Anda di halaman 1dari 11

Berbagi Pengalaman Teknik Bercerita

Bersama Kak Heru

Makassar, 2013

Jadi Guru Tidak Bisa Bercerita?, ya, belajar!

ertama-tama, mungkin ada yang kaget membaca judul makalah ini. Soalnya banyak
yang beranggapan bahwa bercerita untuk anak itu sulit dan hanya dimiliki oleh
seorang pendongeng saja. Padahal tidak demikian. Seorang guru justru lebih banyak
menghabiskan waktunya didepan anak-anak. Yang berarti, kesempatan untuk menyajikan
cerita kepada murid-muridnya tentulah dapat dilakakukan setiap saat. Tapi kenapa ya,
masih banyak guru yang belum piawai untuk bercerita? Nah, inilah yang menjadi persoalan.
Mengingat, bahwa bercerita itu salah satu bagian dari keterampilan mengajar, maka
seorang guru diperlukan penguasaan yang baik dalam menyajikan cerita kepada anak-anak
didiknya. Penguasaan materi dan penyajian tentunya diperlukan latihan-latihan yang cukup.
Kalau kita perhatikan, buku-buku yang membahas tentang apa pentinganya dan manfaat
bercerita untuk anak, kini sudah banyak beredar di sejumlah toko buku dan juga banyaknya
makalah diberbagai kegiatan seminar atau workshop. Namun tidak banyak yang
mengetengahkan tentang teknik bercerita secara rinci. Untuk itu, saya memberanikan diri
untuk membuat judul seperti yang diatas, yang berarti menjadi guru itu sudah harus pandai
dalam menyajikan cerita untuk anak-anak didiknya.
Hmm, coba deh, kita jujur saja ya seberapa banyak sih guru yang benar-benar PD
bercerita ? khususnya guru di sebuah Taman Kanak-kanak. Hehehe.. ini bukan menantang lo.
Tapi ini adalah tantangan.
Untuk itu saya tidak akan lagi membahas apa penting dan manfaat bercerita. Karena hal itu
sudah banyak kita dapatkan, baik dibuku-buku, artikel-artikel, makalah-makalah bahkan di
seminar atau serangkaian workshop yang sudah pernah kita ikuti.
Saya hanya akan membahas tentang kiat praktis bercerita untuk guru, khususnya di sebuah
Taman Kanak-kanak.

Kenapa Banyak Guru yang belum rutin Bercerita?


Ada beberapa alasan yang sering kita dengar dari guru yang belum rutin bercerita,
diantaranya :
1.

Belum menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah guru bagi anak-anak


Ini adalah kenyataan. Dimana masih banyak kita temui guru yang mengatakan bahwa
profesi yang dipilihnya adalah pilihan terakhir. Bahkan kadang-kadang ada juga pihak
sekolah yang hanya asal comot (ambil) seseorang untuk kemudian dijadikan guru
disekolahnya.
Tidak semua orang bisa menjadi guru. Karena untuk mejadi guru harus memiliki keahlian
tertentu. Untuk itu ada standar khusus keprofesian. Hal ini penting. Jika tidak ahli, ya
tidak bisa jadi guru kan? Kalau dipaksakan, lalu akan dibawa kemana bangsa ini?

Peningkatan kualitas guru tidak hanya didapat melalui ruang formal saja. Tapi juga
bisa melalui pelatihan-pelatihan peningkatan kualitas guru. Salah satunya pelatihan
teknik mendongeng. Jadi, mendongeng adalah salah satu keahlian yang harus dimiliki
oleh setiap guru.
2.

Merasa bahwa menyajikan cerita itu sangat sulit


Jangan sekali-kali berkata bahwa kita tidak bisa bercerita untuk anak didik kita. Ingat!
Pada dasarnya setiap insan manusia secara naluriah itu senang bercerita atau
mendengarkan cerita.
Pasti seringlah kita-kita ini saling bercerita dengan rekan-rekan kita tentang banyak
hal. Tentang keluarga kita, tentang tetangga kita, tentang hobi kita dan lain
sebagainya, sampai-sampai sekarang ini kita sangat senang menceritakan keseharian
kita di status facebook atau twitter. Hehe sering-sering kasih komen di status Facebook
Dongeng Kak Awam atau twitter @dongengkakawam ya.
Jadi, kita ini ahli dalam bercerita bukan? Hanya saja perlu kita kemas cerita yang akan
kita sampaikan untuk anak-anak didik kita dengan bahasa dan komunikasi sesuai
dengan tingkat usia mereka. Jadi, jangan lagi berkata bahwa kegiatan bercerita itu
sulit kita lakukan ya. KARENA KITA ITU AHLI BERCERITA.

3.

Tidak Percaya Diri


Ada 2 (dua) hal utama untuk menghilangkan ketidak PDan ketika bercerita. Yang
pertama kuasailah materi cerita yang akan kita sajikan secara baik. Yang kedua seringseringlah tampil untuk mendongeng. Kalau 2 (dua) hal itu sudah kita lakukan, niscaya
kita akan tampil percaya diri.

4.

Tidak punya banyak materi cerita.


Sepertinya sudah sangat banyak beredar dipasaran, buku-buku cerita yang bisa kita
jadikan sebagai referensi untuk bercerita kepada anak-anak didik kita. Hanya saja
bila kita merasa bahwa bahasa buku cerita terkesan monoton, dapatlah kita modifikasi
sehingga memudahkan kita untuk membawakannya.
Selain banyak beredarnya buku-buku cerita, kita juga bisa mendapatkan referensi
cerita dari lingkungan disekitar kita atau perjalanan hidup kita. Buatlah kerangkanya,
lalu kreasikan alur ceritanya. Semuanya harus kita kemas dengan bahasa dan
komunikasi anak, sehingga anak-anak mudah mencerna.

Pentingnya Belajar Metode Bercerita


Bercerita itu tidak asal bercerita. Ada hal-hal penting yang harus dikuasai, khususnya oleh
guru ketika menyajikan cerita kepada anak-anak didiknya. Hal tersebut agar apa yang
disajikan dapat lebih menarik sehingga anak-anak akan dengan mudah mengikuti alur cerita
dan lebih jauh dari itu anak-anak akan dengan mudah menerima pesan yang kita sampaikan.

Baiklah, kalau sekiranya kita sudah sepakat bahwa belajar


metode bercerita itu sangat penting, maka tulisan ini adalah
pilihan yang tepat bagi para guru untuk lebih jauh mendalami
teknik bercerita.

Sudah siap untuk memulai?


Yuk, tapi sebelum kita membahas tentang teknik bercerita,
terlebih dahulu kita pahami tentang pengertian Cerita dan
Dongeng ya
CERITA, adalah hasil karangan yang disampaikan secara lisan ataupun tertulis berdasarkan
kejadian nyata atau kejadian yang tidak nyata. Cerita berdasarkan kejadian nyata seperti
cerita tentang sejarah, Kisah para nabi dan rasulnya, biografi Seseorang, dan lain
sebagainya. Cerita tidak nyata bisa kita sebut dengan cerita fiksi, diantaranya seperti Fabel
(cerita binatang), Sage (cerita petualangan), Hikayat (cerita rakyat), Legenda (asal usul),
Mythe (dewa-dewi, peri, roh halus). Nah dengan demikian maka cerita yang tidak nyata
(fiksi) dapat kita sebut sebagai DONGENG.
Jadi, dongeng itu adalah hasil karya berdasarkan rekayasa imajinatif (imajinasi) seseorang
pendongeng atau penulis yang jalan ceritanya sederhana dan tidak benar-benar terjadi.
Dengan memahami pengertian cerita dan dongeng, maka akan mudah bagi kita untuk
menyiapkan cerita-cerita yang akan kita sajikan untuk anak-anak berdasarkan situasi dan
kondisi. Dengan demikian, kita sudah siap untuk belajar teknik bercerita.

Persiapan sebelum tampil


Persiapan sebelum tampil bukan ketika kita sudah berdiri didepan anak-anak untuk segera
menyajikan cerita, tetapi persiapan yang harus kita lakukan jauh sebelumnya. Untuk itu,
pilihlah cerita-cerita yang cocok untuk anak-anak yang akan menyaksikan/mendengarkan
cerita yang akan kita tuturkan. Ada beberapa hal yang perlu kita siapkan all :
1. Memilih atau Membuat Cerita Sesuai Dengan Usia Anak. Jangan sampai kita salah
memilih materi cerita. Materi cerita yang baik, adalah materi yang pas dan cocok kita
sajikan berdasarkan tingkatan usia anak-anak yang akan mendengarkan/menyaksikan
dongeng. Berikut adalah tema cerita berdasarkan tingkat usia:
a. Di bawah usia 5 tahun, anak menyukai dongeng tumbuhan, binatang atau cerita
yang kita buat atas benda-benda mati yg ada disekitar kita. Contohnya : Si
Bunga yang indah, Kupu-kupu bersayap Indah, Sepasang sepatu yang terus
bersahabat, dsb.
b. Usia 5-8 tahun. Pada usia ini anak-anak selain masih menyukai cerita binatang,
juga cerita tokoh heroik dan cerita tentang kecerdikan. Dan dikemas secara
jenaka dan segar.

Contohnya : Kelinci yang patuh, Kura-kura cerdik, Balas budi si tikus kecil, Belalang
yang malas, Petualangan Pangeran Penyelamat Bumi, dsb.
c. Pada usia 9-12 tahun, anak-anak menyukai dongeng petualangan, sejarah atau
kisah-kisah nabi dan para sahabat nabi.
2. Menentukan Durasi Cerita. Daya konsentrasi manusia pada umumnya adalah 7 menit.
Apalagi anak-anak. Sehingga kita sangat perlu mempertimbangkan durasi ketika
bercerita.
a. dibawah usia 5 tahun, durasi hingga 5 menit
b. Usia 4-8 tahun, durasi hingga 7 - 15 menit
c. Usia 8-12 tahun, durasi hingga 20 menit.
Namun apabila kita dapat mengemas cerita sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah
pertunjukan yang menarik, maka tidak menutup kemungkinan anak-anak akan tetap
fokus, walaupun sajian cerita yang kita sajikan lebih dari 60 menit sekalipun. Untuk itu
para guru sedapat mungkin untuk mengemas pertunjukan secara baik, interaktif dan
segar, serta melibatkan anak-anak dalam cerita.
3. Menentukan Cerita Berdasarkan Tema Acara. Tentu saja satu cerita tidak pas kalau kita
bawakan di segala macam suasana. Sesuaikan cerita dengan situasi yang sedang terjadi.
Misalnya Hari Ulang Tahun Salah satu anak, Hari Besar Islam, Hari Besar Nasional, dan
lain sebagainya. Hal ini sekaligus memberikan pemahaman kepada anak untuk
mendalami dari situasi yang sedang terjadi.
4. Berlatih dengan sungguh-sungguh. Banyak hal yang harus diperhatikan oleh seorang
guru sebelum memulai aksinya. Berikut hal-hal yang harus dilatih oleh seorang pencerita
secara rutin agar memiliki kemampuan yang baik :
a. Olah Vocal : Vokal sangat perlu dilatih secara rutin. Baik melatih untuk
penyampaian narasi ataupun dialog. Ketika kita sudah piawai membedakan
mana vocal untuk narasi dan mana dialog tokoh-tokoh yang ada di dalam
cerita, maka anak-anak akan mudah membedakan dan secara langsung
dapat menikmati pertunjukan. Seorang penutur cerita yang baik setidaknya
memiliki minimal 3 karakter suara yang berbeda. Lebih jauh lagi penutur
sebisa mungkin melatih menggunakan ilustrasi-ilustrasi suara seperti suara
angin, hujan, kereta, pesawat, suara binatang, dll.
b. Olah Ekspresi : Yang dimaksud ekspresi pada tulisan ini adalah mimik muka.
Sebisa mungkin seorang pencerita berlatih membentuk sedemikian rupa mimik
agar anak-anak dapat ikut terbawa suasana.
Bagaimana mimik tersenyum, senang, tertawa, sedih, menangis, marah, kesal,
dan lain sebagainya. Bila kita tampil mendongeng tanpa membentuk
sedemikian rupa mimik kita, maka jalannya cerita akan terasa kering tanpa
kekuatan.
c. Olah Tubuh : Ketika melakukan pemeranan tokoh yang ada dalam cerita,
maka perlulah kita melakukan peragaan. Dengan demikian maka pertunjukan
dongeng akan semakin hidup. Visualisasi gerak ini sangat diperlukan bagi
penutur yang tdk menggunakan alat peraga.

d. Olah Media : Media yang dimaksudkan disini adalah alat peraga yang oleh
seorang penutur digunakan untuk bercerita. Seperti boneka, buku, papan
panel, wayang, dll. Bila memutuskan untuk menggunakan alat peraga, maka
sangat dibutuhkan latihan agar tangan kita tidak kaku saat memainkan
peraga tersebut.
e. Olah komunikasi dan bahasa : Berlatihlah untuk memilih bahasa dan
komunikasi yang mudah dipahami oleh anak-anak. Jangan sampai anak-anak
bingung dengan diskripsi yang sulit dipahami.
f. Pendukung lainnya : Adakalanya pencerita menggunakan alat musik sebagai
pendukung cerita. Bila memang demikian, maka sangatlah perlu dipersiapkan
yang matang. Lagu atau ilustrasi dibuatlah terlebih dahulu dan melakukan
latihan yang cukup agar saat tampil bisa terjadi kombinasi yang baik dan
seimbang.

Ciptakan suasana akrab sebelum bercerita


Sebelum memulai bertutur sangatlah perlu seorang pencerita membuat magnet agar anakanak begitu lengket. Berilah candaan-candaan yang membuat mereka tertawa bahagia.
Berikut contoh-contoh :
1. Tebak-tebakan yang segar dan mengibur
a. Bertanyalah Siapa yang mau ikut ke kebun binataaaang? (anak-anak akan berebut
tunjuk tangan dan menjawab) sayaaaaa. Lalu teruskanlah, Siapa penghuni kebun
binatang? (anak-anak akan berebut tunjuk tangan dan mengucapkan sayaaaaa
b. Bertanyalah Siapa yang sudah pintar mandi sendiri? Siapa yang sudah pintar tidur
sendiri? Siapa yang tidurnya berdiri? dan lain sebagainya
2. Nyanyian Lagu-lagu ringan
Lagu-lagu yang sudah akrab ditelinga anak-anak dapat kita gubah liriknya yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Anak-anak akan lebih senang dengan lagu-lagu
yang pada ujungnya mereka dapat menjawab pertanyaan. Sebagai contoh lagu disini
senang disana senang yang bisa dirubah:
Disiniii senaang, disanaaa senaang.. siapa mau dengar cerita? anak-anakpun akan
menjawab Saya. Duduk yang rapi, Mulut dikunci, tak ada suara lagi.. dls.
3. Ajaklah anak-anak untuk melatih kekompakan
Kekompakan yang dimaksud disini adalah untuk mengkondisikan anak-anak agar tetap
fokus pada cerita yang kita bawakan.

Beberapa contohnya sbb :

a. Ucapkan dengan lantang dan sungguh-sungguh Anak pintar anak-anak harus


menjawab dengan kompak Saya Anak sholeh Saya.
b. Ajarkan bermacam-macam tepuk dan mintalah anak-anak untuk melakukannya :
seperti tepuk satu atau tepuk dua atau tepuk tiga, tepuk tenang, tepuk diam.
c. Ajarkan anak-anak Simulasi dengan lagu pendek Lipat tangannya, duduk yang
rapiiii, mulut dikunci.

Siap bercerita?
Sekarang sudah masuk pada tahap dimana kita siap untuk memulai cerita. Eit, jangan
terburu-buru dulu ya. Masih ada hal penting yang perlu diketahui oleh seorang penutur
sebelum melakukan aksinya, yaitu :

Cara Menarik Membuka Cerita, dalam pelajaran seni peran lebih dikenal dengan
teknik pemunculan. Seorang pendongeng yang berhasil menyelesaikan sajian ceritanya
sangat ditentukan ketika pertama kali ia membuka cerita. Tentu saja doooong. Karena
pembukaan inilah yang akan membuat anak-anak berminat untuk mendengarkan. Untuk itu
pendongeng dapat memulai pembukaan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :
a.

Menuturkan ringkasan cerita, dikenal dengan sinopsis. Tuturkan secara menggoda


ringkasan cerita agar anak-anak berminat. kita utarakan dengan sungguh-sungguh
Cerita hari ini adalah cerita tentang Seekor ayam jago yang cerdik yang menangkap
seekor serigala yang buas. yuuk kita dengarkan ceritanya !

b.

Peragaan Tokoh dalam Cerita bu guru akan bercerita tentang seorang raja yang rakus
dan sombong. Bertolak pingganglah dengan memasang muka yang galak tapi lucu lalu
berkata Hahaha.. aku adalah raja yang perkasa.

c.

Lagu pembuka. Musik dan lagu sangat digemari oleh anak-anak. Apabila kita piawai
membuat lagu pembuka yang sesuai dengan tema cerita, maka teknik pemunculan inilah
yang dapat kita gunakan.

d.

Ilustrasi Suara yang mengejutkan. Tiba-tiba kita berkokok dengan sunguh-sungguh,


sehingga anak-anak secara spontan terpukau dan memusatkan perhatiannya pada kita.
Nah, anak-anak. Ibu akan bercerita tentang ayam jago yang gemar menabung.

Mulai Bercerita
Ketika anak-anak sudah terkesan dengan teknik pemunculan kita, selanjutnya kita akan
dengan mudah menuturkan cerita. Seorang pencerita yang baik tentunya membawakannya
sesuai dengan apa yang telah dipersiapkan dan penuh dengan totalitas. Untuk itu lakukanlah
hal-hal berikut :

1. Bawakanlah cerita dgn penuh penghayatan, agar perhatian anak2 terus tertuju pd
cerita yg kita sampaikan.
2. Bawakan lagu dengan sungguh-sungguh, apabila dalam cerita ada tokoh yang kita
buat bernyanyi.
3. Tak perlu malu saat merubah karakter wajah kita. Tak perlu malu saat merubah
karakter suara kita. Tak perlu malu saat kita harus meliuk-liuk memainkan tubuh kita.
Lakukanlah dengan sungguh-sungguh.
4. Jangan sampai apa yang kita sampaikan tidak terdengar dengan jelas. Perhatikan
artikulasi dalam pengucapan kata-kata yang kita sampaikan. Sampaikan dengan
tidak monoton. Adakalanya volume dinaikkan, sedang atau kadang kecil. Sesuaikan
dengan baik.
5. Jangan terburu-buru menyelesaikan cerita. Lakukanlah dengan tenang dan santai.
6. Jangan sampai berhenti bercerita ketika lupa kelanjutan cerita. Lakukanlah
improvisasi dengan baik dengan catatan improvisasi yang kita lakukan tidak keluar
dari alur cerita.
7. Lakukan kontak mata yang merata kepada seluruh anak-anak.
8. Berikan suasana dan nada tertentu untuk membawa emosi anak. Sebagai
contoh, apabila ada adegan di hutan, sebisa mungkin kita menggambarkan suasana
hutan, apakah dengan suara-suara binatang atau suara pohon2 yang tertiup angin.
9. Berikan insentif pada anak. Sebagai contoh gunakan nama salah satu anak yang
mendengarkan dongeng dengan nama tokoh yang ada dalam cerita. Atau libatkan
anak-anak untuk mencari jalan keluar.
10. Jangan bungkus cerita dalam bentuk SINDIRAN. Apakah kita suka disinir? Tentu kita
jawab tidak! Begitu pula dengan anak-anak. Misalnya, ketika beberapa kali kita
melihat si alif suka naik ke meja dan melompat-lompat, lalu dalam bercerita kita
memainkan tokoh yang terjatuh dari meja lalu memandang ke Alif sambil berkata
Seperti Alif yang suka naik-naik meja ya?!, dls
11. Jangan bungkus cerita dalam bentuk KHOTBAH! Tak sedikit orang yang senang ber
khotbah. Padahal tak seorangpun yang senang di-khotbahi. Dalam membawakan
cerita jangan bumbuhi khotbah-khotbah yang justru membuat anak seperti di gurui.
Baik di awal cerita, pertengahan cerita maupun diakhir cerita.
12. Berikan insentif pada anak. Mendengar kata Insentif, semua orang pasti akan
berbinar. Bayangkan saja kalau tiba-tiba ibu/bapak guru insentifnya naik. Betul kan?
Nah, demikian juga anak-anak. Memberikan insentif pada anak ketika bercerita
banyak macamnya. Misalnya : Gunakan nama salah satu anak sebagai tokoh dalam
cerita, atau libatkan anak dalam mencari solusi cerita, atau libatkan anak untuk
membantu
tokoh
dalam
cerita,
ketika
mengalami
kesulitan.

13. Harus tetap harus FUN! Seperti kata iklan, Makannya sih apa saja, tapi
munumnya. Dalam melaksanakan tugas cerita untuk anak-TK, ceritanya boleh
apa saja, tapi harus tetap FUN!
14. Anak-anak, tetaplah anak-anak yang bebas dan merdeka. Adakalanya beberapa
anak ada yang melakukan hal-hal yang diluar dugaan kita.
Seperti menangis, sering bertanya, berkelahi, mencari perhatian, dll. Tentunya kita perlu
menangani keadaan ini dengan bijaksana dan penuh kasih sayang. Lakukanlah
sentuhan-sentuhan dan tatapan-tatapan yang lembut tanpa merusak jalannya
pertunjukan cerita. Penanganan keadaan seperti ini dapat disesuaikan dengan situasi
dan kondisi serta kreativitas pencerita.

Media & Alat peraga


Adakalanya kita perlu bercerita dengan alat peraga. Seperti Boneka, Buku, Papan Panel,
Slide Projector. Apapun media yang akan kita gunakan, jangan lupa bahwa metode
bercerita itu merupakan seni tutur. Jadi sebisa mungkin kita dapat mengolah karakter suara
agar pas sesuai peran yang dimainkan.
A. Bercerita Dengan Buku
1. Pahami dan kuasai cerita sebelum kita bawakan kepada anak-anak
2. Bercerita dengan buku tidak dapat dilakukan dengan jumlah anak yang banyak. Atur
mereka agar duduk setengah lingkaran menghadap pada kita.
3. Walaupun membacakan buku cerita, pada dasarnya kita sudah mengetahui alur
cerita, sehingga kita tidak seperti membaca buku, karena kita harus memperhatikan
reakasi anak-anak.
4. Peganglah buku dengan lentur pada sisi bahu sebelah kiri, agar kita bebas bergerak.
Jangan menutupi wajah kita.
5. Pada saat tangan kanan menunjukkan gambar harus seirama dengan urutan cerita.
Dan ketika tangan kita menunjuk pada tokoh, jangan sampai salah menempatkan
karakter suara antar tokoh.
6. Saat tangan kanan menunjuk gambar, arah pehatian disesuaikan dengan urutan cerita
7. Bukalah halaman berikutnya secara perlahan sambil terus bercerita agar anak-anak
tidak terganggu konsentrasi dan imajinasinya.
8. Sangat diperbolehkan pada adegan-adegan tertentu kita ber-ekspresi, beraksi,
berkomentar atau meminta anak-anak berkomentar. Namun tidak berlebihan.
9. Sama halnya ketika kita bertutur secara langsung (tanpa buku), pancing agar anakanak terlibat dalam cerita
10. Setelah selesai bercerita, lakukan Tanya jawab, misalnya tanyakan nama tokoh dan
pengarangnya agar anak mulai belajar menghargai karya cipta.

B. Bercerita dengan Alat Peraga Papan Panel


1. Siapkan gambar yang kita buat semenarik mungkin penuh dengan warna dengan
ukuran yang cukup menjangkau anak-anak dikelas. Tempel dipapan panel dan
urutkan tiap lembarnya sehingga sesuai dengan alur cerita.
2. Disaat bercerita, jangan sampai salah menunjuk tokoh yang ada di gambar.
3. Setiap halaman yang sudah kita ceritakan, secara perlahan kita lipat ke belakang
papan panel, atau kita tumpuk yang rapi. Ingat, saat melakukan hal ini juga harus
tetap bercerita, sehingga tidak mengganggu konsentrasi dan imajinasi anak-anak.
4. Sesekali adakan dialog dengan anak-anak, agar mereka terlibat dalam cerita.
5. Tak ada salahnya meyisipkan lagu yang dinyanyikan oleh tokoh dalam cerita.
Peragakan agar anak-anak lebih senang.
6. Bila selesai bercerita, adakan Tanya jawab agar anak-anak terus meresapi pesan
moral yang ada di dalam cerita
C. Bercerita dengan Boneka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Jarak boneka tangan harus agak jauh dari mulut dan tidak menutupi muka.
Kedua belah tangan harus lentur dalam memainkan boneka.
Lakukan dengan tenang apabila melepaskan boneka dari tangan kita untuk kemudian
mengambil boneka yang lain. Jangan sampai pergantian tokoh boneka mengganggu
konsentrasi anak-anak
Bisa diiringi dengan ilustrasi musik untuk menambah kuatnya suasana
Ajak anak-anak bernyanyi bersama boneka guna memperoleh keterikatan dalam
cerita dongeng
Libatkan anak-anak dalam adegan cerita yang dibawakan
Sesekali adakan dialog antara tokoh boneka dengan anak-anak
Suara karakter dari tokoh cerita harus pas dan sesuai peran
Setelah cerita selasai, adakan tanya jawab. Seakan-akan yang bertanya adalah
boneka kepada anak-anak

Menutup cerita
Ada teknik membuka cerita, ada pula teknik menutup cerita atau closing. Tutuplah cerita juga
dengan mengesankan agar anak-anak terus meminta pada hari-hari berikutnya. Sehingga
kegiatan bercerita akan menjadi materi keseharian untuk anak-anak. Berikut hal-hal yang
dapat kita lakukan untuk menutup cerita :
1. Lakukan Tanya jawab tentang tokoh baik yang harus ditiru dan tokoh jahat yang
harus ditinggalkan.
2. Lantunkan lagu yang sudah popular dengan menggubah liriknya dan disesuaikan
dengan tema cerita
3. Jangan berlalu dari hadapan anak-anak ketika mereka masih berkomentar dan
bertanya. Jawablah dengan kasih saying yang tulus

10

Penutup
Janganlah berharap untuk berhasil menyajikan cerita dengan baik dihadapan anak-anak
didik kita, apabila kita tidak dengan sungguh-sungguh melakukan latihan yang serius. Jangan
pula berharap untuk berhasil menyajikan cerita dengan sukses, apabila kita tidak total dan
masih malu-malu. Dan jangan pula berharap untuk berhasil menyajikan cerita dengan hebat,
apabila kita tidak sering-sering mencoba untuk terus tampil. INGATLAH, bahwa bercerita itu
salah satu bagian dari keterampilan mengajar. Untuk itu, SELAMAT UNTUK BERBAGI
CERITA UNTUK ANAK-ANAK DIDIK KITA, DAN SUKSES MENYERTAI KITA SEMUA!

Salam dongeng,
Kak Heru
Mobile : 085255751971 pin BB 3293F1C8
Facebook : herupkp@yahoo.com
Twitter : @herumawan
E-mail : herumawan@gmail.com
Web : http://www.rumahdongeng.org

11

Anda mungkin juga menyukai