Anda di halaman 1dari 51

BAB V

GEOTEKNIK, HIDROLOGI DAN HIDROGEOLOGI

5.1 Geoteknik
Geoteknik merupakan salah satu dari banyak alat dalam perencanaan atau
design tambang. Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Republik Indonesia
Nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik
Pertambangan yang Baik, geoteknik tambang adalah pengelolaan teknis
pertambangan yang meliputi penyelidikan, pengujian contoh, dan pengolahan data
geoteknik serta penerapan rekomendasi geometri dan dimensi bukaan tambang,
serta pemantauan kestabilan bukaan lereng. Data geoteknik harus digunakan
secara benar dengan kewaspadaan dan asumsi-asumsi serta batasan-batasan yang
ada untuk dapat mencapai hasil seperti yang diinginkan. Sebelum menentukan
metode penambangan, baik secara open pit maupun underground mining, perlu
dilakukan analisis secara geoteknik. Faktor yang mempengaruhi keputusan
geoteknik ialah adanya ketidakselarasan struktur geologi, seperti pola-pola dari
patahan, rekahan, dan bidang perlapisan yang mendominasi perilaku batuan dalam
tambang terbuka karena terdapat gaya penahan yang kecil untuk mencegah
terjadinya luncuran dan adanya gaya tekan ke atas dari permukaan air yang
terdapat dari rekahan (tekanan air pori).
Mewujudkan Produksi Tambang yang Berkelanjutan dengan Menjaga
Kestabilan Lereng Ilmu Geoteknik sangat penting dalam dunia pertambangan
karena aktivitas penggalian pada tambang terbuka mineral dan batubara akan
selalu menghadapi permasalahan kestabilan lereng. Lereng-lereng tersebut dapat
berupa lereng tambang, lereng timbunan, serta lereng-lereng daerah infrastruktur
lainnya. Lereng-lereng yang ada harus dianalisis kestabilannya, baik pa da tahap
perancangan, penambangan, maupun pasca tambang, untuk mencegah bahaya
longsoran di waktu-waktu yang akan datang karena menyangkut keselamatan
kerja, keamanan peralatan dan benda-benda lainnya, serta keberlangsungan
produksi. 
Aktivitas penambangan mineral dan batubara di ruang terbuka yang berupa
penggalian dan penimbuan akan selalu menghadapi permasalahan kestabilan
lereng. Lereng tersebut adalah lereng tambang aktif, lereng timbunan
bijih/batubara (stockpile), lereng timbunan tanah penutup, dan lereng bangunan
infrastruktur seperti lereng jalan, lereng disekitar bangunan, dan lereng
bendungan. Lereng-lereng tersebut perlu dianalisis kestabilannya, baik pada tahap
perancangan, tahapan penambangan, maupun tahap pascatambang untuk
mencegah bahaya longsoran diwaktu-waktu yang akan datang karena hal ini
menyangkut keselamatan kerja, keamanan peralatan dan benda-benda lainnya
serta keberlangsungan produksi.

5.1.1 Akuisisi Data


Pengambilan atau akuisisi data di lapangan merupakan tahap pertama
dalam siklus analisis data geoteknik yang harus dilakukan dengan baik untuk
menjamin kualitas informasi yang direkam. Berikut merupakan data data yang
diperoleh dalam penelitian.

5.1.1.1 Jenis
Jenis data yang didapatkan berupa data lapangan dan data uji
laboratorium, data ini didapatkan dengan cara melakukan pemetaan dan
pengeboran pada bahan galian batubara dilokasi pertambangan atau
dilapangan yang berada di daerah kecamatan Laung Tuhup, kabupaten
Murung Raya, provinsi Kalimantan Tengah dengan menggunakan metode
tambang terbuka serta melakukan uji laboratorium dengan berbagai
macam uji lab sesuai peruntukannya.

5.1.1.2 Jumlah
Dari hasil pengambilan data dilapangan didapatkan 3 jumlah data
yang akan dipakai :
1. Data geologi batubara
2. Hasil pengujian laboratorium
3. Data struktur ( Dip dan Dip Direction )

5.1.1.3 Sebaran
Tabel 5.1 Data Collar
Hole_id X Y Z Depth
BOR1 253335.178 9972493.758 90 17
BOR2 253722.545 9972760.673 80 28
BOR3 254110.859 9973035.382 82.303 49
BOR4 253924.443 9973004.314 85 30.5
BOR5 253712.251 9972615.702 93.617 56.3
BOR6 253554.29 9972562.233 85 33
BOR7 253728.882 9972967.953 85 9
BOR8 253962.498 9973161.758 75 7.2
BOR9 254159.328 9973339.938 95 32.4
BOR10 253366.322 9972289.279 85 40
BOR11 254150.638 9973525.338 95 10
BOR12 254314.784 9973583.388 105 35
BOR13 254406.194 9973873.565 105 13
BOR14 254127.236 9973167.897 75 28.29
BOR15 253883.752 9972857.553 85 42.2
BOR16 253535.235 9972376.949 85 52
BOR17 254329.739 9973430.557 110.741 60.2
BOR18 253558.355 9972689.305 80 14
BOR19 254521.539 9973708.461 85 27.5
BOR20 254295.179 9973219.797 77.73 47.2
BOR21 254518.995 9973526.058 108.139 72
BOR22 254305.222 9973706.645 100 14

Tabel 5.2 Hasil Pengujian Laboratorium

Sudut
SudutGeser
Geser Kohesi
Kohesi Berat
BeratJenis
Jenis
Material
Material 2 2
UCS
UCS(Mpa)
(Mpa)
Dalam
Dalam(º)
(º) (kN/m
(kN/m2)) (kN/m
(kN/m2))

Soil
Soil 38.349
38.349 62.316
62.316 20
20 0.092
0.092
Sandstone
Sandstone 32.33
32.33 78
78 23.34
23.34 1.13
1.13
Claystone
Claystone 40.34
40.34 98
98 18.93
18.93 0.83
0.83
Coal
Coal 35
35 93
93 13.5
13.5 1.86
1.86
Sandstone
Sandstone 32.33
32.33 78
78 23.34
23.34 5.32
5.32
Coal
Coal 35
35 93
93 13.5
13.5 4.35
4.35
Claystone
Claystone 40.34
40.34 98
98 18.93
18.93 0.55
0.55
Tabel 5.3 Data Struktur Lokasi 1
Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction
56
56 18
18 65
65 220
220 48
48 355
355 63
63 34
34
66
66 23
23 73
73 21
21 46
46 77
77 52
52 265
265
55
55 20
20 75
75 15
15 52
52 77 66
66 45
45
63
63 354
354 62
62 77 64
64 33
33 55
55 44
44
52
52 265
265 67
67 18
18 46
46 73
73 76
76 77
71
71 49
49 74
74 266
266 52
52 35
35 66
66 38
38
73
73 35
35 66
66 10
10 42
42 73
73 59
59 50
50
74
74 46
46 74
74 21
21 63
63 34
34 50
50 40
40
71
71 345
345 71
71 37
37 59
59 355
355 41
41 285
285
79
79 77
77 47
47 317
317 43
43 320
320 60
60 345
345
58
58 67
67 49
49 265
265 56
56 66 59
59 30
30
66
66 99 51
51 267
267 56
56 257
257 64
64 55
69
69 235
235 27
27 22
22 52
52 55
55 57
57 322
322
54
54 77 70
70 355
355 39
39 30
30 62
62 333
333
66
66 354
354 61
61 29
29 67
67 348
348 59
59 329
329
66
66 18
18 51
51 351
351 53
53 352
352 74
74 90
90
61
61 30
30 63
63 88 60
60 25
25 76
76 86
86
65
65 99 63
63 344
344 67
67 348
348 73
73 15
15
75
75 288
288 50
50 92
92 37
37 355
355 72
72 280
280
46
46 41
41 60
60 273
273 68
68 265
265 56
56 14
14
Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction
60
60 268
268 54
54 345
345 25
25 165
165 15
15 222
222
72
72 346
346 47
47 269
269 22 180
180 14
14 106
106
69
69 344
344 49
49 35
35 66 118
118 18
18 255
255
56
56 66 69
69 22
22 88 175
175 17
17 75
75
53
53 21
21 76
76 40
40 99 184
184 10
10 42
42
60
60 342
342 71
71 265
265 25
25 197
197 72
72 345
345
62
62 265
265 44
44 349
349 55 204
204 75
75 271
271
55
55 267
267 57
57 32
32 15
15 216
216 40
40 75
75
40
40 350
350 62
62 40
40 15
15 42
42 55 32
32
53
53 49
49 65
65 29
29 20
20 22
22 99 93
93
63
63 35
35 59
59 18
18 15
15 216
216 66 125
125
62
62 352
352 40
40 268
268 25
25 22
22 55 245
245
44
44 351
351 70
70 54
54 27
27 216
216 41
41 175
175
55
55 270
270 65
65 267
267 17
17 216
216 56
56 339
339
59
59 355
355 50
50 255
255 39
39 120
120
43
43 353
353 20
20 21
21 75
75 282
282
49
49 245
245 35
35 11
11 57
57 340
340
63
63 45
45 60
60 14
14 20
20 45
45
38
38 77
77 18
18 15
15 78
78 339
339
65
65 344
344 20
20 16
16 40
40 279
279
Tabel 5.4 Data Struktur Lokasi 2
Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction
76
76 21
21 85
85 223
223 68
68 358
358 83
83 37
37
86
86 26
26 93
93 24
24 66
66 80
80 72
72 268
268
75
75 23
23 95
95 18
18 72
72 10
10 86
86 48
48
83
83 357
357 82
82 10
10 84
84 36
36 75
75 47
47
72
72 268
268 87
87 21
21 66
66 76
76 96
96 10
10
91
91 52
52 94
94 269
269 72
72 38
38 86
86 41
41
93
93 38
38 86
86 13
13 62
62 76
76 79
79 53
53
94
94 49
49 94
94 24
24 83
83 37
37 70
70 43
43
91
91 348
348 91
91 40
40 79
79 358
358 61
61 288
288
99
99 80
80 67
67 320
320 63
63 323
323 80
80 348
348
78
78 70
70 69
69 268
268 76
76 99 79
79 33
33
86
86 12
12 71
71 270
270 76
76 260
260 84
84 88
89
89 238
238 47
47 25
25 72
72 58
58 77
77 325
325
74
74 10
10 90
90 358
358 59
59 33
33 82
82 336
336
86
86 357
357 81
81 32
32 87
87 351
351 79
79 332
332
86
86 21
21 71
71 354
354 73
73 355
355 94
94 93
93
81
81 33
33 83
83 11
11 80
80 28
28 96
96 89
89
85
85 12
12 83
83 347
347 87
87 351
351 93
93 18
18
95
95 291
291 70
70 95
95 57
57 358
358 92
92 283
283
66
66 44
44 80
80 276
276 88
88 268
268 76
76 17
17
Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction Dip
Dip Dip
DipDirection
Direction
80
80 271
271 74
74 348
348 45
45 168
168 35
35 225
225
92
92 349
349 67
67 272
272 22
22 183
183 34
34 109
109
89
89 347
347 69
69 38
38 26
26 121
121 38
38 258
258
76
76 99 89
89 25
25 28
28 178
178 37
37 78
78
73
73 24
24 96
96 43
43 29
29 187
187 30
30 45
45
80
80 345
345 91
91 268
268 45
45 200
200 92
92 348
348
82
82 268
268 64
64 352
352 25
25 207
207 95
95 274
274
75
75 270
270 77
77 35
35 35
35 219
219 60
60 78
78
60
60 353
353 82
82 43
43 35
35 45
45 25
25 35
35
73
73 52
52 85
85 32
32 40
40 25
25 29
29 96
96
83
83 38
38 79
79 21
21 35
35 219
219 26
26 128
128
82
82 355
355 60
60 271
271 45
45 25
25 25
25 248
248
64
64 354
354 90
90 57
57 47
47 219
219 61
61 178
178
75
75 273
273 85
85 270
270 37
37 219
219 76
76 342
342
79
79 358
358 70
70 258
258 59
59 123
123
63
63 356
356 40
40 24
24 95
95 285
285
69
69 248
248 55
55 14
14 77
77 343
343
83
83 48
48 80
80 17
17 40
40 48
48
58
58 80
80 38
38 18
18 98
98 342
342
85
85 347
347 40
40 19
19 60
60 282
282

5.1.2 Analisis Geoteknik


Analisis Geoteknik dilakukan untuk dapat mengetahui stabilitas dan
daya dukung tanah dalam menerima beban struktur diatasnya, termasuk di
dalamnya mengidentifikasi perilaku dan sifat teknis tanah sebelum
Penambangan juga memprediksi perubahan perilaku dan sifat teknis tanah
setelah penambangan. Untuk melaksanakan analisa geoteknik, selain wajib
didukung penguasaan dalam hal ilmu mekanika teknik, mekanika tanah dan
pengalaman juga perlu didukung instrumen pendukung, yaitu: perangkat
lunak, software. Sebagai alat bantu guna melakukan analisis geoteknik dan
bahkan bisa disebut sebagai hal penting untuk mempermudah dan
meningkatkan ketelitian. Dalam analisis geoteknik terdapat beberapa hal
penting yang harus di analisis diantaranya yaitu tentang kemampugalian dan
kemampugaruan, serta kestabilan lereng.

5.1.2.1 Kemampugalian dan Kemampugaruan


Pemilihan metode yang digunakan dalam Analisis Kemampugalian
dan kemampugaruan ini mengacu pada grafik Pettifer. Pada grafik Pettifer
ini mempertimbangkan tipe dari peralatan ekskavasi dan persyaratan
parameter geologi teknik seperti kuat tekan uniaksial ( UCS ) dan indeks
kekuatan point load. Kedua parameter ini dirasa mudah dalam
pengamatannya baik di lapangan maupun di laboratorium. Grafik
penilaian metode ekskavasi berdasarkan nilai indeks point load dan spasi
diskontinuitas sesuai gambar di bawah ini.

Gambar 5.1 Grafik Pettifer


5.1.2.2 Kestabilan Lereng
Analisis kestabilan lereng keseluruhan bertujuan untuk
menentukan tingkat faktor kemanan dan probabilitas kelongsoran suatu
lereng dengan membuat model lereng pada sudut dan tinggi tertentu.
Dalam analisis kestabilan lereng ini data yang di perlukan diantaranya
kestabilan lereng data propertis material, data geometri lereng, data muka
air tanah, dan faktor gempa.Didalam operasi penambangan masalah
Kemantapan Lereng atau Kestabilan Lereng akan diketemukan pada
penggalian tambang terbuka (open pit maupun open cut), di tempat-tempat
penimbunan “overburden” dan bahan buangan (tailing disposal), di jalan-
jalan tambang, pemotongan dan “cover” terowongan, dan di penimbunan
bijih (stockyard), bendungan bendungan untuk cadangan air kerja. Apabila
lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit
slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan
(bendungan, jalan, dan lain lain) itu tidak stabil (tidak mantap) maka
kegiatan produksi akan terganggu. Oleh karena itu suatu analisis
kemantapan lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah
terjadinya gangguan gangguan terhadap kelancaran produksi maupun
terjadinya bencana yang fatal.
Tujuan analisis kemantapan lereng adalah sebagai berikut :
a. Mengerti perkembangan, bentuk lereng alamiah dan proses yang
bertanggung jawab terhadap berbagai ciri alamiah.
b. Menilai kemantapan lereng jangka pendek (sering selama
konstruksi) dan jangka panjang.
c. Menilai kemungkinan kelongsoran yang melibatkan lereng alamiah
.
d. Menganalisis kelongsoran dan mengerti mekanisme kelongsoran.
e. Memungkinkan rancangan ulang dari lereng yang telah runtuh dan
merencanakan serta merancang pengukuran pengobatan dan
pencegahan, jika diperlukan.
f. Mempelajari akibat pembebanan seismic terhadap lereng dan
timbunan.
Kemantapan Lereng terutama disebabkan oleh faktor hidrologi dan
faktor struktur bidang lemah batuan. Masalah kemantapan lereng pada
umumnya tergantung pada factor-faktor sebagai berikut :
a) Lokasi, arah, frekuensi, kekuatan dan karakteristik dari bidang-
bidang lemah.
b) Keadaan tegangan alamiah dalam massa batuan/tanah.
c) Konsentrasi lokal dari tegangan.
d) Karakteristik mekanik dari massa batuan/tanah
e) Iklim terutama jumlah hujan untuk di daerah tropis.
f) Geometri lereng.

5.1.3 Rekomendasi Lereng


5.1.3.1 Rekomendasi Penggalian dan Penggaruan
Berdasarkan hasil penelitian yang mengacu pada grafik pettifer,
Hasil dari pengukuran didapatkan fracture index pada blok kecil dan Point
Load Index = 0,0877 Mpa. Nilai Point Load Index berasal dari :
23 Is = UCS
23 Is = 2,0188 MPa
Is = 0,0877 MPa
sehingga massa batuan bersifat (susah digali) dimana Excavability
Assesment Hard Digging dan Machine Selection
Gambar 5.2 Nilai Indexs Excavability

5.1.3.2 Rekomendasi Geometri dan Dimensi Lereng


Geometri lereng harus dirancang dengan mempertimbangkan aspek
geoteknik untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya longsoran dan
mengoptimalkan produksi. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis kestabilan
lereng untuk mengevaluasi apakah desain rencana geometri lereng sudah
memenuhi kriteria kestabilan lereng dan berikut hasil dari penentuan jenis
potensi longsoran pada 2 lokasi pertambangan :
A. Struktur lokasi 1
Didapatkan dua diskontinuitas untuk JS1 dengan kedudukan umum
57º, N 3º E dan JS2 dengan kedudukan umum 57º, N 341º E serta
untuk face orientasi lereng 61º, N 131º E. Berdasarkan permodelan
yang di lakukan menggunakan software Dips di dapatkan hasil sebagai
berikut:
1) Analisis Kinematik Longsoran Bidang
Pada hasil analisis didapatkan kemungkinan terjadinya planar
sliding sebesar 0,00 %. Hasil analisis dari software Dips ini
menunjukkan bahwa lereng tidak memiliki resiko terjadinya longsor
tipe planar sliding. Anilisis kinematik dari longsoran planar
slidingdapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 5.3 Output analisis kinematic planar sliding


2) Analisis Kinematik Longsoran Baji
Pada hasil analisis didapatkan kemungkinan terjadinya wedge
sliding sebesar 0,00 %. Hasil analisis dari software dips ini
menunjukkan bahwa lereng tidak memiliki resiko terjadinya longsor
tipe wedge sliding. Anilisis kinematik dari longsoran wedge sliding
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 5.4 Output analisis kinematic wedge sliding
3) Analisis Kinematik Longsoran Guling
Pada hasil analisis didapatkan kemungkinan terjadinya direct
toppling sebesar 0,00 %. Hasil analisis dari software dips ini
menunjukkan bahwa lereng tidak memiliki resiko terjadinya longsor
tipe direct toppling. Anilisis kinematik dari longsoran direct toppling
dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 5.5 Output analisis kinematic direct toppling


Maka dapat disimpulkan pada struktur lokasi 1 kondisi lereng
aman dan longsoran tidak dapat terjadi karena syarat kinematik untuk
terjadi longsoran tidak terpenuhi.
B. Struktur Lokasi 2
Didapatkan tiga diskontinuitas untuk , JS1 dengan kedudukan
umum 78º, N 28º E; JS2 78º, N 10º E; JS3 80º, N 347º E dan face
orientasi lereng 61º, N 131º E. Berdasarkan Permodelan yang di
lakukan menggunakan software Dips di dapatkan hasil sebagai berikut:
1) Analisis Kinematik Longsoran Bidang
Pada hasil analisis didapatkan kemungkinan terjadinya planar
sliding sebesar 0,00 %. Hasil analisis dari software Dips ini
menunjukkan bahwa lereng tidak memiliki resiko terjadinya longsor
tipe planar sliding. Anilisis kinematik dari longsoran planar sliding
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 5.6 Output analisis kinematic planar sliding


2) Analisis Kinematik Longsoran Baji
Pada hasil analisis didapatkan kemungkinan terjadinya wedge
sliding sebesar 0,00 %. Hasil analisis dari software Dips ini
menunjukkan bahwa lereng tidak memiliki resiko terjadinya longsor
tipe wedge sliding. Anilisis kinematik dari longsoran wedge sliding
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 5.7 Output analisis kinematic wedge sliding
3) Analisis Kinematik Longsoran Guling
Pada hasil analisis didapatkan kemungkinan terjadinya direct
toppling sebesar 0,78 %. Hasil analisis dari software Dips ini
menunjukkan bahwa lereng tidak memiliki resiko terjadinya longsor
tipe direct toppling. Anilisis kinematik dari longsoran direct toppling
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 5.8 Output analisis kinematic direct toppling


Maka dapat disimpulkan pada struktur lokasi 2 kondisi lereng aman
dan longsoran tidak dapat terjadi karena syarat kinematik untuk terjadi
longsoran tidak terpenuhi.
5.1.3.3 Rekomendasi Faktor Keamanan Statis dan Dinamis,
Probabilitas Longsor dan Tingkat Keparahan Longsor
Untuk mendapatkan nilai faktor keamanan, dibutuhkan data
property material (material properti) dimana terdapat nilai Unit Weight,
nilai kohesi dan nilai sudut dalam batuan berdasarkan uji laboratorium.
Kemudian data diolah menggunakan software Slide dengan menggunakan
strength type Mohr Colomb dan didapatkan hasil analisis factor keamanan
(FK) single slope dan overall slope di dapatkan nilai FK pada perhitungan
single slope seperti pada tabel berikut :
Tabel 5.5 FK Single Slope
Material Sudut FK
38 5.247
Coal 40 5.174
45 4.978
38 4.634
Claystone 40 4.554
45 4.226
38 3.27
Sandstone 40 3.171
45 2.947
38 3.1
Soil 40 2.992
45 2.78

Untuk menentukan nilai FK overall slope, digunakan metode/cara yang


sama dengan pembuatan single slope dengan sudut single slope percobaan
diambil yaitu 38,40, dan 45. Sedangkan untuk tinggi single slope yaitu 8
meter dengan sudut jenjanh berm yaitu dipilih 8 dan 4 untuk masing-
masing sudut. Dan dari hasil perhitungan didapatkan FK overall slope
seperti tabel berikut :

Tabel 5.6 FK Overall Slope


Sudut Single Slope Sudut Overall Tinggi Total Jenjang (m) Lebar Jenjang (m) FK
38 25 70 8 1.495
40 26 70 8 1.442
45 28 70 8 1.384
38 29 70 4 1.28
40 31 70 4 1.239
45 34 70 4 1.148

Berdasarkan perhitungan diatas, kemudian ditentukan nilai FK


untuk overall slope berdasarkan pada Keputusan Menteri ESDM Republik
Indonesia Nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik yang sesuai tabel dibawah ini :
Tabel 5.7 Nilai Faktor Keamanan dan Probabilitas Longsor Lereng
Tambang

Dipilih nilai FK statis dengan kriteria keparahan longsor rendah.


Nilai FK terpilih adalah 1,28 dengan sudut single slope 38 derajat, sudut
overall slope 29 derajat, lebar jenjang 4 meter dan tinggi jenjang 8 meter.
Adapun dari hasil deskripsi perhitungan FK single slope dan overall slope
yang telah diolah dalam software Slide dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
Gambar 5.9 Model Overall Slope
Dilakukan juga perhitungan pada low wall dengan nilai FK terpilih
adalah 1,28 dengan sudut single slope 38 derajat, sudut overall slope 25
derajat, lebar jenjang 4 meter, tinggi jenjang 8 meter dan tinggi overall
slope 70 meter. Hasil deskripsi perhitungan FK single slope dan overall
slope yang telah diolah dalam software Slide dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.

Gambar 5.10 Model Geometri Low Wall

5.2 Hidrologi dan Hidrogeologi


Sistem penambangan yang dilakukan di Kecamatan Lawang Tuhup,
Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah adalah tambang terbuka.
Kegiatan penambangan seperti ini kondisi kerja sangat dipengaruhi oleh keadaan
cuaca. Curah hujan yang tinggi pada musim penghujan mengakibatkan
terganggunya proses penambangan. Hal ini jika tidak ditangani dengan benar
dapat berpengaruh terhadap kondisi kerja di permukaan kerja (front
penambangan) dan dapat mengganggu aktivitas penambangan. Saat terjadi hujan
kondisi tempat kerja menjadi basah dan becek, kondisi kerja tersebut dalam
kenyataannya sering menimbulkan masalah terutama pada kegiatan penggalian
dan pengangkutan. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan sistem
penyaliran tambang yang memadai. Sistem penyaliran tambang yang ada selama
ini meliputi kegiatan pemompaan untuk mengalirkan air tambang dari bukaan
tambang ke saluran terbuka yang kemudian dialirkan ke kolam pengendapan,
mengalirkan pola air limpasan disekitar bukaan tambang menuju kolam
pengendapan.
5.2.1 Akuisisi Data
Pengambilan atau akuisisi data di lapangan merupakan tahap pertama
dalam siklus Analisis Hidrologi-Hidrogeologi yang harus dilakukan dengan
baik untuk menjamin kualitas informasi yang direkam. Berikut merupakan
data data yang diperoleh dalam penelitian.

5.2.1.1 Jenis
Jenis data yang didapatkan berupa data curah hujan perhari dan
perbulan yang ada di daerah kecamatan Laung Tuhup, kabupaten Murung
Raya, provinsi Kalimantan Tengah. Data yang digunakan dalam
perhitungan adalah data curah hujan 10 tahun yang diperoleh dari BPS
Kabupaten Murung Raya.

5.2.1.2 Jumlah
Dari hasil pengambilan data dari BPS kabupaten Murung Raya
diperoleh data curah hujan perhari dan perbulan selama 10 tahun
5.2.1.3 Sebaran Data
Tabel 5.8 Data Curah Hujan Per Bulan
Curah
CurahHujan,
Hujan,Sifat
SifatHujan,dan
Hujan,danHari
HariHujan
HujandidiKabupaten
KabupatenMurung
MurungRaya
Raya
Bulan
Bulan Curah
CurahHujan
Hujan(mm/bulan)
(mm/bulan)
2019
2019 2018
2018 2017
2017 2016
2016 2015
2015 2014
2014 2013
2013 2012
2012 2011
2011 2010
2010
Januari
Januari 432
432 147
147 268
268 245
245 433
433 231
231 279
279 245
245 231
231 433
433
Februari
Februari 359
359 392
392 8080 484
484 338
338 280
280 600
600 484
484 280
280 338
338
Maret
Maret 385
385 420
420 208
208 321
321 249
249 185
185 270
270 321
321 185
185 249
249
April
April 286
286 455
455 242
242 521
521 296
296 338
338 357
357 521
521 338
338 296
296
Mei
Mei 198
198 516
516 380
380 394
394 168
168 263
263 354
354 394
394 263
263 168
168
Juni
Juni 146
146 129
129 142
142 115
115 202
202 293
293 8989 115
115 293
293 202
202
Juli
Juli 160
160 128
128 492
492 121
121 5252 9292 355
355 121
121 9292 5252
Agustus
Agustus 170
170 5050 392
392 153
153 158
158 126
126 8787 153
153 126
126 158
158
September
September 2626 6161 5555 236
236 66 3333 144
144 236
236 3333 66
Oktober
Oktober 272
272 266
266 178
178 341
341 45
45 88
88 140
140 341
341 88
88 45
45
November
November 9696 416
416 631
631 352
352 565
565 295
295 207
207 352
352 295
295 565
565
Desember
Desember 404
404 305
305 353
353 207
207 546
546 441
441 263
263 207
207 441
441 546
546
Maksimum
Maksimum 432
432 516
516 631
631 521
521 565
565 441
441 600
600 521
521 441
441 565
565
Minimum
Minimum 2626 5050 5555 115
115 66 3333 8787 115
115 3333 66
Rata-rata
Rata-rata 244.5
244.5 273.75
273.75 285.0833333
285.0833333 290.8333333
290.8333333 254.8333333
254.8333333 222.0833333
222.0833333 262.0833333
262.0833333 290.8333333
290.8333333 222.0833333
222.0833333 254.8333333
254.8333333

Tabel 5.9 Data Curah Hujan Per Hari


Curah
CurahHujan,
Hujan,Sifat
SifatHujan,
Hujan,dan
danHari
HariHujan
HujandidiKabupaten
KabupatenMurung
MurungRaya
Raya
Bulan
Bulan Curah
CurahHujan
Hujan(mm/hari)
(mm/hari)
2019
2019 2018
2018 2017
2017 2016
2016 2015
2015 2014
2014 2013
2013 2012
2012 2011
2011 2010
2010
Januari
Januari 14.10526316
14.10526316 9.1875
9.1875 22.73684211
22.73684211 15.4
15.4 18.04166667
18.04166667 12.89473684
12.89473684 7.5
7.5 99 7.9
7.9 7.5
7.5
Februari
Februari 5.333333333
5.333333333 17.04347826
17.04347826 17.9517.95 2020 17.78947368
17.78947368 17.28571429
17.28571429 21.8 21.8 16.7
16.7 1010 12.1
12.1
Maret
Maret 9.454545455
9.454545455 19.09090909
19.09090909 19.2519.25 8.80952381
8.80952381 13.83333333
13.83333333 13.375 13.375 8.7
8.7 10.4
10.4 66 88
April
April 12.1
12.1 19.7826087
19.7826087 14.3
14.3 14.69565217
14.69565217 16.44444444
16.44444444 27.42105263
27.42105263 11.9 11.9 17.4
17.4 11.3
11.3 9.9
9.9
Mei
Mei 15.83333333
15.83333333 24.57142857
24.57142857 12.375
12.375 15.47058824
15.47058824 1212 20.73684211
20.73684211 11.7 11.7 12.7
12.7 8.5
8.5 5.4
5.4
Juni
Juni 7.1
7.1 9.214285714
9.214285714 6.636363636
6.636363636 13.31818182
13.31818182 13.46666667
13.46666667 6.764705882
6.764705882 33 3.8
3.8 9.8
9.8 6.7
6.7
Juli
Juli 25.89473684
25.89473684 9.142857143
9.142857143 22.85714286
22.85714286 9.2
9.2 8.666666667
8.666666667 10.08333333
10.08333333 11.5 11.5 3.9
3.9 33 1.7
1.7
Agustus
Agustus 17.04347826
17.04347826 6.25
6.25 1717 8.4
8.4 31.6
31.6 15.3
15.3 2.9
2.9 5.1
5.1 4.2
4.2 5.3
5.3
September
September 4.583333333
4.583333333 6.777777778
6.777777778 8.666666667
8.666666667 8.25
8.25 33 13.88235294
13.88235294 4.6
4.6 7.6
7.6 1.1
1.1 0.2
0.2
Oktober
Oktober 14.83333333
14.83333333 15.64705882
15.64705882 20.92307692
20.92307692 8.8
8.8 99 14.20833333
14.20833333 4.7
4.7 11.4
11.4 2.9
2.9 1.5
1.5
November
November 22.53571429
22.53571429 18.90909091
18.90909091 6.857142857
6.857142857 18.4375
18.4375 24.56521739
24.56521739 16.76190476
16.76190476 6.7
6.7 11.4
11.4 9.5
9.5 18.2
18.2
Desember
Desember 19.61111111
19.61111111 13.86363636
13.86363636 20.2
20.2 16.96153846
16.96153846 23.73913043
23.73913043 8.625 8.625 8.8
8.8 6.9
6.9 14.7
14.7 18.2
18.2
Minimum
Minimum 4.583333333
4.583333333 6.25
6.25 6.636363636
6.636363636 8.25
8.25 33 6.764705882
6.764705882 2.9
2.9 3.8
3.8 1.1
1.1 0.2
0.2
Maksimum
Maksimum 25.89473684
25.89473684 24.57142857
24.57142857 22.85714286
22.85714286 2020 31.6
31.6 27.42105263
27.42105263 21.8
21.8 17.4
17.4 14.7
14.7 18.2
18.2
Rata-rata
Rata-rata 14.03568187
14.03568187 14.12338595
14.12338595 15.81268625
15.81268625 13.14524871
13.14524871 16.01221661
16.01221661 14.77824801
14.77824801 8.65
8.65 9.691666667
9.691666667 7.408333333
7.408333333 7.891666667
7.891666667
Standar
StandarDeviasi
Deviasi 6.70690111
6.70690111 5.945966631
5.945966631 5.956692373
5.956692373 4.287507221
4.287507221 7.880202164
7.880202164 5.531772287
5.531772287 5.248809389
5.248809389 4.531798426
4.531798426 4.027058104
4.027058104 5.932416085
5.932416085
Total
TotalStandar
StandarDeviasi
Deviasi 5.604912379
5.604912379
Rata-rata
Rata-rataCH
CHmaks
maks 22.44443609
22.44443609

5.2.2 Analisis Hidrologi dan Hidrologi


Analisis hidrologi digunakan untuk menentukan besarnya debit banjir
rencana pada suatu perencanaan bangunan air. Data untuk penentuan debit
banjir rencana ini adalah data curah hujan, dimana curah hujan merupakan
salah satu dari beberapa data yang dapat digunakan untuk memperkirakan
besarnya debit banjir rencana. Data curah hujan dan hari hujan dari
pengumpulan data dari tahun 2010 – 2019 untuk penyelidikan Hidrologi, yang
dimana akan mengetahui curah hujan yang tinggi dengan hari hujan.

5.2.2.1 Hidrologi
Siklus hidrologi yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke
atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang
tidak pernah habis, air akan tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk,
dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk lain.
Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses
siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi,
kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu,
hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Siklus hidrologi secara
alamiah dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 5.11 Siklus Hidrologi


Pada umumnya proses yang berkaitan dengan daur air mempunyai
sifat periodik terhadap ruang dan waktu dan tergantung pada pergerakan
bumi terhadap matahari serta rotasi bumi pada porosnya. Desa Ajoeng,
Kecamatan Lawang Tuhup, Kabupaten 55 Murung Raya, Provinsi
Kalimantan Tengah memiliki iklim tropis yang ditandai dengan adanya
pergantian dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Upaya penyaliran air menuju sumuran akan mencegah genangan
air didaerah penggalian atau front kerja. Air yang berada pada front kerja
akan mengganggu kegiatan penambangan batunapal yang direncanakan.
Gangguan ini dapat berupa kurangnya kekuatan material karena adanya air
di front kerja atau dapat menyebabkan kondisi kerja yang tidak aman.
Kumpulan data hidrologi dapat disusun dalam bentuk daftar atau
tabel. Sering pula daftar atau tabel tersebut disertai dengan gambar-gambar
yang biasa disebut diagram atau grafik, dan dapat disajikan dalam bentuk
peta tematik, seperti peta curah hujan dan peta tinggi muka air dengan
maksud supaya lebih dapat menjelaskan tentang persoalan yang dipelajari.
Analisis hidrologi digunakan untuk menentukan besarnya debit
banjir rencana pada suatu perencanaan bangunan air. Data untuk
penentuan debit banjir rencana ini adalah data curah hujan, dimana curah
hujan merupakan salah satu dari beberapa data yang dapat digunakan
untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana. Data curah hujan dan
hari hujan dari pengumpulan data dari tahun 2010 – 2019 untuk
penyelidikan Hidrologi, yang dimana akan mengetahui curah hujan yang
tinggi dengan hari hujan.
A. Analisis Data Curah Hujan
Curah hujan merupakan jumlah air hujan yang jatuh per satuan
luas wilayah, dinyatakan dalam satuan mm yang berarti jumlah air
yang jatuh pada satu satuan luas tertentu. Jadi 1 mm berarti pada luas
1 m2 jumlah air yang jatuh sebanyak 1 liter atau sedalam air 1 mm
pada luas 1 m2. Curah hujan yang relatif tinggi pada wilayah
Indonesia berakibat pentingnya penanganan air hujan yang baik agar
produktifitas tambang tidak menurun.
Pengolahan data curah hujan ini dimaksudkan untuk
mendapatkan data curah hujan yang siap pakai untuk suatu sistem
penyaliran dan besarnya nilai curah hujan rencana dan intensitas
curah hujan di Desa Ajoeng. Pengolahan data ini dapat dilakukan
dengan beberapa metode, salah satunya adalah metode Gumbell,
yaitu suatu metode yang didasarkan atas distribusi normal (distribusi
harga ekstrim).
Curah hujan sangat berpengaruh terhadap sistem penyaliran
tambang, karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi
jumlah air yang harus 56 ditampung di bukaan tambang. Data curah
hujan diperoleh dari Badan Pusat Statistik, yaitu dari tahun 2010
sampai tahun 2019.
1. Penentuan harga rata-rata tinggi hujan maksimum
Xi
𝒙=
n
Keterangan :
X = Rata-rata tinggi hujan maksimum (mm/24 jam).
Xi = Jumlah hujan maksimum n data (mm/24 jam).
n = Jumlah data.
2. Penentuan curah hujan rencana dengan menggunakan “Distribusi
Gumbell”.
Penentuan curah hujan rencana dengan menggunakan cara
partial (partial series anality). Cara ini dilakukan dengan
menentukan ambang batas curah hujan harian
maksimum.Perhitungannya dapat dilakukan dengan persamaan
berikut :
𝑿𝒕 = 𝑿 + 𝒌. 𝑺
𝒌 = (𝒀 − 𝒀𝒏) / 𝑺𝒏
Keterangan :
Xt = Curah hujan rencana (mm/hari)
k= Reduced variante factor
𝑋̅ = Curah hujan rata-rata (mm/hari) (𝑋̅ = ∑ 𝑥𝑖 / 𝑛 )
Y = Reduced variante (– 𝑙𝑜𝑔 {−𝑙𝑜𝑔 [ (𝑇−1) / 𝑇 ]})
Yn = Reduced mean (−𝑙𝑜𝑔 {−𝑙𝑜𝑔 [ (𝑛+1−𝑚) / (𝑛+1) ]}
Sn = Reduced standard deviation (𝑆𝑛 = √ ∑(𝑌𝑛−𝑌𝑛̅)̅ 2 / 𝑛−1 )
S = Standard deviation (𝑆 = √ ∑(𝑥𝑖−𝑥̅) 2 / 𝑛−1 )
3. Periode Ulang.
Curah hujan akan menunjukkan suatu kecendrungan
pengulangan. Hal ini terlihat data yang analisis mencakup suatu
jangka panjang. Sehubungan denganhal tersebut dalam analisis
curah hujan dikenal istilah periode kemungkinan ulang (return
period), yang berarti kemungkinan/probabilitas 57 periode
terulangnya suatu tingkatan curah hujan tertentu. Dalam
perancangan bangunan air atau dalam hal ini sarana penyaliran
tambang salah satu kriteria perancangan adalah hujan rencana,
yaitu curah hujan dengan periode ulang tertentu atau
kemungkinan akan terjadi sekali dalam suatu jangka waktu
tertentu. Perhitungannya dapat dilakukan dengan persamaan
berikut :
Rh = 𝟏 − (𝟏 − 𝟏 𝑻𝒓 )n %

Keterangan :
Rh = Resiko Hidrologi (%).
Tr = Periode Ulang Hujan (tahun).
n = Umur Tambang (tahun).
Perhitungan Curah hujan rencana, Periode ulang dan Resiko
Hidrologi dapat dilihat pada Lampiran
4. Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu,
yang dinyatakan dalam mm/jam. Intensitas curah hujan diperoleh
dari perhitungan dengan menggunakan rumus Mononobe.
Penentuan intensitas curah hujan dimaksudkan untuk
mendapatkan kurva durasi yang nantinya dapat dipakai sebagai
dasar perhitungan debit air limpasan hujan daerah penelitian.
Nilai dari intensitas curah hujan selanjutnya akan digunakan
dalam perhitungan debit air yang masuk ke dalam bukaan
tambang. Perhitungannya dapat dilakuka n dengan persamaan
berikut :
Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam).
T = Lama waktu hujan atau waktu konstan (jam).
R24 = Curah hujan maksimum (mm).
Setelah didapatkan nilai curah hujan berdasarkan perhitungan
diatas maka didapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelas
berdasarkan nilai intensitas curah hujan.

Tabel 5.10 Klasifikasi Curah Hujan Berdasarkan Intensitas Curah


Hujan

5. Daerah Tangkapan Hujan


Daerah tangkapan hujan adalah daerah yang merupakan batas
dimana curah hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan
terkumpul di tempat terendah pada daerah tersebut. Penentuan
daerah tangkapan hujan didasarkan pada peta topografi daerah
yang akan diteliti, daerah tangkapan hujan dibatasi oleh
punggungan-punggungan bukit yang memiliki ketinggian paling
tinggi diantara daerah sekelilingnya.
Air yang jatuh kepermukaan sebagian meresap kedalam tanah
sebagian ditahan oleh tumbuhan dan sebagian lagi akan mengisi
liku-liku permukaan bumi kemudian mengalir ketempat yang
lebih rendah.
Semua air yang mengalir dipermukaan belum tentu menjadi
sumber air dari suatu sistem penyaliran. Kondisi ini tergantung
dari daerah tangkapan hujan dan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain kondisi topografi, rapat tidaknya vegetasi serta
keadaan geologi.
Dalam pembagian daerah tangkapan hujan dilakukan dengan
pengamatan langsung di lapangan dan pengamatan pada peta
topografi daerah penambangan. Pengamatan langsung di
lapangan bertujuan untuk mengetahui arah aliran limpasan air
dan permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya aliran limpasan,
sehingga nantinya dapat didesain suatu sistem penyaliran yang
dapat mengatasi permasalahan yang ada. Pengamatan pada peta
topografi dimaksudkan untuk menentukan area yang lebih tinggi
dan memiliki kemungkinan untuk menampung air hujan yang
akan mengalir ke lokasi tambang.
Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yang dapat
mengakibatkan air limpasan permukaan mengalir kesuatu tempat
(daerah penambangan) yang lebih rendah. Penentuan luas daerah
tangkapan hujan berdasarkan peta topografi daerah yang akan
diteliti . Dari hasil pengamatan langsung di lapangan terhadap
kemungkinan arah aliran air limpasan dan bentuk permukaan
bumi pada lokasi di peta topografi, maka lokasi penambangan
dengan daerah tangkapan hujan dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 5.11 Luas Daerah Tangkapan Hujan
Tahun Luas DTH ( km² )
1 0.6737
2 1.2503
3 1.2503
4 1.2503
5 1.2503
Total 4.42
6. Debit Limpasan
Air limpasan (surface run off) adalah bagian curah hujan yang
mengalir diatas permukaan tanah yang akan masuk ke parit-parit
dan selokan-selokan yang kemudian bergabung menjadi anak
sungai dan akhirnya menjadi aliran sungai menuju danau maupun
laut (Asdak, 1995). Aliran tersebut terjadi karena air hujan yang
mencapai permukaan tanah tidak terinfiltrasi akibat intensitas
hujan melampaui kapasitas infiltrasi atau faktor lain, seperti
kemiringan lereng, bentuk dan kekompakan permukaan tanah
serta vegetasi (Arsyad, 1989).
Disamping itu, air hujan yang telah masuk kedalam tanah
kemudian keluar lagi kepermukaan tanah dan mengalir kebagian
yang lebih rendah (Sri Harto, 1985). Didaerah pegunungan
(bagian hulu DAS) limpasan permukaan dapat masuk ke sungai
lebih cepat yang dapat menyebabkan debit sungai meningkat.
Apabila debit sungai lebih besar dari kapasitas sungai untuk
mengalirkan debit maka akan terjadi luapan pada tebing sungai
sehingga terjadi banjir.
Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukkan
perbandingan besarnya limpasan permukaan dengan intensitas
curah hujan yang terjadi pada daerah tangkapan hujan. Koefisien
limpasan tiap-tiap daerah berbeda, tergantung pada sifat fisik
batuan, topografi, daerah dan tataguna lahan. Penentuan
koefisien limpasan di daerah penambangan dipengaruhi oleh
macam permukaannya, dimana tiap permukaan mempunyai
koefisien limpasan yang berbeda. Manning membagi nilai
koefisien limpasan berdasarkan kemiringanlahan dan kegunaan
lahannya. Nilai koefisien tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7
berikut ini :
Tabel 5.12 Nilai Koefisien Limpasan

Perhitungan koefisien limpasan pada daerah tangkapan hujan


adalah sebagai berikut :
Koefisien limpasan = 0,9
Perhitungan debit air limpasan dilakukan dengan menggunakan
rumus rasional sebagai berikut.
QMaks = 0,278 x C x I x A
Keterangan:
Qmaks = debit air limpasan maksimum (m3 /detik)
C = koefisien air limpasan
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah tangkapan hujan (km2 )
Bila curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka besarnya
limpasan permukaan akan segera meningkat sesuai dengan
peningkatan intensitas curah hujan. Banyaknya air limpasan
tergantung beberapa faktor, sehingga tidak semua air hujan yang
jatuh ke permukaan bumi akan menjadi sumber air limpasan.
7. Debit Air Hujan
Beberapa sumber air yang masuk pada bukaan tambang
diantaranya, air hujan,air limpasan dan air tanah. Namun pada
penelitian di Desa Degan, sumber air dari air tanah diabaikan.
Perhitungan debit air hujan yang masuk langsung ke 61 bukaan
tambang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut sebagai berikut :
Q = Xt x A
Keterangan :
Q = Debit air (m3/s)
Xt = Curah hujan rencana (mm/hari)
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)
Berdasarkan Luas Bukaan Tambang setiap tahunnya maka dapat
dihitung Debit Curah Hujan setiap tahunnya. Hasil perhitungan
debit curah hujan dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini :
Tabel 5.13 Debit Air Hujan Hasil Perhitungan
Tahun Debit Air Hujan (m³/s)
1 14.59417
2 27.08617
3 27.08617
4 27.08617
5 27.08617
Total 122.94
8. Evapotrasnpirasi
Evaprotrasnpirasi merupakan proses penting dalam daur
hidrologi, didarat dapat sampai sekitar 70-75% dari total
presipitasi tahunan akan kembali ke atmosfir melalui evaporasi
dan transpirasi.
9. Debit Air Tambang
Debit air tambang adalah jumlah air limpasan (run off) ditambah
dengan jumlah air hujan yang langsung masuk ke dalam bukaan
tambang. Besarnya air tambang yang masuk dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Q total = Q limpasan + Q air hujan - Evaprotranspirasi
Berdasarkan perhitungan Q limpasan dan Q air hujan diatas,
maka dapat dihitung Q air tambang.
10. Morfologi
Berdasarkan bentuk, ketinggian, dan sudut lereng morfologi
daerah perencanaan merupakan satuan perbukitan dengan
ketinggian 70 m yang terdiri dari batubara pada topografi
ditandai dengan garis kontur rapat yang menunjukan morfologi
perbukitan.

5.2.2.2 Hidrogeologi
Berdasarkan peta geologi dan hidrogeologi daerah penyelidikan
merupakan wilayah dengan kandungan air tanah yang cukup besar. Hal ini
dikarenakan daerah tersebut mempunyai lapisan batuan yang berporositas
tinggi. Akuifer adalah lapisan batuan/tanah yang permeabel yang dapat
menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang berarti (memadahi).
Air tanah ditemukan pada formasi geologi permiabel yang dikenal sebagai
akuifer yang memungkinkan jumlah air berkapasitas besar bergerak
melaluinya pada kondisi lapangan yang biasa.

Gambar 5.12 Akuifer


Secara umum jenis akuifer dibedakan menjadi empat macam, diantaranya
yaitu:
1. Akuifer Bebas. Akuifer bebas adalah lapisan permeabel yang terisi
oleh air atau jenuh air dimana tedapat lapisan impermeabel di
bawahnya.
2. Akuifer Setengah Bebas. Akuifer setengah bebas adalah lapisan semi-
permeabel yang berada diatas akuifer yang memiliki permeabilitas
yang cukup besar sehingga lapisan horisontal pada lapisan tersebut
tidak dapat diabaikan.
3. Akuifer Tertekan. Akuifer tertekan adalah lapisan permeabel yang
sepenuhnya jenuh oleh air dan dibatasi oleh lapisan – lapisan
impermeabel baik dibagian atas akuifer maupun berada dalam kondisi
tertekan yang lebih tinggi sehingga jika terdapat sumur yang
menembus akuifer tersebut akan lebih tinggi dari atas akuifer.
4. Akuifer setengah tertekan. Akuifer setengah tertekan adalah lapisan
yang jenuh air dan pada bagian atasnya dibatasi lapisan semipermeabel
dan bawahnya lapisan impermeable

5.2.3 Rekomendasi Hidrologi dan Hidrogeologi


5.2.3.1 Rencana Penyaliran Tambang
Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
A. Mine Dewatering
Suatu penanganan masalah air tambang dengan cara mengeluarkan air
yang telah masuk daerah penambangan, seperti penanganan masalah
air yang berasal dari air hujan yang masuk ke dalam tambang. Untuk
mine dewatering sendiri dibagi menjadi 3 cara yaitu :
1. Penyaliran dengan adit
Penyaliran dengan system adit ini dilakukan untuk tambang
terbuka dengan system open cut yang mempunyai jenjang
majemuk (multiple bench). Di setiap jenjang dibuat adit, dan dari
adit ini air buangan diteruskan ke shaft. Sistem ini dilakukan
dengan cara air yang masuk ke dalam tambang di keluarkan
melalui mengalirkan air dari dasar tambang keluar daerah tambang
melalui terowongan mengalirkan (adit). Cara penyaliran ini hanya
dapat di terapkan pada tambang yang terbang yang terletak
didaerah pegunungan atau perbuktikan.

Gambar 5.13 Adit Drainage

2. Sumuran atau Sump


Sumuran berfungsi sebagai tempat penampungan air sebelum
dipompa keluar tambang. Dengan demikian dimensi sumuran ini
sangat tergantung dari jumlah air yang masuk serta keluar dari
sumuran. Dalam pelaksanaan kegiatan penambangan biasanya
dibuat sumuran sementara yang disesuaikan dengan keadaan
kemajuan medan kerja (front) penambangan. Jumlah air yang
masuk kedalam sumuran merupakan jumlah air yang dialirkan oleh
saluran-saluran, jumlah limpasan permukaan yang langsung
mengalir kesumuran serta curah hujan yang langsung jatuh
kesumuran. Sedangkan jumlah air yang keluar dapat dianggap
sebagai yang berhasil dipompa, karena penguapan dianggap tidak
terlalu berarti. Dengan melakukan optimalisasi antara input
(masukan) dan output (keluaran), maka dapat ditentukan volume
dari sumuran.
Gambar 5.14 Open Sump Drainage
3. Paritan
Penyaliran dengan sistem paritan yaitu dengan membuat paritan
untuk mengalirkan air ke tempat yang lebih rendah (kolam
penampungan). Penyaliran sistem paritan termasuk dalam
penyaliran gaya berat, yaitu air mengalir ke tempat yang lebih
rendah karena gaya gravitasi ini berfungsi untuk mengendapkan
partikelpartikel padat yang ikut dalam aliran air, sehingga tidak
terbawa keluar dari daerah penambangan.
B. Mine Drainage
Mine Drainage sesuatu penanganan masalah air tambang yang
dilakukan dengan cara mencegah masuknya air limpasan seperti air
sungai dan penanganan air tanah masuk ke dalam lingkungan
penambangan.
Dalam hal ini yang termasuk dalam penyaliran secara mine drainage
terdapat dalam beberapa macam, seperti:
1. Siemens Drainage Method
Sistem penyaliran inkonvensional dimana pada kedalaman lubang
bor dimasukkan casing yang bertujuan agar air mudah masuk
kedalam pipa dan kedalaman lubang bor lebih dalam daripada
tinggi jenjang. Dalam penerapannya pada tiap jenjang dari kegiatan
penambangan di buat lubang bor dengan diameter 8,5 inchi ke
dalamnya dimasukkan pipa ukuran 8 inchi dengan ujung bawah
pipa tersebut diberi lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk ke
dalam lapisan akuifer sehingga air tanah terkumpul pada bagian ini
dan selanjutnya di pompa ke atas dan dibuang ke luar daerah
penambangan.

Gambar 5.15 Siemens Drainage Method

2. Small Pipe With Vaccum


Sistem penyaliran dimana pada kedalaman lubang bor dimasukkan
pipa dan diberi pasir. Pasir termasuk berfungsi sebagai saringan
sehingga yang masuk hanya material yang larut dalam air. Langkah
pembuatan dari sistem ini dengan membuat lubang bor berdiameter
6-8 inchi, lubang bor tidak diberi casing. Lalu dimasukkan pipa
berdiameter 2-5 inchi, kemudian memasukkan pasir sebagai
saringan, dan melalui pipa kecil lubang bor di buat vaccum dengan
pipa.
Gambar 5.16 Small Pipe With Vacum pump Drainage
3. Elektro Osmosis Method
Bilamana lapisan tanah terdiri dari lempungan, maka pekerjaan
pemompaan akan sulit dilakukan karena adanya sifat kapiler yang
terdapat pada jenis tanah lempung. Untuk mengatasi hal tersebut,
maka dipakai cara elektro osmosis. Pada metode ini digunakan
batang anoda serta katoda, bila elemen-elemen dialiri listrik maka
air (H2O) akan terurai (H+) menuju katoda (OH-) ke anoda. H+
pada katoda dinetralisir menjadi menjadi air dan terkumpul pada
sumur lalu dihisap dengan pompa.
4. Dimensi Saluran Terbuka (Open Channel)
Saluran penyaliran berfungsi untuk menampung dan mengalirkan
air ke tempat pengumpulan (kolam penampungan atau saluran).
Bentuk penampungan saluran, umumnya dipilih berdasarkan debit
air, tipe material serta kemudahan dalam pembuatannya. Sumber
air utama pada tambang terbuka adalah air hujan, walaupun kadang
kontribusi airtanah juga tidak dapat diabaikan dalam menentukan
debit air.
Dalam sistem penyaliran itu sendiri terdapat beberapa bentuk
penampang penyaliran yang dapat digunakan. Bentuk penampang
penyaliran diantaranya bentuk persegi, bentuk segi tiga, bentuk
setengah lingkaran dan bentuk trapesium. Menurut asalnya saluran
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : saluran penyaliran alami dan
saluran penyaliran buatan

Gambar 5.17 Bentuk - Bentuk Penampang Saluran


Bentuk–bentuk dari saluran penyaliran meliputi, bentuk persegi,
bentuk trapesium, bentuk segitiga dan bentuk setengah lingkaran.
Tabel 5.14 Koefisien kekasaran dinding saluran untuk persamaan
manning

Untuk dimensi saluran penyaliran berbentuk trapesium dengan luas


penampang optimum dan mempunyai sudut kemiringan dinding
saluran sebesar 60ᵒ, Maka dimensi saluran:
Gambar 5.18 Penampang saluran terbuka menurut manning

5.2.3.2 Kebutuhan Pompa


Pompa berfungsi untuk mengeluarkan air dari tambang. Sesuai
dengan prinsip kerjanya, pompa dibedakan atas :
1. Reciprocating Pump
Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara horizontal didalam
silinder. Keuntungan jenis ini adalah efisien untuk kapasitas kecil
dan umumnya dapat mengatasi kebutuhan energy (julang) yang
tinggi. Kerugiannya adalah beban berat serta perlu perawatan yang
teliti. Pompa jenis ini kurang sesuai untuk air berlumpur karena
katup pompa akan cepat rusak. Oleh karena itu jenis pompa ini
kurang sesuai untuk digunakan di tambang.
2. Centrifugal Pump
Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller di dalam pompa.
Air yang masuk akan diputar oleh impeller,akibat gaya sentrifugal
yang terjadi air akan dilemparkan dengan kuat ke arah lubang
pengeluaran pompa. Pompa jenis ini banyak digunakan di
tambang, karena dapat melayani air berlumpur, kapasitasnya besar,
dan perawatannya lebih muda.
3. Axial Pump
Pada pompa axial, zat cair mengalir pada arah axial (sejajar poros)
melalui kipas. Umumnya bentuk kipas menyerupai baling-baling
kapal. Pompa ini dapat beroperasi secara vertikal maupun
horizontal. Jenis pompa ini digunakan untuk julang yang rendah.
4. Julang pompa.
Dalam pemompaan dikenal istilah julang (head), yaitu energi yang
diperlukan untuk mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu.
Semakin besar debit air yang dipompa, maka head juga akan
semakin besar. Head total pompa untuk mengalirkan sejumlah air
seperti yang direncanakan dapat ditentukan dari kondisi instalasi
yang akan dilayani oleh pompa tersebut, sehingga julang total
pompa dapat dituliskan sebagai berikut:

Keterangan :
H = head total pompa (m).
hs = head statis pompa (m).
hp = beda head tekanan pada kedua permukaan air (m).
hf = head untuk mengatasi berbagai hambatan pada pompa dan
pipa (m), meliputi head gesekan pipa, serta head belokan dan lain-
lain.
2
v
2 g = head kecepatan (m).
Perhitungan berbagai julang pada pemompaan :
a. Head statis (hs)

h s =h 2−h 1
Keterangan :
h1 = elevasi sisi isap (m)
h2 = elevasi sisi keluar (m)
b. Head tekanan (hp)

h s =hp 2−hp1
Keterangan :
hp1 = julang tekanan pada sisi isap
hp2 = julang tekanan pada sisi keluaran
c. Head gesekan (hf1)

Lv 2
h f 1 =λ ( )
2 Dg
Keterangan :
λ= koefisien gesek (tanpa satuan)
v= kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
L= panjang pipa (m)
D= diameter pipa (m)
g= kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)
d. Angka koefisien gesekan λ dicari dengan menggunakan
persamaan :
0,0005
λ=0,020+
D
Keterangan :
k = koefisien kekasaran pipa
D = Diameter dalam pipa

5.2.3.3 Kolam Pengendapan


Bentuk kolam pengendapan biasanya hanya digambarkan secara
sederhana, yaitu berupa kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi
sebenarnya bentuk tersebut dapat bermacam-macam, disesuaikan dengan
keperluan dan keadaan lapangannya. Walaupun bentuknya dapat
bermacam-macam, namun pada setiap kolam pengendap akan selalu ada 4
zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material padatan.
Keempat zona yang ditunjukkan pada gambar adalah :
1. Zona masukan
Tempat masuknya aliran air berlumpur kedalam kolam pengendapan
dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan terdistribusi
secara merata.
2. Zona Pengendapan
Tempat dimana partikel akan mengendap, material padatan disini akan
mengalami proses pengendapan disepanjang saluran check dam.
3. Zona Endapan Lumpur
Tempat dimana partikel padatan dalam cairan mengalami sedimentasi
dan terkumpul pada bagian bawah saluran pengendap.
4. Zona Keluaran
Tempat keluarnya buangan cairan yangt relative bersih, zone ini
terletak pada akhir saluran.
Kolam pengendapan yang dibuat agar dapat berfungsi lebih efektif,
harus memenuhi beberapa persyaratan teknis :
a. Sebaiknya bentuk kolam pengendapan dibuat berkelok-kelok (zig-
zag), agar kecepatan aliran lumpur relativ rendah, sehingga partikel
padatan cepat mengendap.
b. Geometri kolam pengendapan harus disesuaikan dengan ukuran
backhoe yang biasanya dipakai untuk melakukan perawatan kolam
pengendapan, seperti mengeruk lumpur di dalam kolam, memperbaiki
tanggul kolam.

Gambar 5.19 Zona- Zona Pada Kolam Pengendapan


Tabel 5.15 Dimensi Kolama Pengendapan
Panjang Lebar Kedalaman Kapasitas
Kompartemen
(m) (m) (m) Kompartemen (m³)
1 100 50 7 35000
2 150 35 7 36750
3 175 30 7 36750
4 200 25 7 35000
5 225 22 7 34650
6 250 19 7 33250

5.2.3.4 Sistem Penyaliran Tambang PT. Coal Mining Borneo


Sistem penyaliran tambang pada PT. Coal Mining Borneo
menggunakan metode penyaliran mine dewatering dengan menggunakan
kolam terbuka, sistem ini diterapkan untuk membuang air yang telah
masuk ke daerah penambangan. Air dikumpulkan pada sumur (sump),
kemudian di pompa keluar, dan pemasangan jumlah pompa tergantung
pada kedalaman penggalian. Perhitungan curah hujan rencana di PT. Coal
Mining Borneo menggunakan metode gumblle. Dari hasil perhitungan dan
analisa data pada studi kasus di lokasi penambangan yang kami teliti,
maka dapat kami ambil beberapa poin yang menjadi kesimpulan
diantaranya :
A. Perhitungan intesitas air hujan di dapatkan 7.510349083 mm/jam.
B. Data yang digunakan dalam perhitungan adalah data curah hujan 10
tahun yang diperoleh dari BPS Kabupaten Murung Raya.
C. Curah hujan rencana sebesar 21.66359547 mm/hari dengan periode
ulang selama 2 tahun.
D. Hasil perhitungan debit pada lokasi penambangan adalah sebagai
berikut:
Tabel 5.16 Debit Air Tambang
Debit Air Debit Air Debit Air Debit Air
Tahu
Hujan Limpasan Tanah tambang
n
( m³/s ) ( m³/s ) ( m³/s ) ( m³/s )
1 14.59 1.27 0.05 15.91
2 27.09 2.35 0.09 29.52
3 27.09 2.35 0.07 29.51
4 27.09 2.35 0.09 29.52
5 27.09 2.35 0.08 29.52

E. Berdasarkan data hasil perhitungan dihasilkan dimensi sump sebagai


berikut :
Tabel 5.17 Dimensi Sump
Tahun
Dimensi Sump
1 2-5
Panjang Permukaan (m) 110 160
Lebar Permukaan (m) 90 130
Kedalaman (m) 10 10
Panjang Dasar (m) 80 100
Lebar Dasar (m) 70 90
Volume Sump (m3) 77.500 149.000

F. Jenis pompa yang dipakai pada lokasi penambangan adalah Multiflo


MFC 420E dengan maximum flowrate 273 litres/sec dan shutoff head
150 meter. Pemilihan pompa didasarkan pada kemampuan shut-off
pompa yang cukup untuk mengalirkan air, pemilihan katup di dasarkan
pada kelebihannya dalam menutup aliran air jika terjadi kebocoran dan
arus balik.
G. Total perhitungan head pompa pada pemompaan tahun ke 5 adalah
129.80 m.
H. Hasil perhitungan daya dan pompa tahun ke 5 sebesar 65919.33 Kw.
I. Jenis saluran terbuka yang di pakai di lokasi penambangan adalah
saluran terbuka dengan bentuk trapesium dengan tujuan agar dapat
menyalurkan air limpasan sama dengan debit yang besar dengan aliran
fluktuasi yang kecil. Pemilihan saluran berbentuk trapesium juga agar
saluran bertahan lama dari erosi akibat dari air limpasan.
J. Desain setling pond mempunyai 6 kompartemen dengan total kapasitas
kompartemennya adalah 211400 m3.
5.2.3.5 Pengertian Air Asam Tambang(AAT)
Air Asam Tambang (AAT) atau disebu juga Acid Mine Drainage
(AMD) terjadi sebagai akibat proses fisika dan kimin yang cukup
kompleks yang melibatkan beberapa faktor dalam kegiatan pertambangan.
Kegiatan pertambangan ini dapat berupa tambang terbuka maupun
tambang dalam (bawah tanah). Umumnya keadaan ini terjadi karem sulfur
yang terjadi dakm batuan teroksidasi secara alamiah (pada proses
pembukaan tambang). Selanjutnya dengan kondisi keknbaban lingkungan
yang cukup tinggi akan menyebabkan oksida sulfur tersebut berubah
menjadi asam.
AAT adahh istilah yang digunakan untuk menjuk pada air asam
yang timbul akibat kegintan penambangan, untuk membedakan dengan air
asam yang timbul okh kegistan hin seperti penggalan untuk pembangunan
pondasi bangumn penbuatan tambak, dan sebagainya.
Terbentuknya AAT ditandai olech pH yang rendah (1.5-4)
konsentrasi bgam terlarut yang tinggi, niki acidity yang tinggi niki sulfat
yang tinggi and konsentrasi yang rendah. Sebagian besar permasalahan
AAT berhubungan dergan penambangan batubara dan bijh primer, karem
pada kedua sumber alam ini terkadang banyak mineral sulida yang
terkandung didakmnya terutama mineral pirt (FeS2), baik pada badan bijih
mupun batuan samping nya.

Gambar 5.20 Air Asam Tambang


Pada kegiatan penambangan, beberapa mineral sulphida yang
umum ditemukan adalah:
a. FeS2: pyrte
b. Cu2S: chakocte
c. CuS: covellite
d. CuFeS2: chukopyrite
e. MoS2: molybdenite
f. NS: milerite
g. PbS: gakm
h. ZnS: sphalerte
i. FeAsS: arsenopyrite
Pyrite merupakan mineral suphida yang umum ditemukan pada
kegiatan penambangan, terutama batubara. Berdasarkan persamaan kimia
dapat diketahui proses pembentukan air asam tambang adalah sebagai
berikut:
 Persamaan 1: FeS2 + 7/2O2 + H2O « Fe+2 + 2 SO4 -2 + 2 H+
(Besi sulfida teroksidasi melepaskan besi ferro, sulfat dan
asam.)
 Persamaan 2: Fe2+ + 1/4 O2 + H « Fe+3 + 1/2 H2O (Besi ferro
akan teroksidasi menjadi besi ferri.)
 Persamaan 3: Fe+3 + 3 H2O « Fe(OH) + 3H+ (Besi ferri dapat
terhidrolisis dan membertuk ferri hidrosida dan asam.)
 Persamaan 4 FeS2 + 14 Fe+3 +8 H2O « 15 Fe+2 +2 SO4 -2
+16 H+ (Besi ferri secara langsung bereaksi dengan pirit dan
berlaku sebagai katalis yang menyebabkan besi ferro yang
sangat besar, sulfat dan asam.)
Berdasarkan hal tersebut diatas, apabila AAT keluar dari tempat
terbentuknya dan masuk ke sistem ingkungan umum (dlar tambang), maka
beberapa faktor ingkungan dapat terpengaruhi seperti kuitas air dan
peruntukannya (sebagai bahan baku air minum sebagai habitat biota air,
sebagai sumber air untuk tanaman, dsb); kalitas tammh dan peruntukkanya
(sebagai habitat fora dan fauna darat), dsb.
Sumber Sumber Air Asam Tambang Sumber sumber air asam
tambang antara lain berasal dari kegintan kegntan berikut:
1. Air dari tambang terbuka
Lapisan batuan akan terbuka sebagai akibat dari terkupasnya
apisan penutup, sehingga unsur sulfur yang terdapat dalam
batuan sulida akan mudah teroksidasi dan bila bereaksi air dan
oksigen akan membertuk air asam tambang
2. Air dari unit pengolahan batuan buangan
Material yang banyak terdapat pada imbah kegiatan
penambangan adahh batuan buangan (waste rock). Jumkah
batuin buangan ini akan semakin meningkat dengan
bertambahnya kegiatan penanbangan. Sebagni akibatnya,
batuan buangan yang banyak mengandung sulfur akan
berhubungan kngsung dengan udara terbuka membentuk
senyawa sulfur oksida selanjunya dengan adanya air akan
membentuk air asam tambang
3. Air dari lokasi penimbunan batuan
Timbunan batuan yang berasal dari batan sulfida dapat
menghasilkan air asam tambang karena adanya kontak langang
dengan udara yang selanjutnya terjadi pelarutan akibat adanya
air.
4. Air dari unit pengolahan imbah tailing
Kantungan unsur sulfir di dalam tailing diketahui mempunyai
potensi dan membentuk air asam tanbang, pH dalum tailing
pond ini biasanya cukup tinggi karena adanya pemmbalun
hydrated ime untuk menetrakan air yang bersifat asam yang
dibuang kedalamnya. Air yang masuk ke dalam taling pond
yang bersifat asam tersebut diperkirakan akan menyebabkan
limbah asam bila merenbes kekuar dari tailing pond.
Proses Terjadinya Air Asam Tambang Prinsip terjadinya air asam
tambang adalah adanya reaksi pembentukan H+ yang merupakan kon
pembentuk asam akibat oksidasi mineral-mineral sulfida dan bereaksi
dengan air (H2O). Kemudian oksidasi dari Fe2+, hidrosis Fe3+ dan
pergendapan logam hidroksida. Prinsip tersebut bila dihat secara kimia,
sedangkan secara biologi terjadi air asam tambang akibat adanya bakteri-
bakteri tertentu yang sanggup untuk mempercepat proses (katalisator) dari
oksida mineral- mineral sulfida dan oksidasi-oksidasi besi.
Tempat-tempat yang berpotensi menghasikan AMD adalah tanah
yang tertinggal (di bawah deposit bahan galian), overburden pill
(tumpukan lapisan batuan di atas deposit bahan galian), stock pill
tumpukan bahan galian), fasilitas pemurnian, tempat pencucian limbah
batubara, lumpur tailing. Berikut reaksi pembertukan air asam tambang
secara kimia dan secara biologi :
1. Secara kimia oksidasi mineral-mineral sulfida (dalam bentuk
pyrit) yang menyebabkan keasammn dari air asam tambang
dapat digambarkan dergan tiga reaksi :
a) FeS2 + 7/2 O2 + H20 à Fe2+ + 2 S042- +2 H+
b) Fe2++ 4 02 + H+ à Fe3+ + ½ H2O
c) Fe3+ +3 H20 à Fe(OH)3 +3 H+
d) Fes2+ 15/402 + 7/2 H20 à 2 H2SO4 + Fe(OH)3 –
Dapat dilihat persamaan
a) menunjukkan oksidasi dari kristal pyrit oleh oksigen
persamaan,
b) menunjukkan oksidasi dari ferous iron (Fe2+) menjadi
Ferric iron, dan persamaan
c) menunjukkan hidrolisis ferric iron dan pengendapannya
menjadi besi hidroksida [Fe(OH)3]. Bila ketiga
persamaan tersebut dijumlah akan memberikan
hubungan stokiometri secara menyeluruh
2. Secara Biologi
Kondisi keasaman dari pelapukan ion-ion hidrogen selama
oksidasi dapat pula disebabkan karena adanya aktivitas biologi
oleh bakteri-bakteri. Bakteri tersebut mampu untuk
mempercepat proses oksidasi dari mineral-mineral sulfida dan
oksidasi besi serta mendapat energi hasil pelepasan energi dari
proses oksidasi. Bakteri ini termasuk dalam subgroup strick
aerobes, genus trobhasillus, species thiobasillus, ferroxidans
(kadang-kadang dijumpai Femobacillus ferroxidans).
Persamaan reaksi terbentuknya air asam tambang berdasarkan
aktivitas biobgi sebagai berikut : FeS2 + H20 + 7/2 02 à Fe2+ +
2 SO42- Fe2+ + 4 02 + 5/2 H2O T.Ferroxilans à Fe(OH)3 + 2
H+ + Fes2 + 7/2 H2O + 15/4 02 à Fe(OH)3- + 2 H2SO4
Dari reaksi kimia dan biologi di atas dapat dilihat bagaimana
terbentuk asam sulfat (H2SO4) yang merupakan asam kuat,
dengan adanya kadar asam sulfat ini menyebabkan ar yang
mengalir pada daerah yang terjadi proses kimia dan biologi
tersebut akan bersifat asam, inilah yang disebut air asam
tambang. Air asam tambang ini dapat dikenal dari warna jingga
atau merah dari endapan besi hidroksida di dasar aliran atau
bau belerang, tetapi ini tidak selalu terjadi karena ada ar asam
tambang yang wamanya agak jemih.
Terbentuknya AAT ditandai oleh satu atau lebih karakteristik
kualitas air sbb.:
 nilai pH yang rendah (1.5 -4)
 konsentrasi logam terlarut yang tinggi, seperti logam besi,
aluminium, mangan, cadmium, tembaga, timbal seng,
arsenik dan mercury
 nilai acidity yang tinggi (50 1500 mg/L CACO3)
 nilai sulphate yang tinggi (500 10.000 mg/L
 nilai salinitas (1 - 20 mS/cm)
 konsentrasi oksigen terlarut yang rendah
Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Air Asam Tambang (AAT)
adalah terjadinya pencemaran ingkungan dimana komposisi atau
kandungan air di daerah yang terkena dampak tersebut akan berubah
sehingga dapat mengurangi kesuburan tanah mengganggu kesehatan
masyarakat sekitarnya, dan dapat mengakibatkan korosi pada peralatan
tambang. Derajat keasaman tanah yang telah tercemar akibat air asam
tambang ini akan semakin meningkat, sehingga tanaman tidak dapat
tunbuh karena derajat keasaman tanahnya terlalu tinggi. Apabih air asam
tersebut mencemari air tanah maupun aliran air sungai dimana masyarakat
memanfaatkan air tersebut muka dapat mengganggu kesehatan masyarakat
sekitar, diantaranya dapat menimbulkan penyakit diare maupun penyakit
lainnya yang berhubungan dengan pencemaan. Akibat dari kegiatan
pemboran, pengolahan batuan penutup dan kegiatan penambangan yang
lainnya serta pengolahan batubara yang dapat menyebabkan senyawa pyrit
yang ada dakam mineral terbentuk dengan oksigen dan bereaksi dengan air
tanah atau air hujan. Air asam tambang ini dicirikan dengan rendahnya pH
dan tingginya senyawa logam tertentu seperti besi, alumunium mangan.
Bila air yang bersifat asam ini melewati daerah batuan karangkapur akan
melarutkan senyawa Ca dan Mg dari batuan tersebut. Selanjutnya senyawa
Ca dan Mg yang karut terbawa air akan memberi efek terjadinya Air
Sadah, yang tidak bisa digunakan untuk mencuci karena sabun tidak bisa
berbuih. Bila dipaksakan akan memboroskan sabun,karena sabun tidak
akan berbuih sebelum semua ion Ca dan Mg mengendap. Limbah
pertambangan yang bersifat asam bisa menyebabkan korosi dan
melarutkan logam-logam sehingga air yang dicemari bersifat racun dan
dapat memusnahkan kehidupan akuatik. Beberapa dampak dari air asam
tambang, yatu :
1. Timbulnya H2S04 yang dapat menimbulkan peningkatan derajat
keasaman pada air buangan tambang, disamping itu juga dapat
terjadi peningkatan Fe dan total metal.
2. Peningkatan konsentrasi TSS (Total Suspended Solid) akibat
tingginya air limpasan yang membawa tanah tererosi akibat
pembukaan lahan tambang yang dapat menganggu penetrasi
matahari dalam sungai yang menbawa dampak kınjutan berupa
gangguan proses fotosintetis biota perairan. Proses fotosintetis oleh
komunitas pytoplakton juga akan terganggu, akibat penetrasi
cahaya terhambat okh partikel tersuspensi.
3. Akibat partikel yang mengendap akan menutupi kpisan dasar
perairan sehingga menggangu proses respirasi biota dasar.
4. Penurunan kualitas air pemukaan sekaligus penurunan kualitas
sanitasi lingkungan dimana tahap selanjutnya derajat kesehatan
penduduk yang memanfaatkan sumber daya air sungai akan
terganggu.
5. Kebutuhan sehari-hari akan menurun dan akan berpotensi terjadi
penyakit perut dan, juga akan menimbulkan persepsi yang buruk
dari masyarakat terhadap proyek tersebut.
Dampak terhadap air tanah yaitu mineral sulfida yang sering dijumpai
berupa pirit, kalkopirit, spaleri dan galena. Dari karakteristiknya mineral
sulfida dapat dimanfaatkan sebagai bahan industri metalurgi maupun
kimia, namun di alam potensial juga sebagai penghasil air asam yang
dapat menurunkan kualitas lingkungan. Air asam dapat terbentuk secara
alami, sebagai akibat teroksidasi dan terlarutkannya sulfida ke dalam
sistem aliran air permukaan dan air tanah menyebabkan turunnya pH air.
Kegiatan penambangan, dengan membongkar endapan sulfida, berpotensi
memperbesar dan mempercepat proses pembentukan air asam
Permasalahan mineral sulfida terjadi apabik terpapar pada udara bebas
akan teroksidasi, terlarutkan olkh air permukaan atau air tanah membentuk
air asam Air asam akan melarutkan logam yang terlewati sehingga
menghasikan bahan beracun berbahaya yang berpotensi mencemari
ingkungan, terutama air permukaan dan air tanah.
Gambar 5.21 Dampak air asam terhadap tanah
Dampak Lainnya Air asam tanbang juga dapat mempercepat proses
pengkaratan pada peralatan tambang, sehingga perlu pemngaman agar
pengaruh yang ditimbukan dari air asam tersebut tidak merusak peralatan
tambang.
Pengendalian Air Asam Tambang Upaya pengendalian dilakukan
urtuk mengurangi dampak negatif yang ditimbukan. Dalam mengatasi
masalah tersebut dapat dilakukan sebekum maupun setelah terbentuknya
air asam tambangPengendalian air asam tambang secara umum dapat
dilakukan dengan cara :
1. Pencegahan atau pengendalian proses pembentukan asam
Upaya mencegah dapat dilakukan dengan cara:
a. Mengisolasi mineral sulfida dengan memisahkan material yang
mengandung mineral sulfida dari air dan udara akan mencegah
terjadinya reaksi oksidasi.
b. Mengendalikan aliran air
1) Mencegah aliran air permukaan masuk ke material
2) Mencegah penyerapan air hujan pada material asam
3) Mencegah aliran air tanah masuk pada lokasi material
asam.
c. Menutup dan menimbun kembali dengan segera lokasi bekas
penambangan yang telah selesai diambil batubaranya agar
jangan sampai terjadi oksidasi mineral sulfida dengan air dan
udara pada batuan pirit yang terbuka akibat proses
penambangan
d. Melapisi material yang mengandung sulfida dengan tanah liat
(Capsule).
2. Mengendalikan perpindahan air asam yang tekh terbentuk.
Hal ini dapat dikakukan secara umum dengan dua cara pengolahan
air, yaitu secara aktif dan pasif. Sebagai contoh,salah satu
parameter penting yaitu pH. Untuk menaikkan nilai pH ke kondisi
normal, maka dikakukan beberapa upaya diantaranya adalah
dengan penambahan bahan kimia seperti kapur (lime) :
a) Secara aktif, kapur (berbentuk serbuk/tepung) dicampurkan
secara langsung dengan air asam di saluran air atau wadah
khusus, atau di kohm penampungan air.
b) Secara pasif, air asam diairkan melalui saluran-saluran dimana
terdapat kapur (dalam bentuk batuan) sebagai "media penetral"
air asam yang melaluinya
c) Pembuatan saluran penirisan di sepanjang daerah sunber air
asam
d) Pemasangan sistem pipa penirisan di bawah timbunan
penghasil air asam untuk sekanjutnya dialirkan ke dalam kolam
pengendapan
e) Menambahkan kapur (hydrated lime) ke dalam air. Hydrated
lime adalah suatu bahan kimia yang sangat umum digunakan
untuk menetralkan air asam tambang. Hydrated lime dapat
diperoleh dengan menggunakan proses kakinasi terhadap batu
gamping Batu gampir dipanaskan pada suhu 600° C 900° C
dengan tekanan 1 atm sehingga menghasilkan CaO (kapur
tohor).
3. Menampung dan menetrakan air asam yang telah terbentuk.
Salah satu proses pengolahan terhadap air asam tambang ini adalah
proses netralisasi asam dengan senyawa alkak oksida besi (II)
menjadi besi (III) yang tidak larut dan proses sedimentasi untuk
menghasilkan endapan yang berbentuk Fe3+. Air asam yang terjadi
ditampung pada kolam pengendapan yang berfungsi sebagai sarana
pemantauan kuitas air sekaligus tempat penetrakan air asam
sebelum dilepaskan ke alam.
4. Pencegahan Pembentukan Kembali Air Asam Tambang
Pembentukan air asam tambang dapat diatasi dengan
menghilangkan atau mengurangi satu atau lebih komponen
komponen pembentuk air asam tambang. Pencegahan terbentuknya
air asam tambang pada kolam bekas penambangan adalah dengan
cara pelapisan Pelapisan adalah cara pengendalian terbentuknya air
asam tambang dengan membatasi kontak oksigen dan air terhadap
lapisan batubara yang mengandung mineral sulfida. Pelapisan ini
dikakukan dengan cara menutupi lapisan batubara yang berupa
lantai batubara dengan material yang bersifat impermeable
misalnya mineral liat,

Anda mungkin juga menyukai