Anda di halaman 1dari 3

Pada masa ini, beberapa kearifan lokal masyarakat dinilai penting tidak hanya sebagai

penjaga identitas kelompok masyarakat saja, tetapi dapat diproses sebagai bagian dari upaya
mendamaikan. Selain itu, kearifan lokal juga mulai dilihat sebagai salah satu langkah
perlindungan lingkungan alam. Bukan hanya itu, di dunia pendidikan, kearifan lokal menjadi
trend baru dan menjadi dasar penting dalam banyak bidang pelajaran.
A. Kearifan Lokal
1. Konsep Kearifan Lokal
Kearifan lokal merupakan nilai-nilai Luhur masyarakat yang dilaksanakan dan
diajarkan turun-temurun dari masa ke masa nilai-nilai ini bisa berasal dari
agama maupun budaya.John Haba sebagaimana dikutip oleh Irwan Abdullah
menjelaskan bahwa kearifan lokal merupakan kekayaan budaya bagi
suatu masyarakat.
Kearifan lokal bisa berupa pengetahuan yang dapat bersumber dari
pengalaman nyata dimasyarakat dalam kurun waktu yang lama. Selain itu,
kearifan lokal juga menyangkut cara berinteraksi dan mengelola alam sekitar.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia secara khusus menjadikan kearifan lokal
masyarakat sebagai salah satu unsur penting sebagai Undang-Undang
konservasi lingkungan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Bab I ayat 30 disebutkan
pengertian kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan
hidup secara lestari.
Dalam kajian antropologi, kearifan lokal disebut sebagai “lokal genius”,
“lokal wisdom”, “lokal knowledge”, atau “indegenous knowledge”. Semua istilah
tersebut mengarah pada pengetahuan, penilaian keyakinan lokal yang dimiliki
oleh masyarakat dalam berinteraksi sesama manusia ataupun alam sekitar. Dengan
demikian, kearifan lokal adalah budaya yang diciptakan oleh masyarakat dengan
proses yang diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

2. Wujud Kearifan Lokal


Secara umum wujud kearifan lokal dibagi menjadi dua yaitu, berwujud nyata
(tangible) dan tidak berwujud nyata (intangible). Kearifan lokal yang berwujud
nyata adalah sebagai berikut:
a. Naskah-naskah lama atau manuskrip, primbon, dan berbagai tulisan yang
terdapat dalam lembaran daun lontar, kulit, maupun kertas.
b. Benda-benda cagar budaya seperti keris, pusaka, batik, dan songket.
c. Alat-alat atau media kesenian tradisional, seperti gamelan, dan wayang
kulit.
d. Bangunan tradisional seperti rumah adat dan rumah ibadah.

Adapula yang menjadi bagian kearifan lokal yang tidak berwujud (intangible),
Contohnya ungkapan atau petuah lama, atau nasihat yang mengandung pedoman
hidup. Nasihat ini ada yang berbentuk pantun, puisi, maupun peribahasa, sasanti,
semboyan dan lain-lain. Di tingkat International UNESCO telah menampilkan
beberapa hal yang menjadi bagian dari kearifan atau pengetahuan lokal
(traditional knowledge).
B. Fungsi Kearifan Lokal
Kearifan lokal memiliki banyak fungsi sebagai berikut:
1. Mengembangkan dan memelihara sumber daya manusia
2. Sebagai salah satu strategi pelestarian sumber daya alam
3. Untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan
4. Sebagai panduan hidup yang memuat petuah anjuran dan pantangan
5. Merekatkan kohesi dan harmoni sosial
6. Sebagai panduan yang bersifat etis dan moral

Menurut John haba kearifan lokal memiliki fungsi sebagai berikut:


1. Penanda identitas sebuah komunikasi
2. Elemen perekat atau (aspek kohesif) lintas warga lintas agama dan lintas
kepercayaan
3. Kearifan lokal tidak bersifat memaksa Tetapi lebih merupakan kesadaran dari
dalam
4. Kearifan lokal memberi warna kebersamaan sebuah komunitas
5. Kemampuan lokal wisdom dalam mengubah pola pikir dan hubungan timbal balik
individu dan kelompok dan meletakkannya di atas common ground
6. Kearifan lokal dapat mendorong proses apresiasi partisipasi sekaligus mengurangi
anasir yang merusak solidaritas dan integritas komunitas

C. Kearifan Lokal Untuk Mitigasi Bencana (Alam dan Sosial)


Seperti yang diketahui ada dua jenis bencana yaitu bencana alam (natural
disaster) dan bencana sosial (sosial disaster). Kedua jenis bencana ini sama-sama
merugikan. Bencana alam merupakan bencana yang muncul akibat fenomena alam
seperti banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Adapun bencana sosial adalah bencana
yang timbul karena persoalan-persoalan sosial seperti perang, kerusuhan, penjarahan,
maupun konflik kekerasan dalam skala yang luas.
Sebagai contoh terdapat kearifan lokal untuk mencegah bencana alam adalah
mungka. Adat mungka adalah kesepakatan adat dari masyarakat Sumbawa dalam
merawat dan menjaga hutan disepakati, bahwa siapapun yang menebang pohon harus
menanam 3 batang pohon sebagai gantinya. Dengan demikian tidak terjadi
penggundulan hutan.
Di Indonesia sendiri ada beberapa kearifan lokal masyarakat nusantara yang
terbukti memberi peran penting bagi pelestarian hutan seperti perladangan gilir balik
oleh masyarakat Dayak di Kalimantan Timur, tradisi hutan pamali yang hingga kini
dijalankan oleh masyarakat Kampung Naga di Tasikmalaya Jawa Barat, pikuh pada
masyarakat Badui dan lain-lainnya.
Selanjutnya, bagaimana dengan bencana sosial (social disaster)? Secara
teoritis mekanisme manajemen konflik biasanya dilakukan melalui tiga tahap yaitu,
peace keeping, peace making dan peace building. Peace keeping adalah penyelesaian
konflik dengan melibatkan aparat keamanan. Yang kedua adalah peace making yaitu
mengajak tokoh-tokoh atau pemimpin dari kedua belah pihak untuk bersedia
melaksanakan perundingan. Dan yang ketiga adalah peace building (bina damai).
Bina damai adalah kegiatan yang tersusun dan dilakukan pasca konflik yang bertujuan
supaya konflik tidak terulang lagi.
Untuk mencegahan konflik, kearifan lokal berfungsi sebagai pendekteksi
berbagai kemungkinan munculnya ketidakpuasan di tengah masyarakat. Contohnya di
masyarakat Sasak, Lombok terdapat tradisi sangkep atau gundem, adalah suatu cara
kerja musyawarah di tingkat lokal dengan adanya kegiatan ini beberapa persoalan
yang dihadapi oleh warga dapat dibicarakan dengan baik dan tidak ada sumbatan atau
hambatan komunikasi.
Ikatan antarwarga atau (civic engagement) sebagai salah satu unsur modal
sosial (sosial capital) dalam terwujud ketika unsur-unsur lain telah terpenuhi. Unsur-
unsur lain itu ialah norm (norma), trust (kepercayaan) dan reciprocity (resiprositas).
Norma yang selama ini ada di lingkungan masyarakat ada beberapa macam.Terdapat
norma agama, norma hukum, norma sosial, dan norma budaya. Tradisi masyarakat
yang berhubungan dengan reciprocity dapat dengan mudah diamati. Bahkan budaya
gotong royong bisa dilihat sebagai bentuk resiprosisitas yang sangat khas di
lingkungan masyarakat Indonesia sejak dahulu kala. Contohnya masyarakat Sasak
Lombok, memiliki tradisi saling atau saling berkunjung, saling mengundang (saling
pesilak) saling pelangarin (saling takziah) dan saling ngayo (saling membantu).

D. Tantangan Pengembangan Kearifan Lokal


Terdapat banyak kendala atau tantangan untuk melaksanakan dan
mengembangkan kearifan lokal, sebagai berikut.
1. Pengaruh modernitas
2. Pandangan keagamaan yang kaku
3. Dianggap kurang rasional
4. Memerlukan waktu yang relatif lama
5. Kurangnya konsistensi dan dukungan pemerintah
Dari beberapa hambatan pengembangan kearifan lokal sebagaimana dijelaskan
di atas menjadi perhatian semua pihak; pemerintah, agen civil society seperti
perguruan tinggi, maupun organisasi sosial keagamaan. Pada tingkat Internasional ada
UNESCO yang memberikan perhatian khusus pada kearifan lokal yang disebut
traditional knowledge.

Anda mungkin juga menyukai