Anda di halaman 1dari 19

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beton Ringan (Lightweight Concrete)


Pada dasarnya, pembuatan beton ringan dilakukan dengan cara
menyertakan udara dalam komposisinya, dengan cara sebagai berikut :
1. No-Fines Concrete
2. Lightweight Aggregate Concrete
3. Aerated Concrete
Perbandingan bentuk molekul dari ketiga macam beton ringan dan
contoh produknya dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.

Berikut merupakan cara – cara pembuatan beton ringan :


1. Tidak mengikutsertakan agregat yang berukuran kecil, yang disebut
sebagai ’no-fines concrete’.
Agregat kasar yang digunakan, ukurannya berkisar antara 1/4 - 3/8 inci.
Contoh : kerikil, batu pecah, expanded clay (tanah liat yang
dikembangkan dengan pemanasan 400°C -700°C), arang kasar.
Semakin kecil ukuran agregat yang digunakan, semakin besar
kekuatannya. Perbandingan pengaruh ukuran agregat dan kandungan
semen terhadap kuat tekan beton dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan
Tabel 2.1. Sedangkan pengaruh water/cement ratio terhadap kuat tekan
beton dapat dilihat pada Gambar 2.4.

5 Universitas Kristen Petra


6

Gambar 2.1. Perbandingan Bentuk Molekul No-Fines Concrete, Lightweight


Concrete, dan Aerated Concrete
Sumber : A. Short & W. Kinniburgh. Lightweight Concrete. Applied Science
Publishers Ltd, 1978, p.5

10 mm Gravel Expanded Clay+Polystyrene Bean Udara

Gambar 2.2. Contoh Produk No-Fines Concrete, Lightweight Concrete,


dan Aerated Concrete
Sumber : Department of Building & Construction. (City University of Hong
Kong). Tommy Y. Lo. Structural Lightweight Concrete in Hong Kong:
Now,New,Next. figure 1.

Universitas Kristen Petra


7

Gambar 2.3. Perbandingan Pengaruh Ukuran Agregat dan Kandungan


Semen Terhadap Kuat Tekan Beton Usia 7 Hari
Sumber : A. Short & W. Kinniburgh, Lightweight Concrete, Applied Science
Publishers Ltd, 1978, p.95

Tabel 2.1. Perbandingan Pengaruh Jenis Agregat Terhadap Kuat Tekan Beton
Dry Density Compressive Strength at 28 days
Aggregate
(kg/m3) (MPa)
Rounded quartz gravel 1840 8,6
Irregular flint gravel 1540 4,8
Crushed limestone 1830 6,9
Crushed granite 1700 7,6

Sumber : A. Short & W. Kinniburgh, Lightweight Concrete, Applied Science


Publishers Ltd, 1978, p.95

Universitas Kristen Petra


8

Gambar 2.4. Pengaruh Water/Cement Ratio Terhadap Kuat Tekan Beton


Sumber : A. Short & W. Kinniburgh, Lightweight Concrete, Applied Science
Publishers Ltd, 1978, p.96

2. Mengganti kerikil atau batu pecah dengan agregat yang berpori atau
bersel (lightweight aggregate concrete), contohnya batu apung.
Perbandingan kepadatan beberapa jenis agregat kasar dapat dilihat pada
Gambar 2.5. Sedangkan hasil pengujian beton ringan dengan
menggunakan batu apung dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Universitas Kristen Petra


9

Gambar 2.5. Kepadatan Beberapa Jenis Agregat Kasar


Sumber : A. Short & W. Kinniburgh, Lightweight Concrete, Applied Science
Publishers Ltd, 1978, p.108

Universitas Kristen Petra


10

Tabel 2.2. Hasil Pengujian Beton Ringan dengan Menggunakan Batu Apung
Mix Dry density of Compressive Drying Thermal
proportions concrete strength at 28 shrinkage conductivity,
cement : days k-value
aggregate
(by volume) (kg/m3) (MPa) (percent) (W/m ºC)
Group A
1:6 770 3,8 0,05 0,17
1:10 655 2,1 0,05 0,17
Group B
1:8 1185-1250 12,5 0,07 0,14
1:10 1185-1250 9,2 0,07 0,14
1:12 1185-1250 7,9 0,06 0,14

Sumber : A. Short & W. Kinniburgh, Lightweight Concrete, Applied Science


Publishers Ltd, 1978, p.108

3. Membuat gelembung – gelembung udara dalam campuran semen, yang


disebut dengan aerated concrete : (Short A, 1973, p.294&295)
a. Chemical aerating
Contoh : bubuk alumina, hidrogen peroksida dan bleaching powder.
Reaksi kimia yang terjadi dalam pembuatan beton ringan dengan
menggunakan bubuk aluminium:
2Al + 3Ca(OH)2 + 6H2O 3CaO.Al2O3.6H2O + 3H2
Aluminium Hydrated Water Tricalcium Aluminate Hydrogen
Powder Lime Hydrate
Reaksi kimia yang terjadi dalam pembuatan beton ringan dengan
menggunakan bleaching powder:
CaCl(OCl) + H2O2 CaCl2 + O2 + H2O
Bleaching Hydrogen Calcium Oxygen Water
Powder Peroxide Chloride
Jenis aerated concrete ini biasa disebut Autoclaved Aerated Concrete
(AAC).

Universitas Kristen Petra


11

b. Foaming Mixture
Ada dua bentuk aerated concrete, yaitu beton pre-cast dan beton yang
langsung dibuat di proyek konstruksi (in-situ). Proses curing beton pre-
cast menggunakan steam-cured dengan tekanan tinggi, sedang untuk
proses curing beton in-situ menggunakan air-cured.
Jenis aerated concrete ini biasa disebut Cellular Lightweight Concrete
(CLC).

Tabel 2.3. menunjukkan perbedaan antara AAC dan CLC. Pengaplikasian


teknologi AAC sendiri sebenarnya telah dikenalkan di Eropa lebih dari 50
tahun lalu sebagai salah satu jenis beton ringan. Walaupun AAC ini
memiliki kuat tekan yang lebih baik dan shrinkage yang lebih rendah
daripada CLC, namun dengan biaya yang lebih rendah, dapat didesain
CLC yang kuat tekannya menyamai AAC. Oleh karena itu penggunaan
CLC lebih populer daripada AAC.

Tabel 2.3. Perbedaan AAC dan CLC


Faktor Pembeda AAC CLC
Mengembang setelah Ditambahkan dalam
Gelembung Udara
mixing campuran
Water Absorption > 30% < 10%
Metode Produksi Hanya precast Precast dan in-situ
Biaya >> beton konvensional beton konvensional

Perbandingan keuntungan dan kerugian no-fines concrete, lightweight


aggregate concrete, dan aerated concrete dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Universitas Kristen Petra


Tabel 2.3. Perbandingan Keuntungan dan Kerugian No – Fines Concrete, Lightweight Agreggate Concrete, dan Aerated Concrete
No – Fines Concrete Lightweight Agreggate Concrete Aerated Concrete
Keuntungan: Keuntungan : Keuntungan :
- Kekuatan yang diperoleh lebih besar - Air yang terserap oleh agregat berpori - Memberikan insulasi panas, termix,
daripada kekuatan yang diperoleh dari saat pembuatan beton ini, nantinya akan fungaldecay, dan suara yang sangat baik.
CLC dan lightweight aggregate memberikan tambahan air yang Dapat dipotong dengan gergaji biasa.
concrete. digunakan untuk curing dari dalam - Tidak terpengaruh temperatur yang
beton. berubah – ubah.
- Resistan terhadap lembab.
- Perembesan (bleeding) minimal.
- Ramah lingkungan.
- Tidak menghasilkan zat – zat beracun.
Kerugian : Kerugian : Kerugian :
– Workability kurang baik karena tanpa – Masih membutuhkan pasir dalam – Untuk mendapatkan beton dengan kuat
adanya agregat halus. pembuatannya. tekan yang tinggi, kandungan semen
yang dibutuhkan tinggi.

Universitas Kristen Petra


12
13

Dibandingkan dengan beton konvensional, beton ringan memberikan


banyak keuntungan, antara lain:
• Mengurangi berat mati struktur (10% – 87%) sehingga lebih ekonomis dalam
pembangunannya.
• Dapat diproduksi secara presisi sesuai dengan spesifikasi kekuatan dan
kepadatan.
• Sangat mudah dikerjakan (excellent workability).
• Tahan terhadap api/kebakaran.
• Dapat diaplikasikan dengan semua permukaan finishing tradisional : cat,
keramik, dan lain – lain.
• Mengurangi tekanan hidrostatik pada dinding penahan tanah.
• Kebutuhan baja sebagai tulangan dapat dikurangi karena berat mati struktur
lebih kecil.
• Mengurangi biaya transportasi.

Namun beton ringan juga memiliki kerugian, antara lain:


• Untuk mencapai kekuatan beton yang tinggi (dapat mencapai 33 MPa),
dibutuhkan semen dalam jumlah banyak, yang menyebabkan kepadatan
menjadi lebih tinggi.
• Tidak dapat digunakan untuk komponen – komponen struktural dari bangunan
tinggi.

2.1.1. Water Absorption


Sebagian besar agregat ringan strukturnya berpori, sehingga penyerapan
airnya lebih tinggi daripada agregat biasa. Berikut adalah hasil Pengujian water
absorption dari agregat ringan dengan diameter 14 mm. Grafik yang menunjukkan
seberapa besar penyerapan air oleh lightweight aggregate dapat dilihat pada
Gambar 2.6.

Universitas Kristen Petra


14

Gambar 2.6. Water Absorption dari Lightweight Aggregate


Sumber : Department of Building & Construction. (City University of Hong
Kong). Tommy Y. Lo. Structural Lightweight Concrete in Hong Kong:
Now,New,Next. figure 2.

Tes water absorption menurut ASTM C 642-90 dilakukan dengan


menggunakan sample beton berbentuk kubus dengan ukuran panjang, lebar, dan
tinggi 15 cm. Tes ini dilakukan saat beton berumur 28 hari yang dimaksudkan
untuk mengetahui nilai water absorption beton umur standar. (Bungey, p.158)
Nilai water absorption beton tersebut dapat dicari dengan menggunakan rumus :
Ww − Wd
% water absorption = × 100% (2.1.)
Wd
dimana : Ww = berat sampel basah
Wd = berat sampel kering
Nilai water absorption beton dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu :
(Bungey, p.151)
a. Low absorption : < 3%
b. Average absorption : 3 – 5%
c. High absorption : >5%

Beton ringan yang biasanya berbentuk balok, memiliki pori – pori dan
kemampuan menyerap air yang lebih tinggi dibandingkan dengan beton
konvensional atau beton tak berpori. Hal ini kurang diperhatikan dalam
pelaksanaannya, padahal beton ringan yang diekspos di udara luar tidak berfungsi
secara total tanpa adanya perlindungan.

Universitas Kristen Petra


15

Oleh sebab itu, beton ringan tidak baik digunakan sebagai bahan isolasi
pada atap, dikarenakan kemampuan menyerap airnya yang tinggi sehingga bila
terkena panas beton ringan juga relatif cepat kering. Jadi pada beton kemampuan
menyerap air yang tinggi kurang menguntungkan.

2.1.2. Void Content


Salah satu faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton adalah tingkat
kelekatan antara semen dan agregat. Dengan memperluas area permukaan dimana
tingkat kelekatan tersebut lebih tinggi, maka beban yang dapat ditahan oleh beton
akan lebih besar. Berkurangnya luas permukaan akibat dari void content, maka
luas permukaan yang menahan beban semakin sedikit, sehingga kuat tekan beton
berkurang.
Umumnya void content ini terjadi akibat dari rongga antar agregat kasar,
dimana penggunaan agregat kasar yang memiliki variasi sudut yang banyak
cenderung menimbulkan void content yang lebih banyak daripada penggunaan
agregat kasar dengan bentuk bulat. Oleh karena itulah mortar, yaitu beton dengan
tidak menggunakan agregat kasar dalam pembuatannya, memiliki kuat tekan yang
lebih tinggi daripada beton konvensional.
Terlihat dalam Gambar 2.7. yang merupakan potongan permukaan dari
aerated concrete yang menunjukkan struktur cellular.

Gambar 2.7. Pecahan Permukaan dari Aerated Concrete


Sumber : A. Short & W. Kinniburgh. Lightweight Concrete. Applied Science
Publishers Ltd, 1978, p.292

Universitas Kristen Petra


16

2.1.3. Proses Curing


Berikut merupakan metode perawatan (curing) untuk beton ringan
(lightweight concrete), yang meliputi metode air-cured, low-pressure steam-
curing, dan high-pressure steam-curing.
1. Air Curing
Beton precast umumnya menggunakan metode air-cured dengan menyimpan
beton di lapangan terbuka. Cara ini merupakan proses curing yang paling
mudah. Cara ini relatif lambat namun hasilnya memuaskan, dimana
dimungkinkan terjadinya perubahan pada campuran dalam waktu sekitar 24
jam, tergantung pada suhu ruangnya.
Untuk menjaga kestabilan suhu di udara terbuka, sering kali digunakan terpal
atau bahan penutup yang terbuat dari polythene lainnya untuk menutupi beton.
Namun untuk beton yang dibuat di lapangan (in-situ), umumnya permukaan
beton cukup dilapisi dengan karung goni basah.

2. Low-Pressure Steam-Curing
Proses curing ini baru dapat dilakukan sekitar 5 jam setelah pengecoran,
dimana suhu yang digunakan harus dijaga antara 60-80°C. Tekanan uap jenuh
yang digunakan antara 0,1 – 0,3 MPa. Lama proses ini tergantung pada iklim
di tempat pengecoran, namun pada umumnya pembagian waktu yang
digunakan adalah 2 jam dengan peningkatan, 4 jam dengan temperatur yang
dijaga tetap, dan 2 jam untuk menurunkan temperatur secara perlahan untuk
menghindari thermal shock. Skema alat Low-Pressure Steam-Curing dapat
dilihat pada Gambar 2.8.

3. High-Pressure Steam-Curing
Perbedaan proses curing ini dengan proses curing sebelumnya adalah terutama
pada tekanan uap jenuh yang digunakan, yaitu antara 0,7 – 1,2 MPa. Lama
waktu yang dibutuhkan agar uap mencapai tekanan yang diinginkan berkisar
antara 5 – 6 jam dengan peningkatan yang bertahap. Setelah itu selama 4 – 18
jam, tekanan dijaga agar stabil. Untuk aerated concrete biasanya

Universitas Kristen Petra


17

membutuhkan waktu yang lebih lama. Gambar 2.9. menunjukkan High-


Pressure Steam Chambers (Autoclaves).

Gambar 2.8. Skema Alat Low-Pressure Steam-Curing


Sumber : A. Short & W. Kinniburgh. Lightweight Concrete. Applied Science
Publishers Ltd, 1978, p.51

Gambar 2.9. High-Pressure Steam Chambers (Autoclaves)


Sumber : A. Short & W. Kinniburgh. Lightweight Concrete. Applied Science
Publishers Ltd, 1978, p.53

Universitas Kristen Petra


18

2.1.4. Segregasi
Beton cair dapat dipandang sebagai suatu suspensi butir agregat di dalam
matriks mortar semen. Bila kohesi tidak cukup untuk menahan partikel dalam
suspensi maka akan terjadi segregasi yang menyebabkan kualitas beton jelek.
Segregasi dapat terjadi karena terpisahnya agregat kasar dari campuran
atau turunnya butiran ke bagian bawah beton segar. Hal ini dapat diakibatkan
karena cara penuangan dan pemadatan yang salah.
Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya segregasi, antara lain :
1. Ukuran partikel yang lebih besar dari 25 mm
2. Densitas agregat kasar yang berbeda dengan agregat halus
3. Kurangnya jumlah material halus dalam campuran
4. Bentuk butir yang tidak rata dan tidak bulat
5. Campuran yang terlalu basah atau terlalu kering

2.2. Cellular Lighweight Concrete (CLC)


Cellular Lighweight Concrete (CLC) adalah salah satu tipe beton ringan
yang diproduksi dengan memasukan butiran gelembung udara pada campuran
mortar beton, dimana butiran udara tersebut harus mampu mempertahankan
struktur gelembung tersebut selama periode pengerasan (curing) tanpa
menyebabkan reaksi kimia.
Campuran dari CLC antara lain semen, pasir halus, air dan foam khusus
yang begitu mengeras menghasilkan beton ringan yang kuat dengan kandungan
jutaan sel atau gelembung udara halus dengan ukuran yang konsisten dan
terdistribusi secara merata. CLC memiliki densitas antara 400 kg/m³ hingga 1800
kg/m³. Namun untuk pekerjaan struktur, densitas CLC yang baik untuk digunakan
berkisar antara 1200 kg/m³ hingga 1400 kg/m³.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan CLC, antara lain :
• Memberikan insulasi panas dan suara yang sangat baik. Sebagai contohnya,
dinding CLC 125 mm memberikan insulasi empat kali lebih baik daripada
dinding bata 230 mm.

Universitas Kristen Petra


19

• Bentuk stabil walaupun terkena air tambahan. Sedangkan pada beton ringan
dengan penggunaan bubuk alumina, beton akan mengembang lagi bila terkena
air tambahan.
• Keuntungan untuk daerah terpencil karena hanya membutuhkan semen dalam
pembuatannya. Berbeda dengan aerated concrete menggunakan bubuk
alumina yang masih menggunakan pasir dalam pembuatannya.
• Lebih mudah dipompa saat pengecoran karena tidak ada agregat.

Skema alat yang dapat digunakan untuk pembuatan foam dapat dilihat
pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Skema Alat Pembuat Foam


Sumber : High-Performance Cellular Concrete. (10 Februari 2008) figure 1.
http://www.lightconcrete.com/home.html

Dalam pembuatan foam, gelembung udara yang dihasilkan tidak boleh


terlalu besar, karena gelembung udara tersebut akan pecah saat dicampurkan
dalam mortar atau pasta, maupun saat pengiriman dan pengecoran. Dalam
penelitian ini, foam generator yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Foam Generator

Universitas Kristen Petra


20

Saat beton mulai mengeras, gelembung – gelembung udara


berdisintegrasi atau berubah, melepaskan kandungan air yang sebagian akan
diserap oleh semen, dan meninggalkan rongga udara dengan ukuran yang sama.
Dalam proses curing, CLC perlu dibasahi (dimasukkan dalam kolam air) seperti
proses curing beton konvensional.
Dalam proses pengecoran, campuran (wet mix slurry) yang dikirim oleh
ready-mix maupun yang dibuat di lapangan tersebut dipompa ke dalam bekisting
yang telah diisi dengan tulangan yang sudah dipersiapkan. Foam tadi
menghasilkan campuran yang mudah untuk dituangkan dan dapat mengisi ke
setiap sudut. Campuran tadi akan padat dan datar dengan sendirinya tanpa perlu
tambahan vibrator dan atau pemadatan dari luar.
Contoh komposisi campuran CLC dengan fine aggregate content yang
digunakan adalah pasir dan fly ash tipe C (PFAc) dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Sedangkan hasil tes kuat tekan betonnya dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Tabel 2.5. Komposisi Campuran CLC


Plastic Fine Aggr. Contenta
PC Content
Density (kg/m3) W/C Ratiob
(kg/m3)
(kg/m3) Sand PFAc
1000 300 550 - 0,5
220 220
- 365
1200 300 750 - 0,5
300 300
- 500
1400 300 950 - 0,5
380 380
- 635
a
per cubic metre of foamed concrete.
b
w/c ratio takes into PC, PFAf and PFAc quantities to ensure adequate ‘wetness’
of the high surface area particles.

Sumber : Ravindra K. Dhir & Peter C. Hewlett. Innovations and Developments in


Concrete Materials and Construction. (2002) figure 15.

Universitas Kristen Petra


21

CLC 1000 kg/m 3 CLC 1400 kg/m 3

8 12

Compressive Strength

Compressive Strength
10
6
8

(MPa)
(MPa) 4 6
4
2
2
0 0
0 20 40 60 0 20 40 60
Day Day

Sand/PFAc Sand PFAc


Gambar 2.12. Kuat Tekan dari a) CLC 1000 kg/m dan b) 1400 kg/m3 3

Sumber : Ravindra K. Dhir & Peter C. Hewlett. Innovations and Developments in


Concrete Materials and Construction. (2002) figure 17.

Faktor – faktor yang berpengaruh dalam pembuatan CLC antara lain :


- tipe foaming agent
- foam generator yang digunakan
- komposisi campuran dan waktu pencampuran (mixing time)
- tipe dan ukuran pasir
- w/c
- metode curing

Cellular Lighweight Concrete (CLC) dapat diproduksi dengan berbagai


macam jenis kepadatan, yang berkisar antara 400 kg/m3 sampai 1800 kg/m3 yang
disesuaikan dengan kebutuhan penggunaannya, yaitu :
1. Kepadatan rendah (400 – 600 kg/m3) biasa digunakan untuk bahan isolasi,
sebagai alternatif lain yang dapat digunakan untuk menggantikan thermocole,
glasswool, woodwool, dan lain – lain.
2. Kepadatan sedang (800 – 1000 kg/m3) dapat digunakan untuk pembuatan pre-
cast blocks dengan dimensi 500x250x200/100 mm yang digunakan sebagai
dinding (pengganti batu bata).
3. Kepadatan tinggi (1200 – 1800 kg/m3) dengan kuat hancur (crushing
strength) antara 65 – 250 kg/cm2, biasa dipakai sebagai struktur :

Universitas Kristen Petra


22

• Load bearing walls dan atap perumahan.


• Reinforced Structural Cladding atau panel partisi.
• Pre-cast blocks untuk dinding dari bangunan tingkat rendah.
Beberapa proyek di Surabaya yang telah menggunakan CLC adalah
Darmo Trade Centre, East Point Mall (Kapas Kerampung Comercial Centre), BG
Junction, Universitas Ciputra dan Sun-City Mall di Sidoarjo.

Foam
Ada 2 macam foam :
1. Bahan sintetis dengan kepadatan di atas 1000 kg/m3
2. Bahan protein dengan kepadatan 400 – 1600 kg/m3
Foam berbahan dasar sintetis memiliki kepadatan sekitar 40 kg/m3 dan
dapat mengembang sekitar 25 kali. Foam jenis ini sangat stabil untuk beton
dengan kapadatan di atas 1000 kg/m3. Foam ini dapat bertahan hingga 16 bulan
dalam keadaan tertutup. Bentuk foam yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar
2.13. Perbandingan konsentrasi foam 1:19
Contohnya : 1 liter Noraite SA-1 + 19 liter air = 20 liter foam.
20 liter foam dapat mengembang menjadi sekitar 500 liter foam yang stabil
dengan berat sekitar 40 kg/m3.
Foam berbahan dasar protein yang didapat dari bahan – bahan alami
memiliki berat sekitar 80 kg/m3 dan dapat mengembang sekitar 12,5 kali. Foam
ini relatif lebih stabil dan memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan foam sintetis. Tetapi foam ini hanya dapat bertahan hingga 12 bulan dalam
keadaan terbuka. Bentuk foam yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Perbandingan konsentrasi foam dapat berkisar antara 1:33 sampai 1:39.
Contohnya : 1 liter Noraite PA-1 + 39 liter air = 40 liter foam.
40 liter foam dapat mengembang menjadi sekitar 500 liter foam yang stabil
dengan berat sekitar 80 kg/m3.

Universitas Kristen Petra


23

Gambar 2.13. Foam berbahan dasar sintetis


Sumber : Foaming Agents. (21 Januari 2008) figure 1. http://www.portafoam.com

Gambar 2.14. Foam berbahan dasar protein


Sumber : Foaming Agents. (21 Januari 2008) figure 2. http://www.portafoam.com

Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai