Anda di halaman 1dari 2

Bercerita boleh dikatakan sebagai seni berkomunikasi.

Jauh sebelum ada bahasa tulis, manusia berkomunikasi dengan cara bercerita. Inilah bentuk transfer
ilmu paling konvensional, tapi tetap efektif dipakai sampai saat ini karena memang terbukti.

Jemaat, apapun latar belakangnya, pasti tertarik pada WL yang dinamis yang mampu menyajikan
informasi dengan antusiasme tinggi dan keinginan kuat. Tapi apa yang membuat jemaat tertarik
sebenarnya karena gaya bercerita yang dibawakan.

Sangat mungkin dikatakan bahwa suksesnya pujian dan penyembahaan besar dipengaruhi gaya
bercerita yang diterapkan. Tapi kenapa bercerita itu penting dalam pujian dan penyembahan?

*Pesan Lebih Mudah Diingat

Bercerita pada dasarnya mampu menghadirkan koneksi yang kuat antara WL dan jemaat. Ini
membuat pesan yang disampaikan menjadi tak sekedar rangkaian kata-kata saja, tapi juga
menyajikan pesan dalam wujud sebenarnya.

Gaya bercerita ini membuat pesan terasa lebih hidup, lebih-lebih jika dibumbui anekdot yang
relevan dengan keseharian. Ini tentu terasa lebih menarik jemaat dibanding struktur baku pujian dan
penyembahan. Cerita yang dibagi bisa dirasa langsung oleh jemaat sehingga lebih mudah diterima
dan diingat.

Cerita yang disajikan membuat momen tersebut lebih mudah dimengerti karena pendengar bisa
mengilustrasikan pesan dengan lebih baik lewat contoh atau metafora. Tapi gaya bercerita hanya
akan berhasil jika karakter WL mendukung.

WL harus membuka diri pada jemaat, bercerita berdasarkan pengalaman pribadi, lalu menyajikan
dengan runut. Tapi harus diingat, cerita bukanlah dongeng statistik yang bisa diukur. Terlepas apa
yang disajikan mengandung statistik penting, cerita yang akan disampaikan harus mampu
menguraikan fakta yang ingin di angkat.

Tentu saja ada emosi dan perasaan yang terlibat, tapi jauh lebih mudah jika yang disampaikan
memang dari pengalaman pribadi. Dengan begitu, pembicara bisa menyiapkan respon emosi yang
tepat sesuai pengalaman yang terjadi.

Lebih dari itu, berbagi pengalaman pribadi bisa membantu jemaat terhubung, tak hanya sekedar
rasa iba, melainkan lebih tinggi. Kunci bercerita sebenarnya tidak berfokus pada kata yang dipilih,
alih-alih pada cara menyampaikan cerita yang dimaksud.

*Teknik Bercerita

Supaya jemaat memahami pesan yang disajikan, WL jelas perlu melakukan usaha lebih dibanding
pujian dan penyembah biasa. Teknik yang dipakai jelas berbeda, tak hanya menyampaikan apa yang
tertulis dalam susunan draft, tapi juga emosi yang menyertainya.

‘Tenggelamkan’ Jemaat Dalam Cerita bisa dikatakan berhasil kalau pesan yang diutarakan masuk di
benak jemaat untuk jangka lama. Triknya yaitu dengan menenggelamkan jemaat pada alur cerita.
Tak cukup bermodal rangkaian kata, tapi juga harus dibantu kesaksian dan tokoh Alkitab/Ayat
Alkitab. Hasilnya jauh lebih efektif karena tiap kata membantu pesan yang ingin disampaikan.

Termasuk trik cantik agar pujian dan penyembahan bergaya bercerita berakhir sukses yaitu dengan
meningkatkan aspek sensorik. Aspek ini mampu menciptakan detail yang memungkinkan jemaat
melihat, merasakan, dan mendengar.

*Ciptakan Alur Konflik

Siapapun yang menonton film atau membaca novel pasti paham kalau cerita yang bagus harus
punya konflik di tiap plotnya. Elemen ini jika diterapkan pada bercerita bisa memunculkan rasa
penasaran yang membuat jemaat tetap duduk manis di kursi, lalu bertanya “bagaimana
selanjutnya?”

Setidaknya ada sejumlah opsi yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan tensi pada bercerita. Satu
yaitu dengan bercerita secara kronologis lalu mengakhiri dengan klimaks seperti pada wanita yang
lahir dengan kelainan tulang tapi pada akhirnya mampu menjadi atlit.

Atau dua, langsung masuk ke bagian tengah sebelum kembali ke bagian awal untuk memberi tahu
bagaimana situasi tersebut bisa terjadi. Misalnya cerita kisah sukses orangtua, lalu kembali ke masa
lalu hanya untuk bercerita tentang dirinya sendiri.

Opsi lain yaitu mengawali dengan alur cerita yang mudah ditebak lalu memberi kejutan ke jemaat
dengan menyajikan cerita lanjutan yang sama sekali berbeda dari yang diharap. Misal memulai
dengan pengalaman pribadi lalu dilanjut dengan Tokoh Alkitab atau Ayat Alkitab dengan tujuan
memberi tahu identitas dan latar belakangnya.

*Berikan ‘Momen Untuk Diingat’

Tak beda jauh dengan klimaks, berikan satu momen penting yang bisa diingat jemaat setidaknya
sampai seminggu ke depan. Di antara trik untuk menghadirkan momen seperti ini yaitu dengan
sedikit mendramatisir.

Tergantung tema pujian dan penyembahan, WL bisa memilih trik yang diinginkan guna menciptakan
momen tak terduga. Membawa properti juga tak masalah, asal tetap relevan dengan tema yang
disampaikan.

*Sudahi Dengan Nada Positif

Bagian dari BERCERITA ideal yaitu menyudahi semuanya dengan resolusi yang bernada positif,
tentunya setelah menghadirkan konflik dan klimaks serta momen untuk diingat. Resolusi ini bisa
berupa pesan yang berisi saran, nasehat, atau harapan untuk mengatasi persoalan yang muncul.

Tapi agar berhasil, pesan harus pendek dan memakai frasa yang gampang diingat, atau kalimat yang
bisa dengan mudah viral. Pada akhirnya, Bercerita merupakan apa yang dibutuhkan WL agar pesan
yang disampaikan diterima dengan efektif.

Anda mungkin juga menyukai