Anda di halaman 1dari 6

Tari Karo dari sumatera utara

Salah satu tari tradisi dari daerah Karo. Tari ini menggambarkan percintaan muda-mudi pada malam hari dibawah
terang sinar bulan purnama. Tari ini dibawakan dengan karakter gerak yang lebih lemah gemulai.
Tari dalam bahasa Karo disebut “Landek.” Pola dasar tari Karo adalah posisi tubuh, gerakan tangan, gerakan naik
turun lutut (endek) disesuaikan dengan tempo gendang dan gerak kaki. Pola dasar tarian itu ditambah dengan
variasi tertentu sehinggga tarian tersebut menarik dan indah.
Tarian berkaitan adat misalnya memasuki rumah baru, pesta perkawinan, upacara kematian dan lain-lain.
Tarian berkaitan dengan ritus dan religi biasa dipimpin oleh guru (dukun). Misalnya Tari Mulih-mulih, Tari Tungkat,
Erpangir Ku Lau, Tari Baka, Tari Begu Deleng, Tari Muncang, dan lain-lain.
Tarian berkaitan dengan hiburan digolongkan secara umum. Misalnya Tari Gundala-gundala, Tari Ndikkar dan lain-
lain.
Sejak tahun 1960 tari Karo bertambah dengan adanya tari kreasi baru. Misalnya tari lima serangkai yang dipadu
dari lima jenis tari yaitu Tari Morah-morah, Tari Perakut, Tari Cipa Jok, Tari Patam-patam Lance dan Tari Kabang
Kiung. Setelah itu muncul pula tari Piso Surit, tari Terang Bulan, tari Roti Manis dan tari Tanam Padi.

Sejarah dan Makna Filosofi Seni Tari Karo

Bagi masyarakat Karo, dikenal istilah uga gendangna bage endekna, yang artinya bagaimana musiknya, harus
demikian juga gerakannya (endek). Endek diartikan disini tidak sebagai gerakan menyeluruh dari anggota badan
sebagai sebagaimana tarian pada umumnya, tetapi lebih ditekankan kepada gerakan kaki saja. Oleh sebab itu
endek tidak dapat disamakan sebagai tari, meskipun unsur tarian itu ada disana. Hal ini disebabkan konsep budaya
itu sendiri yang memberi makna yang tidak dapat diterjemahkan langsung kata per kata. Karena konsep tari itu
sendiri mempunyai perbedaan konsep seperti konsep tari yang dalam berbagai kebudayaan lainnya. Konsep endek
harus dilihat dari kebudayaan karo itu sendiri sebagai pemilik kosa kata tersebut.

Konsep-konsep seperti ini juga dapat kita lihat pada istilah musik bagi masyarakat Karo. Pada masyarakat Karo
tidak dikenal istilah musik, dan tidak ada kosa kata musik, tetapi dalam tradisi musik kita mengenal istilah gendang
yang terkait dengan berbagai hal dalam ‘musik’ atau bahkan dapat diterjemahkan juga sebagai musik. Bagi
masyarakat Karo gendang bermakna jamak, setidaknya gendang mempunyai lima makna,
(1) gendang sebagai ensambel musik, misalnya gendang lima sedalanen, gendang telu sedalanen dan sebagainya;
(2) gendang sebagai repertoar atau kumpulan beberapa buah komposisi tradisional, misalnya gendang perang-
perang, gendang guru dan sebagainya;
(3) gendang sebagai nama lagu atau judul lagu secara tradisional, misalnya gendang simalungen rayat, gendang
odak-odak, gendang patam-patam (yang juga terkadang sebagai cak-cak atau style) dan sebagainya;
(4) gendang sebagai instrument musik, misalnya gendang indung, gendang anak; dan
(5) gendang sebagai upacara, misalnya gendang guro-guro aron, dan sebagainya. Konsep seperti ini juga berlaku
bagi tarian.
Endek dapat diartikan sebagai gerakan dasar, yaitu gerakan kaki yang sesuai dengan musik pengiring
(accompaniment) atau musik yang dikonsepkan pada diri sipenari sendiri, karena ada kalanya juga gerakan-
gerakan tertentu dapat dikategorikan sebagai tarian, namun tidak mempunyai musik pengiring. Kegiatan menari itu
sendiri disebut dengan landek, namun untuk nama tari jarang sekali dipakai kata landek, jarang sekali kita pernah
mendengar untuk menyebutkan landek roti manis untuk tari roti manis atau tarian lainnya. Malah lebih sering kita
dengar dengan menggunakan istilah yang diadaptasi dari bahasa Indonesia yaitu ‘tari’, contohnya tidak menyebut
Landek Lima Serangke, tapi Tari Lima Serangke. Landek langsung terkait dengan kagiatan, bukan sebagai nama
sebuah tarian.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam tari karo, yaitu endek (gerakan naik turun kaki), jole atau jemole, yaitu
goyangan badan, dan tan lempir, yaitu tangan yang gemulai, lembut. Namun disamping itu bagaimana ketiga unsur
tersebut dapat diwujudkan dalam gerakan-gerakan tari, terkait dengan musik pengiring itu sendiri dan dalam
konteks tarian itu sendiri, misalnya dalam tarian adat, muda-mudi, khusus, dan sebagainya.
Gerakan dasar tarian Karo dibagi atas beberapa style yang dalam bahasa Karo disebut dengan cak-cak. Ada
beberapa cak-cak yang dikenal pada musik Karo, yang terkait dengan gaya dan tempo sekaligus, yaitu yang
dimulai dari cak-cak yang sangat lambat sampai kepada cak-cak yang relative cepat, yaitu antara lain yang lazim
dikenal adalah:
cak-cak simalungen rayat, dengan tempo lebih kurang 60 – 66 jika kita konversi dalam skala Metronome Maelzel.
Apabila kita buat hitungan berdasarkan ketukan dasar (beat), maka cak-cak ini dapat kita kategorikan sebagai cak-
cak bermeter delapan. Artinya pukulan gung dan penganak (small gong) sebagai pembawa ketukan dasar diulang-
ulang dalam hitungan delapan;
cak-cak mari-mari, yang merupakan cak-cak yang lebih cepat dari cak-cak simalungen rayat. Temponya lebih
kurang 70 hingga 80 per menit;
cak-cak odak-odak, yang merupakan cak-cak yang temponya lebih kurang 90 – 98 per menit dalam skala Maelzel.
cak-cak patam-patam, merupakan cak-cak kelipatan bunyi ketukan dasar dari cak-cak odak-odak, dan temponya
biasanya lebih dipercepat sedikit antara 98 sampai 105. Endek kaki dalam cak-cak ini merupakan kelipatan endek
dari cak-cak odak-odak.
cak-cak gendang seluk, yaitu cak-cak yang sifatnya progressif, semakin lama semakin cepat, yang biasanya
dimulai dari cak-cak patam-patam. Jika dikonversi dalam skala metronome Maelzel, kecepatannya bias mencapai
160-an, dan cak-cak silengguri, biasanya cak-cak ini paling cepat, karena cak-cak ini dipakai untuk mengiringi
orang yang intrance atau seluk (kesurupan).
Sejarah dan Makna Filosofi
Berbicara tentang sejarah seni tari Karo, maka kita akan dihadapkan pada kajian folklore, karena tidak ada tanggal-
tanggal yang pasti diketahui kapan munculnya tarian Karo. Tetapi pada umumnya tari yang unsur dasarnya adalah
gerak dapat kita temui dalam ritus-ritus dan upacara-upacara tradisional yang ada pada masyarakat Karo. Dengan
demikian makna dari setiap gerakan-gerakan mempunyai makna dan filosofi tergantung jenis tarinya. Meskipun
demikian ada beberapa hal yang terkait dengan tari karo, misalnya gerakan tangan yang lempir, pandangan mata,
endek nahe, b ukan buta-buta. Disamping itu juga makna gerakan-gerakan tangan juga mempunyai makna
tersendiri.
Ada beberapa makna dari gerakan tari Karo berupa perlambangan, yaitu:
gerak tangan kiri naik, gerak tangan kanan ke bawah melambangkan tengah rukur, yaitu maknanya selalu
menimbang segala sesuatunya dalam bertindak;
Gerakan tangan kanan ke atas, gerakan tangan kiri ke bawah melambangkan sisampat-sampaten, yang artinya
saling tolong menolong dan saling membantu;
gerakan tangan kiri ke kanan ke depan melambangkan ise pe la banci ndeher adi langa si oraten, yang artinya
siapa pun tidak boleh dekat kalau belum mengetahui hubungan kekerabatan, ataupun tidak kenal maka tidak
saying;
gerakan tangan memutar dan mengepal melambangkan perarihen enteguh, yang artinya mengutamakan
persatuan, kesatuan, dan musyawarah untuk mencapai mufakat; gerakan tangan ke atas, melambangkan ise pe
labanci ndeher, artinya siapapun tidak bias mendekat dan berbuat sembarangan;
gerakan tangan sampai kepala dan membentuk seperti burung merak, melambangkan beren rukur, yang maknanya
menimbang sebelum memutuskan, piker dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna;
gerak tangan kanan dan kiri sampai bahu, melambangkan baban simberat ras menahang ras ibaba, yang
bermakna ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Artinya mampu berbuat mampu bertanggung jawab dan serasa
sepenanggunan gerakan tangan dipinggang melambangkan penuh tanggung jawab;
dan gerakan tangan kiri dan tangan kanan ke tengah posisi badan berdiri melambangkan ise per eh adi enggo
ertutur ialo-alo alu mehuli, artinya siapapun yang dating jika sudah berkenalan dan mengetahui hubungan
kekerabatan diterima dengan baik sebagai keluarga (kade-kade).

Jenis-jenis Tarian Karo

Tari Komunal

Yang termasuk dalam tarian ini pada masyarakat Karo terdapat beberapa macam yang terkait dengan upacara-
upacara adapt misalnya dalam upacara-upacara adat dan peranan-peranan social dalam adapt itu sendiri yang
terbagi dalam kelompok-kelompok social tertentu yang sesuai dengan filosofi adapt Karo ‘merga si lima, tutur si
waluh, rakut si telu’ Secara kelompok social dapat dibagi menjadi: landek kalimbubu (masih dapat dikelompokkan
lebih spesifik lagi); landek sukut (senina, sembuyak, siparibanen, sepengalon, siparibanen, sigameten); landek
anak beru dan sebagainya. Juga dalam jenis tari komunal ini masih terdapat bebrapa jenis tarian, misalnya dalam
acara guro-guro (acara muda-mudi). Dalam acara ini juga terdapat kelompok-kelompok tarian komunal yang dibagi
berdasarkan merga atau beru, tergantung daerahnya. Namun biasanya didahului oleh merga simantek kuta atau
orang yang pertama sekali menempati wilayah tertentu dimana upacara tersebut berlangsung, atau biasa juga
disebut dengan kalimbubu taneh. Adapun jenis-jenis tarian untuk kategori ini adalah dapat kita temukan dalam
upacara-upacara:
kerja erdemu bayu (perkawinan)
merdang merdem atau kerja tahun (upacara pertanian)
nurun-nurun (upacara kematian)
guro-guro aron (muda-mudi)
ersimbu (upacara memanggil hujan), atau biasa juga disebut dengan dogal-dogal
mengket rumah mbaru (meresmikan rumah baru)
ngukal tulan-tulan (menggali tulang)
ngalo-ngalo, dll.
Tari Khusus

Jenis-jenis tarian ini terkait dengan hal-hal yang sifatnya khusus dan bukan bersifat umum, yaitu yang berhubungan
dengan dengan peranan seseorang, misalnya:
gendang guru (dukun)
seluk (trance)
perumah begu (memanggil roh)
erpangir ku lau (keramas, bathing ceremony)
perodak-odak
tari tungkat
tari baka
Tari Tontonan
Perkolong-kolong (permangga-mangga)
Mayan atau Ndikkar (seni bela diri khas Karo)
Tari Kuda-Kuda (Simalungun: Hoda-Hoda)
Gundala-gundala (Tembut-tembut Seberaya)
Tari Kreasi Baru

tari roti manis


tari terang bulan
tari lima serangke
tari telu serangke,
tari uis gara, dll.
Tari Sigundari, yaitu tari-tarian yang diciptakan berdasarkan lagu-lagu popular Karo, termasuk gendang kibot.
Fungsi Tarian Karo
penghayatan estetis
pengungkapan emosional
hiburan
komunikasi
fungsi perlambangan
reaksi jasmani
berkaitan dengan norma-norma social
pengesahan lembaga social atau status social tertentu
keseinambungan kebudayaan
pengintegrasian masyarakat
pendidikan

Anda mungkin juga menyukai