Anda di halaman 1dari 3

Membangun Empati Anak Melalui Dongeng

Oleh Sylviana Ira Rosanti

Siapa yang tidak pernah mendengar kata dongeng? Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, dongeng berarti cerita yang tidak benar-benar terjadi.

Secara luas, bisa juga diartikan sebagai membacakan cerita atau menularkan cerita pada
anak. Entah itu cerita nyata, tidak nyata, atau pengalaman orang yang lebih tua dari kita.

Dulu biasanya dongeng dilakukan oleh orang tua sebagai pengantar tidur anak. Tidaklah
lengkap rasanya, jika tidur tanpa mendengarkan dongeng. Bahkan ada yang menjadikan
dongeng sebagai menu yang harus didengarkan ketika akan tidur.

Namun, kini kebiasaan menuturkan atau membacakan cerita (baca: dongeng) kepada
anak-anak, tidak lagi menjadi ritual para orang tua yang akan mengantarkan anak-
anaknya tidur. Bahkan sebagian orang tua enggan untuk sekadar bercerita kepada sang
anak.

Mereka berpikir bahwa bercerita atau mendongeng bagi anak adalah perbuatan yang sia-
sia, hanya membuat lelah saja. Terlebih lagi bagi orang tua yang sibuk dengan urusan
pekerjaan. Banyak di antara mereka yang akhirnya tidak memiliki waktu bagi keluarga,
khususnya anak meskipun untuk sekadar mendongeng.

Mendongeng bagi anak, seyogianya merupakan pekerjaan yang menyenangkan bagi


setiap orang tua. Karena dalam mendongeng akan terjadi sentuhan emosional yang sangat
dekat antara orang tua dan anak. Anak akan merasa dimanjakan dan disayangi, sehingga
timbul timbal balik berupa rasa kasih dan sayang yang dalam kepada kedua orang tuanya.
Di sisi lain, orang tua juga dapat memperhatikan perkembangan dan kekurangan si anak.

Jika kita melihat perubahan perilaku yang terjadi di masyarakat, di mana para orang tua
lebih nyaman memberikan anak-anaknya sesuatu yang instan, bukan tidak mungkin
kegiatan mendongeng sebelum tidur, kini tinggal dongeng belaka, tinggal kenangan.

Padahal akan lebih baik jika kita tidak memberikan pendidikan yang serba instan kepada
anak-anak. Sebab dikhawatirkan nantinya anak-anak kita akan menjadi ibnul biah (anak
yang karakter, akhlaknya mengadopsi lingkungannya, bukan hasil didikan orang tuanya).
Padahal sebaik-baik mendidik anak adalah yang dilakukan oleh keluarganya, terutama
ibu yang mempunyai peran dan fungsi utama sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.
Dalam lingkup dunia pendidikan anak usia dini (PAUD), mendongeng atau bercerita
merupakan bagian dari kurikulum yang tidak terpisahkan. Karena dongeng atau cerita
dapat merangsang pertumbuhan anak.

Alangkah baiknya jika mencari cerita yang dapat dipahami anak dan cocok dengan kadar
emosional serta pengalamannya. Sebab dalam bercerita kita mengajak anak untuk
berimajinasi, dan juga mengajak anak untuk membangun hati nurani. Karena hakikatnya
anak belum tahu mana yang baik dan buruk.

Kalau dulu anak-anak hanya disuguhkan cerita kancil dan paman petani, kisah timun
mas, kini kita bisa suguhkan kisah-kisah nyata dalam kehidupan sehari-hari, tentang
kemiskinan, anak telantar yang butuh perhatian, anak yang putus sekolah, agar rasa
empati anak dapat timbul dari dalam dirinya.

Karena itu, perhatikan tingkat perkembangan anak. Pertama, rentang usia 0 - 2 tahun.
Merupakan awal masa perkembangan sensorik motorik, sehingga semua tingkah laku dan
pemikiran anak didasari pada hal itu.

Untuk anak seusia itu, pilih cerita dengan objek yang ada di sekitar lingkungan. Untuk
mempermudah identifikasinya, pilih sesuatu yang sudah dikenal. Misalnya, kita
mengarang cerita tentang tanaman atau kucing yang ada di rumah. Dengan demikian,
anak mudah memahami cerita karena objek yang ada dalam cerita, sangat akrab dengan
kehidupan sehari-harinya.

Kedua, rentang usia 2 - 4 tahun (usia pembentukan). Banyak konsep baru yang harus
dipelajari di masa itu, terutama menyangkut manusia dan kehidupan. Itulah sebabnya
mereka suka sekali meniru tingkah laku orang dewasa. Kita bisa menceritakan perihal
karakter binatang yang disesuaikan dengan keseharian anak. Ini bisa dilakukan karena
anak sudah pandai berfantasi. Fantasi mencapai puncaknya saat mereka berusia empat
tahun.

Ketiga, usia 4 - 7 tahun. Di usia ini anak bisa diperkenalkan pada dongeng yang lebih
kompleks. Mereka juga mulai menyukai cerita tentang terjadinya suatu benda dan
bagaimana cara kerja sesuatu. Inilah kesempatan orang tua untuk mendorong minat anak.

Dongeng merupakan sarana yang dapat membantu tumbuh kembang anak. Orang tua
dapat memberikan teladan yang baik bagi anak. Dapat memberikan contoh sikap atau
perbuatan terpuji yang harus dikembangkan dan sikap atau perbuatan buruk yang tidak
boleh dilakukan anak.

Dengan dongeng kita juga dapat memotivasi anak. Biasanya, seorang anak ketika
mendengarkan cerita berimajinasi sebagai tokoh protagonis yang berhasil memecahkan
masalah dalam cerita tersebut. Seorang anak senantiasa membayangkan dirinya sebagai
jagoan dalam sebuah cerita. Di sinilah kesempatan orang tua untuk dapat menyemangati
dan memotivasi anak melalui sebuah dongeng.
Dengan dongeng juga mengajarkan cara berkomunikasi. Keuntungan lain, membacakan
dongeng atau cerita bagi anak yang belum dapat berbicara juga dapat menjadi media
pembelajaran bagi si anak untuk berbicara.

Dengan menceritakan dongeng maka akan merangsang kemampuan berkomunikasi


verbal anak.

Jadi, dongeng bukanlah seringan yang banyak dipikirkan kebanyakan orang, banyak
manfaat yang didapat. Untuk itu, tidak ada salahnya mulai membacakan dongeng atau
cerita bagi anak.

__________

Sylviana Ira Rosanti SPi AMd PdTK, Guru TK Negeri RSBI Banjarbaru

Sumber: http://www.banjarmasinpost.co.id

Anda mungkin juga menyukai