Makassar, 2013
ertama-tama, mungkin ada yang kaget membaca judul makalah ini. Soalnya banyak
yang beranggapan bahwa bercerita untuk anak itu sulit dan hanya dimiliki oleh
seorang pendongeng saja. Padahal tidak demikian. Seorang guru justru lebih banyak
menghabiskan waktunya didepan anak-anak. Yang berarti, kesempatan untuk menyajikan
cerita kepada murid-muridnya tentulah dapat dilakakukan setiap saat. Tapi kenapa ya,
masih banyak guru yang belum piawai untuk bercerita? Nah, inilah yang menjadi persoalan.
Mengingat, bahwa bercerita itu salah satu bagian dari keterampilan mengajar, maka
seorang guru diperlukan penguasaan yang baik dalam menyajikan cerita kepada anak-anak
didiknya. Penguasaan materi dan penyajian tentunya diperlukan latihan-latihan yang cukup.
Kalau kita perhatikan, buku-buku yang membahas tentang apa pentinganya dan manfaat
bercerita untuk anak, kini sudah banyak beredar di sejumlah toko buku dan juga banyaknya
makalah diberbagai kegiatan seminar atau workshop. Namun tidak banyak yang
mengetengahkan tentang teknik bercerita secara rinci. Untuk itu, saya memberanikan diri
untuk membuat judul seperti yang diatas, yang berarti menjadi guru itu sudah harus pandai
dalam menyajikan cerita untuk anak-anak didiknya.
Hmm, coba deh, kita jujur saja ya seberapa banyak sih guru yang benar-benar PD
bercerita ? khususnya guru di sebuah Taman Kanak-kanak. Hehehe.. ini bukan menantang lo.
Tapi ini adalah tantangan.
Untuk itu saya tidak akan lagi membahas apa penting dan manfaat bercerita. Karena hal itu
sudah banyak kita dapatkan, baik dibuku-buku, artikel-artikel, makalah-makalah bahkan di
seminar atau serangkaian workshop yang sudah pernah kita ikuti.
Saya hanya akan membahas tentang kiat praktis bercerita untuk guru, khususnya di sebuah
Taman Kanak-kanak.
Peningkatan kualitas guru tidak hanya didapat melalui ruang formal saja. Tapi juga
bisa melalui pelatihan-pelatihan peningkatan kualitas guru. Salah satunya pelatihan
teknik mendongeng. Jadi, mendongeng adalah salah satu keahlian yang harus dimiliki
oleh setiap guru.
2.
3.
4.
Contohnya : Kelinci yang patuh, Kura-kura cerdik, Balas budi si tikus kecil, Belalang
yang malas, Petualangan Pangeran Penyelamat Bumi, dsb.
c. Pada usia 9-12 tahun, anak-anak menyukai dongeng petualangan, sejarah atau
kisah-kisah nabi dan para sahabat nabi.
2. Menentukan Durasi Cerita. Daya konsentrasi manusia pada umumnya adalah 7 menit.
Apalagi anak-anak. Sehingga kita sangat perlu mempertimbangkan durasi ketika
bercerita.
a. dibawah usia 5 tahun, durasi hingga 5 menit
b. Usia 4-8 tahun, durasi hingga 7 - 15 menit
c. Usia 8-12 tahun, durasi hingga 20 menit.
Namun apabila kita dapat mengemas cerita sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah
pertunjukan yang menarik, maka tidak menutup kemungkinan anak-anak akan tetap
fokus, walaupun sajian cerita yang kita sajikan lebih dari 60 menit sekalipun. Untuk itu
para guru sedapat mungkin untuk mengemas pertunjukan secara baik, interaktif dan
segar, serta melibatkan anak-anak dalam cerita.
3. Menentukan Cerita Berdasarkan Tema Acara. Tentu saja satu cerita tidak pas kalau kita
bawakan di segala macam suasana. Sesuaikan cerita dengan situasi yang sedang terjadi.
Misalnya Hari Ulang Tahun Salah satu anak, Hari Besar Islam, Hari Besar Nasional, dan
lain sebagainya. Hal ini sekaligus memberikan pemahaman kepada anak untuk
mendalami dari situasi yang sedang terjadi.
4. Berlatih dengan sungguh-sungguh. Banyak hal yang harus diperhatikan oleh seorang
guru sebelum memulai aksinya. Berikut hal-hal yang harus dilatih oleh seorang pencerita
secara rutin agar memiliki kemampuan yang baik :
a. Olah Vocal : Vokal sangat perlu dilatih secara rutin. Baik melatih untuk
penyampaian narasi ataupun dialog. Ketika kita sudah piawai membedakan
mana vocal untuk narasi dan mana dialog tokoh-tokoh yang ada di dalam
cerita, maka anak-anak akan mudah membedakan dan secara langsung
dapat menikmati pertunjukan. Seorang penutur cerita yang baik setidaknya
memiliki minimal 3 karakter suara yang berbeda. Lebih jauh lagi penutur
sebisa mungkin melatih menggunakan ilustrasi-ilustrasi suara seperti suara
angin, hujan, kereta, pesawat, suara binatang, dll.
b. Olah Ekspresi : Yang dimaksud ekspresi pada tulisan ini adalah mimik muka.
Sebisa mungkin seorang pencerita berlatih membentuk sedemikian rupa mimik
agar anak-anak dapat ikut terbawa suasana.
Bagaimana mimik tersenyum, senang, tertawa, sedih, menangis, marah, kesal,
dan lain sebagainya. Bila kita tampil mendongeng tanpa membentuk
sedemikian rupa mimik kita, maka jalannya cerita akan terasa kering tanpa
kekuatan.
c. Olah Tubuh : Ketika melakukan pemeranan tokoh yang ada dalam cerita,
maka perlulah kita melakukan peragaan. Dengan demikian maka pertunjukan
dongeng akan semakin hidup. Visualisasi gerak ini sangat diperlukan bagi
penutur yang tdk menggunakan alat peraga.
d. Olah Media : Media yang dimaksudkan disini adalah alat peraga yang oleh
seorang penutur digunakan untuk bercerita. Seperti boneka, buku, papan
panel, wayang, dll. Bila memutuskan untuk menggunakan alat peraga, maka
sangat dibutuhkan latihan agar tangan kita tidak kaku saat memainkan
peraga tersebut.
e. Olah komunikasi dan bahasa : Berlatihlah untuk memilih bahasa dan
komunikasi yang mudah dipahami oleh anak-anak. Jangan sampai anak-anak
bingung dengan diskripsi yang sulit dipahami.
f. Pendukung lainnya : Adakalanya pencerita menggunakan alat musik sebagai
pendukung cerita. Bila memang demikian, maka sangatlah perlu dipersiapkan
yang matang. Lagu atau ilustrasi dibuatlah terlebih dahulu dan melakukan
latihan yang cukup agar saat tampil bisa terjadi kombinasi yang baik dan
seimbang.
Siap bercerita?
Sekarang sudah masuk pada tahap dimana kita siap untuk memulai cerita. Eit, jangan
terburu-buru dulu ya. Masih ada hal penting yang perlu diketahui oleh seorang penutur
sebelum melakukan aksinya, yaitu :
Cara Menarik Membuka Cerita, dalam pelajaran seni peran lebih dikenal dengan
teknik pemunculan. Seorang pendongeng yang berhasil menyelesaikan sajian ceritanya
sangat ditentukan ketika pertama kali ia membuka cerita. Tentu saja doooong. Karena
pembukaan inilah yang akan membuat anak-anak berminat untuk mendengarkan. Untuk itu
pendongeng dapat memulai pembukaan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :
a.
b.
Peragaan Tokoh dalam Cerita bu guru akan bercerita tentang seorang raja yang rakus
dan sombong. Bertolak pingganglah dengan memasang muka yang galak tapi lucu lalu
berkata Hahaha.. aku adalah raja yang perkasa.
c.
Lagu pembuka. Musik dan lagu sangat digemari oleh anak-anak. Apabila kita piawai
membuat lagu pembuka yang sesuai dengan tema cerita, maka teknik pemunculan inilah
yang dapat kita gunakan.
d.
Mulai Bercerita
Ketika anak-anak sudah terkesan dengan teknik pemunculan kita, selanjutnya kita akan
dengan mudah menuturkan cerita. Seorang pencerita yang baik tentunya membawakannya
sesuai dengan apa yang telah dipersiapkan dan penuh dengan totalitas. Untuk itu lakukanlah
hal-hal berikut :
1. Bawakanlah cerita dgn penuh penghayatan, agar perhatian anak2 terus tertuju pd
cerita yg kita sampaikan.
2. Bawakan lagu dengan sungguh-sungguh, apabila dalam cerita ada tokoh yang kita
buat bernyanyi.
3. Tak perlu malu saat merubah karakter wajah kita. Tak perlu malu saat merubah
karakter suara kita. Tak perlu malu saat kita harus meliuk-liuk memainkan tubuh kita.
Lakukanlah dengan sungguh-sungguh.
4. Jangan sampai apa yang kita sampaikan tidak terdengar dengan jelas. Perhatikan
artikulasi dalam pengucapan kata-kata yang kita sampaikan. Sampaikan dengan
tidak monoton. Adakalanya volume dinaikkan, sedang atau kadang kecil. Sesuaikan
dengan baik.
5. Jangan terburu-buru menyelesaikan cerita. Lakukanlah dengan tenang dan santai.
6. Jangan sampai berhenti bercerita ketika lupa kelanjutan cerita. Lakukanlah
improvisasi dengan baik dengan catatan improvisasi yang kita lakukan tidak keluar
dari alur cerita.
7. Lakukan kontak mata yang merata kepada seluruh anak-anak.
8. Berikan suasana dan nada tertentu untuk membawa emosi anak. Sebagai
contoh, apabila ada adegan di hutan, sebisa mungkin kita menggambarkan suasana
hutan, apakah dengan suara-suara binatang atau suara pohon2 yang tertiup angin.
9. Berikan insentif pada anak. Sebagai contoh gunakan nama salah satu anak yang
mendengarkan dongeng dengan nama tokoh yang ada dalam cerita. Atau libatkan
anak-anak untuk mencari jalan keluar.
10. Jangan bungkus cerita dalam bentuk SINDIRAN. Apakah kita suka disinir? Tentu kita
jawab tidak! Begitu pula dengan anak-anak. Misalnya, ketika beberapa kali kita
melihat si alif suka naik ke meja dan melompat-lompat, lalu dalam bercerita kita
memainkan tokoh yang terjatuh dari meja lalu memandang ke Alif sambil berkata
Seperti Alif yang suka naik-naik meja ya?!, dls
11. Jangan bungkus cerita dalam bentuk KHOTBAH! Tak sedikit orang yang senang ber
khotbah. Padahal tak seorangpun yang senang di-khotbahi. Dalam membawakan
cerita jangan bumbuhi khotbah-khotbah yang justru membuat anak seperti di gurui.
Baik di awal cerita, pertengahan cerita maupun diakhir cerita.
12. Berikan insentif pada anak. Mendengar kata Insentif, semua orang pasti akan
berbinar. Bayangkan saja kalau tiba-tiba ibu/bapak guru insentifnya naik. Betul kan?
Nah, demikian juga anak-anak. Memberikan insentif pada anak ketika bercerita
banyak macamnya. Misalnya : Gunakan nama salah satu anak sebagai tokoh dalam
cerita, atau libatkan anak dalam mencari solusi cerita, atau libatkan anak untuk
membantu
tokoh
dalam
cerita,
ketika
mengalami
kesulitan.
13. Harus tetap harus FUN! Seperti kata iklan, Makannya sih apa saja, tapi
munumnya. Dalam melaksanakan tugas cerita untuk anak-TK, ceritanya boleh
apa saja, tapi harus tetap FUN!
14. Anak-anak, tetaplah anak-anak yang bebas dan merdeka. Adakalanya beberapa
anak ada yang melakukan hal-hal yang diluar dugaan kita.
Seperti menangis, sering bertanya, berkelahi, mencari perhatian, dll. Tentunya kita perlu
menangani keadaan ini dengan bijaksana dan penuh kasih sayang. Lakukanlah
sentuhan-sentuhan dan tatapan-tatapan yang lembut tanpa merusak jalannya
pertunjukan cerita. Penanganan keadaan seperti ini dapat disesuaikan dengan situasi
dan kondisi serta kreativitas pencerita.
Jarak boneka tangan harus agak jauh dari mulut dan tidak menutupi muka.
Kedua belah tangan harus lentur dalam memainkan boneka.
Lakukan dengan tenang apabila melepaskan boneka dari tangan kita untuk kemudian
mengambil boneka yang lain. Jangan sampai pergantian tokoh boneka mengganggu
konsentrasi anak-anak
Bisa diiringi dengan ilustrasi musik untuk menambah kuatnya suasana
Ajak anak-anak bernyanyi bersama boneka guna memperoleh keterikatan dalam
cerita dongeng
Libatkan anak-anak dalam adegan cerita yang dibawakan
Sesekali adakan dialog antara tokoh boneka dengan anak-anak
Suara karakter dari tokoh cerita harus pas dan sesuai peran
Setelah cerita selasai, adakan tanya jawab. Seakan-akan yang bertanya adalah
boneka kepada anak-anak
Menutup cerita
Ada teknik membuka cerita, ada pula teknik menutup cerita atau closing. Tutuplah cerita juga
dengan mengesankan agar anak-anak terus meminta pada hari-hari berikutnya. Sehingga
kegiatan bercerita akan menjadi materi keseharian untuk anak-anak. Berikut hal-hal yang
dapat kita lakukan untuk menutup cerita :
1. Lakukan Tanya jawab tentang tokoh baik yang harus ditiru dan tokoh jahat yang
harus ditinggalkan.
2. Lantunkan lagu yang sudah popular dengan menggubah liriknya dan disesuaikan
dengan tema cerita
3. Jangan berlalu dari hadapan anak-anak ketika mereka masih berkomentar dan
bertanya. Jawablah dengan kasih saying yang tulus
10
Penutup
Janganlah berharap untuk berhasil menyajikan cerita dengan baik dihadapan anak-anak
didik kita, apabila kita tidak dengan sungguh-sungguh melakukan latihan yang serius. Jangan
pula berharap untuk berhasil menyajikan cerita dengan sukses, apabila kita tidak total dan
masih malu-malu. Dan jangan pula berharap untuk berhasil menyajikan cerita dengan hebat,
apabila kita tidak sering-sering mencoba untuk terus tampil. INGATLAH, bahwa bercerita itu
salah satu bagian dari keterampilan mengajar. Untuk itu, SELAMAT UNTUK BERBAGI
CERITA UNTUK ANAK-ANAK DIDIK KITA, DAN SUKSES MENYERTAI KITA SEMUA!
Salam dongeng,
Kak Heru
Mobile : 085255751971 pin BB 3293F1C8
Facebook : herupkp@yahoo.com
Twitter : @herumawan
E-mail : herumawan@gmail.com
Web : http://www.rumahdongeng.org
11