Anda di halaman 1dari 21

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Naskah Lomba Mendongeng
Cerita Rakyat ini dengan baik. Naskah ini dibuat sebagai materi pada bimbingan lomba
mendongeng FGLSN 2022 yang diikuti oleh peserta lomba di SMA N 3 Sintang
Naskah ini di harapkan mampu membantu dan memperdalam pengetahuan siswa
mengenai mendongeng terutama dalam kegiatan bimbingan lomba mendongeng. Selain itu,
Naskah ini diharapkan mampu menjadi petunjuk langkah-langkah apa saja yang harus
diperhatikan dan dipersiapkan ketika ingin mengikuti lomba mendongeng.

Sintang, 22 Agustus 2022

Penulis

Daftar Isi
Halaman Judul …………………………………………………….… i
Kata Pengantar ……………………………………………...………. ii
Daftar Isi ……………………………………………………..……… iii
A. KONSEP MENDONGENG
1. Pengertian Mendongeng …………………………..……...... 3
2. Jenis-jenis Mendongeng ……………….....……………...… 4
3.. Ciri-ciri Dongeng yang Baik dan Benar …………….……...
4. Manfaat Mendongeng …….....…………………….……..… 5
5. Struktur Mendongeng ………………………………...……. 8
6. Unsur-unsur Mendongeng ……………………….………… 9
7. Komponen-komponen Dalam Mendongeng ………..…….. 14
8. Intonasi dan Gerak Mata Ketika Mendongeng ……….….… 8

B. LANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN MENDONGENG


1. Persiapan Mendogeng yang Benar ……………………..…..
2. Cara Menjadi Pendongeng yang Baik ……………..……… 12
3. Praktik Mendongeng ………………………………..…….. 15

C. TEKNIK MENDONGENG
Kesimpulan …………………………………………………………..... 19
Daftar Pustaka …………………………………………………...….…. 20

A. KONSEP MENDONGENG

1. Pengertian Mendongeng
Dongeng adalah bentuk sastra lama yang bercerita tentang suatu kejadian yang luar
biasa, terjadi di luar nalar manusia yang penuh fantasi dan khayalan (fiksi). Dongeng
dianggap oleh masyarakat suatu hal yang tidak benar-benar terjadi di dunia nyata. Dongeng
memang sudah menjadi pelajaran lama dalam bidang studi Bahasa Indonesia.
Beberapa pengertian dongeng menurut para ahli yaitu :
Woolfson ( dalam Puspita : 2009) menyatakan hasil riset menunjukkan bahwa dongeng
merupakan aktivitas tradisional yang jitu bagi proses belajar dan melatih aspek emosional
dalam kehidupan anak-anak. Sebab ketika seseorang masih kanak-kanak, keadaan
psikologisnya masih mudah dibentuk dan dipengaruhi. Oleh sebab itu ketika faktor yang
memengaruhi adalah hal yang positif maka emosi anak akan positif juga.
Poerwadarminto (dalam Handajani, 2008: 13) menyatakan bahwa dongeng
merupakan cerita tentang kejadian zaman dahulu yang aneh-aneh atau cerita yang tak terjadi.
Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga melukiskan tentang
kebenaran, berisikan pelajaran (moral), bahkan sindiran. Pengisahan dongeng mengandung
harapan-harapan, keinginan-keinginan, dan nasihat baik yang tersirat maupun tersurat.
Handajani (2008: 14) mengemukakan bahwa dongeng dikemas dengan perpaduan
antara unsur hiburan dengan unsur pendidikan. Unsur hiburan dalam dongeng dapat
ditemukan pada penggunaan kosa kata yang bersifat lucu, sifat tokoh yang jenaka, dan
penggambaran pengalaman tokoh yang jenaka, sedangkan dongeng memiliki unsur
pendidikan ketika dongeng tersebut mengenalkan dan mengajarkan kepada anak mengenai
berbagai nilai luhur, pengalaman spiritual, petualangan intelektual, dan masalah-masalah
sosial di masyarakat.
Dongeng merupakan media yang sangat efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan
etika terhadap anak. Termasuk menimbulkan rasa empati dan simpati anak. Nilai-nilai yang
bisa dipetik dari dongeng adalah nilai kejujuran, kerendahhatian, kesetiakawanan, kerja keras,
dan lain sebagainya. Bagi murid usia sekolah dasar (SD), ternyata mendongeng masih tetap
selalu dinantikan. Cerita atau dongeng adalah salah satu media komunikasi guna
menyampaikan beberapa pelajaran atau pesan moral kepada anak. Selain itu, tentu saja,
metode-metode pembelajaran lainnya yang pada saat ini telah menggunakan teknologi
canggih yang menarik untuk para peserta didik.
Telah terbukti bahwa menyampaikan pembelajaran dengan cara mendongeng pun tak
kalah menariknya bila dibandingkan dengan pembelajaran melalui alat peraga atau alat bantu
teknologi canggih. pesan moral dapat dengan mudah disampaikan kepada siswa melalui
sebuah cerita atau dongeng. Tidak ada batasan usia kapan anak mulai boleh mendengarkan
dongeng. Anak-anak usia prasekolah dapat mendengarkan cerita sederhana tentang hewan.
Mendongeng bisa menjadi aktivitas berkomunikasi dengan anak yang mudah dan
murah. Di samping itu, mendongeng juga bisa menjadi sarana efektif dalam menyampaikan
pesan pada anak. Anak tidak merasa dinasehati atau digurui oleh orang tua/pendidik karena
tercipta suasana menyenangkan. Anak pun diposisikan sebagai subyek aktif yang ikut
bermain peran dan/atau melibatkan seluruh inderanya untuk larut dalam cerita. Materi
dongeng dapat diambil dari buku cerita anak-anak yang memuat pesan moral atau dari
kejadian sehari-hari yang berlangsung di sekitar lingkungan tinggal anak. Kegiatan
mendongeng juga akan menumbuhkan kecintaan anak pada buku karena anak menemukan
banyak hal positif yang bisa diperoleh dengan membaca buku. Dongeng bisa berpengaruh
pada perkembangan fisik, intelektual, dan mental anak. Ini dikarenakan keterlibatan seluruh
indera anak ketika mendengarkan dongeng. Kecerdasan kognitif anak terasah lewat
keterampilan berimajinasi dan menyimpulkan makna yang terkandung dalam cerita.
Keterlibatan secara aktif dalam aktivitas dongeng akan memberikan pengalaman konkret
pada anak sehingga akan tertanam kuat dalam struktur kognitif anak.
Dongeng berpotensi memberikan sumbangsih besar bagi anak sebagai manusia yang
memiliki jati diri yang jelas, jati diri anak ditempa melalui lingkungan yang diusahakan
secara sadar dan tidak sadar. Dongeng dapat digunakan sebagai sarana mewariskan nilai-nilai
luhur kepribadian, secara umum dongeng dapat membantu anak menjalani masa tumbuh
kembangnya. Anak-anak dapat memahami pola drama kehidupan melalui tokoh dongeng.
Melalui dongeng, anak-anak akan terlibat dalam alur cerita dongeng dalam hal ini anak-anak
menumbuhkembangkan intelektualitasnya. Dongeng mampu membawa anak
melanglangbuana, memasuki dunia fantasi, menyeret mereka ke dunia antah-berantah dan
membayangkan berbagai “kehidupan lain” yang tidak ada di dekat mereka, dalam hal ini
dapat menumbuhkan dan menggerakkan daya ciptanya (Thobroni, 2008: 6-8).

2. Jenis-Jenis Dongeng
Ada beberapa macam dongeng yang perlu kamu ketahui, berikut pembagian jenis-
jenis dongeng:
2.1 Mite adalah satu diantara bentuk dongeng yang menceritakan mengenai hal-hal gaib
seperti cerita dewa, hantu, peri, dan hal-hal gaib lainnya.
2.2 Sage adalah cerita dongeng yang menceritakan tentang kepahlawanan, keperkasaan, dan
kesaktian dari seseorang tokoh.
2.3 Fabel adalah bentuk dongeng yang tokoh utamanya adalah hewan yang memiliki perilaku
seperti manusia.
2.4 Legenda adalah dongeng yang menceritakan tentang peristiwa atau kejadian atau asal-
usul dari suatu tempat atau benda.
2.5 Cerita jenaka adalah cerita yang berisi tentang kejadian-kejadian lucu yang menghibur
siapa saja yang menontonnya.
2.6 Cerita pelipur lara adalah cerita yang biasanya digunakan untuk menjamu tamu dan
menggunakan media seperti wayang dan alat lainnya.
2.7 Cerita perumpamaan adalah bentuk dongeng yang mengandung kiasan/ibarat nasihat-
nasihat.

3. Ciri-Ciri Dongeng yang Benar


Seperti layaknya cerita-cerita yang lain, dongeng memiliki beberapa ciri yang
membedakannya dengan bentuk cerita yang lain. Berikut beberapa ciri-ciri dongeng yang
benar.
Diceritakan dengan alur yang sederhana. Alur cerita singkat dan cepat. Tokoh yang ada tidak
diceritakan secara detail. Peristiwa yang ada didalamnya kebanyakan fiktif atau khayalan.
Ditulis dengan gaya pencitraan secara lisan. Lebih menekankan pada bagian isi atau
persitiwa.

4. Manfaat Mendongeng
Berikut adalah beberapa manfaat dari dongeng bagi anak :
4. 1. Media Menanamkan Nilai dan Etika
Dongeng merupakan media yang sangat efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan
etika kepada anak, termasuk menimbulkan rasa empati dan simpati anak. Nilai-nilai yang
bisa dipetik dari dongeng adalah nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan, kerja keras,
dan lain sebagainya.
4. 2. Memperkenalkan Bentuk Emosi
Dari dongeng yang diberikan, pastinya memiliki karakter dan tokoh yang berbeda-
beda. Sebagai orang tua, Anda harus memahami makna dari dongeng tersebut, sehingga
Anda bisa memberikan penekanan tertentu pada dialog dan ekspresi. Selain itu, Anda juga
bisa menceritakan emosi para tokoh seperti emosi negatif dan positif. Hal ini akan
membantu anak dengan masalah agresifitas dan mengajarkan untuk berempati pada
sesama temannya.
4.3. Mempererat Ikatan Batin
Bagi orang tua yang memiliki kesibukan yang padat, mendongeng adalah salah satu
trik untuk mendekatkan diri pada anak Anda. Kesibukan orang tua membuat mereka tidak
dapat bermain dengan si kecil setiap saat. Oleh karena itu, mempergunakan waktu
senggang orang tua dirumah untuk memberikan cerita atau dongeng pada anaknya, adalah
cara yang efektif untuk mempererat ikatan batin antara orang tua dan anak.
4.4 Memperluas Kosa Kata
Semakin banyak membaca, semakin banyak tahu. Orang tua bisa menggunakan
dongeng sebagai media untuk memperkenalkan kosa kata asing pada anak yang pastinya
akan berguna di sekolah nantinya.
4.5. Merangsang Daya Imajinasi
Selain membacakan cerita atau dongeng dari buku, orang tua bisa membuat cerita
singkat tanpa panduan buku. Kemudian, pandulah anak-anak untuk melanjutkan cerita
tersebut berdasarkan imajinasi mereka sendiri. Ajukan juga beberapa pertanyaan untuk
memancing daya imajinasinya.
5. Struktur Dongeng
Sebuah dongeng dibangun oleh tiga bagian penting, yaitu pendahuluan, isi atau
peristiwa, dan penutup. Berikut penjelasan dari masing-masing bagian dari dongeng.
Pendahuluan, berisi kalimat pengantar untuk memulai dongeng. Isi (Peristiwa), bagian
penting dari dongeng yang isinya mengenai urutan kejadian dari suatu peristiwa. Penutup,
bagian akhir cerita yang dibuat untuk mengakhiri cerita.
5. Unsur-Unsur Mendongeng
Unsur intrinsik Dalam Dongeng
1. Tema
Tema adalah masalah inti yang merupakan dasar untuk sebuah cerita. Oleh karena itu,
dalam rangka untuk mendapatkan tema dalam cerita, pembaca harus membaca cerita untuk
menyelesaikan. Tema cerita rakyat akan terkait dengan pengalaman hidup. Biasanya cerita
rakyat tema mengandung unsur-unsur alam, peristiwa sejarah, sihir, dewa, misteri, dan
hewan.
2. Latar Belakang Atau Pengaturan Pada Dongeng
Latar belakang informasi tentang waktu, suasana, dan juga lokasi di mana cerita
rakyat berlangsung.
Lokasi latar belakang atau tempat.
Lokasi latar belakang informasi tentang cerita yang menjelaskan di mana cerita
berlangsung. Sebagai contoh pengaturan lokasi cerita di kerajaan, di desa, di hutan, di pantai,
di surga dan lain-lain.
Latar Waktu
Waktu latar belakang saat peristiwa dalam dongeng, sebagai contoh pagi, di zaman
kuno, pada malam hari, bertahun-tahun, saat matahari terbenam dan lainnya.
Latar Belakang Suasana
Informasi latar belakang bahwa Suasana adalah suasana dalam hal tempat dongeng.
Misalnya, latar belakang adalah suasana kehidupan masyarakat hidup dalam damai dan
kemakmuran, orang hidup dalam ketakutan karena kejam, hutan raja menjadi ramai setelah
Purbasari tinggal di sana, dan lainnya.
3. Tokoh
Tokoh merupakan pemeran pada sebuah cerita rakyat. Tokoh pada cerita rakyat dapat
berupa hewan, tumbuhan, manusia, para dewa dan lainnya.
Dengan penokohan sifatnya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Karakter utama (biasanya protagonis) yang menjadi tokoh sentral dalam cerita.
Tokoh ini berperan dalam sebagian besar seri cerita, dari awal hingga akhir cerita. Secara
umum, tokoh utama ditampilkan sebagai tokoh yang memiliki kualitas yang baik. Akan
Tetapi tidak menutup kemungkinan untuk menemukan karakter utama diceritakan lucu,
unik atau bahkan jahat.
2. Lawan yang menonjol (biasanya antagonis).
Antagonis dalam arti karakter yang selalu berlawanan dengan protagonis. Secara umum,
antagonis ditampilkan sebagai tokoh “hitam”, menggambarkan adalah kejahatan.
3. Tokoh pendamping (tritagonis). Tritagonis pemain pembantu.
Dengan cara menunjukkan penokohan karakter dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Yaitu sosok karakter langsung dikenali pembaca karena telah dijelaskan oleh penulis
2. Secara tidak langsung karakter segera dikenali bahwa pembaca karakter untuk menarik
kesimpulan sendiri dari dialog, latar belakang suasana, perilaku, penampilan, lingkungan,
dan aktor-aktor lain.
4. Alur
Sebuah urutan kejadian dalam cerita rakyat yang. Biasanya cerita rakyat meliputi lima
rangkaian acara yang selama pengenalan (pembukaan), cerita berkembang, perselisihan
(konflik), peleraian (rekonsiliasi), dan tahap terakhir adalah waktu penyelesaian. Secara
umum, aliran dibagi menjadi tiga jenis:
Alur maju
Alur mundur
Alur campuran
5. Sudut pandang
Sudut pandang adalah bagaimana penulis menempatkan dirinya dalam cerita, atau
dengan kata lain dari titik di mana penulis melihat cerita. Sudut pandang berperan sangat
penting untuk kualitas cerita.
Sudut pandang umumnya dibagi menjadi dua :
Sudut pandang orang pertama: Penulis bertindak sebagai orang pertama yang bisa
menjadi karakter utama dan karakter tambahan dalam cerita.
Sudut pandang orang ketiga: Penulis adalah luar cerita dan tidak terlibat secara
langsung dalam cerita. Penulis menjelaskan karakter dalam cerita dengan menyebutkan nama
karakter atau orang ketiga mengatakan bahwa “dia, mereka”.
6. Amanat atau pesan moral
Adalah nilai-nilai yang terkandung dalam cerita dan mengatakan bahwa pembaca
mendapat pelajaran dari cerita.
7. Majas (Gaya Bahasa)
Gaya bahasa merupakan dialog yang di gunakan dalam dongeng tersebut.
Unsur Ekstrinsik dalam Dongeng
Unsur ekstrinsik merupakan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penciptaan
sebuah artikel atau karya sastra. Bisa dikatakan unsur ekstrinsik adalah subjektif milik
seorang penulis yang bisa menjadi agama, budaya, kondisi sosial, motivasi, yang mendorong
sebuah karya sastra diciptakan. Unsur ekstrinsik dalam cerita rakyat biasanya meliputi:
Budaya dan nilai-nilai yang dianut.
Tingkat pendidikan.
Kondisi sosial di masyarakat.
Agama dan kepercayaan.
Politik, ekonomi, hukum.
7. Komponen-komponen dalam Dongeng
Dongeng termasuk kedalam cerita naratif, maka dari itu susunan penulisanya atau
penyampaianya dan bentuknya sama dengan cerita-cerita naratif, hanya ada beberapa saja
yang berbeda tapi pada dasarnya semuanya sama.
Didalam dongeng juga ada pelaku, tema, dan ciri-cirinya seperti berikut :
Pelaku atau Tokoh dalam Dongeng;
a) Dewa dan dewi, ibu dan saudara tiri yang jahat, raja dan ratu, pangeran dan putri.
b) Peri, wanita penyihir, raksasa, orang kerdil, putri duyung, monster, naga.
c) Binatang, misalnya ikan ajaib dan kancil.
d) Kastil, hutan yang memikat, negeri ajaib.
e) Benda ajaib, misalnya lampu ajaib, cincin, permadani, dan cermin.
Tema Dongeng :
Moral tentang kebaikan yang selalu menang melawan kejahatan.
Kejadian yang terjadi di masa lampau, di suatu tempat yang jauh sekali .
Tugas yang tak mungkin dilaksanakan.
Mantra ajaib, misalnya mantra untuk mengubah orang menjadi binatang.
Daya tarik yang timbul melalui kebaikan dan cinta.
Pertolongan yang diberikan kepada orang baik oleh makhluk dengan kekuatan ajaib.
keberhasilan anak ketiga atau anak bungsu ketika sang kakak gagal.
Kecantikan dan keluhuran anak ketiga atau anak bungsu.
Kecemburuan saudara kandung yang lebih tua.
Kejahatan ibu tiri.
8. Intonasi dan Gerakan Mata Ketika Mendongeng
Bagaimana cara mengatur intonasi suara dan gerakan mata:
1. Kamu harus mengeluarkan suara yang cukup keras (tidak perlu berteriak) untuk dapat
didengar oleh semua pendengar.
2. Untuk menyajikan cerita secara dramatis maka kamu harus betul-betul menguasai
ceritanya sehingga tahu kapan kamu harus menekankan kata-kata tertentu atau
memperlihatkan mimik muka tertentu. Misalnya, jika kamu sedang bercerita tentang
seorang yang sedang berlari ketakutan, kamu perlu ikut mempercepat suara kamu dengan
mimik muka yang tepat untuk menggambarkan kejadian tersebut.
3. Cara kamu memperbesar atau memperkecil suara adalah sesuai dengan penjiwaan anda
terhadap cerita tersebut. Jika itu tercapai maka mudah sekali anda menirukan suara-suara
tertentu, mis. suara anak kecil atau orang tua, suara orang memerintah atau suara lembut
seorang ibu, suara orang ketakutan atau suara orang marah dan lain-lain.
4. Tujukan gerakan yang sesuai dengan cerita anda. Misalnya, jika anda bercerita tentang
seorang yang sedang berbisik, anda perlu menirukan gaya orang yang sedang berbisik dan
sebagainya.
5. Hal yang paling penting dalam bercerita adalah gerakan mata anda. Jangan sekali-sekali
membiarkan mata anda menerawang ke angkasa. Tataplah mata anak-anak secara
bergantian. Dengan tatapan mata anda ini anda dapat menguasai seluruh kelas.
Untuk dapat menguasai aspek-aspek keterampilan teknis dari penyajian cerita diatas,
tentu membutuhkan persiapan yang matang. Selain itu, kemampuan dalam bercerita agar
dapat memunculkan berbagai unsur diatas, dan tersaji secara padu, hanya dapat dikuasai
dengan pengalaman dan latihan-latihan yang tekun. Bercerita memang salah satu bagian dari
keterampilan mengajar. Sebagai sebuah keterampilan, penguasaannya tidak cukup hanya
dengan memahami ilmunya secara teoritik saja. Yang lebih penting dari itu adalah keberanian
dan ketekunan dalam mencobanya secara langsung. Itulah sebabnya, latihan-latihan tertentu
yang rutin sangat dibutuhkan. Yang jelas, keterampilan teknis bercerita hanya dapat
dikembangkan melalui latihan dan pengalaman praktek bercerita. Akhirnya ketika anda
berbicara atau bercerita kepada anak di depan kelas, ingatlah bahwa suara anda dan mimik
muka serta sorotan mata anda sangat menentukan apakah anda akan berhasil menarik
perhatian mereka.

B. LANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN MENDONGENG


1. Persiapan Mendongeng yang Benar
1. 1 Banyak Membaca Buku Dongeng
Cara pertama yang perlu teman-teman lakukan agar bisa mendongeng yang
baik adalah dengan banyak-banyak membaca buku dongeng. Bacalah semua jenis
dongeng yang ada, seperti fabel, mitos, legenda, cerita rakyat, dan lain-lain. Kita juga
bisa banyak membaca cerita dongeng klasik maupun modern. Sekarang ini, kita juga
mudah sekali menemukan buku dongeng dengan dua bahasa dan buku dongeng hasil
terjemahan.
1. 2 Pilihlah Gaya Mendongeng yang Tepat
Jika kalian sudah rajin membaca berbagai macam buku dongeng, langkah
selanjutnya adalah memilih gaya mendongeng yang tepat. Kalian juga bisa meniru
orang-orang dengan gaya mendongeng yang menarik, sebagai awal belajar. Beberapa
orang juga membawa buku ketika mendongeng, ada juga yang membawa boneka agar
penyampaiannya lebih menarik. Bisa juga dengan iringan musik agar suasana dari
cerita dongeng lebih nyata. Oleh karena itu, siswa bisa mencoba berbagai macam gaya
hingga menemukan yang tepat dan sesuai dengan diri siswa.Hal penting lainnya yang
perlu kita latih adalah kemampuan membangun imajinasi yang juga dirasakan oleh
pendengar.
1. 3 Menirukan Suara Tokoh dan Menggunakan Gerak Tubuh
Ketika membaca dongeng, kita akan menemukan berbagai macam tokoh yang
berbeda. Tentu, salah satu keahlian menirukan suara tokoh perlu dilakukan. Kita bisa
menggunakan imajinasi kita dan membayangkan bagaimana kira-kira suara yang tepat
untuk setiap tokoh. Seperti, suara raksasa yang terdengar besar dan serak, suara tikus
yang mencicit, dan lain-lain. Teman-teman juga bisa menambahkan gerak tubuh
sambil bercerita agar lebih nyata. Seperti ketika kita misalnya, menceritakan burung
yang sedang terbang dengan merentangkan lengan kita.
2. Cara Menjadi Pendongeng yang Baik
Beberapa cara menjadi pendongeng yang baik :
Baik, dapat diartikan menjadi dua hal. Yang pertama adalah baik dari segi penampilan
dan baik orangnya atau pendongengnya. Dalam kesempatan ini akan disampaikan baik dari
segi penampilannya. Bagaimanakah seorang pendongeng dapat menampilkan sebuah
dongeng dengan baik sehingga dapat menyampaikan materi dongeng dengan menarik. Saya
tidak akan menyampaikan teori teks book, tetapi lebih pada penyampaian pengalaman selama
menjadi pendongeng dan pendidik.
Kuasailah Materi
Materi dongeng yang akan kita sampaikan hendaklah terkuasai sehingga kita
dapat berimprovisasi dengan baik. Menguasai materi cerita berbeda dengan
menghafal. Kalau kita menghafal akan sangat sulit seandainya di tengah jalan ternyata
ada anak yang bertanya atau menyampaikan suatu kesan. Sangat mungkin seorang
yang menghafal sebuah cerita tiba-tiba lupa dan berhenti di tengah-tengah sehingga
sangat mengganggu jalannya cerita. Penguasaan di sini lebih di titik beratkan pada
penguasaan unsur-unsur pembangun dalam cerita seperti tokoh, seting, alur, dan juga
konflik.
Memahami karakter tokoh dalam cerita sangat perlu karena dari tokohlah kita dapat
membangun alur dan konflik. Tokoh harus kita bedakan antara yang antagonis dan protagonis
sehingga anak dapat membedakan perwatakan masing-masing tokoh. Seting ini sangat
berperan dalam membangun suasana cerita sehingga anak dapat membayangkan dimana dan
sedang berbuat apa para tokoh dalam cerita.
Alur adalah sesuatu yang sangat vital dalam cerita. Kita harus tahu benar kapan
mulai terjadi konflik, hingga klimaks konfliks dan akhirnya penyelesaian. Hal ini dapat
membuat cerita kita menjadi hidup dan menarik. Penciptaan konflik yang dramatis akan
membuat sebuah cerita tetap berkesan di alam imajinasi anak. Sehingga seorang pendongeng
haruslah cermat dalam penciptaan konflik.
Hidupkan Tokoh
“Bibi…. Aku tidak boleh ikut main sama teman-teman”
“lho….. mengapa demikian?”
“katanya aku berbeda dengan mereka”
Sepenggal percakapan tadi tidak akan menarik seandainya kita hanya membaca
dengan biasa tetapi cobalah eksplorasi ekspresi emosi apa yang muncul ketika seorang anak
sedang berkata kepada bibinya. Memberi ekspresi emosi inilah yang disebut menghidupkan
tokoh apalagi disertai ekspresi mimik pendongeng yang pas. Secara audio pun seorang anak
akan dapat mengimajinasikan keadaan tokoh-tokoh dalam cerita. Kemampuan ini sebenarnya
dapat dilatihkan secara struktural, tetapi ada juga yang memang mempunyai bakat. Latihan
secara struktural itu sebenarnya telah anda lakukan tiap hari yaitu mengamati kehidupan
sosial yang ada di kehidupan kita atau melihat pengalaman hidup yang pernah kita rasakan.
Bagaimana rasanya ketika kita sedih, bagaimana rasanya ketika kita marah, bagaimana
rasanya ketika kita senang, dan lain-lain.
Menghidupkan Kata-kata
Menghidupkan kata dapat dilakukan dengan cara memberi sifat pada kata-kata
tersebut.
“tiba-tiba harimau itu menyambar Gurka dengan kukunya yang tajam
dan….. bettt, dada Gurka terobek hingga mengeluarkan darah yang merah.”
“air yang sejuk di pegunungan itu gemericik menambah sejuknya suasana”
dari dua contoh kalimat tersebut, kita akan melihat betapa sebuah kata akan memiliki
“roh” yang berbeda dengan kata yang lain. Mengucapkan kata merah, darah akan
sangat berbeda dengan air, sejuk. Coba fahami perbedaannya. Kata merah dan darah
bersifat mengerikan, menakutkan, dan lain sebagainya, sedangkan kata air dan sejuk
mempunyai sifat damai, tentram, dan lain sebagainya. Itulah yang dinamakan
menghidupkan kata kata.
Ikhlaslah dalam Mendongeng
Sedapat mungkin kita harus ikhlas ketika kita mendongeng. Suasana hati akan
sangat berpengaruh ketika kita menyampaikan sebuah dongeng. Bayangkan
seandainya kita mendongeng sementara di rumah kita sedang terjadi konflik dengan
keluarga tentu dongeng kita akan semuanya berisi ekspresi marah dan kesal, meskipun
sedang mendongengkan sebuah cerita bahagia. Buatlah suasana hati yang segar dan
tenang ketika hendak mendongeng.
Memahami Teknik Mengawali dan Mengakhiri Cerita
Awalilah sebuah cerita dengan appersepsi yang menarik. Banyak sekali
tehnik-tehnik muncul yang dapat kita gunakan. Buatlah beberapa improvisasi lewat
lagu, suara yang beranekaragam, atau menggunakan alat peraga. Dapat juga
menggunakan beberapa kali pengulangan hingga anak dapat mennirukannya (Familia:
April 2003: 20). Margaret Read Mc. Donald, seorang pendongeng Amerika lebih
memilih metode yang terakhir. Ia akan mengulang kata-kata dan gerakan beberapa
kali sampai anak memperhatikan dan mungkin menirukannya. Wees Ibnu Say, Ketua
Lembaga Rumah Dongeng Indonesia, lebih memilih membuat improvisasi lewat
suara atau lagu dalam membuat appersepsi.
Akhirilah sebuah cerita dengan ending yang terbuka sehingga akan
memancing anak untuk ingin tahu cerita selanjutnya. Ini juga akan membuat anak
menanti cerita kita yang selanjutnya.
3. Praktik Mendongeng
3. 1 Teknik Bercerita: Pendidik perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam
olah vokal, olah gerak, bahasa dan komunikasi serta ekspresi. Seorang pencerita harus
pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi
harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus
dikombinasikan secara proporsional adalah sebagai berikut : (1) Narasi (2) Dialog (3)
Ekspresi (terutama mimik muka) (4) Visualisasi gerak/Peragaan (acting) (5) Ilustrasi
suara, baik suara lazim maupun suara tak lazim (6) Media/alat peraga (bila ada) (7)
Teknis ilustrasi lainnya, misalnya lagu, permainan, musik, dan sebagainya.
3. 2 Mengkondisikan anak : Tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana
tertib harus diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita.
Diantaranya dengan cara-cara sebagai berikut:
a) Aneka tepuk: seperti tepuk satu-dua, tepuk tenang, anak sholeh dan lain-lain.
Contoh ; Jika aku (tepuk 3x) sudah duduk (tepuk 3x) maka aku (tepuk 3x) harus
tenang (tepuk 3x) sst…sst..sst…
b) Simulasi kunci mulut: Pendidik mengajak anak-anak memasukkan tangannya ke
dalam saku, kemudian seolah-olah mengambil kunci dari saku, kemudian
mengunci mulut dengan kunci tersebut, lalu kunci di masukkan kembali ke dalam
saku.
c) “Lomba duduk tenang”, Kalimat ini diucapkan sebelum cerita disampaikan, ataupun
selama berlangsungnya cerita. Teknik ini cukup efektif untuk menenangkan anak,
Apabila cara pengucapannya dengan bersungguh-sungguh, maka anak-anak pun
akan melakukannya dengan sungguh-sungguh pula.
d) Tata tertib cerita, sebelum bercerita pendidik menyampaikan aturan selama
mendengarkan cerita, misalnya; tidak boleh berjalan-jalan, tidak boleh
menebak/komentari cerita, tidak boleh mengobrol dan mengganggu kawannya
dengan berteriak dan memukul meja. Hal ini dilakukan untuk mencegah anak-anak
agar tidak melakukan aktifitas yang mengganggu jalannya cerita
e) Ikrar, Pendidik mengajak anak-anak untuk mengikrarkan janji selama mendengar
cerita, contoh:
Ikrar..! Selama cerita, Kami berjanji 1. Akan duduk rapi dan tenang 2. Akan
mendengarkan cerita dengan baik .
f) Siapkan hadiah!, secara umum anak-anak menyukai hadiah. Hadiah men dorong
untuk anak-anak untuk mendapatkannya, meskipun harus menahan diri untuk tidak
bermain dan berbicara. Bisa saja kita memberikan hadiah imajinatif seperti
makanan, binatang kesayangan, balon yang seolah-olah ada di tangan dan
diberikan kepada anak, tentu saja diberikan kepada anak-anak yang sudah akrab
dengan kita, seringkali teknik ini menimbulkan kelucuan tersendiri.

3. Teknik membuka Cerita ”Kesan pertama begitu menggoda selanjutnya ….terserah anda”,
Kalimat yang mengingatkan kita pada salah satu produk yang diiklankan. Hal ini
mengingatkan pula betapa pentingnya membuka suatu cerita dengan sesuatu cara yang
menggugah. Mengapa harus menggugah minat? Karena membuka cerita merupakan saat
yang sangat menentukan, maka membutuhkan teknik yang memiliki unsur penarik
perhatian yang kuat, diantaranya dapat dilakukan dengan:
a. Pernyataan kesiapan : “Anak-anak, hari ini, Ibu telah siapkan sebuah cerita yang
sangat menarik…” dan seterusnya.
b. Potongan cerita: “Pernahkah kalian mendengar, kisah tentang seorang anak yang
terjebak di tengah banjir?, kemudian terdampar di tepi pantai…?”
c. Sinopsis (ringkasan cerita), layaknya iklan sinetron “Cerita bu Guru hari ini adalah
cerita tentang “seorang anak kecil pemberani, yang bertempur melawan raja gagah
perkasa perkasa ditengah perang yang besar” (kisah nabi Daud) mari kita dengarkan
bersama-sama !
d. Munculkan Tokoh dan Visualisasi “ dalam cerita kali ini, ada 4 orang tokoh penting…
yang pertama adalah seorang anak yang jago main karate, ia tak takut dengan
siapapun…namanya Adiba, yang kedua adalah seorang ketua gerombolan penjahat
yang bernama Somad, badannya tinggi besar dan bila tertawa..iiih mengerikan karena
sangat keras”…HA. HA..HA..HA..HA”, Somad memiliki golok yang sangat besar,
yang ketiga seorang guru yang bernama Umar, wajahnya cerah dan menyenangkan…
dan seterusnya.
e. Pijakan (setting) tempat “Di sebuah desa yang makmur…”, “Di pinggir pantai..” “Di
tengah Hutan…” “Ada sebuah kerajaan yang bernama ..” “Di sebuah Pesantren…”
dan lain-lain.
f. Pijakan (setting) waktu, “Jaman dahulu kala…” “Jaman pemerintahan raja mataram
…” ”Tahun 2045 terjadi sebuah tabrakan komet…” “Pada suatu malam…” “Suatu
hari…” dan lain-lain.
g. Ekspresi emosi: Adegan orang marah, menangis, gembira, berteriak-teriak dan lain-
lain.
h. Musik & Nyanyian “Di sebuah negeri angkara murka, dimulai cerita…(kalimat ini
dinyanyikan), atau ambillah sebuah lagu yang popular, kemudian gantilah syairnya
dengan kalimat pembuka sebuah cerita.
i. Suara tak Lazim atau ”Boom” ! : Pendidik dapat memulai cerita dengan
memunculkan berbagai macam suara seperti; suara ledakan, suara aneka binatang,
suara bedug, tembakan dan lain-lain.
4. Menutup Cerita dan Evaluasi
a. Tanya jawab seputar nama tokoh dan perbuatan mereka yang harus dicontoh maupun
ditinggalkan.
b. Doa khusus memohon terhindar dari memiliki kebiasaan buruk seperti tokoh yang
jahat, dan agar diberi kemampuan untuk dapat meniru kebaikan tokoh yang baik.
c. Janji untuk berubah; Menyatakan ikrar untuk berubah menjadi lebih baik, contoh
“Mulai hari ini, Aku tak akan malas lagi, aku anak rajin dan taat kepada guru!”
d. Nyanyian yang selaras dengan tema, baik berasal dari lagu nasional, popular maupun
tradisional.
e. Menggambar salah satu adegan dalam cerita. Setelah selesai mendengar cerita,
teknik ini sangat baik untuk mengukur daya tangkap dan imajinasi anak.
5. Penanganan Keadaan Darurat Apabila saat bercerita terjadi keadaan yang mengganggu
jalannya cerita, pendidik harus segera tanggap dan melakukan tindakan tertentu untuk
mengembalikan keadaan, dari kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih baik (tertib).
Adapun kasus-kasus yang paling sering terjadi adalah:
a. Anak menebak cerita. Penanganan: Ubah urutan cerita atau kreasikan alur cerita.
b. Anak mencari perhatian. penanganan: sampaikan kepada anak tersebut bahwa kita dan
teman-temannya terganggu, kemudian mintalah anak tersebut untuk tidak mengulanginya.
c. Anak mencari kekuasaan. Penanganan: Pendidik lebih mendekat secara fisik dan lebih
sering melakukan kontak mata dengan hangat.
d. Anak gelisah. Penanganan: Pendidik lebih dekat secara fisik dan lebih sering melakukan
kontak mata dengan hangat, kemudian mengalihkan perhatiannya kepada aktivitas
bersama seperti tepuk tangan dan penyanyi yang mendukung penceritaan.
e. Anak menunjukkan ke tidak puasan. Penanganan: Pendidik membisikkan ke telinga anak
tersebut dengan hangat ”Adik anak baik, Ibu makin sayang jika adik duduk lebih tenang”
f. Anak-anak kurang kompak. Pananganan: pendidik lebih variatif mengajak tepuk tangan
maupun yel-yel.
g. Kurang taat pada aturan atau tata tertib. Penanganan: Pendidik mengulangi dengan
sungguh-sungguh tata tertib kelas.
h. Anak protes minta ganti cerita. Penanganan: Katakanlah ”Hari ini ceritanya adalah ini,
cerita yang engkau inginkan akan Ibu sampaikan nanti”.
i. Anak menangis. Penanganan: Mintalah orang tua atau pengasuh lainnya membawa keluar.
j. Anak berkelahi. Penanganan: Pisahkan posisi duduk mereka jangan terpancing untuk
menyelesaikan masalahnya, namun tunggu setelah selesai cerita.
k. Ada tamu. Penanganan: Berikan isyarat tangan kepada tamu agar menunggu, kemudian
cerita diringkas untuk mempercepat penyelesaiannya Suasana cerita sangat ditentukan
oleh ketrampilan bercerita pendidik dan hubungan emosional yang baik antara pendidik
dengan anak-anak. Beberapa kasus di atas hanyalah sebagian contoh yang sering muncul
saat seorang pendidik bercerita, jadi penanganannya bisa disesuaikan dengan situasi dan
kondisi serta kreativitas pendidik.
C. TEKNIK MENDONGENG
1. Teknik Mendongeng
Jasmin Hana (2011: 58-60) menyatakan bahwa ada berbagai teknik dalam
mendongeng. Teknik tersebut antara lain:
1. 1 Membaca dari Buku Cerita.
Ini adalah teknik membacakan dongeng secara langsung dari buku cerita. Teknik ini
dilakukan dengan menggunakan buku cerita yang sarat pesan-pesan baik di dalamnya.
1. 2 Mendongeng dengan Ilustrasi dari Buku.
Teknik ini menggunakan ilustrasi dari buku yang Anda pilih. Ilustrasi itu harus
menarik dan lucu sehingga anak anda bisa mendengarkan dari memusatkan perhatian
lebih besar daripada buku cerita. Ilustrasi gambar yang digunakan sebaiknya cukup besar
dilihat oleh Anda dan berwarna serta urut dalam menggambarkan jalan cerita yang
disampaikan.
1. 3 Menceritakan Dongeng.
Mendongeng merupakan suatu cara untuk meneruskan warisan budaya yang
bernilai luhur dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Menceritakan dongeng pada
anak membantu anak mengenal budaya leluhurnya dan menyerap pesan- pesan yang
terkandung didalamnya. Mendongeng dengan Menggunakan Boneka. Pemilihan cerita
dan boneka tergantung pada usia dan pengalaman anak. Boneka yang digunakan
mewakili tokoh cerita yang akan disampaikan
1. 4 Dramatisasi atas Suatu Dongeng.
Teknik ini digunakan untuk memainkan perwatakan tokoh dalam suatu
dongeng yang disukai anak Anda. Biarkanlah anak Anda berimajinasi. Jika ia ingin
dongengnya berkembang berdasarkan yang ia inginkan, ikuti saja khayalan akan
dongengnya. Hasilnya, ia akan merasa dilibatkan dan bisa mengespresikan dirinya. Anda
juga jangan takut kelihatan seperti anak kecil. Tak masalah Anda menggunakan aneka
macam suara aneh atau gerakan – gerakan yang ekspresif untuk menggambarkan tokoh-
tokoh di dalam dongeng. Jika anak Anda suka dengan kisah superhero yang bisa terbang,
Anda jangan segan menggendongnya lalu “menerbangkannya”.
1. 5 Mendongeng Sambil Memainkan Jari- Jari Tangan.
Teknik ini memungkinkan Anda berkreasi dengan menggunakan jari- jari
tangan, tergantung kreativitas Anda sesuai dengan perwatakan tokoh yang ada di dalam
dongeng. Anak akan bosan jika terus-menerus mendengar dongeng yang sama. Dalam
hal ini guru harus terus menerus mencari pengetahuan tentang berbagai sumber,
termasuk cerita-cerita rakyat atau literatur lain, sehingga guru dapat memiliki
pengetahuan yang luas dalam mendongeng. Cara penyampaian dongeng yang baik dan
benar akan membangun imajinasi anak. Oleh karena itu saat mendongeng, kita harus
memperhatikan hal-hal berikut ini :
Cara mendongeng yang menarik untuk anak (Jasmin Hana, 2011: 61-67) :
1. Gunakanlah kata- kata yang mudah dipahami
Rasanya seorang guru tidak mungkin untuk menggunakan kata-kata yang
tidak mudah dipahami oleh anak, ketika guru mendongeng tidak perlu menggunakan
kata-kata “provesi”, “kompensasi”, dan sebagainya. Jadi, gunakanlah kata-kata yang
mudah dipahami oleh anak.
2. Mengatur Suara
Intonasi suara guru akan menentukan apakah dongeng hidup dan menarik?
guru harus mengeluarkan suara yang pas untuk didengar oleh anak. Untuk menyajikan
suara secara dramatis maka harus betul-betul menguasai ceritanya sehingga tahu kapan
harus menekankan kata-kata tertentu atau memperlihatkan mimik muka tertentu.
Misalnya, jika sedang bercerita tentang seorang yang sedang berlari ketakutan, guru
perlu ikut mempercepat suara dengan mimik muka yang tepat untuk menggambarkan
kejadian tersebut. Cara memperbesar atau memperkecil suara harus sesuai dengan
penjiwaan terhadap dongeng yang disampaikan . Jika itu tercapai maka mudah sekali
menirukan suara-suara tertentu, misalnya suara anak kecil atau orang tua, suara orang
memerintah atau suara lembut seorang ibu,suara orang ketakutan atau suara orang marah,
dan lain-lain.
Variasikan kecepatan suara sesuai dengan cerita di dalam dongeng. Misalnya
untuk membangun ketegangan, variasikanlah nada suara pada perbagai karakter. Hal ini
akan mendramatisir dialog dan menghidupkan karakter yang ada. Lakukanlah secara
wajar. Jika berlebihan, yang diingat anak justru suara guru bukan dongengnya.
Gunakanlah vokal dan intonasi yang baik dalam membangun dongeng yang akan
diceritakan, pastikan memilih vokal dan intonasi yang tepat dan sesuai dengan isi cerita
saat mendongeng. Jangan memaksakan membuat suara-suara yang aneh hanya untuk
menekankan tokoh tertentu jika memang tidak bisa. Hal tersebut hanya akan mempersulit
dalam mendongeng jika tidak menguasainya.
Mainkanlah intonasi suara agar cerita menjadi lebih menarik. Coba
bandingkan dongeng yang dibacakan dengan suara datar sambil terkantuk- kantuk
dengan cara bertutur yang amat hidup dan variatif. Ada suara tinggi untuk tokoh A, suara
rendah untuk tokoh B, suara cempreng untuk tokoh C, dan sebagainya. Cara yang lebih
mudah adalah anda dapat memperkecil atau memperbesar suara dengan disertai gerak
tubuh sesuai dengan tokoh dalam dongeng yang dibawakan. Lafalnya harus menarik,
keras, dan jelas. Karakter suara pada setiap tokoh tentunya harus berbda-beda dan sesuai
dengan karakter tokoh masing-masing. Kalau tidak, guru gagal menyampaikan dongeng
dengan baik. Misalnya, untuk memperagakan Nenek Sihir yang jahat, guru tidak
mungkin menggunakan karakter suara yang halus dan lemah lembut bak seorang peri
yang baik hati.
3. Gerakan Tangan
Tunjukkanlah gerakan yang sesuai dengan dongeng yang diceritakan.
Misalnya, jika bercerita tentang seseorang yang sedang berbisik, maka perlu menirukan
gaya orang yang sedang berbisik. Gerakan pantomime sederhana juga bisa disisipkan
saat mendongeng. Misalnya, ketika bercerita tentang kuda melompat, guru
menyontohkannya dengan gerakan melompat disertai ekspresi muka yang mendukung.
Biarkan anak belajar berimajinasi sesuai usianya. Bila ia sudah bisa membuat beberapa
gerakan, tak ada salahnya anda memanfaatkan hal tersebut.
4. Gerakan Mata
Hal yang paling penting dalam mendongeng adalah gerakan mata. Jangan
sekali-kali mata menerawang ke angkasa. Tataplah mata anak, dengan tatapan ini maka
guru dapat menguasai perhatiannya. Ketika berbicara atau mendongeng kepadanya,
ingatlah bahwa suara, mimik, serta sorotan mata sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan guru dalam menarik perhatian anak. Jagalah kontak mata dengan anak saat
mendongeng. Buatlah sinyal ketika dongeng akan atau telah berakhir. Ajukan pertanyaan
pada anak untuk mengetahui apakah dongeng yangtelah disampaikan benar-benar
diperhatikan. Doronglah ia untuk bertanya dan mengomentari dongeng tersebut dan
tanyakan kembali isi cerita kepadanya. Iringi juga dengan sentuhan perhatian dan cinta
kasih kepadanya agar ia semakin merasa nyaman dengan kegiatan mendongeng tersebut.
5. Mimik
Guru harus ekspresif. Kalau guru lemas dan datar dalam mendongeng, anak
malas mendengarnya. Mendongeng harus diikuti dengan perubahan intonasi, mimik,
intonasi, dan bahasa tubuh. Intonasi suara harus pas dan jelas, sedangkan mimik harus
arus sesuai dengan dongengnya. Sertakan emosi agar anak menghayati dan mengikutinya
dengan emosi pula. Bedakan mimik, ucapan, maupun tokoh yang ada dengan
mengidentikkan diri pada tokoh tersebut, atau boneka yang dibayangkan sebagai tokoh
utama. Berikanlah ekspresi pada apa yang guru ceritakan, tapi jangan dilebih-lebihkan.
Berikan penekanan pada dialog atau kalimat tertentu dalam dongeng yang guru tuturkan,
kemudian lihatlah reaksi anak bisa melanjutkannya atau menggantikanya dengan
dongeng yang lain. Ekspresikan ungkapan emosi dalam dongeng, seperti marah, sakit,
terkejut, bahagia, gembira, atau sedih agar anak mengenal dan memahami bentuk-bentuk
emosi. Bila perlu, sertakan benda-benda tambahan seperti boneka, bunga atau benda lain
yang tidak membahayakan.
6. Alat Peraga
Gunakan alat bantu supaya dongeng menjadi menarik dan merangsang indera
anak. Misalnya gambar-gambar tokoh dalam dongeng, gambar peristiwa dalam dongeng.
Kemudian benda- benda dengan warna yang berbeda-beda itu akan menarik perhatian
sekaligus merangsang penglihatan anak. Selain itu, biarkan ia memegang dan
merangsang tekstur alat bantu dongeng tersebut yang bermanfaat untuk merangsang
indra perabanya. Anak akan tertarik kalau mendongeng dengan bantuan alat peraga.
Tetapi kalau tidak punya alat peraga, guru tetap dapat membuatnya tertarik dengan
dongeng dengan cara membuat gerakan-gerakan ekspresif, enerjik, dan jenaka.
7. Libatkan Perasaan
Ketulusan guru sebagai orang tua untuk anak-anak di sekolah bisa menjadi
transmisi yang kuat untuk mengirim sinyal kepada anak. Ikatan batin bisa dibangun dari
aktivitas mendongeng. Begitu juga rasa sayang dan perhatian guru dapat terungkap di
dalamnya. Anak bisa merasakan itu semua.
8. Improvisasi
Sebaiknya guru hafal dengan dongeng yang disampaikan. Tapi kalaupun lupa
dan sangat mendesak. Guru boleh improvise. Improvisasi adalah jalan pintas yang
dilakukan pada saat guru terdesak supaya tidak terlihat memalukan di depan anak. Anda
juga harus sabar karena respons yang ditunjukan anak sering kali tidak terlihat. Guru
harus jeli mengamati situasi, apakah ia sedang nyaman untuk didongengi atau
sebaliknya. Carilah kesempatan yang tepat bagi guru maupun anak.
2. Media dan Alat Peraga
Media dan Alat bercerita Berdasarkan cara penyajiannya, bercerita dapat
disampaikan dengan alat peraga maupun tanpa alat peraga (dirrect story). Sedangkan
bercerita dengan alat peraga tersebut dibedakan menjadi peraga langsung (membawa contoh
langsung: kucing dan sebagainya) maupun peraga tidak langsung (boneka, gambar, wayang).
Agar bercerita lebih menarik dan tidak membosankan, pendidik disarankan untuk lebih
variatif dalam bercerita, adakalanya mendongeng secara langsung, panggung boneka, papan
flanel, slide, gambar seri, membacakan cerita dan sebagainya.sehingga kegiatan bercerita
tidak menjemukan.
Cara mendongeng (bercerita) dengan alat peraga boneka tangan
1. Boneka yang dapat digunakan dalam bercerita (mendongeng) misalnya boneka gagang,
boneka tempel, boneka gantung dan boneka tangan.
2. Jarak boneka jangan terlalu dekat dengan mulut orang yang bercerita.
3. Maksimalkan latar depan dan belakang, misalnya bagian depan diisi dengan hiasan kecil
yang menyerupai wujud asli, seperti rumput, bunga-bungaan dan bagian belakang diisi
dengan gambar-gambar yang relatif permanen seperti gunung, rumah-rumahan, gedung,
gua, sawah, hutan dan lain-lain.
4. Tutup bagian depan dan bawah menggunakan kain, kayu atau gambar yang berfungsi
sebagai penutup gerak pencerita, sehingga perhatian anak dapat tertuju sepenuhnya pada
boneka.
5. Jika diperlukan, bisa menyediakan peralatan tambahan seperti tape recorder, musik
pengiring dan lain-lain.
6. Biasanya sandiwara boneka tangan panggung memerlukan minimal dua orang, yang salah
satunya sebagai pencerita utama dan lainnya sebagai pencerita pendukung dan biasanya
merangkap sebagai operator musik.
7. Memaksimalkan peran musik pengiring dan penegas untuk menghidupkan latar cerita dan
pembangkit suasana dramatik.

Anda mungkin juga menyukai