Anda di halaman 1dari 13

CARA PRAKTIS MENJADI PENDONGENG YANG BAIK

Meracik Dongeng Menjadi Menu yang Lezat


Mendongeng adalah suatu proses kreatif, pendongeng menciptakan dunia lain,
yang diharapkan dapat mengirim pendengarnya akan kebenaran dunia imajinasi itu.
Lalu bagaimana kiat meraciknya untuk anak?
Mungkin kita sering sekali mendengar dan mengucapkan kalimat pembuka,
Pada jaman dahulu? kalimat ajaib ini mampu membuat para pendengar seolah
dilontarkan ke dunia yang tanpa batas waktu. Kata demi kata akan terserap dan
membuat mereka tercekam. Imajinasi mereka pun berkembang sesuai dengan
keinginan pendongeng.
Namun semua itu hanya bisa dicapai kalau pendongeng terampil, kreatif, serta
penuh penghayatan dalam membawakan ceritanya. Semua aspek itu bisa dilakukan
bila pendongeng dalam suasana hati yang baik.
Seorang pendongeng harus mengetahui apa isi cerita. Ambil contoh cerita
rakyat benua Antartika tentang seorang pria yang menikah dengan bidadari dari
langit. Wanita yang dikawininya itu membawa sebuah keranjang anyaman yang
indah. Namun, sebelum dikawini ia meminta agar laki-laki itu berjanji tidak akan
membuka tutup keranjang itu, kecuali ia memintanya.
Cerita ini tentu akan berlanjut dengan kenyataan bahwa laki-laki itu tak
memenuhi janjinya. Ia membuka keranjang itu, ketika istrinya sedang ke ladang. Saat
pulang istrinya tahu bahwa suaminya telah ingkar janji. Si istri pun bertanya,
Kau telah membuka keranjangku, bukan?
Ya, tapi ada apa dengam keranjang itu, kenapa keranjang yang kosong saja
dipermasalahkan?
Kosong? tanya istrinya dengan air mata mengambang.

Memang kosong! jawab suaminya sambil tertawa.


Istri dari langit itu bergegas pergi. Katanya, bukan karena sang suami ingkar
janji, namun lantaran suaminya tak dapat melihat isi keranjang itu. Menurut wanita
itu, keranjang itu berisi barang-barang indah dari langit, yang diharapkan dapat
dinikmati berdua.
Pendongeng harus dapat menunjukkan kepada pendengarnya makna yang
tersirat dalam cerita itu. Dalam hal ini pendongeng harus bisa menggunakan
imajinasinya untuk

menggambarkan

isi

keranjang

yang

berisi keindahan,

kegembiraan, dan kebijaksanaan.

Menciptakan Alat Peraga


Alat-alat peraga akan mempermudah mendengar membayangkan sesuatu yang
diceritakan. Alat itu bisa berupa gambar, boneka, pasir warna, (artsand), tali kertas,
sapu angan, buku cerita, kain warna-warni, dan lain-lain.
Untuk memperkenalkan tokoh, alam fauna, atau satwa misalnya, bisa
digunakan alat peraga boneka, atau barang apa saja yang bisa mewakili cerita
tersebut. Tidak itu saja, buku cerita, atau buku lain juga bisa dipergunakan. Buku
dipakai bila ingin menggunakan seni mendongeng sebagai sarana untuk
memperkenalakan buku-buku tertentu kepada anak-anak. Kita tunjukkan sebuah
gambar dalam buku itu, lalu ceritakan bagian yang menarik. Hentikan dongeng kalau
anak ingin mengetahui kisah selanjutnya, mau tak mau mereka harus mencari buku
yang dimaksud dan membacanya sendiri. Hal ini tentu bisa dilakukan kalau anak
sudah bisa membaca, secara tidak langsung ini merupakan salah satu cara
menumbuhkan minat baca pada anak.

Bagaimana dengan alat lain? Misalkan alat bantu pasir warna. Alat ini sangat
cocok untuk membangkitkan imajinasi anak. Letakkan pasir di dalam kotak plastik
tembus pandang berukuran 2030 cm, di atasnya kita bisa menggambarkan
bermacam-macam benda, satwa, dan flora dengan telunjuk. Kotak ini diletakkan di
atas OHP (overhead projector) Sehingga gambar pada pasir terpantul di dinding.
Untuk menghapus dan menganti gambar, kotak cukup di goyang-goyangkan sehingga
permukaan pasir rata kembali.
Di negara maju, seperti AS, Inggris, dan Australia misalnya, banyak dijual
gambar khusus untuk keperluan mendongeng. Satu cerita terdiri atas 10-12 gambar
atau adegan yang di cetak 4 warna di atas kertas tebal. Selain diberi nomor urut, di
balik setiap lembar gambar terdapat cerita ringkasan adegan yang bersangkutan,
tujuannya agar pendongeng bisa mengingat kembali ceritanya. Seluruh gambar
ditempatkan dalam satu dos yang berfungsi sebagai bingkainya.
Namun,

praktik

mendongeng

tersebut

memiliki

kekurangan.

Selain

komunikasi antara pendongeng dan pendengar, gerak tangan dan mimik pendongeng
teralang, karena pendongeng harus memegangi gambar. Fantasi anak pun kurang
berfungsi dengan adanya gambar-gambar itu.

Menjadi Pendongeng yang Baik


Setiap orang tua bisa mendongeng untuk anaknya, apa sekadar untuk hiburan
atau maksud lainnya. Dengan bercerita orang tua menjadi kreatif, sedangkan
pengalaman hidup anak bisa menjadi sumber ide. Dengan sedikit latihan, bisa
diperoleh pengalaman untuk menyampaikan cinta, nilai-nilai, dan keyakinan yang
disampaikan melalui dongeng.
Siapa saja bisa mendongeng, tidak ada yang tidak bisa. Mulai dari Presiden
sampai pengemis. Bahkan, maaf, orang cacat pun terkadang lebih bisa mendongeng

dari pada kita yang normal, tinggal bagaimana caranya masing-masing yang sesuai
dengan kemampuannya.
Menjadi pencerita diperlukan keterampilan tersendiri yaitu disebut seni peran. Modal
utama dari seni peran adalah tubuh, jiwa, dan pengalaman kehidupan sehari-hari baik
secara fisik emosional maupun suasana. Syarat melaksanakan seni peran adalah harus
wajar, indah masuk akal serta sadar dan benar.
Tetapi untuk bisa mendongeng dengan baik dan menarik tentunya tidak
mudah. Agar kita bisa mendongeng dengan baik ada beberapa kiat yang dapat
dilakukan:
1. Berdoa.
Jangan lupa kita berdo'a terlebih dahulu sebelum kita mulai mendongeng
karena ini paling penting dari yang lainnya. Sesiap apa pun kita mendongeng,
sepintar apa pun kita mendongeng, tetap saja kita tidak boleh mengabaikan hal
yang satu ini. Dengan berdo'a terlebih dahulu yakinlah bahwa kita akan berhasil
mendongeng dengan baik.
2. Mempersiapkan Cerita atau Dongeng
Siapkan cerita yang akan kita sampaikan, bisa kita karang sendiri atau kita
gunakan cerita karya orang lain. Dongeng atau cerita disarankan antara lain:

Mudah kita kuasai

Dapat menghibur dan memikat perhatian anak-anak

Dapat mengembangkan imajinasi anak-anak

Edukatif atau mendidik

3. Memiliki Rasa Malu Terhadap Diri Sendiri & Anak-anak


Idealnya dalam mendongeng, kita tentunya selalu menyampaikan nasehatnasehat yang ada dalam cerita kepada anak-anak. Oleh karena itu, sebaiknya kita

juga harus punya rasa malu kepada diri sendiri dan anak bila diri kita sendiri tidak
seperti apa yang kita nasehatkan kepada anak-anak.
4. Menyukai dan Menyayangi Anak-anak.
Pastikan bahwa kita menyukai dan menyayangi anak-anak, tanpa hal ini
mustahil kita akan bisa mendongeng dengan baik. Sebab kalau kita sendiri kurang
menyukai dan menyayangi anak, apa mungkin kita bisa sabar dan santun dalam
menyampaikan cerita kepada anak-anak?
5. Mendalami dan Menghayati Cerita/Dongeng.
Sebelum kita sampaikan ke anak-anak, kita harus terlebih dahulu dapat
mendalami dan menghayati cerita. Dengan mendalami dan menghayati cerita, kita
akan dapat lebih hidup dalam menyampaikan alur-alur cerita dan lebih ekspresif
dalam bertutur kata.
6. Gunakan Kata-kata Yang Mudah Dipahami Anak.
Rasanya kita tidak mungkin dalam mendongeng menggunakan kata-kata
yang tidak mudah dipahami oleh anak. Misalnya saja kita menggunakan kata
'biografi', 'profesi', 'kompensasi', dan lain sebagainya. Lebih sangat tidak mungkin
lagi kita mendongeng di depan anak-anak berkebangsaan lain dengan
menggunakan bahasa Indonesia, demikian pula sebaliknya.
7. Gunakan Karakter Suara Yang Sesuai Dengan Tokoh-tokoh Cerita.
Karakter suara pada setiap tokoh tentunya harus berbeda-beda dan sesuai
dengan karakter tokoh masing-masing, sebab kalau tidak, kita tidak akan berhasil
menyampaikan dongeng dengan baik. Contohnya, untuk memperagakan tokoh
Nenek Sihir yang jahat tidak mungkin kita menggunakan karakter suara yang
halus dan lemah lembut bak seorang peri yang baik hati.

8. Gunakan Alat Peraga.


Anak-anak biasanya akan tertarik sekali kalau kita mendongeng
menggunakan alat peraga atau properti. Alat peraga bisa saja berupa sebuah
boneka atau benda-benda lainnya. Tetapi kalau kita tidak punya alat peraga, kita
tetap dapat membuat anak-anak tertarik dengan dongeng dengan cara membuat
gerakan-gerakan ekspresif, enerjik, dan jenaka. Adapun beberapa alat peraga
dapat digunakan sebagai variasi kegiatan bercerita yaitu:

Boneka tangan (puppet)

Boneka mulut (muppet)

Boneka jari

Wayang dan lain-lain.

9. Gunakan Ilustrasi Musik dan Efek-efekSuara.


Dongeng yang kita sampaikan akan menjadi lebih hidup bila diiringi
dengan musik ilustrasi dan efek suara. Hal ini juga akan semakin mempermudah
anak-anak berimajinasi dan terbawa emosinya.

Mendongeng tampaknya mudah, namun belum tentu setiap orang tua punya
kesempatan untuk melakukannya. Selain hal di atas, Anda sebagai orang tua juga
perlu melakukan dan mempersiapkan diri dengan beberapa kiat lain:

Upayakan hanya mendongeng kalau Anda sedang dalam suasana hati yang cerah,
jauh dari resah gelisah, sehingga bisa memusatkan pikiran dan perhatian dengan
baik.

Yakinkan diri sendiri sebelum mendongeng, bahwa Anda mengasihi dan


mencintai makhluk-makhluk kecil dihadapan kita dan menginginkan mereka

bahagia. Lakukan dengan penuh rasa pengabdian untuk membuat mereka


tersenyum, tertawa, berjingkrak, atau menangis berurai air mata.

Cobalah menghayati dan meresapi dengan sungguh cerita yang Anda bawakan.
Tangkap nilai-nilainya dan sampaikan pada mereka.

Buat ringkasan cerita diatas secarik kertas untuk dihafalkan jalan ceritanya
dengan cara membaca berulang-ulang. Tulis dan hafalkan namanama tokoh utama
dan pernyataannya.

Beri nomor urut sesuai jalan cerita dan susun gambar-gambar peraga sesuai
urutan. Sebelum bercerita usahakan susunan ini sudah rapi.

Pilih adegan yang menarik dan coba mendramatisirnya berulang-ulang, sehingga


pada waktunya nanti akan lancar membacakannya.

Ucapkanlah kata-kata dengan jelas, jangan mengguman.

Ajukanlah pertanyaan kepada anak-anak dengan spontan, atau cubit anak-anak


pendengan seolah-olah yang mencubit itu adalah pelaku cerita, misalnya. Dengan
begitu, mereka dilibatkan dengan isi cerita.

Usahakanlah selalu memelihara ketegangan atau merahasiakan jalan cerita


sehingga anak-anak terikat, terpukau adegan demi adegan. Sekali-kali kejutkan
mereka untuk merangsang pengungkapan emosi.

Tuturkan secara lambat (tak terburu-buru) dan jelas. Makin muda usia si kecil,
sebaiknya makin pelan agar ia dapat menyerap dan memahami cerita.

Nada suara sebaiknya normal dan santai.

Beri ekspresi pada apa yang Anda baca. Tapi jangan dilebih-lebihkan. Variasikan
kecepatan, irama suara sesuai kebutuhan teks. Misalnya untuk membangun
ketegangan-ketegangan.

Variasikan nada suara pada pelbagai karakter. Hal ini akan lebih mendramatisir
dialog dan menghidupkan karakter yang ada. Lakukan secara wajar karena jika
berlebihan, yang diingat anak justru suara Anda dan bukan ceritanya.

Jika ada ilustrasi, peganglah buku tersebut sehingga si kecil dapat melihatnya.

Gunakan telunjuk untuk menunjuk barisan kalimat yang sedang dibaca tanpa
menutupi gambar ilustrasinya.

Alat bantu juga bisa digunakan. Misalnya, pensil atau boneka tangan. Penggunaan
alat peraga ini biasanya sangat efektif untuk anak-anak yang lebih kecil.

Beri tanggapan pada reaksi atau komentar yang dilontarkan anak atas cerita yang
Anda bacakan.

tersenyum dan aturlah duduk anak

jagalah perasaan pendongeng agar selalu gembira lepas dari rasa tidak ikhlas

seleksi cerita yang akan disampaikan. Jangan bacakan buku yang anda sendiri
belum pernah mem bacanya.

Selalu siapkan buku atau cerita alternatif jika yang ditawarkan tidak diminati
anak-anak

Periksalah media cerita dan lihatlah dari tempat anak-anak akan duduk, apakah
gambarnya cukup besar dan jelas

Letakkan atau pegang media cerita sejajar mata anak. gerakkan media dari kiri ke
kanan dan sebaliknya sehingga semua anak dapat melihat. Perlihatkan bahwa
anda sangat menghargai buku dengan cara memegang dan membuka buku secara
perlahan dan hati-hati

Ketika membacakan kata atau kejadian yang berulang-ulang berhentilah sejenak


agar anak-anak bisa menyelesaikan kalimat anda

Beritahu anak bahwa waktu untuk memberi komentar atau bertanya adalah ketika
cerita telah selesai

Jika tiba-tiba ada distraksi yang membuat konsentrasi anak buyar tarik kembali
perhatiannya dengan cara misalnya memberikan sentuhan pada punggungnya.
Pertanyaan juga bisa mengembalikan perhatian anak

Jagalah selalu kontak mata dengan para pendengar

Tampilkan ekspresi wajah dan tubuh serta suara yang sesuai dengan tokoh dalam
cerita

Aturlah kecepatan bicara atau bergerak sesuai karakter tokoh yang diperankan

Aturlah keras lemahnya suara

Ucapkan kata-kata dengan jelas sesuai dengan sifatnya

Jangan lupa atur intonasi suara

Perhatikan diksi yaitu ketepatan penekanan suku kata misalnya pada kata: gelap
Mendorong anak gemar terhadap dongeng memeng bermuara pada peran aktif

orang tua sejak dini, yakni sejak usia dini, dan akan efektif ketika anak berusia 3
tahun. Pada usia itu anak sudah mampu mengingat dengan kuat, sehingga kemesraan
dan cinta kasih yang dirasakan ketika Anda membacakan dongeng untuknya akan
diingat sepanjang hayat.
Demikian halnya dengan dongeng-dongeng indah yang menyentuh hatinya
akan dikenang selamanya. Bukankah Anda masih ingat dongeng-dongeng yang Anda
baca atau dibawakan oleh orang tua ketika kanak-kanak?
Jangan lupa kebiasaan baik dan terpuji itu kelak akan ditiru oleh anak Anda.
Maka jangan sia-siakan kesempatan baik ini. Sungguh kasihan kalau anak Anda tidak
memiliki kenangan manis itu, padahal Anda mampu memberikannya.

Menemukan Cerita yang Menarik


Selain pendongeng yang baik, cerita yang akan disampaikan juga harus
menarik, berikut syarat-syarat cerita dengan katagori menarik:
1. Harus menarik minat anak dan pendidiknya
2. Panjangnya cerita sesuai dengan waktu konsentrasi anak, minatnya dan
pengalamannya.
3. Tidak melanggar syariah serta aturan moral
4. Tidak ada bahaya di dalamnya

Tekhnik Mendongeng
Ada hal-hal tekhnis yang harus diperhatikan ketika orang tua mendongengi
anaknya. Berikut ini adalah hal-hal tekhnis yang seharusnya diperhatikan oleh para
orang tua:
a. Sambil beraktivitas: Momen-momen saat bayi makan, mandi, dipangku, ditimang,
dan sebagainya bisa dimanfaatkan untuk mendongang.
b. Gunakan alat bantu: Guanakan alat bantu supaya dongeng menjadi menarik,
selain memberi manfaat lebih untuk merangsang indra bayi. Misalnya dot susu
yang sudah tidak terpakai diandaikan sebagai topi atau sepatunya sebagai rumahrumahan. Demikian halnya dengan kapas, popok, botol, sampo, dan sebagainya
yang bisa dimanfaatkan sebagai pendukung cerita. Kelebatan benda-benda dengan
warna yang berbaeda-beda itu akan menarik perhatiannya sekaligus merangsang
penglihatannya. Selain itu, biarkan si kecil memegang dan merasakan tekstur alat
bantu dongeng tersebut yang amat bermanfaat untuk merangsang indra
perabannya.
c. Mainkan intonasi suara: Intonasi suara yang berbeda-beda amat bermanfaat bagi
indra pendengaran sang ana. Selain itu intonasi yang berbeda-beda ini akan
membuat cerita menjadi lebih menarik. Coba bandingankan antara cerita yang
dibacakan orang tua dengan suara datar sambil terkantuk-kantuk dengan cara
bertutur yang amat hidup dan variatif. Ada suara tinggi untuk tokoh A, suara
rendah untuk tokoh B, suara cempreng untuk tokoh C, dan sebagainya.
d. Tambahkan gerakan: gerakan pantomim sederhana juga bisa disisipkan saat
mendongeng. Misalnya ketika bercerita tentang kuda melompat,orang tua dapat
mencontohkannya dengan gerakan melompat disertai ekspresi muka yang
mendukung. Tidak perlu belajar pantomim secara khusus. Cukup gerakan
sedrhana saja asal mendukung cerita. Biarkan anak belajar berimajinasi sesuai
dengan usianya. Bila si anak sudah bisa membuat beberapa gerakan, tidak ada
salanya memanfaatkan hal tersebut.

e. Libatkan perasaan: Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa ketulusan orang


tua bisa menjadi transmisi yang kuat untuk mengirim sinyal pada sang anak.
Ikatan batin bisa dibangun dari aktivitas tersebut. begitu juga rasa sayang dan
perhatian orang tua dapat terungkap di situ. Banyak orang tua yang sekedar
mengikuti teori untuk membacakan cerita pada bayinya meski sedang jengkel
atau lelah. Jangan salah, bayi bisa merasakan itu, secara emosional bayi sangat
positif terhadap hal-hal seperti itu.
f. Semua hal bisa diceritakan: Ingat, tidak cuma cerita yang sarat dengan pesan
moral yang bisa didongengkan pada sang anak. Kejadian sehari-hari yang paling
sederhana pun bisa diceritakan. Misalnya saat mengganti popok, meyuapi,
mengajaknya jalan-jalan dan sebainya. Untuk usia dini, cerita dengan pesan
moral boleh saja sesekali diperdengarkan, tetapi tidak setiap kali bercerita harus
ada tokoh antagonis dan protagoninya. Cerita yang didongengkan bisa disiapkan
sebelumnya dengan mencontoh buku. Bisa juga spontan karena ada kejadian
menarik saat itu. intinya, banyak hal bisa dijadikan cerita untuk si kecil.
g. Batasi waktunya: Rentang perhatian dan konsentrasi bayi masih sangat terbatas.
Itulah sebabnya, tidak disarankan untuk membacakan si kecil buku cerita yang
tebal sampai selesai. Cukuplah selama 2-5 menit sebagai permulaan. Meskipun
waktunya singkat, tetapi kalau frekuensinya sering, lebih terasa manfaatnya.
h. Kesabaran: Satu hal yang juga harus menyertai kegiatan mendongeng adalah
kesabaran ekstra. Bagaimana tidak? Karena respons yang ditunjukkan bayi sering
tidak terlihat. Berbeda dari anak yang usianya lebih besar, yang responsnya sudah
lebih jelas, semisal senang, sebal, tertari dan sebagainya. Jadi, orang tualah yang
harus jeli mengamati situasi, apakah bayinya sedang enak didongengi atau
sebaliknya. Cari kesempatan yang enak bagi orang tua maupun anaknya.
Meski memberi sederet manfaat, ada beberapa hal yang mesti dicermati kala
bercerita pada sang anak. Yang pasti, orang tua harus pandai memilah-milah cerita.
Jauhkan cerita yang dapat berdampak negatif, seperti cerita tentang menjelek-

jelekkan kelemahan orang lain. Yang seperti ini adalah cerita yang tidak benar. Kalau
yang diceritakan tidak pas, bisa-bisa malah mengganggu perkembangannya.
Lalu, cerita apa lagi yang sebaiknya tidak didengar anak? Antara lain, keluh
kesah orang tua, baik mengenai keharmonisan rumah tangga maupun masalah
finansial. Contohnya, ibu yang curhat pada anakanya mengenai sang mertua. Yang
seperti ini jelas kurang bijaksana disamping tentu saja sama sekali tidak bermanfaat
bagi anak.
Selain itu orang tua harus menyadari bahwa di usia dini sang anak begitu
cepat menyerap semua informasi. Kalau sampai ada informasi yang keliru, bisa jadi
efeknya tidak langsung terlihat saat itu juga, mealinkan setelah si bayi tumbuh lebih
besar.

Anda mungkin juga menyukai