velocity) dan kecepatan perambatan (propagation velocity atau

transmission velocity).

Yang dimaksud dengan kecepatan perambatan adalah kecepatan

gelombang seismik merambat melalui batuan, berkisar antara 2000 – 20.000 feet

per detik, tergantung pada jenis batuan. Untuk suatu daerah dengan batuan

tertentu, kecepatan relatif konstan. Kecepatan perambatan tidak dipengaruhi oleh

besarnya energi (input energy). Peledakan delay mengurangi tingkat getaran sebab

setiap delay menghasilkan masing-masing gelombang seismik yang kecil yang

terpisah. Gelombang hasil delay pertama telah merambat pada jarak tertentu

sebelum delay selanjutnya meledak. Kecepatan perambatan tergantung pada jenis

batuannya.

1. Hukum Scaled Distance (SD)

Cara yang praktis dan efektif untuk mengontrol getaran adalah dengan

menggunakan Scaled Distance. Sehingga memungkinkan pelaksana lapangan

menentukan jumlah bahan peledak yang diperlukan atau jarak aman untuk muatan

24
bahan peledak yang jumlahnya telah ditentukan. Harga SD yang besar akan lebih

aman, karena semakin jauh jaraknya akan lebih aman dibandingkan dengan jarak

yang lebih dekat. Batas Scaled Distance yang dipakai adalah SD = 50. Dengan

menggunakan sistem metrik, Scaled Distance dapat di rumuskan sebagai berikut :

Scaled Distance = ……………………..……………….................(2.2)

Dimana :

D = jarak muatan maksimum terhadap lokasi pengamatan, (m).

W = muatan bahan peledak maksimum per periode tunda, (kg).

 Analisis dengan Scaled Distance

Pelemahan getaran tanah dalam hal komponen kecepatan puncak dan

intensitas getaran udara dievaluasi berdasarkan scaled distance. Faktor Scaled

Distance untuk pergerakan tanah dan getaran udara diketahui, berturut-turut,

sebagai berikut:

½
Square-root scaled distance SRSD = R / W ……………………..…(2.3)


Cube-root scaled distance CRSD = R / W ……………………..…...(2.4)

Dimana R adalah jarak dari gelombang ke seismograf dan W adalah berat isian

maksimum bahan peledak dalam setiap 8 ms tiap satuan waktu (1 kali periode

tunda). Scaled distance sebagai alat penggabung dua faktor-faktor paling penting

meningkatkan intensitas gerakan tanah dan getaran udara sebagai penurunan

sebanding dengan jarak dan berbanding terbalik dengan berat bahan peledak

dalam 1 kali tunda. Dalam kasus pergerakan tanah, digunakan nilai SRSD sebagai

25
pergerakan tanah telah ditunjukkan untuk mengkorelasikan dengan . Pada Kasus

getaran udara, tekanan udara berkorelasi terbaik dengan (CRSD).

2. Persamaan Peak Particle Velocity (PPV)

Peak Particle Velocity (PPV) merupakan kecepatan maksimum yang

digunakan untuk menghitung besarnya getaran pada suatu lokasi yang tergantung

pada jarak lokasi tersebut dari pusat peledakan dan dari jumlah bahan peledak

yang dipakai perperiode (delay).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam usaha menentukan besarnya

kecepatan partikel puncak (PPV) yang dihasilkan dalam sebuah peledakan maka

dapat ditentukan persamaan sebagai berikut :

PPV = k( )-n ……………………..…..............................................................(2.5)

Dimana :

PPV = Ground Vibration as Peak Particle Velocity, (mm/s).

D = Jarak muatan maksimum terhadap lokasi pengamatan, (m).

W = Muatan bahan peledak maksimum per periode tunda, (kg).

k,n = Konstanta yang harganya tergantung dari kondisi lokal dan kondisi

peledakan.

Nilai-nilai untuk k dan n, disederhanakan menjadi:

V = 100( )-1,6 ……………………..….............................................................(2.6)

Persamaan 2.6 diatas berlaku untuk satuan US (mm/sec)

26
V = 1143( )-1,6 ……………………..…...........................................................(2.7)

Persamaan 2.7 diatas berlaku untuk satuan Internasional (mm/sec).

Menurut Dupont untuk mengestimasi PPV, nilai k harus disesuaikan dengan

panjang dari stemming yang digunakan (tabel 2.1).

Tabel 2.1: Nilai Konstanta K Untuk Perhitungan PPV

No. Kondisi K

1. Underconfined 100

2. Normal Confinement 160

3. Overconfined 220

Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

2.8. Standard Vibrasi

Standart vibrasi adalah besar/kuat getaran yang diijinkan akibat dari

kegiatan peledakan dimana tidak melewaati batas aman. Ada beberapa

pihak/negara telah melakukan standarisasi vibrasi peledakan yaitu acuan kriteria

kerusakan, seperti :

1. Badan Standardisasi Nasional (SNI)

2. US Bereau of Mines (USBM)

3. Langefors, Kihlstrom Westerberg (1957)

4. Edwards & Northwood (1959)

5. Nicholls, Johnson & Duval (1971)

27
Adapun acuan kriteria kerusakan tersebut dapat dilihat pada tabel 2.4 dan

baku tingkat getaran peledakan terhadap bangunan berdasarkan SNI (tabel 2.2).

Tabel 2.2: Baku Tingkat Getaran Peledakan Terhadap Bangunan (SNI)

PVS PPV
Kelas Jenis Bangunan Frekuensi
(mm/s) (mm/s)
0-5 2
Bangunan kuno yang dilindungi undang- 5-20 3
1. 2
undang, benda cagar budaya.
20-100 5

0-5 3
Bangunan dengan pondasi bata dan
adukan semen saja termasuk bangunan 5-20 5
2. 3
dengan pondasi dari kayu dan lantainya
diberi adukan semen. 20-100 7

0-5 5
Bangunan dengan pondasi pasangan bata
3. dan aduka semen diikat dengan slope 4 5-20 7
beton. 20-100 12
0-5 7
Bangunan dengan pondasi pasangan bata
4. dan adukan semen slope beton kolom 7-20 5-20 12
dan rangka diikat dengan ring balok. 20-100 20

Bangunan dengan pondasi pasangan bata


5. dan adukan semen slope beton kolom 12-40 0-5 12
dan diikat dengan rangka baja.
Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

US Bureau of Mine memberikan rekomendasi berdasarkan pada kriteria

perpindahan dan kecepatan yang dikaitkan dengan frekuensi. Kriteria tersebut

oleh US Office of Surface Mining (OSM) dikelompokan menjadi 3, yaitu :

28
Tabel 2.3: Kriteria Pembatasan Kecepatan Partikel

Jarak Dari Titik Ledak Kecepatan Maksimum Yang Diinginkan


No.
(ft) (in/s)
1. ≤300 1,25
2. 301-5000 1,00
3. >5000 0,75
Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

Tabel 2.4: Acuan Kriteria Kerusakan

No. Acuan Standar Jenis Bangunan PPV (mm/s) Kerusakan


<20 No Damage
Plaster
20-40
Cracking
Minor
1. USBM Gedung/Perumahan 40-70
Damage
Major
>70 Damage To
Structure
No
<20 Noticiable
Damage
Fine Cracks
20-40 & Fall Of
Langefors,
Plaster
2. Kihlstrom Gedung/Perumahan
Cracking Of
Westerberg
Plaster &
40-70
Masonry
Walls
Serious
>70
Cracking
Save, No
<20
Edwards & Damage
3. Gedung/Perumahan 20-40 Caution
Northwoord
40-70 Damage
Nicholls, Save, No
≤20
4. Johnson & Gedung/Perumahan Damage
Duval >20 Damage
Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

29
BAB III

PEMBAHASAN

Pembahasan pada laporan ini di ambil dari penelitian Joris Pasang pada tahun

2012. Penelitian difokuskan pada pit B1L3 PT. Cipta Kridatama site PT. Multi

Harapan Utama Tenggarong-Kalimantan Timur.

3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian difokuskan pada pit B1L3 PT. Cipta Kridatama site PT.
Multi Harapan Utama Tenggarong-Kalimantan Timur. Hal ini dikarenakan lokasi
pit tersebut berdekatan langsung dengan pemukiman penduduk.

Pengukuran getaran setiap peledakan di pit B1L3 pada batuan yang mayoritas
III
merupakan batuan claystone menggunakan Blastmate .

Pengukuran dilakukan didekat rumah salah seorang warga kelurahan Loa

Ipuh Darat km.14. Jarak lokasi peledakan terhadap pemukiman yang terdekat

adalah 645 meter sedangkan yang terjauh adalah 925 meter.

Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

Gambar 3.1: Lokasi Pengukuran Getaran

Dari gambar diatas, terlihat lokasi pengukuran berada tepat disamping

rumah salah satu warga. Jika dihubungkan dengan SNI 7572:2010, maka tempat

30
lokasi pengukuran tersebut masuk dalam jenis bangunan kelas 2 yaitu bangunan

dengan pondasi kayu.

3.2. Pemboran Dan Peledakan

Pada pit B3L1 kegiatan pengeboran menggunakan alat bor Jun Jin SD-

1300E dengan diameter bit 5 inch atau 127 mm, dan menggunakan prinsip

pemboran rotary + botton hammer (Gambar 3.2). Pemboran di Pit B1L3 ini juga

dilakukan kontrol kedalaman lubang.

Jika jarak pemboran dengan pemukiman antara 200 – 500 meter,

kedalaman lubang bor di buat sekitar 4 m. Akan tetapi jika jarak >500 meter,

kedalaman lubang bisa dibuat sampai dengan 7 meter. Hal ini juga dilakukan

untuk kontrol vibrasi akibat peledakan. Semakin sedikit berat isian bahan peledak

maka vibrasi yang dihasilkan akan semakin kecil, akan tetapi dengan berat isian

yang sedikit dapat menghasilkan fragmentasi yang besar (boulder).

Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

Gambar 3.2: Alat Drill Jun Jin SD1300E Untuk Membuat Lubang Ledak

1. Pola Dan Arah Pemboran

Pola pemboran yang digunakan di Pit B1L3 adalah pola stagerred / zig-

zag. Pola ini dipakai untuk mendapatkan distribusi energi ledakan yang optimal

31
pada saat peledakan. Arah pemboran yang diterapkan adalah pemboran tegak,

dengan perbandingan jarak burden sebesar 5 - 6 meter dan spasi sebesar 6 meter.

Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

Gambar 3.3: Pola Pemboran Stagerred Yang Digunakan Dalam Peledakan

2. Pemakaian Bahan Peledak

Bahan peledak yang digunakan adalah heavy ANFO, yaitu campuran

daripada emulsi dengan ANFO dengan perbandingan 70% ANFO dan 30%

Emulsi dan pencampuran dilakukan pada Mobile Mixing Unit (MMU). Densitas

heavy ANFO adalah 1.21 gr/cc.

Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

Gambar 3.4: Mobile Mixing Unit (MMU) Digunakan Untuk Pencampuran Bahan

Peledak

32
3. Powder factor (PF)

Besarnya powder factor yang digunakan untuk pit B1L3 ditentukan sebesar 0,21
3
– 0,23 kg/m .

4. Perlengkapan peledakan

a. Pentolite Booster

b. Inhole delay 500ms dengan panjang 6 m dan 9 m

c. Surface delay 25ms dan 42ms dengan panjang 9 m dan 12 m

d. Detonator listrik dengan panjang lead wire 4 m untuk initiation point.

5. Peralatan peledakan

a. Blasting machine

b. Blasting ohm meter

c. Cangkul

d. Stick (digunakan untuk stemming)

e. Lead wire (gulungan kabel)

3.3. Geometri Peledakan

Desain geometri pola peledakan yang digunakan disesuaikan dengan

karakteristik batuan pada lokasi yang akan diledakkan dengan berpatokan pada

geometri peledakan yang telah digunakan PT. Cipta Kridatama site MHU.

Geometri peledakan yang diterapkan pada operasi peledakan adalah sebagai

berikut :

33
a. Burden (B)

Burden yang terapkan pada pit B1L3 adalah 5-6 meter.

b. Spacing

Spacing yang terapkan pada pit B1L3 adalah 6 meter.

c. Kedalaman Lubang Bor (H)

Kedalaman lubang yang terapkan pada pit B1L3 adalah 6-7 meter.

d. Stemming

Stemming yang digunakan pada operasi peledakan bervariasi, tergantung pada

kedalaman lubang (hole depth). Untuk pit B1L3 menggunakan stemming 3-4

meter.

Berikut adalah geometri peledakan yang digunakan pada bulan Mei dan Juni 2012 :

Tabel 3.1: Geometri Peledakan Bulan Mei 2012

Avg Sub Charge


Burden Spacing Stemming Tie-
No. Tanggal Depth drilling Weight Holes
(meter) (meter) (meter) up
(meter) (meter) (kg/hole)

1. 28-05-12 6 6 6,47 0,2 3,00 60,13 71 ZZ


2. 29-05-12 6 6 6,52 0,2 3,50 48,83 78 ZZ
Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012
NB : ZZ=Zig-za

34
Tabel 3.2: Geometri Peledakan Bulan Juni 2012

Avg Sub Charge


Burden Spacing Stemming Tie-
No. Tanggal Depth drilling Weight Holes
(meter) (meter) (meter) up
(meter) (meter) (kg/hole)
1. 01-06-12 6 6 6,43 0,2 2,50 74,14 50 RBR
2. 02-06-12 6 6 5,75 0,2 2,00 62,00 52 ZZ
3. 04-06-12 6 6 5,69 0,2 2,00 64,11 61 ZZ
4. 05-06-12 6 6 5,30 0,2 2,00 50,23 74 RBR
5. 06-06-12 6 6 6,53 0,2 2,50 60,76 67 RBR
6. 09-06-12 6 6 6,05 0,2 2,50 54,37 70 ZZ
7. 13-06-12 5 6 6,43 0,2 3,00 58,59 117 RBR
8. 15-06-12 6 6 4,43 0,2 2,00 37,81 80 RBR
9. 16-06-12 6 6 5,54 0,2 3,00 40,29 85 RBR
10. 17-06-12 6 6 6,59 0,2 3,50 27,63 38 RBR
11. 18-06-12 6 6 5,11 0,2 3,00 23,25 57 RBR
12. 19-06-12 5 6 6,33 0,2 3,50 48,66 79 RBR
13. 20-06-12 5 6 6,24 0,2 3,50 40,05 22 RBR
14. 26-06-12 5 6 5,88 0,2 3,00 41,20 130 RBR
Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012
NB : RBR=Row by row, ZZ=Zig-zag

3.4. Pola Rangkaian Peledakan

Zig-zag (staggered) dan row by row adalah pola rangkaian yang

digunakan di Pit B1L3. Pada proses peledakannya tidak dilakukan sekali

peledakan (jika lubang ledak banyak), melainkan dirangkai menjadi beberapa

kali inisiasi. Ini dilakukan untuk meminimalisir vibrasi yang dihasilkan pada

peledakan tersebut.

Penentuan perangkaian ini didasarkan pada arah gelombang hasil

peledakan dan bukan berdasarkan arah lemparan batuan yang pada umumnya

diterapkan pada tambang – tambang lain. Jika arah gelombang menuju ke

pemukiman, maka vibrasi yang dihasilkan pun akan semakin besar.

35
Perangkaian dibuat agar arah gelombang mejauhi pemukiman dengan

melakukan inisiasi dari lokasi dekat pemukiman. Dengan demikian arah

lemparan batuan akan mengarah ke pemukiman karena arah gelombang

bertolak belakang dengan arah lemparan batuan.

Salah satu kontrol vibrasi peledakan yang diterapkan pada peledakan di Pit

B1L3 dengan menggunaan system delay pada perangkaiannya. Dengan

penggunaan delay, maka dapat dipastikan jumlah lubang yang meledak perdelay

adalah satu lubang. Hal ini dilakukan agar vibrasi semakin kecil.

3.5. Pengukuran Ground Vibration

Pada penelitian di Pit B1L3 diperoleh data getaran setiap peledakan. Hampir

setiap kegiatan peledakan di Pit B1L3 dilakukan pada siang hari sekitar atau pada
III
jam istirahat (12.00-13.00). Alat ukur getaran yang digunakan adalah Blasmate

sedangkan untuk mengetahui jarak dari lokasi peledakan ke alat ukur getaran

digunakan GPS Garmin 60CSx.

Acuan yang digunakan untuk menentukan jarak pengukuran adalah rumah

warga terdekat dengan lokasi peledakan. Sebelum peledakan dilakukan, PT. Cipta

Kridatama melakukan perhitungan PPV secara teori dengan data – data peledakan

yang direncanakan.

Akan tetapi, hasil prediksi dengan aktual dilapangan sangat berbeda jauh.

Rumus yang digunakan adalah :

PPV = k( )-1,6

36
Dimana nilai K yang digunakan menurut satuan internasional (persamaan

2.7). Dengan menggunakan data tanggal 18 Juni 2012, hasil yang diperoleh dari

perhitungan secara teoritis kemudian dibandingkan dengan hasil secara aktual

terdapat perbedaan yang cukup jauh.

Berikut perbandingan perhitungan PPV antara teoritis dan hasil aktual :

 Perhitungan PPV dengan menggunakan K teoritis :

PPV = 1143( )-1,6

PPV = 0.445 mm/s

 Hasil pengukuran PPV secara aktual : 1.340 mm/s

Dengan melihat perbandingan perhitungan diatas maka hasilnya

dikategorikan aman dikarenakan nilainya tidak melewati nilai ambang batas

standar ground vibration yang ditetapkan oleh SNI yaitu 2 mm/s.

Selanjutnya prediksi ground vibration dihitung dengan menggunakan

nilai K secara teoritis. Dan hasil perhitungan dengan nilai ground vibration

actual tidak berbeda jauh. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel 3.3

dan tabel 3.4

37
Tabel 3.3: Hasil Perhitungan PPV prediksi untuk pola rangkaian row by row

Penggunaan Berat PPV PPV Akurasi


Jarak Powder
Tanggal Holes Bahan Isian Prediksi Aktual Prediksi Ket.
(meter) Factor
Peledak (kg) (kg) (mm/s) (mm/s) (%)
0,488 0,899 54,31 49 0,20
16-06-12 85 3425 40,29 810
0,488 0,883 55,30 36 0,20
17-06-12 38 1050 27,63 753 0,406 1,120 36,23 38 0,12
18-06-12 57 1325 23,25 652 0,445 1,340 33,21 57 0,13
0,642 0,784 81,91 54 0,26
19-06-12 79 3844 48,66 750
0,642 0,609 94,83 25 0,26
20-06-12 22 881 40,05 650 0,691 0,658 95,24 22 0,21
0,716 0,815 87,80 41 0,23
26-06-12 130 5356 41,20 645 0,716 0,667 93,21 40 0,23
0,716 1,120 63,89 49 0,23
Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

Tabel 3.4: Hasil Perhitungan PPV prediksi untuk pola rangkaian zig-zag

Penggunaan Berat PPV PPV Akurasi


Jarak Powder
Tanggal Holes Bahan Isian Prediksi Aktual Prediksi Ket.
(meter) Factor
Peledak (kg) (kg) (mm/s) (mm/s) (%)
0,624 0,634 88,50 24 0,26
28-05-12 71 4269 60,13 910 0,624 0,582 95,92 25 0,26
0,624 0,717 77,86 22 0,26
0,569 0,739 77,05 40 0,21
29-05-12 78 3809 48,83 810
0,569 0,781 72,91 38 0,21
0,755 0,883 85,35 27 0,30
02-06-12 52 3224 60,00 765
0,755 0,400 52,96 25 0,30
0,573 0,413 72,14 27 0,31
04-06-12 61 3911 64,11 925
0,573 0,575 99,57 34 0,31
09-06-12 70 3806 54,37 735 0,725 0,799 90,73 31 0,25
Sumber : Penelitian Joris Pasang, 2012

38
3.6. Analisa Data

Pada prinsipnya setiap kegiatan peledakan akan menghasilkan efek

peledakan yang dalam hal ini adalah ground vibration. Oleh sebab itu, perlu

dilakukan pengukuran dan perlakuan khusus terhadap efek-efek dari peledakan

tersebut. Pengukuran getaran harus dilakukan setiap kali peledakan dilaksanakan.

Hasil pengukuran yang telah dilakukan akan di analisis berdasarkan Badan

Standardisasi Nasioanal (SNI).

1. Analisis hasil pengukuran ground vibration terhadap geometri yang

digunakan. Dari pengukuran yang dilakukan selama di lapangan dengan

menggunakan alat Blastmate III, didapat bahwa ground vibration akibat

peledakan masih berada pada batas aman terhadap pemukiman / bangunan

berdasarkan SNI. Hal ini berarti geometri peledakan (Tabel 3.1, dan Tabel 3.2)

yang diterapkan selama kegiatan peledakan di Pit B1L3 sudah cukup bagus jika

dilihat dari getaran yang dihasilkan.

Getaran peledakan yang didapat selama bulan mei 100% masih berada

pada batas aman jika mengacu pada SNI. Getaran peledakan terbesar didapat pada

tanggal 9 Mei 2012 dengan jarak 725 meter yaitu 1,09 mm/s dimana berat

isiannya 54,76 kg. Pada bulan mei getaran peledakan di atas 1 mm/s hanya terjadi

sekali, jika dipersentasikan yaitu sekitar 5 %. Dengan hasil ini maka tidak

menimbulkan kerusakan sama sekali karena masih dibawah 2 mm/s sesuai dengan

batas aman yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional.

Pada bulan Juni, ground vibration yang didapat juga telah berada pada

batas aman yang diijinkan berdasarkan SNI. Getaran yang didapat paling besar

selama bulan Juni adalah 1,34 mm/s dengan kedalaman rata – rata lubang ledak

39
6,53 meter, pada jarak pengukuran 755 meter dan berat isian sebesar 60,76

kg/delay.

2. Analisis hasil pengukuran ground vibration terhadap pola rangkaian

peledakan yang digunakan. Pola rangkaian yang sering digunakan pada pit B1L3

adalah row by row dan zig-zag. Kedua pola yang digunakan ini cenderung tidak

menggunakan control row, karena pola ini hanya mengunakan 1 macam waktu

tunda dan hanya ada 1 lubang yang meledak secara bersamaan. Peledakannya

tidak dilakukan sekali peledakan, melainkan dirangkai menjadi beberapa kali

inisiasi tergantung jumlah lubang ledak.

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan dilapangan, untuk

rangkaian row by row didapat nilai getaran yang paling besar terjadi pada 18 Juni

2012 yaitu 1,34 mm/s dengan berat isian sebesar 23,25 kg/delay pada jarak 652

meter dan surface delay yang digunakan adalah 25 ms. Hasil pengukuran dapat

dilihat pada tabel 3.3.

Pada rangkaian zig-zag nilai getaran yang didapat relatif kecil dan tidak

ada yang mencapai nilai 1 mm/s. Nilai getaran yang terbesar adalah 0,883 mm/s

terjadi pada 2 Juni 2012 dengan jumlah muatan tiap lubang 60,00 kg dan jarak

pengukuran 765 meter dari lokasi peledakan, surface delay yang digunakan

adalah 67 ms. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 3.4.

Berdasarkan data-data yang telah didapat dan kemudian dilakukan

perhitungan, maka dari hasil pengolahan data tersebut dapat diprediksikan untuk

peledakan selanjutnya. Pada rangkaian row by row didapatkan hasil keakuratan

prediksi rata-rata sebesar 69,59 %, sedangkan untuk rangkaian zig-zag keakuratan

prediksi yaitu 81,27 %.

40
Dengan memperhatikan hasil persentase tersebut yang mempunyai

perbedaan yang sangat kecil, maka dapat disimpulkan bahwa kedua rangkaian

yang digunakan pada pit B1L3 sangat cocok. Hal ini dapat dilihat dari hasil

pengukuran pada jarak terdekat yaitu 645 meter getarannya 1,12 mm/s dengan

berat isian bahan peledak 41,20 kg, sedangkan pada jarak terjauh yaitu 925 meter

getaran yang dihasilkan 0,575 mm/s dengan berat isian 64,11 kg. Getaran yang

dihasilkan relatif kecil dan masih jauh dari ambang batas yang ditentukan,

sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang kecil sedikitpun pada bangunan-

bangunan yang berada tidak jauh dari lokasi peledakan tersebut.

41
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :

1. Pola pemboran dan peledakan yang digunakan di Pit B1L3 sangat terbatas

yaitu pola zig-zag dan row by row.

2. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan dilapangan, untuk rangkaian

row by row didapat nilai getaran yang paling besar terjadi pada 18 Juni 2012

yaitu 1,34 mm/s dengan berat isian sebesar 23,25 kg/delay pada jarak 652

meter dan surface delay yang digunakan adalah 25 ms.

3. Pada rangkaian zig-zag nilai getaran yang didapat relatif kecil dan tidak ada

yang mencapai nilai 1 mm/s. Nilai getaran yang terbesar adalah 0,883 mm/s

terjadi pada 2 Juni 2012 dengan jumlah muatan tiap lubang 60,00 kg dan

jarak pengukuran 765 meter dari lokasi peledakan, surface delay yang

digunakan adalah 67 ms.

4. Kedua rangkaian yang digunakan pada pit B1L3 sangat cocok. Hal ini dapat

dilihat dari hasil pengukuran pada jarak terdekat yaitu 645 meter getarannya

1,12 mm/s dengan berat isian bahan peledak 41,20 kg, sedangkan pada jarak

terjauh yaitu 925 meter getaran yang dihasilkan 0,575 mm/s dengan berat

isian 64,11 kg. Getaran yang dihasilkan relatif kecil dan masih jauh dari

ambang batas yang ditentukan, sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang

kecil sedikitpun pada bangunan-bangunan yang berada tidak jauh dari lokasi

peledakan tersebut.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2004, Pengukuran Vibrasi Peledakan, PAMA Persada Nusantara:

Banjarmasin

2. Badan Standarisasi Nasional Nomor SNI 7571:2010, Baku tingkat getaran

peledakan pada kegiatan tambang terbuka terhadap bangunan,

3. Baku Tingkat Getaran, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No:

Kep-49/MENLH/11/1996.

4. Mostafa Mohamed, 2010, Vibration Control, ISBN: 978-953-307-117-6,

InTech, Available from: http://www.intechopen.com/books/vibration-

control/vibration-control.

5. Pasang, Joris. 2012. Analisis Pengaruh Pola Peledakan Terhadap Tingkat

Getaran Tanah (Ground Vibration Level) pada pit B1L3 PT. Cipta

Kridatama site PT. Multi Harapan Utama Tenggarong-Kalimantan Timur.

UNMUL. Samarinda.

6. Pusdiklat TMB. 2004. Modul Juru Ledak kelas II. Bandung:DISTAMBEN RI

7. Revia Oktaviani. 2006. Jurnal Ground Vibration. ATVINDO: Samarinda.

8. Revia Oktaviani. 2012. Jurnal Analisis Uji Getaran Peledakan Pada

Tambang. UNMUL: Samarinda.

9. Silitonga Martahan, 1997, Teknik Peledakan, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Mineral: Bandung.

10. Wandaris David, P, 1996, Analisis Tingkat Getaran Bumi, Jurusan Teknik

Pertambangan, ITB: Bandung.

43
LAMPIRAN A

POLA PELEDAKAN CORNER CUT

44
LAMPIRAN B

POLA PELEDAKAN V-CUT

45
LAMPIRAN C

POLA PELEDAKAN BOX CUT

46

Anda mungkin juga menyukai