Anda di halaman 1dari 2

Metode Bercerita untuk Mengoptimalkan Cerita

Saat ini, cerita tidak hanya digunakan orangtua untuk mengantarkan tidur anaknya. Cerita sekarang
juga telah menjadi senjata ampuh bagi para WL untuk myakinkan para jemaatnya. Pujian dan
penyembahaan tanpa cerita akan dianggap “garing” oleh pendengarnya. Menurut Jamil Azzaini,
seorang Trainer sekaligus Founder dan CEO Akademi Trainer, menceritakan pengalamannya bahwa
cerita yang dianjurkannya adalah cerita pribadi, karena itu orisinil dan sulit ditiru.

Untuk bercerita, kamu tidak selalu harus memainkan banyak peran. Cerita yang bersifat monolog
pun apabila dikemas dengan apik akan memberikan dampak yang besar. Cerita yang baik adalah
cerita yang ada dialog di dalamnya. Cerita yang ada dialog didalamnya akan membuat cerita itu
hidup dan bisa “menyihir” jemaat atau yang mendengarkan. Cobalah terapkan beberapa prinsip
bercerita berikut ini:

1. Tetapkan tujuan cerita kamu

Cerita yang dikemas dengan apik akan menggerakkan orang lain bertindak atau berbuat. Oleh
karena itu, kamu perlu menetapkan tujuan. “Action apa yang kamu harapkan setelah jemaat
mendengarkan kamu?”

2. Buatlah alur cerita kamu

Alur sebuah cerita akan sangat bermakna bila ada ide utama di dalamnya. Agar ide utama bisa
tersampaikan tanpa terasa maka perlu dukungan situasi, konflik, dan solusi yang selaras. Bayangkan
sebuah film yang menarik, pasti di dalamnya ada alur, konflik di antara pemain, perjuangan, dan juga
ketidak nyamanan, namun akhirnya happy ending.

3. Ubah aku menjadi kita

Cerita yang awalnya tentang pribadi sang WL atau cerita yang diketahui oleh sang WL. Setelah cerita
selesai, WL perlu menjadikan sesuatu yang semula miliki pembicara menjadi milik bersama. Sehingga
peserta seolah-olah mengalami dan terlibat dalam cerita tersebut. Apa yang terjadi dalam cerita
seolah juga dialami oleh jemaat.

4. Libatkan VAK Jemaat

Semua indra jemaat perlu diaktifkan untuk semakin menikmati cerita yang kita sajikan. Hidupkan
visual (V) jemaat dengan melihat olah tubuh yang kita mainkan. HIdupkan auditori (A) jemaat
dengan cara kita memainkan olah suara yang tepat. Mainkan intonasi, jeda, dan volume dengan
tepat. Sementara nyalakan kinestetik (K) jemaat dengan melihat ekspresi kita agar ia merasakan apa
yang kita rasakan. Saat kita mengangis, jemaat menangis, dan saat kita tertawa, jemaat tertawa.
5. Buat dialog

Untuk membuat cerita lebih hidup, kamu perlu memasukan unsur dialog di dalamnya. Tidak usah
khawatir, untuk mempraktikkan dialog caranya sangat mudah. Kamu hanya perlu mengubah suara
dengan suara yang berbeda saat memerankan orang yang berbeda. Atau, kamu hanya perlu pindah
tempat saat memerankan orang yang berbeda. Apabila keduanya tidak memungkinkan, kamu bisa
menggunakan tangan kanan untuk peran A dan tangan kiri untuk peran B.

6. Buat penutup cerita yang mengejutkan.

Cerita yang bisa ditebak ujung ceritanya sangatlah tidak menarik. Kalaupun bisa ditebak ujung
ceritanya, pastikan di ujung cerita ada unsur heroik dari sang pelaku. Cerita yang baik ditandai
dengan beberapa hal, yaitu di ujung atau bagian akhir cerita sesuatu yang tidak tertebak oleh
peserta, heroik, kebahagiaan, adanya pilihan yang baik dan positif, serta mengharukan.

Nah, sekarang siapkan dirimu untuk mencobanya ya..

Anda mungkin juga menyukai