Anda di halaman 1dari 38

Beton Khusus (Special Concrete)

Beton merupakan campuran antara bahan agregat halus dan kasar dengan pasta semen
(kadangkadang juga ditambahkan admixtures), campuran tersebut apabila dituangkan ke dalam cetakan
kemudian didiamkan akan menjadi keras seperti batuan. Proses pengerasan terjadi karena adanya reaksi
kimiawi antara air dengan semen yang terus berlangsung dari waktu ke waktu, hal ini menyebabkan
kekerasan beton terus bertambah sejalan dengan waktu. Beton dapat juga dipandang sebagai batuan
buatan di mana adanya rongga pada partikel yang besar (agregat kasar) diisi oleh agregat halus dan
rongga yang ada di antara agregat halus akan diisi oleh pasta (campuran air dengan semen) yang juga
berfungsi sebagai bahan perekat sehingga semua bahan penyusun dapat menyatu menjadi massa yang
padat.
Bahan penyusun beton meliputi air, semen portland, agregat kasar dan halus, serta bahan
tambah (jika diperlukan), di mana setiap bahan penyusun mempunyai fungsi dan pengaruh yang
berbeda-beda. Sifat yang penting pada beton adalah kuat tekan, bila kuat tekan tinggi maka sifat-sifat
yang lain pada umumnya juga baik. Faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi kualitas beton
adalah kualitas bahan penyusun, faktor air-semen, gradasi agregat, cara pengerjaan (pencampuran,
pengangkutan, pemadatan dan perawatan) serta umur beton.

Beton Ringan
Beton ringan telah dikembangkan dan digunakan secara luas dengan tujuan
mengurangi beban mati pada struktur beton. Beton ringan diharapkan dapat mengurangi berat
sendiri struktur, jika digunakan beton normal yang merupakan bahan yang cukup berat maka
berat sendiri struktur mencapai 2400 kg/m3. Menurut SNI 2847:2013, beton dapat digolongkan
sebagai beton ringan jika beratnya kurang dari 1840 kg/m3. Pada dasarnya beton ringan dapat
diperoleh dengan caracara berikut :
1. Membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen, sehingga akan
terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya.
2. Menggunakan agregat dengan berat jenis yang ringan, misalnya tanah liat bakar,
batu apung dan butiran polystyrene.
3. Pembuatan beton dengan menghilangkan fraksi agregat halus, beton jenis ini
dikenal sebagai beton tanpa pasir (no-fines concrete) yang hanya dibuat dari
semen, agregat kasar (dengan ukuran butir maksimum 20 mm atau 10 mm) dan air.
Beton jenis ini akan memiliki ukuran pori yang relatif sama, sedangkan agregat
yang sering dipakai adalah kerikil alami (batu apung), terak tanur tinggi dan tanah
liat bakar.
Menurut kegunaannya beton ringan dapat diklasifikasikan menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Beton ringan struktural dengan kuat tekan karakteristik minimal 17 MPa dengan
berat isi antara 1350 sampai dengan 1900 kg/m3.
2. Beton ringan kekuatan sedang dan juga tingkat insulasi panas sedang, pada
umumnya memiliki kuat tekan 7 MPa sampai 17 MPa.
3. Beton ringan sebagai insulator thermal yang pada umumnya memiliki berat isi
antara 300 sampai dengan 800 kg/m3 (Neville, 1996).
Menurut EuroLightCon (2000), berbagai standar perencanaan di Eropa menyebutkan
bahwa beton ringan memiliki kuat tarik lebih rendah dibandingkan dengan beton normal.
Standar perencanaan beton CUR (Belanda), ENV dan prEN (European Committee for
Standardization), BBK (Swedia) dan NS (Norwegia) telah memberikan faktor reduksi kuat
tarik beton ringan berdasarkan berat jenisnya seperti ditunjukkan pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1 Faktor Reduksi Kuat Tarik Beton Ringan Menurut Berbagai Standar
Perencanaan Beton (EuroLightCon, 2000)
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Nawy (2008), bahwa kuat tarik beton ringan
pada umumnya lebih kecil bila dibandingkan dengan beton normal. Hal ini sejalan dengan
ketetapan yang terdapat dalam SNI 2847:2013, sebagaimana dinyatakan dalam Persamaan 1
dan Persamaan 2.

𝑓𝑠𝑝 = 0,56. 𝜆. √𝑓′𝑐 (MPa)

𝑓𝑓𝑙 = 0,62. 𝜆. √𝑓′𝑐 (MPa)

di mana:
𝑓𝑓𝑙 : kuat tarik lentur beton
𝑓𝑠𝑝 : kuat tarik belah beton
𝑓′𝑐 : kuat tekan karakteristik beton
dengan:
λ = 0,75 untuk all-lightweight aggregate concrete dan
λ = 0,85 untuk sand-lighweight concrete
Penelitian Xiaopeng (2005), berhasil mengembangkan beton ringan struktural dengan
agregat kasar batu apung yang mencapai kuat tekan antara 18 MPa sampai dengan 28 MPa.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan kecenderungan bahwa semakin banyak volume batu
apung yang digunakan maka akan semakin kecil kuat tarik belah dan kuat tarik lentur yang
dihasilkan. Hasil penelitian tersebut ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2 Hubungan antara Volume Agregat Batu Apung dengan Kuat Tarik Belah
Beton Ringan Struktural (Xiaopeng, 2007)

Gambar 3 Hubungan antara Volume Agregat Batu Apung dengan Kuat Lentur Beton
Ringan Struktural (Xiaopeng, 2007)
Penelitian yang dilakukan oleh Hossain (2008), di Universitas Ryerson, Kanada juga
telah berhasil mengembangkan beton ringan struktural dengan agregat kasar batu apung yang
mencapai kuat tekan lebih dari 29 MPa. Kendatipun demikian, ditengarai bahwa kuat lekat
tulangan beton ringan tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan beton normal,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4 di bawah ini. Gambar tersebut menggunakan
beberapa notasi sesuai dengan variabel penelitian yang dikaji, notasi NC mewakili normal
concrete, VPC berarti volcanic pumice concrete, plain menunjukkan tulangan polos, def adalah
tulangan sirip, 125 dan 75 menunjukkan panjang lekatan 125 mm dan 75 mm, serta Unz adalah
kuat lekat tulangan yang dinormalisasi terhadap akar kuadrat kuat tekan beton.
Gambar 4 Hasil Uji Kuat Lekat Tulangan Beton Ringan dan Beton Normal (Hossain,
2008)
Penelitian untuk mengetahui teknik pengadukan yang paling baik untuk memproduksi
beton ringan dengan agregat kasar batu apung telah dilakukan oleh Kabay dan Akoz (2011).
Peneliti dari Turki tersebut memperbandingkan 3 (tiga) metode pengadukan: 1) pre-soaked;
dilakukan penambahan air berdasarkan nilai serapan air batu apung dalam 1 jam perendaman,
2) pre-wetted; di mana batu apung direndam selama 24 jam sebelum dilakukan pengadukan, 3)
vacuum-soaked, di mana batu apung diletakkan dalam ruangan untuk kemudian dilakukan
vacuum kemudian diisikan air ke dalam ruang vacuum selama 10 menit. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa teknik vacuum-soaked menghasilkan kuat tekan beton ringan yang paling
baik, namun cara ini memiliki tingkat kesulitan dan kebutuhan alat yang rumit. Cara pre-wetted
menghasilkan kuat tekan yang lebih rendah sekitar 2,50% dibandingkan metode vacuumsoaked,
namun jauh lebih mudah untuk dilaksanakan. Sedangkan metode pre-soaked menghasilkan
kuat tekan yang lebih rendah antara 10 sampai 25% dibandingkan metode vacuum-soaked.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan dilaksanakan dengan metode pre-wetted
aggregate.
Laporan yang disampaikan oleh Green et al. (2011), menyebutkan bahwa diperlukan
optimasi komposisi campuran beton untuk meningkatkan kuat tekan beton ringan dengan
agregat pumice agar dapat dipenuhi kriteria beton ringan struktural. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan faktor air semen maksimal 0,25 dan kandungan bahan pengikat
(semen dan silica fume) minimal 620 kg/m3 dapat dicapai kuat tekan beton lebih dari 35 MPa
dengan berat isi ± 1900 kg/m3 , dan kuat tarik belah sebesar ± 10% dari kuat tekan beton.
Menurut Hossain et al. (2011), dilaporkan bahwa semakin besar volume fraction
agregat pumice di dalam beton maka akan semakin berkurang kuat tekan, kuat tarik dan
modulus elastisitas beton, sebagaimana di tunjukkan pada Gambar 5 dan Gambar 6. Kajian lain
menunjukkan bahwa dengan meningkatnya kuat tekan beton ringan beragregat pumice maka
akan semakin berkurang rasio kuat tarik terhadap kuat tekan beton. Penelitian tersebut
menggunakan empat varian beton yaitu: Tipe A, B, C, dan D. Tipe A adalah beton yang
diproduksi dengan Portland Cement (PC), agregat kasar campuran antara batu pecah dan
volcanic pumice aggregate (VPA) serta pasir dengan faktor air semen (fas) 0,45. Tipe B adalah
beton yang menggunakan PC, agregat kasar VPA dan batu pecah serta agregat halus VPA
dengan fas 0,45. Tipe C menggunakan pumice based ASTM Type I blended cement (PVPC),
agregat kasar VPA dan batu pecah serta pasir dengan fas 0,45. Tipe D adalah beton yang dibuat
dengan bahan dasar PVPC, agregat kasar VPA dan batu pecah serta agregat halus VPA dengan
fas 0,45.
Gambar 5 Hubungan antara Volume Fraction Pumice Terhadap Kuat Tekan dan Kuat
Tarik Beton (Hossain et al., 2011)

Gambar 6 Hubungan antara Volume Fraction Pumice Terhadap Modulus Elastisitas


Beton (Hossain et al., 2011)
Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pumice berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai agregat untuk memproduksi beton ringan struktural. Hal yang perlu
diperhatikan adalah meskipun dapat memenuhi klasifikasi sebagai beton ringan struktural
namun beton ringan menunjukkan kuat tarik, modulus elastisitas, dan kuat lekat tulangan yang
lebih kecil apabila dibandingkan dengan beton normal.

Self-Compacting Concrete
Self-compacting Concrete (SCC) dapat didefinisikan sebagai suatu jenis beton yang
dapat dituang, mengalir dan menjadi padat dengan memanfaatkan berat sendiri, tanpa
memerlukan proses pemadatan dengan getaran atau metode lainnya, selain itu beton segar jenis
selfcompacting concrete bersifat kohesif dan dapat dikerjakan tanpa terjadi segregasi atau
bleeding. Beton jenis ini lazim digunakan untuk pekerjaan beton pada bagian struktur yang sulit
dijangkau dan dapat menghasilkan struktur dengan kualitas yang baik.
Prototype dari self compacting concrete mulai dikembangkan di Jepang pada awal
dekade 1990-an dengan tujuan mendapatkan struktur beton yang memiliki tingkat kepadatan
yang tinggi untuk daerah rawan gempa. Berbagai penelitian telah dilakukan dengan hasil yang
memuaskan, sehingga saat ini self compacting concrete telah digunakan secara luas di berbagai
negara dengan aplikasi yang disesuaikan dengan kondisi serta konfigurasi struktur beton yang
dibutuhkan.
Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan self compacting
concrete antara lain :
1) Mengurangi lamanya konstruksi dan besarnya upah pekerja.
2) Pemadatan dan penggetaran beton yang dimaksudkan untuk memperoleh tingkat
kepadatan optimum dapat dieliminir.
3) Mengurangi kebisingan yang dapat mengganggu lingkungan sekitarnya.
4) Meningkatkan kepadatan elemen struktur beton pada bagian yang sulit dijangkau
dengan alat pemadat, seperti vibrator.
5) Meningkatkan kualitas struktur beton secara keseluruhan.
High range water reducer diperlukan untuk menghasilkan self compacting concrete
dengan workability dan flowability yang tinggi. Filler, baik yang bersifat inert misalnya serbuk
batu kapur (limestone powder) ataupun yang bersifat reaktif misalnya fly ash atau silica fume
perlu ditambahkan dalam proses pengadukan Self Compacting Concrete untuk meningkatkan
homogenitas dan viskositas beton segar (Kheder dan Al Jadiri, 2010). Self Compacting
Concrete mensyaratkan kemampuan mengalir yang cukup baik pada beton segar tanpa terjadi
segregasi, sehingga viskositas beton juga harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya
segregasi (EFNARC, 2005). Hubungan antara penggunaan superplasticizer dan sifat beton
segar pada proses produksi self-compacting concrete dapat ditunjukkan pada Gambar 7.

Deformability
High Range Water
Flowability Reducer

Pembatasan Fraksi
Viscosity Agregat Kasar

Self-Compacting
Mineral Admixtures
Concrete Passing Ability

Pengendalian
Water-Binder Ratio

Segregation
Resistance Volume Binder

Gambar 7 Prinsip Dasar Proses Produksi Self-Compacting Concrete


Menurut Domone (2007), SCC memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan beton normal. Semakin rendah mutu beton maka akan terlihat perbedaan
nilai modulus elastisitas yang lebih besar, sebaliknya semakin tinggi mutu beton maka akan
semakin kecil perbedaan modulus elastisitas SCC dengan beton normal. Perbedaan modulus
elastisitas SCC dan normal vibrated concrete (NVC) yang diperbandingkan dengan hitungan
berdasarkan EC2 (Eurocode) ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Perbedaan Modulus Elastisitas SCC dengan Beton Normal (Domone, 2007)
Dalam laporan penelitian Felokoglu et al. (2007), dikemukakan bahwa modulus
elastisitas self-compacting concrete (SCC) bernilai sedikit lebih rendah dari beton normal. Hal
ini mungkin disebabkan karena SCC lebih banyak mengandung agregat halus dan pasta semen
jika dibandingkan dengan beton normal. Kendatipun demikian, perbedaan tersebut tidak cukup
signifikan dan modulus elastisitas SCC masih berada di antara batas bawah dan batas atas kurva
hubungan kuat tekan dan modulus elastisitas yang ditetapkan CEB FIB 90, seperti ditunjukkan
pada Gambar 9.

Gambar 9 Hubungan Kuat Tekan dengan Modulus Elastisitas SCC (Felokoglu et al.,
2007)
Di lain pihak, para peneliti di atas menyatakan bahwa SCC memiliki nilai kuat tarik tak
langsung (indirect tensile strength) sedikit lebih tinggi dari beton normal. Meskipun demikian,
perbedaan tersebut juga tidak terlalu signifikan dan nilai indirect tensile strength SCC juga
masih berada di antara batas bawah dan batas atas kurva hubungan kuat tekan dan indirect
tensile strength yang ditetapkan CEB FIB 90, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10 Hubungan Kuat Tekan dengan Indirect Tensile Strength SCC (Felokoglu et
al., 2007)
Hasil pengujian oleh Loser dan Leemann (2009), menunjukkan bahwa semua varian
SCC 1 hingga SCC 5 yang dipersiapkan dengan berbagai komposisi campuran, kandungan
semen, dan nilai water/binder ratio ternyata memiliki besaran susut yang lebih besar bila
dibandingkan dengan semua varian CVC 1 hingga CVC 3 (conventional vibrated concrete/
beton normal). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 11 di bawah
ini.

Gambar 11 Komparasi Besaran Susut SCC dan CVC pada Berbagai Umur Beton (Loser
dan Leemann, 2009)
Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa SCC dapat mencapai kekuatan yang
setara dengan beton normal. Meskipun demikian SCC yang diproduksi dengan komposisi yang
unik yaitu volume binder yang lebih banyak dan fraksi volume agregat halus yang lebih banyak
pula menunjukkan karakteristik mekanik yang tidak sepenuhnya sama dengan beton normal.

Beton Berserat (Fiber Reinforced Concrete)


Beton Berserat
Beton bertulang berserat (fibre reinforced concrete) didefinisikan sebagai bahan beton yang
dibuat dari bahan campuran semen, agregat halus, agregat kasar, air dan sejumlah serat (fibre)
yang tersebar secara acak dalam matriks campuran beton segar (Hannant, 1978). Menurut ACI
Committee 544 (2002), jenis-jenis serat dapat digolongkan dalam empat kelompok yaitu:
1) Serat-serat logam, seperti serat baja karbon atau serat baja tahan karat
2) Serat-serat sintetis (acrylic, aramid, nylon, polyester, polypropylene, carbon)
3) Serat-serat gelas (glass fibre)
4) Serat-serat alami (serat ijuk, bambu, rami, ampas kayu, jerami, sisal, sabut kelapa)
Dalam penelitian ini digunakan campuran serat baja dan serat polypropylene karena
mudah diperoleh, murah, awet dan tidak bersifat reaktif terhadap semen.
Perilaku Beton Berserat
Perilaku beton berserat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain sifat fisik matrik
dan serat dan perlekatan antara serat dan matriknya.
1) Sifat-sifat fisik serat dan matrix
Hannant (1978) menyatakan bahwa faktor utama yang menentukan kemampuan
bahan serat adalah sifat fisik matrix dan serat seperti yang diberikan pada Tabel 1 dan
Tabel 2, serta kekuatan lekatan diantara keduanya. Tampak dari kedua tabel tersebut
bahwa tegangan rerata serat adalah dua hingga tiga kali lebih besar dari tegangan runtuh
matrix, sehingga beton akan retak sebelum kuat tarik maksimum serat tercapai.
Tabel 1 Tipikal Sifat Berbagai Matrix (Hannant, 1978)
Modulus
Kepadatan Kuat Tarik Regangan
Matrik Elastisitas
(kg/m3) (MPa) Putus x 10-6
(GPa)
Semen PC Normal 2.000-3.000 10-25 3-6 100-500
Pasta semen kadar 2.100-2.300 10-25 3-7 100-500
alumina tinggi
Mortar OPC 2.200-2.300 25-35 2-4 50-150
Beton OPC 2.200-2.450 30-40 1-4 50-150
Tabel 2 Sifat Berbagai Macam Serat (Mindess et al., 2003
Tipe Serat Diameter Berat Modulus Kuat Tarik Regangan
(mm) Jenis Elastisitas (GPa) (MPa) Batas (%)
Baja 5-500 7,84 200 0,5-2,0 0,5-3,5
Kaca 9-15 2,60 70-80 2-4 2,0-3,5
Asbestos
Crocidolite 0,02-0,40 3,4 196 3,5 2,0-3,0
Chrysotile 0,02-0,4 2,6 164 3,1 2,0-3,0
Polypropylene 6-200 0,91 5-77 0.15-0,75 15
Aramid (Kevlar) 10 1,45 65-133 3,6 2,1-4,0
Carbon
Polyacrilonitrile 7-9 1,6-1,7 230-380 2,5-4,0 0,5-1,5
Pitch 9-18 1,6-2,15 28-480 0,5-3,0 0,5-2,4
Nylon 20-200 1,1 4,0 0,9 13-15
Cellulose - 1,2 10 0,3-0,5 -
Polyethylene 25-1000 0,95 0,3 0,08-0,6 3-80
Sisal 10-50 1,5 13-26 0,3-0,6 3-5
Serat kayu (pulp) 25-75 1,5 71 0,7-0,9 -

2) Pengaruh Panjang dan Diameter Serat


Perbandingan panjang dan diameter serat (aspect ratio) akan mempengaruhi
lekatan antara serat dengan matrik. Serat dengan rasio l/d > 100 mempunyai lekatan
dengan beton yang lebih besar dibandingkan dengan serat yang pendek dengan rasio l/d
< 50. Menurut Hannant (1978), hasil pengujian untuk l/d < 50 menyebabkan serat akan
lebih mudah tercabut dari beton. Peningkatan aspek rasio serat akan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan tarik maupun lentur beton, sama halnya
dengan penambahan volume serat ke dalam campuran beton.

3) Ukuran maksimum matrik


Ukuran maksimum matrik akan mempengaruhi distribusi dan kuantitas serat yang
dapat masuk ke dalam komposit. Hannant (1978), memberikan rata-rata ukuran agregat
partikel ±10-30 mikron, sedangkan ukuran agregat maksimum agregat untuk adukan 5
mm. Agregat dalam komposit tidak boleh lebih besar dari 20 mm dan disarankan lebih
kecil dari 10 mm, yang bertujuan agar serat dapat tersebar dengan merata. Untuk
menghindarkan terjadinya rongga, pada benda uji disarankan untuk memakai bahan
pengisi (agregat campuran) paling sedikit 50 % dari volume beton.
4) Perilaku sifat mekanik beton berserat
Parameter yang diperoleh dari pengujian tekan terhadap beton berserat antara lain
: modulus elastisitas, beban hancur maksimum. Dari hasil pencatatan defleksi diperoleh
nilai regangan yang terjadi pada saat beban maksimum dan perilaku kurva beban (P)
dengan defleksi (δ) atau perilaku kurva tegangan-regangan. Perubahan modulus
elastisitas akibat penambahan serat sangat kecil. Penambahan serat pada beton normal
dapat meningkatkan tegangan pada beban puncak. Beton berserat menyerap energi yang
lebih besar daripada beton normal sebelum hancur (failure). Peningkatan terhadap
daktilitas dengan penambahan serat pada beton normal tergantung pada beberapa faktor
seperti : geometri serat, volume fraksi serat dan komposisi bahan penyusun matrik
sendiri. Peningkatan volume serat dapat meningkatkan kapasitas peningkatan energi.
Peningkatan penyerapan energi ini terjadi hanya pada batasan 0 – 0,7 % fraksi volume,
apabila kandungan serat dinaikkan lagi hingga lebih besar dari 0,7 %, maka kenaikan
energi yang terjadi tidak terlalu besar. Beton bermutu tinggi lebih getas (brittle)
dibandingkan dengan beton normal, dan dengan penambahan serat dapat dihasilkan
beton yang lebih daktail. Hannant (1978), memberikan Persamaan 3 dan Persamaan 4
untuk menyatakan hubungan antara volume fraksi dengan perbandingan serat dalam
matriks sebagai berikut:
Wf
x100%
W’f = W (3)
m (3)
V f Df
=
W’f x100%
Vm Dm (4)
dimana:
Wf : berat serat
Wm : berat matrik beton
W’f : persentase berat serat terhadap matrik beton, %
Vf : persentase volume fraksi serat terhadap matrik beton, %
Vm : persentase matriks beton, %
Df : berat jenis serat, kg/m3
Dm : berat jenis matrik beton, kg/m3
5) Peningkatan kekuatan geser beton
Penelitian yang dilakukan oleh Kang et al. (2011), menunjukkan bahwa
penambahan serat baja sebesar 0,75% volume fraction beton dapat meningkatkan
kekuatan geser beton ringan hingga 30%. Hasil penelitian tersebut ditunjukkan pada
Gambar 12 di bawah ini. Notasi FLB menunjukkan varian beton ringan berserat, FNB
adalah varian beton normal berserat, sedangkan angka yang ada di belakangnya yaitu: 0,
0,5, dan 0,75 menunjukkan volume fraction serat baja yang ditambahkan. Analisis yang
dilakukan lebih lanjut menunjukkan bahwa penambahan serat dengan volume fraction
0,75% akan memberikan tambahan kuat geser setara dengan kuat geser yang
disumbangkan oleh tulangan geser minimal yang dihitung menurut ACI 381-08 section
11.4.7.2 [Vsmin=(Avmin.fy.d)/s].

Gambar 12 Pengaruh Penambahan Serat Terhadap Kekuatan Geser Beton (Kang et


al., 2011)

6) Kontribusi serat terhadap peningkatan kuat lentur beton


Dalam aplikasinya, beton berserat lebih banyak diperhitungkan konstribusinya
sebagai elemen penahan beban lentur dibandingkan dengan fungsinya sebagai penahan
jenis beban yang lain. Hasil percobaan menunjukan peningkatan kuat lentur lebih tinggi
daripada kuat tekan atau kuat tarik belah. Peningkatan kuat lentur sangat dipengaruhi
oleh volume fraksi dan aspek rasio serat. Peningkatan volume fraksi sampai batas
tertentu akan meningkatkan kuat lentur beton, demikian pula dengan aspek rasio serat.
7) Daktilitas (flexural toughness)
Salah satu alasan penambahan serat pada beton adalah untuk meningkatkan
kapasitas penyerapan energi beton, yang berarti menambah daktilitas beton. Peningkatan
daktilitas beton pada umumnya juga disertai dengan peningkatan ketahanan beton
terhadap pengaruh fatigue dan impact. Hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan
pengaruh penambahan serat terhadap sifat mekanik beton dapat diuraikan sebagai
berikut.
Menurut Balendran et al. (2002), penambahan serat baja dapat meningkatkan kuat
tarik belah beton ringan sampai 165% bahkan dapat melampaui kuat tarik belah beton
normal dengan bahan tambah serat baja yang sama. Penambahan serat baja juga
meningkatkan kuat lentur beton ringan sampai dengan 91%. Hasil penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 13, Gambar 14 dan Gambar 15. Notasi LSP menunjukkan limestone
plain concrete, LSF menandakan limestone fiber reinforced concrete, LTGP mewakili
lightweight aggregate plain concrete, dan LTGF adalah lightweight aggregate fiber
reinforced concrete.

(a) (b)

Gambar 13 (a) Pengaruh Penambahan Serat dan Ukuran Benda Uji Terhadap Kuat
Tarik Belah Beton Normal, (b) Beton Ringan (Balendran et al., 2002)

(a) (b)

Gambar 14 (a) Pengaruh Penambahan Serat dan Ukuran Benda Uji Terhadap Kuat
Tarik Lentur Beton Normal, (b) Beton Ringan (Balendran et al., 2002)
(a) (b)

Gambar 15 (a) Toughness Index Beton Normal Berserat, (b) Beton Ringan
Berserat (Balendran et al., 2002)
Penambahan serat ke dalam campuran adukan beton juga terbukti dapat
menghambat laju retak akibat susut beton secara efektif. Menurut Pelisser et al., (2010),
serat polypropylene merupakan jenis serat yang efektif dalam megurangi terjadinya retak
yang diakibatkan oleh susut beton. Penambahan serat polypropylene tipe shortcut dapat
mengurangi panjang retak secara lebih efektif dibandingkan dengan serat nylon,
polyethylene (PET), maupun glass fiber. Pada penelitian tersebut juga diketahui bahwa
nilai volume fraction 0.10% merupakan kadar optimum penambahan serat polypropylene
ditinjau berdasarkan total panjang retak yang terjadi akibat susut beton. Hasil penelitian
ini ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16 Pengaruh Jenis Serat dan Volume Fraction Terhadap Panjang Retak
akibat Susut Beton (Pelisser et al., 2010)

Dalam laporan penelitian Banthia dan Nandakumar (2003), disebutkan bahwa


penggunaan serat campuran, dimana serat serat baja (xorex) dicampur dengan serat
polypropylene monofilament (MD) dapat meningkatkan ketahanan cement-based
matrices terhadap perkembangan retak yang terjadi akibat bekerjanya beban pada benda
uji contoured double cantilever beam (CDCB). Gambar 17 menunjukkan bahwa
pencampuran serata baja dengan serat polypropylene menghasilkan opening load yang
lebih besar bila dibandingkan benda uji yang hanya menggunakan serat baja apalagi jika
dibandingkan benda uji kontrol yang tidak ditambahkan serat.

Gambar 17 Hubungan Beban dan Crack Opening Mouth Displacement (Banthia


dan Nandakumar, 2003)
Dalam penelitian oleh Altun et al. (2007), dilaksanakan uji eksperimental untuk
mengetahui pengaruh penambahan serat baja berukuran panjang 60 mm dan diameter
0,75 mm terhadap kekuatan mekanik beton dan perilaku lentur balok beton bertulang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan serat baja (SFs) sebesar 60 kg/m3
dapat meningkatkan kuat tarik belah beton hingga 54% dan kuat lentur hingga 46%. Pada
pengujian balok beton bertulang, juga terlihat peningkatan kapasitas lentur dan daktilitas
beton sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 18.

Gambar 18 Hubungan Beban dan Lendutan Balok Beton Bertulang dengan


Berbagai Penambahan Serat Baja (Altun et al., 2007)
Menurut Ozcan et al. (2008), kemampuan beton serat untuk menghambat
terjadinya retak dapat mengurangi besaran tegangan tarik yang berkerja pada baja
tulangan sehingga kapasitas ultimate beton dapat meningkat. Mekanisme kerja serat
dalam kontribusinya terhadap peningkatan kekuatan lentur beton dapat dilihat pada
Gambar 19.
(a)

bond stresses on

concrete

(b)
bond stresses on

steel

variation of tension
(c)
force in steel

Steel tension

Gambar 19 Variasi Gaya Tarik Baja Tulangan dalam Balok Beton Serat
Bertulang; (a) Pola Retak Balok, (b) Bentuk Retak, (c) Tegangan
pada Lekatan Baja Tulangan dengan Beton, (d) Variasi Gaya Tarik
Baja Tulangan (Ozcan et al., 2008)
Laporan penelitian yang disampaikan oleh Camps et al. (2008), menyatakan
bahwa penambahan 85 kg/m3 serat baja tipe lurus (panjang 30 mm, diameter 0,6 mm)
dapat meningkatkan kuat tarik, sekaligus mempertahankan residual strength pasca
terjadinya retak akibat bekerjanya gaya tarik pada beton. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa pada pengujian beton tanpa serat dapat diamati perilaku beton yang brittle,
dimana setelah dicapainya beban maksimum terlihat peningkatan regangan dan
penurunan residual strengh secara cepat. Selain itu, dapat diamati bahwa setelah
munculnya retak akan terjadi lokalisasi perkembangan retak secara cepat. Hal yang
berbeda terjadi pada beton serat, dimana setelah dicapai beban maksimum, terjadi
peningkatan regangan dan penurunan tegangan yang menandai terjadinya transfer
tegangan dari matrix beton ke serat baja, selanjutnya terlihat residual strength yang
disumbangkan oleh kekuatan serat dan kuat lekat serat dengan matrix beton di
sekelilingnya. Hasil penelitian terkait dapat dilihat pada Gambar 20, Gambar 21 dan
Gambar 22.
Gambar 20 Hubungan Tegangan dan Regangan pada Pengujian Tarik Beton
Tanpa Serat (Camps et al., 2008)

Gambar 21 Hubungan Tegangan dan Regangan pada Pengujian Tarik Beton


Berserat Baja sampai Regangan 1 mm/m (Camps et al., 2008)

Gambar 22 Hubungan Tegangan dan Regangan pada Pengujian Tarik Beton


Berserat Baja (Camps et al., 2008)
Tsai et al. (2009), menyatakan bahwa penambahan serat baja tipe double hooke-
edge dapat meningkatkan kuat lentur beton, sekaligus mempertahankan residual strength
pasca terjadinya beban maksimum. Grafik yang menunjukkan hubungan antara beban
dan lendutan pada pengujian lentur beton tersebut disajikan pada Gambar 23. Varian C4
yang ditunjukkan grafik beban-defeleksi berwarna merah merupakan varian dengan
penambahan serat baja 1,0% dari volume beton memperlihatkan kekuatan lentur
maksimum dan residual strength yang lebih baik bila dibandingkan dengan varian C3
(penambahan serat baja 0,5%) yang diwakili grafik berwarna biru, maupun varian C2
(tanpa penambahan serat baja) yang ditunjukkan dengan grafik berwarna hitam.
w/cm = 0.32

L/D of fiber = 60

C2 with 0.0% steel fiber

C3 with 0.5% steel fiber

C4 with 1.0% steel fiber

Deflection (mm)

Gambar 23 Hubungan Beban dan Lendutan pada Pengujian Lentur Beton


Berserat Baja (Tsai et al., 2009)
Ellouze et al. (2010), melaporkan bahwa penggunaan serat baja baik jenis long
fiber (LF) dengan panjang serat 50 mm maupun short fiber (SF) dengan panjang serat 35
mm mampu meningkatkan kekuatan lentur pelat dua arah dalam hal beban first crack,
beban maksimum maupun daktilitas pelat beton bertulang. SFC 70 menunjukkan
penambahan serat baja sebesar 70 kg/m3 sedangkan SFC 40 ditambahkan serat baja 40
kg/m3 dan SFC 30 sebesar 30 kg/m3. Hasil penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 24.

Appearance of the first crack

SFC 70 LF SFC 70 SF

PC SFC 40 SF

Deflection (mm)

Gambar 24 Hubungan Beban dan Lendutan pada Pengujian Lentur Pelat Dua
Arah dengan Berbagai Material Beton (Ellouze et al., 2010)
Hasil-hasil penelitian tentang beton serat di atas menunjukkan bahwa penambahan
serat ke dalam campuran beton dapat meningkatkan kuat tarik beton, menghambat
terjadinya retak baik yang disebabkan oleh terjadinya susut maupun bekerja beban, dan
mempertahankan residual strength pasca dilampauinya beban maksimum. Apabila
digunakan pada elemen struktur beton bertulang, adanya serat akan mengurangi besaran
tegangan yang terjadi pada baja tulangan sehingga dapat berkontribusi meningkatkan
kapasitas lentur beton bertulang. Efektifitas penggunaan serat dalam campuran beton
sangat dipengaruhi oleh kesesuaian tujuan penambahan serat dengan jenis, bentuk
geometri, dan dimensi serat yang digunakan.
Beton Berserat Campuran (Hybrid Fiber Reinforced Concrete)
Untuk meningkatkan efektifitas penambahan serat dalam beton, telah dilakukan
berbagai penelitian untuk mencampur atau melakukan hibridisasi serat. Hibridisasi ini
dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan potensi masing-masing jenis serat, sesuai dengan
karakteristik unik yang dimiliki. Hibridisasi dapat dilakukan dengan mencampur beberapan
jenis serat dengan panjang, modulus elastisitas, ataupun kuat tarik yang berbeda. Serat yang
lebih panjangan diharapkan memberikan kontribusi pada perbaikan karakteristik beton sebagai
penghambat retak yang berukuran besar (macrocracks) dan meningkatkan keliatan atau
daktilitas beton. Serat yang berukuran lebih pendek diharapkan dapat memerikan kontribusi
kekuatan saat akan terjadi dan awal terjadinya retak (menghambat laju microcracks), serta
memperbaiki kekuatan pull out fiber menjadi lebih besar. Penambahan serat yang memiliki
modulus elastisitas tinggi dapat meningkatkan kekuatan tarik lentur beton secara lebih
signifikan, namun kapasitas regangan yang dimiliki kecil. Sebaliknya, pemanfaatan serat
dengan modulus elastisitas rendah tidak dapat meningkatkan kekuatan tarik lentur beton secara
signifikan, tetapi dapat meningkatkan kapasitas regangan beton dengan signifikan. Hasil
penelitian Yao et al. (2003), menunjukkan bahwa kombinasi serat dapat meningkatkan
kekuatan tarik beton secara signifikan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Pengaruh Penambahan Berbagai Kombinasi Serat Terhadap Sifat Mekanik Beton
(Yao et al., 2003)

Campuran Fiber Volume Fraction fc’ fsp MoR Toughness Index


(%)
Carbon Baja PP (MPa) (MPa) (MPa) I5 I10 I30
1 - - - 44,3 4,36 3,16 3,16 5,89 9,78
2 0,5 - - 50,7 5,21 4,08 4,08 7,48 14,82
3 - 0,5 - 47,8 4,80 4,15 4,15 7,90 22,80
4 - - 0,5 44,5 4,14 4,04 4,04 6,26 16,76
5 0,2 0,3 - 58,2 5,95 4,23 4,23 8,14 29,32
6 0,2 - 0,3 57,8 5,72 3,89 3,89 6,20 15,90
7 - 0,2 0,3 45,3 4,46 3,40 3,40 6,31 18,44

Penambahan serat dengan cara dicampur (hibridisasi) tersebut dapat meningkatkan


kekuatan tarik belah beton (fsp) hingga 36,5%, meningkatkan kuat tarik lentur (MoR) hingga
32,9%, dan meningkatkan toughness index beton hingga 199,5%. Penelitian tersebut dilakukan
dengan menggabungkan serat baja dan serat karbon, maupun serat baja dan polypropylene (PP).
Laporan Ahmed et al. (2007), membuktikan bahwa konsep hibridisasi serat dengan
mengkombinasikan serat baja dengan serat polyethylene (PE) ataupun serat polyvinyl alcohol
(PVA) untuk memperbaiki karakteristik beton dengan bahan tambah abu terbang, terutama
dalam hal daktilitas dan kemampuan untuk mencapai lendutan maksimum, maupun
mempertahankan residual strength pasca fase leleh, seperti terlihat pada Gambar 25 dan
Gambar 26.
Gambar 25 Hubungan antara Tegangan Lentur dan Lendutan Tengah Bentang pada Beton
dengan Fly Ash Berserat Campuran Baja dan Polyethylene (Ahmed et al.,
2007)

Gambar 26 Hubungan antara Tegangan Lentur dan Lendutan pada Beton dengan Fly Ash
Berserat Campuran Baja dan Polyvynil alcohol (Ahmed et al., 2007)
Aplikasi serat campuran antara steel fiber dan serat polypropylene dalam nilai fraksi
volume kecil (0.12%), dapat meningkatkan flexural toughness melebihi beton yang hanya
menggunakan serat baja saja. Hal ini menunjukkan adanya sinergi antara serat baja dengan serat
polypropylene. Serat polypropylene berfungsi pada saat terjadi retak-retak berukuran kecil, dan
serat baja akan mengambil peran dalam mempertahankan post-peak behavior (Sivakumar dan
Santhanam, 2007). Hasil penelitian tersebut disajikan pada Gambar 27.
Gambar 27 Efek Hibridisasi Serat terhadap Flexural Toughness dan Equivalent Flexural
Strength Beton (Sivakumar dan Santhanam, 2007)
Ostertag dan Blunt (2007), melaporkan bahwa penggunaan beton berserat campuran
mampu meningkatkan kapasitas lentur balok beton bertulang maupun tanpa tulangan bila
dibandingkan dengan beton normal seperti terlihat pada Gambar 28. Penggunaan serat
campuran juga dapat menyebarkan retak yang terjadi sehingga tidak terjadi lokalisasi retak
seperti ditunjukkan pada Gambar 29.

Gambar 28 Hubungan Beban dan Lendutan pada Pengujian Lentur Beton Normal dan
Berserat Campuran (Ostertag dan Blunt, 2007)

Gambar 29 Pola Keruntuhan pada Pengujian Lentur Beton Berserat (Ostertag dan Blunt,
2007)
Penelitian Blunt dan Ostertag (2009), juga menunjukkan bahwa beton berserat
campuran mampu meningkatkan kinerja lentur balok beton bertulang maupun tanpa tulangan
bila dibandingkan dengan beton berserat konvensional. Dalam penelitian ini digunakan serat
baja dengan panjang 30 mm (S1), serat baja dengan panjang 60 mm (S2) dan serat polyvinil
alcohol (PA). Hasil penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 30.
Gambar 30 Hubungan Beban dan Lendutan pada Pengujian Lentur Beton dengan
Berbagai komposisi Serat (Blunt dan Ostertag, 2009)
Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa penggunaan serat campuran (hybrid)
dapat mengoptimalkan kinerja beton dengan lebih efisien. Pada umumnya, serat yang
berukuran lebih kecil akan efektif menghambat retak akibat susut beton maupun inisiasi retak
akibat beban, sedangkan serat yang memiliki dimensi lebih besar akan memberikan kontribusi
untuk meningkatkan kapasitas tarik maupun lentur serta mempertahankan residual strength
beton.

Beton Keras
Sifat-sifat Beton Keras
Sifat jangka pendek
a) Kuat tekan, dipengaruhi oleh:
• Perbandingan air semen dan tingkat pemadatan
• Jenis semen dan kualitasnya
• Jenis dan kekasaran permukaan agregat
• Umur (pada keadaan normal, kekuatan bertambah sesuai dengan umurnya). Lihat
Gambar 31
Gambar 31 Diagram Laju Kenaikan Kuat Tekan Beton

• Suhu (kecepatan pengerasan bertambah dengan naiknya suhu)


• Perawatan
b) Kuat tarik
Kuat tarik beton berkisar 1/18 kuat tekan beton saat umurnya masih muda dan menjadi 1/20
sesudahnya. Kuat tarik berperan penting dalam menahan retak-retak akibat perubahan
kadar air dan suhu.
c) Kuat geser
Didalam prakteknya, kuat tekan dan tarik selalu diikuti oleh kuat geser.
Sifat jangka panjang
a) Rangkak, adalah peningkatan deformasi (regangan) secara bertahap terhadap waktu akibat
beban yang bekerja secara konstan, dipengaruhi oleh:
• Kekuatan. Rangkak berkurang bila kuat tekan makin besar
• Perbandingan campuran. Bila FAS berkurang maka rangkak berkurang
• Agregat. Rangkak bertambah bila agregat halus dan semen bertambah banyak
• Umur. Kecepatan rangkak berkurang sejalan dengan umur beton
b) Susut, adalah berkurangnya volume beton jika terjadi kehilangan kandungan uap air akibat
penguapan, dipengaruhi oleh:
• Agregat. Berperan sebagai penahan susut pasta semen
• Faktor air semen. Efek susut makin besar jika FAS makin besar
• Ukuran elemen beton. Laju dan besarnya penyusutan berkurang jika volume elemen
beton makin besar

Beton yang Baik

a) Bahan pengisi baik


• kekerasan butiran
• gradasi
• kepadatan butiran
• bentuk butiran
b) Bahan perekat baik
• semen sesuai
• FAS sesuai
c) Lekatan / ikatan baik
• kekasaran permukaan butiran baik
• material alam bersih
d) Pemeliharaan baik
Sifat-sifat Beton Keras pada SSC (Self-Compacting Concrete)
1. Kuat tekan
Untuk SCC biasanya memiliki kuat tekan yang sedikit lebih tinggi dari beton normal
dengan FAS yang sama. Hal ini diakibatkan ikatan yang lebih baik antara agregate dan
pasta yang telah mengeras, karena tidak adanya penggetaran.
2. Kuat tarik
Besarnya kuat tarik pada SCC dapat diasumsikan sama dengan beton normal, karena
volume pasta (semen+agregat halus+air) tidak memiliki efek yang signifikan terhadap kuat
tarik
3. Modulus elastisitas
SCC memiliki modulus elastisitas yang sedikit lebih rendah dari beton biasa karena
memiliki pasta semen yang lebih banyak dari beton biasa
• Karena bagian terbesar dari beton adalah agregatnya, maka jenis dan jumlah agregat
sebagaimana juga nilai modulus elastisitasnya (E) memiliki pengaruh terbesar.
Memilih agregat dengan nilai E yang makin tinggi akan membuat E beton juga makin
tinggi
• Semakin tinggi volume pasta semen, semakin rendah nilai E
4. Rangkak
SCC memiliki koefisien rangkak yang lebih besar akibat volume pasta semen yang lebih
banyak dibandingkan beton biasa dengan kekuatan yang sama
• Semakin tinggi kekuatan beton, rangkak semakin berkurang
• Jika menggunakan semen dengan kemampuan hidrasi yang lebih cepat akan memiliki
kekuatan yang lebih tinggi saat pembebanan, memiliki rasio stress/strength yang lebih
rendah dan rangkak yang makin berkurang pula
• Makin tinggi volume agregat kasar, rangkak makin berkurang
• Makin tinggi nilai modulus elastisitas (E) agregat, rangkak makin berkurang
5. Susut
Susut pada SCC lebih kecil dibandingkan beton normal karena FAS-nya lebih rendah
• Semakin tinggi volume agregat, susut semakin berkurang
• Semakin tinggi nilai modulus elastisitas agregat (E), susut semakin berkurang
• Semakin kecil ukuran agregat maksimum (yang berarti volume pasta semen semakin
besar), semakin besar susutnya
6. Koefisien ekspansi thermal
Menggunakan agregat dengan koefisien ekspansi thermal yang rendah, akan mengurangi
koefisien ekspansi thermal dari beton yang dihasilkannya juga
7. Lekatan terhadap tulangan
Dibandingkan beton biasa dengan kuat tekan yang sama, SCC memiliki fluiditas dan kohesi
yang lebih baik, sehingga memiliki ikatan dengan tulangan yang lebih kuat. Sedangkan
beton biasa sering mengalami kegagalan untuk meyelimuti tulangan secara menyeluruh
akibat segregasi dan bleeding saat penuangan maupun sebelum mengeras
8. Kapasitas gaya geser pada bidang pengecoran
Permukaan SSC yang telah mengalami pengerasan agak lebih halus dan impermeabel/tidak
tembus air, oleh karena itu kapasitas gaya geser antara lapis pertama dan kedua lebih rendah
dari beton yang dipadatkan dengan penggetaran konvensional dan tidak mampu menahan
gaya geser. Oleh karena itu perlu diberikan perawatan untuk permukaannya, misalnya
retarder permukaan, penyikatan atau dengan membuat permukaan menjadi kasar
9. Ketahan terhadap api
Ketahanan terhadap api yang dimiliki SCC hampir sama dengan beton normal. Tetapi jika
menginginkan ketahanan api yang lebih tinggi dapat menggunakan serat polypropylene.
Serat ini akan meleleh dan akan diserap matrix semen saat terbakar. Rongga bekas serat
yang telah meleleh akan menjadi ruang pemuaian untuk uap yang terjadi, sehingga
mengurangi resiko pengelupasan.
Durabilitas/Daya Tahan
Pemadatan dengan penggetaran seringkali merupakan proses yang tidak kontinu,
misalnya pada penggetaran eksternal dan hand tamping. Penggetaran internal yang meskipun
dilaksanakan dengan benar juga seringkali masih menimbulkan ketidakseragaman hasil
pemadatan, karena volume beton yang berada dalam daerah pengaruh vibrator tidak menerima
energi pemadatan yang sama.
Konsekuensi dari pemadatan yang tidak benar adalah, seperti: lubang-lubang sarang
lebah/keropos, segregasi, bleeding dll, memiliki pengaruh negatif yang besar pada
permeabilitas sekaligus mempengaruhi durabilitas beton.
SCC bila dikerjakan dengan benar akan bebas dari kerugian-kerugian pemadatan
tersebut dan menghasilkan suatu material beton yang memiliki permeabilitas yang seragam dan
rendah, sehingga hanya memiliki sedikit kelemahan terhadap lingkungan yang merugikan dan
karenanya memberikan durabilitas yang lebih baik.

Gambar 32 Detail Permukaan pada Elemen Pracetak yang Menggunakan SCC

Pengujian beton keras


Kekuatan beton merupakan sifat beton keras yang paling penting. Kekuatan beton
ditentukan dengan cara menghitung berapa beban maksimum yang dapat dipikul oleh suatu
penampang beton melalui pengujian benda uji yang mempunyai bentuk tertentu. Kekuatan
beton keras untuk perkerasan kaku meliputi kekuatan tekan (compressive strength), dan
kekuatan tarik lentur (flexural strength).
Suatu kekuatan beton dipengaruhi oleh empat bagian utama, yaitu :
a) Proporsi bahan-bahan penyusun beton dengan mutu bahan tertentu
b) Metode perancangan dan pencampuran
c) Kondisi pada saat pengecoran dilaksanakan
d) Perawatan
Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai fas semakin rendah mutu kekuatan
beton. Namun demikian, nilai fas yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan
beton semakin tinggi. Nilai fas yang terlalu rendah akan membuat adukan beton sulit
dipadatkan yang pada akhirnya akan menghasilkan beton yang kekuatannya kurang, karena
kepadatannya tidak maksimal. Umumnya nilai fas yang digunakan untuk beton adalah 0,40 -
0,65. Tetapi untuk beton mutu tinggi dapat digunakan nilai fas yang lebih kecil dengan bantuan
bahan tambah yang berfungsi untuk mencapai kemudahan pengerjaan.
Pada saat adukan beton dibuat, dalam kondisi plastis beton sama sekali tidak
mempunyai kekuatan. Kekuatan beton mulai terjadi setelah hidrasi dan selanjutnya kekuatan
beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Perubahan kenaikan kekuatan beton yang
cukup berarti/signifikan terjadi sampai umur beton 28 hari, dan setelah itu kenaikannya kecil
sehingga kekuatan beton dianggap sudah mencapai nilai maksimum pada 28 hari. Jika pada
umur 28 hari kekuatan beton dianggap sudah mencapai 100%, kekuatan beton selain pada umur
28 hari umumnya dikonversikan sebagai berikut :
Tabel 4 Nilai perbandingan kekuatan beton pada berbagai umur

Pengujian kuat tekan beton


Kuat tekan dilakukan terhadap benda uji berbentuk kubus berukuran 150 mm x 150
mm x 150 mm, atau dengan benda uji bentuk silinder berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm.
Kekuatan tekan beton dapat diketahui dari nilai tegangan maksimum pada saat benda uji
mampu memikul beban tekan maksimum .
fc = P/A
dengan pengertian,
fc = tegangan penampang beton
P = beban aksial tekan
A = luas penampang yang memikul beban
Gambar 33 Benda uji kubus untuk uji kuat tekan

Gambar 34 Benda uji silinder untuk uji kuat tekan


Model keruntuhan akibat beban aksial pada benda uji seperti pada gambar 33 dan 34
bagian b, menunjukkan mutu keseragaman campuran yang baik
Kekuatan tekan karakteristik dinyatakan sesuai dengan bentuk benda ujinya. Karena
adanya bentuk benda uji yang berbeda, maka dalam praktek biasa digunakan nilainilai
perbandingan kekuatan tekan benda uji sebagai berikut :
Tabel 5 Perbandingan kekuatan tekan beton pada berbagai bentuk benda uji

Kuat tarik lentur


Kuat tarik lentur disebut juga kuat tarik tidak langsung sebagai alternatif karena
sulitnya melakukan uji kuat tarik dengan gaya aksial secara langsung, dan biasanya digunakan
dalam perencanaan tebal perkerasan beton semen (rigid pavement). Pengujian kuat tarik lentur
dilakukan seperti ditunjukkan Gambar 35 di bawah ini. British Standard menetapkan ukuran
benda uji 150 mm x 150 mm x 750 mm (6 x 6 x 30 in). Tetapi jika ukuran maksimum agregat
< 25 mm, ukuran benda uji adalah 100 mm x 100 mm x 500 mm (4 x 4 x 20 in). Sedangkan
ASTM, menetapkan ukuran 152 mm x 152 mm x 508 mm (6 x 6 x 20 in).
Gambar 35 Benda uji balok untuk uji kuat tarik lentur
Nilai kuat tarik lentur dari suatu pengujian dihitung sebagai berikut :
fs = P.l/b.d2
dengan pengertian,
fs = tegangan tarik lentur
P = beban total maksimum
l = panjang bentang
d = tinggi balok
b = lebar balok

Pengendalian Mutu
Pengendalian Mutu selama Pelaksanaan
Hal-hal utama yang harus dilakukan dalam pengendalian mutu selama pelaksanaan
perkerasan kaku adalah sebagai berikut :
Pekerjaan Awal
Pekerjaan yang dilakukan, antara lain :
• Mempelajari gambar rencana dan spesifikasi
• Pemahaman lebih dalam terhadap lokasi proyek, lajur dan kemiringan
• Peralatan dan Organisasi Kontraktor
• Penentuan tugas dan tanggung jawab
• Menentukan pengujian, pencacatan dan laporan yang diperlukan
• Peralatan dan fasilitas untuk pemeriksaan, pengujian dan pengendalian
Pengendalian mutu bahan
Bahan yang digunakan harus berasal dari sumber yang telah diketahui dan
dibuktikan telah memenuhi persyaratan dan ketentuan, baik mutu maupun jumlahnya.
Semua bahan harus diidentifikasi mengenai sumber, jumlah dan kesesuaian dengan
persyaratan, penanganan, penimbangan dan pembuangan bahan yang ditolak.
1) Agregat
a) Kualitas bahan yang akan digunakan harus sudah memenuhi spesifikasi yang
disyaratkan
b) Memeriksa apakah ukuran maksimum agregat sudah memenuhi ketentuan
harus  1/3 tebal pelat atau  ¾ jarak bersih minimum antar tulangan.
c) Agregat untuk campuran beton harus ditangani secara baik, karena agregat
yang memiliki mutu bagus bisa menghasilkan beton yang tidak baik
disebabkan oleh kesalahan penanganan agregat. Untuk mendapatkan agregat
yang memenuhi persyaratan, perlu diperhatikan bagaimana cara pengelolaan
agregat :
− Agregat harus dikelola untuk mencegah pemisahan butir, penurunan
mutu, pengotoran atau pencampuran antar fraksi dari jenis yang berbeda.
Bila bahan mengalami pemisahan butir, penurunan mutu atau pengotoran,
maka sebelum digunakan harus diperbaiki dengan cara pencampuran dan
penyaringan ulang, pencucian atau cara-cara lainnya
− Agregat harus dibentuk lapis demi lapis dengan ketebalan maksimum 1,0
m. Masing-masing lapis agar ditumpuk dan dibentuk sedemikian rupa dan
penumpukan lapisan berikutnya dilakukan setelah lapisan sebelumnya
selesai dan dijaga agar tidak membentuk kerucut
− Segregasi dalam agregat kasar dapat dikurangi jika agregat dipisahkan
dalam ukuran-ukuran tersendiri dapat dikurangi jika agregat dipisahkan
dalam ukuran-ukuran tersendiri.
− Harus dilakukan pemeriksaan secara efektif pada tumpukan agregat di
batch plant terhadap kemungkinan adanya segregasi
− Agregat yang berbeda sumber dan ukuran serta gradasinya tidak boleh di
satukan
− Pencampuran dua atau lebih agregat halus dengan ukuran yang berbeda
harus dengan cara yang menghasilkan campuran agregat yang baik
− Semua agregat yang dicuci harus didiamkan terlebih dahulu minimum 12
jam sebelum digunakan
− Waktu penumpukan lebih dari 12 jam harus dilakukan untuk agregat yang
berkadar air tinggi atau kadar air yang tidak seragam
− Pada waktu agregat dimasukkan ke dalam mesin pengaduk, agregat
tersebut harus mempunyai kadar air yang seragam
− Agregat halus/pasir harus diperiksa kadar airnya.
➢ Volume agregat yang mempunyai kadar air bervariasi lebih dari 5%,
harus dikoreksi. Pada penakaran dengan berat, banyaknya agregat
setiap fraksi harus ditimbang terpisah.
➢ Agregat harus diperiksa kadar airnya, berat agregat yang mempunyai
kadar air bervariasi lebih dari 3% harus dikoreksi
− Agregat halus/pasir harus diperiksa kadar airnya .
➢ Volume agregat yang mempunyai kadar air bervariasi lebih dari 5%,
harus dikoreksi. Pada penakaran dengan berat, banyaknya agregat
setiap fraksi harus ditimbang terpisah.
➢ Agregat harus diperiksa kadar airnya, berat agregat yang mempunyai
kadar air bervariasi lebih dari 3% harus dikoreksi
Cara penanganan dan penyimpanan agregat yang baik dan tidak baik
ditunjukkan pada gambar 36 sampai gambar 38.
Baik Tidak disetujui
Tumpukan material dibuat sedemikian Marerial yang turun dari truk
sehingga tidak terjadi material menggelinding pada lereng untuk sampai
menggelinding pada lereng tumpukan ke bawah sehingga terjadi segregasi. Truk
beroperasi berulang-ulang di atas
tumpukan material yang sudah ada

Dapat diterima Secara umum kurang bisa diterima


Tumpukan dibuat secara melingkar Marerial yang turun dari truk
dalam lapis-lapis horizontal oleh menggelinding pada lereng untuk sampai
bulldozer yang bekerja dari material ke bawah sehingga terjadi segregasi. Truk
yang dijatuhkan dari ban berjalan beroperasi berulang-ulang di atas
(conveyor belt) tumpukan material yang sudah ada
Gambar 36 Penanganan agregat

Benar Salah
Gunakan ban berjalan yang dapat Bahan yang dijatuhkan bebas dari ujung
dipindah-pindah serta dilengkapi penimbun, memberi kesempatan pada
kerucut berdinding curam untuk angin untuk memisahkan butiran halus
jatuhnya bahan, yang dijaga pada lokasi dari bahan-bahan kasar
yang serendah mungkin dan gunakan
saringan halus untuk menjaga angin
yang menerbangkan butir-butir halus
dari ban berjalan
Gambar 37 Penyimpanan agregat halus
benar
salah
Menempatkan bahan dalam tumpukan sendiri-sendiri tidak lebih dari satu muatan truk
dan tidak terjadi kemungkinan turunnya agregat ke bawah sampai ke tepi tumpukan
Gambar 38 Penyimpanan agregat kasar
2) Semen
Semen yang akan digunakan untuk pekerjaan beton semen harus sesuai dengan
Spesifikasi semen untuk perkerasan kaku.
Semen harus dipilih dan diperhatikaan sesuai lingkungan dimana perkerasan
digunakan serta kekuatan awalnya harus cukup untuk pemotongan sambungan dan
ketahanan abrasi permukaan.
Cara penyimpanan semen harus mengikuti ketentuan sebagai berikut :
a) Semen disimpan di ruangan yang kering dan tertutup rapat, seperti tampak
pada Gambar 39.
b) Semen ditumpuk dengan jarak setinggi minimum 0,30 meter dari lantai
ruangan, tidak menempel /melekat pada dinding ruangan dan maksimum
setinggi 10 zak semen
c) Tumpukan zak semen disusun sedemikian rupa sehingga tidak terjadi
perputaran udara di antaranya dan mudah untuk diperiksa
d) Semen dari berbagai jenis/merk harus disimpan secara terpisah sehingga
tidak mungkin tertukar dengan jenis/merek yang lain
e) Semen yang baru datang tidak boleh ditimbun di atas timbunan semen yang
sudah ada dan penggunaannya harus dilakukan menurut urutan pengiriman
benar

salah
Gambar 39 Gudang penyimpanan semen
f) Apabila mutu semen diragukan atau telah disimpan lebih dari 2 bulan maka
sebelum digunakan harus diperiksa terlebih dahulu bahwa semen tersebut
memenuhi syarat
g) Pada penggunaan semen curah, suhu semen harus kurang dari 70 0C
h) Semen produksi pabrik dalam kantong yang telah diketahui beratnya tidak
perlu ditimbang ulang. Semua semen curah harus diukur dalam berat.
3) Air
Air yang digunakan untuk campuran atau perawatan harus bersih dan bebas dari
minyak, garam, asam, bahan nabati, lanau, lumpur atau bahan-bahan lain yang dalam
jumlah tertentu dapat membahayakan.
Air harus berasal dari sumber yang telah terbukti baik dan memenuhi persyaratan
yang ditentukan.
Air harus diukur dalam volume atau berat dengan alat ukur yang mempunyai
akurasi 2%. Akurasi alat ukur harus diperiksa setiap hari.
4) Bahan Tambah (Admixtures)
Penggunaan bahan tambah dilakukan untuk maksud :

• Kemudahan pekerjaan (workability) yang lebih tinggi, atau


• Pengikatan beton yang lebih cepat, agar penyelesaian akhir (finishing),
pembukaan acuan dan pembukaan jalur lalu-lintas dapat dipercepat, atau
• Pengikatan yang lebih lambat, misalnya pada pembetonan yang lebih jauh
Perhatikan proporsi bahan tambah dalam campuran harus didasarkan atas hasil
percobaan. Pastikan setiap bahan tambah yang digunakan harus memenuhi spesifikasi
yang ditentukan.
Pengendalian Mutu pada Penentuan Proporsi Campuran Beton
Pengendalian mutu pada proses penetuan proporsi campuran campuran beton meliputi
kegiatan:
1) Pengujian agregat yang meliputi, gradasi, berat jenis, penyerapan dan kadar air agregat
2) Penentuan proporsi campuran awal diperoleh berdasarkan perhitungan rancangan dan
percobaan campuran di laboratorium.
3) Proporsi rencana campuran akhir harus didasarkan pada percobaan penakaran skala penuh
pada awal pekerjaan
4) Data perencanaan campuran, meliputi : kadar semen, proporsi agregat, air, kelecakan dan
kekuatan
5) Volume takaran, meliputi : ukuran takaran, berat material dalam takaran dan koreksi kadar
air agregat.

Pengendalian Mutu pada Unit Penakar (Batching Plant)


Kegiatan pengendalian mutu pada unit penakar, meliputi :
1) Pemeriksaan peralatan untuk menimbang dan mengukur semen, agregat, air dan bahan
tambah
a) Peralatan yang digunakan harus memadai dan dapat beroperasi dengan baik
b) Unit penakaran terdiri atas bak-bak atau ruangan-ruangan terpisah untuk setiap
fraksi agregat dan semen curah. Alat tersebut harus dilengkapi dengan bak
penimbang (weighting hoppers), timbangan (scales) dan pengontrol takaran
(batching controls).
c) Untuk mutu beton fc’> 20 MPa atau K250 seluruh komponen bahan beton
2) harus ditakar menurut berat. Untuk mutu beton fc’< 20 MPa atau K250 diizinkan
ditakar menurut volume sesuai SNI 03-3976-1995
a) Pemeriksaan peralatan untuk penanganan material, pengangkutan dan skala
timbangan
b) Semen curah harus ditimbang pada bak penimbang yang terpisah, dan tidak
c) boleh ditimbang kumulatif dengan agregat.
d) Timbangan harus cukup mampu untuk menimbang bahan satu adukan dengan
sekali menimbang. Alat penimbang harus dapat menimbang semua bahan secara
teliti. Ketelitian timbangan harus diperiksa sebelum digunakan dan secara berkala
selama pelaksanaan.
e) Semen yang berbeda merek tidak boleh digunakan pada pencampuran yang
f) bersamaan
g) Semen harus ditimbang dengan penyimpangan maksimum 1%
h) Apabila digunakan semen kemasan, maka jumlah semen dalam satu adukan beton
harus merupakan bilangan bulat dalam zak
i) Agregat ditimbang dengan penyimpangan maksimum 2 %
j) Air pencampur dapat ditakar berdasarkan volume atau berat. Toleransi penakaran
maksimum 1%
k) Bahan tambah yang digunakan harus dicampur ke dalam air sebelum dituangkan
ke dalam mesin pengaduk. Bahan tambah dapat ditakar dalam berat atau volume,
dengan toleransi penakaran maksimum 3%.
l) Abu terbang (fly ash) atau pozolan lainnya harus ditakar dalam berat dengan batas
ketelitian 3 %

Pengendalian Mutu pada Unit Pencampuran Beton


Pengadukan beton semen merupakan bagian paling penting dari tahapan-tahapan, harus
menghasilkan beton semen yang homogen, seragam dan ekonomis. Untuk memperoleh hasil
yang seperti itu, pemilihan tipe alat dan pengoperasiannya harus dilakukan secara tepat,
demikian juga penempatan alat pengaduk dan material bahan campuran beton.
Beton harus dicampur dalam mesin yang dijalankan secara mekanis dari jenis dan
ukuran yang dapat menjamin distribusi yang merata dari seluruh bahan
Bahan tambah apabila diperlukan yang berupa cairan harus dicampur ke dalam air
sebelum dituangkan ke dalam mesin pengaduk. Seluruh air campuran harus sudah dimasukkan
ke dalam mesin pengaduk sebelum seperempat masa pengadukan selesai.
Pencampur harus dilengkapi dengan tangki air yang memadai dan alat ukur yang akurat
untuk mengukur dan mengendalikan jumlah air yang digunakan dalam setiap penakaran
Lama waktu pencampuran (mixing time) yang diperlukan ditetapkan dari hasil
percobaan campuran. Waktu pencampuran tidak boleh kurang dari 75 detik, kecuali ada data
untuk mencampur minimum 60 detik.
Apabila digunakan beton siap campur (Ready-mixed Concrete), pelaksanaan
pencampuran beton harus sesuai dengan persyaratan Spesifikasi beton siap pakai (Ready-mixed
Concrete)).

Pengendalian Mutu Sebelum Pengecoran Beton


Pengendalian mutu sebelum pengecoran meliputi kegiatan :
1) Tanah dasar : kerataan, pemeriksaan permukaan akhir dan kadar air

2) Pemeriksaan acuan: kesesuaian acuan, alinyemen, kemiringan


3) Pemeriksaan pemasangan tulangan
− Pemasangan besi sebagai tulangan, harus pada tempatnya sesuai rencana dan tidak
boleh bergeser lebih dari 2,5 cm dalam arah horizontal serta tidak boleh berbeda
lebih besar 1,25 cm dalam arah vertikal

− Sambungan antara tulangan, harus mempunyai bagian yang tumpang tindih


(overlap) sepanjanag 33 kali diameter tulangan tetapi tidak boleh kurang dari 45
cm .
4) Pemeriksaan sambungan muai : bahan sambungan, lokasi, alinyemen, dudukan dan
ruji

salah pemasangan yang benar

salah dudukan ruji yang benar


Pengendalian Mutu pada Pelaksanaan Pengecoran
Pengedalian mutu pada saat pelaksanaan pengecoran meliputi:
1) Persiapan : bahan, perlengkapan peralatan, tenaga kerja dan bahan pelindung cuaca.
− Jumlah dari kondisi peralatan harus dalam keadaan baik dan cukup jumlahnya.
Peralatan tersebut semuanya harus disediakan sesuai dengan jenis dan kualitas
beton yang direncanakan. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan harus
disediakan peralatan cadangan.
− Tenaga kerja, jumlah dan kemampuan (skill) tenaga kerja harus sesuai dengan
jumlah peralatan, jenis serta volume campuran yang akan dihasilkan dan waktu
pelaksanaan yang direncanakan.
− Sebelum memulai pengerjaan pelaksanaan perkerasan kaku, haru selalau di
prediksi keadaan lingkungan seperti kecepatan angin, kelembapan, temperature
adukan beton, dan temperature udara, sehingga penguapan yang bakal terjadi tidak
lebih dari 1 kg/m2/jam
− Jika pelaksanaan pengecoran dilakukan pada cuaca panas dan bila temperatur
beton basah (fresh concrete) di atas 240 C, maka pencegahan penguapan harus
dilakukan, sebagai berikut :
• Air harus dilindungi dari panas sinar matahari, dengan cara melakukan
pengecatan tanki air dengan warna putih dan mengubur pipa penyaluran atau
dengan cara lain yang sesuai.
• Temperatur agregat kasar diturunkan dengan menyemprotkan air.
• Pengecoran beton harus dihentikan bila temperatur beton pada saat dituangkan
lebih dari 320 C.
• Kehilangan kadar air yang cepat dari permukaan perkerasan akan
menghasilkan kekakuan yang lebih awal dan mengurangi waktu yang tersedia
untuk menyelesaikan pekerjaan akhir, maka dalam keadaan seperti ini tidak
diperbolehkan menambahkan air ke permukaan pelat
2) Pencampuran : jenis peralatan, konsistensi, kadar udara, pemisahan butir (segregasi)
dan keterlambatan
− Sesuai dengan pertimbangan ekonomis dan jumlahnya beton yang diangkut,
pengangkutan harus dapat menjaga campuran beton tetap homogen, tidak
segregasi, dan tidak menyebabkan perubahan konsistensi beton
3) Pengangkutan : batas waktu, pengecekan pemisahan butir dan perubahan konsistensi
− Apabila beton diangkut dengan peralatan yang tidak bergerak (non-agitating),
rentang waktu terhitung mulai semen dimasukkan ke dalam mesin pengaduk
hingga selesai pengangkutan ke lokasi tidak boleh melebihi 45 menit untuk beton
normal dan tidak boleh melebihi 30 menit untuk beton yang memiliki sifat
mengeras lebih cepat atau temperatur beton ≥ 30° C.
− Apabila digunakan truck mixers atau truck agitators, rentang waktu peng-
angkutan dapat diijinkan hingga 60 menit untuk beton normal tetapi harus lebih
pendek lagi jika untuk beton yang mengeras lebih cepat atau temperatur beton ≥
30° C.
4) Pengecoran : penempatan adukan, pemisahan butir, tinggi jatuh, penyebaran,
pemadatan, penggetaran, penempatan sambungan dan pemeriksaan sambungan.
Penempatan beton

− Pengecoran beton harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi segregasi.
− Bila pelaksanaan dilakukan pada cuaca panas,dan bila temperature beton basah
(fresh concrete) diatas 24 C, pencegahan penguapan harus dilakukan. Air harus
dilindungidari panas sinar matahari, dengan cara melakukan pengecatan tanki air
dengan warna putih dan mengubur pipa penyaluran atau dengan cara lain yang
sesuai.Temperatur agregat kasar diturunkan dengan cara menyemprotkan air.
Pengecoran harus dihentikan bila temperature beton pada saat dituangkan lebih
dari 32o C.
− Tinggi jatuh adukan beton harus diperhatikan antara 0,90 m – 1,50 m tergantung
dari konsistensi adukan.

− Apabila dalam pengecoran digunakan mesin pengaduk di tempat, penuangan


adukan beton dapat dilakukan menggunakan baket (bucket) dan talang.
− Beton harus dihampar dengan ketebalan yang sesuai dengan tipe dan kapasitas alat
pemadat.
− Untuk beton tanpa tulangan adukan beton dapat dituangkan di atas permukaan yang
telah disiapkan di depan mesin penghampar.
− Apabila perkerasan beton menggunakan tulangan, maka pemasangan tulangan
harus diperkuat oleh dudukan, kemudian beton dicor dan dipadatkan dari atas.
− Adukan beton harus dipadatkan dengan sebaik-baiknya dengan metode yang
sesuai, yaitu : pemadatan dengan tangan atau pemadatan dengan getaran.
− Harus diusahakan agar penumpahan adukan beton dari satu adukan ke adukan
berikutnya berlangsung secara berkesinambungan sebelum terjadi pengikatan
akhir (final setting).
− Pengecoran beton harus dilanjutkan tanpa berhenti sampai dengan sambungan
konstruksi (construction joint) yang telah ditentukan sebelumnya atau sampai
pekerjaan selesai.
− Bila pekerjaan pengecoran terhenti lebih dari 30 menit akibat kekurangan bahan
adukan beton, maka pada daerah tersebut harus dilakukan pembuatan sambungan
pelaksanaan
− Dalam pengecoran beton harus dihindari terjadinya segregasi antara partikel kasar dan
halus dari campuran. Beton harus dicor dalam cetakan sedekat mungkin dengan
yang dapat dicapai pada posisi akhir beton untuk mencegah pengaliran yang tidak
boleh melampaui satu meter dari tempat awal pengecoran.
− bilamana beton tidak dicor sampai posisi akhir dalam cetakan dalam waktu 1 jam
setelah pencampuran, campuran beton tidak boleh digunakan kecuali diberikan
bahan tambahan(aditif) untuk memperlambat proses pengerasan (retarder)
− Pengecoran harus dilakukan pada kecepatan sedemikian rupa hingga campuran
beton yang telah dicor masih plastis sehingga dapat menyatu dengan campuran
beton yang baru.
− Bidang-bidang beton lama yang akan disambung dengan beton yang akan dicor,
harus terlebih dahulu dikasarkan, dibersihkan dari bahan-bahan yang lepas dan
rapuh dan telah disiram dengan air hingga jenuh. Sesaat sebelum pengecoran beton
baru ini, bidang-bidang kontak beton lama harus disapu dengan adukan semen
dengan campuran yang sesuai dengan betonnya.
Pemadatan

− Beton harus dipadatkan dengan penggetar mekanis dari dalam atau dari luar,
penggetaran harus disertai penusukan secara manual dengan alat yang cocok untuk
menjamin pemadatan yang tepat dan memadai. Penggetar tidak boleh digunakan
untuk memindahkan campuran beton dari satu titik ke titik laindi dalam cetakan
− Harus dilakukan tindakan hati-hati pada waktu pemadatan untuk menentukan
bahwa semua sudut dan di antara dan sekitar besi tulangan benar-benar diisi tanpa
pemindahan kerangka penulangan, dan setiap rongga udara dan gelembung udara
terisi.
− Penggetar harus dibatasi waktu penggunaannya, sehingga menghasilkan
pemadatan yang diperlukan tanpa menyebabkan terjadinya segregasi pada agregat.
− Setiap alat penggetar mekanis dari dalam harus dimasukkan ke dalam beton basah
secara vertikal sedemikian hingga dapat melakukan penetrasi sampai ke dasar
beton yang baru dicor, dan menghasilkan kepadatan pada seluruh kedalaman pada
bagian tersebut. Alat penggetar kemudian harus ditarik pelan-pelan dan
dimasukkan kembali pada posisi lain tidak lebih dari 45 cm jaraknya. Alat
penggetar tidak boleh berada pada suatu titik lebih dari 30 detik, juga tidak boleh
digunakan untuk memindah campuran beton ke lokasi lain
− Jumlah minimum alat penggetar mekanis dari dalam sesuai tabel dibawah ini
Kecepatan Pengecoran Beton (m3 / jam) Jumlah Alat

4 2
8 3
12 4
16 5
20 6
− Penyelesaian akhir : melintang dan memanjang, kelurusan dan kerataan,
lingkungan, pengteksturan dan perapihan tepi.
− Pembentukan sambungan susut : pembentukan sambungan, alinemen, perapihan
tepi dan pemeriksaan permukaan sambungan

Pengendalian Mutu Setelah Pembetonan


Pengendalian mutu setelah pembetonan meliputi:
1) Waktu pembongkaran acuan : kerusakan agar dihindari
− Acuan tidak boleh dibongkar dari beton yang baru dicor sebelum mencapai waktu
paling sedikit 12 jam. Acuan harus dibongkar dengan hati-hati agar tidak merusak
perkerasan beton.
− Setelah acuan dibongkar, bagian sisi perkerasan beton harus dirawat (curing)
− Bila ada lokasi keropos yang kecil harus dibersihkan, dibasahi dan ditambal dengan
adukan semen kental dengan perbandingan 1 semen dan 2 agregat halus
− Lokasi yang banyak keroposnya dianggap pekerjaan yang cacat mutu dan harus
dibongkar dan diganti
2) Perawatan : metoda, peralatan dan bahan, keseragaman, waktu mulai perawatan dan lama
waktu perawatan
− Permukaan Perkerasan Beton Semen yang terekspos harus segera dirawat dengan
penyemprotan segera setelah permukaan tersebut selesai dikasarkan dengan sikat
sesuai dengan kondisi berikut ini :
• Bahan perawatan harus dalam bentuk lapisan yang menerus dan tak terputus, dan
disemprotkan dengan merata dalam 2 kali penyemprotan :
• Pertama-tama dalam waktu 15 menit setelah kondisi air permukaan “tidak begitu
mengkilap”, dan
• Yang kedua 10 sampai 30 menit setelah itu atau sebagaimana disarankan pabrik
pembuatnya.
− Pada permukaan dengan acuan tetap, penyemprotan pertama haruslah dalam 30 menit
setelah penggarukan dan yang kedua haruslah 15 sampai 45 menit sesudahnya.
− Masing-masing penyemprotan harus dengan kadar yang sesuai dengan sertifikat
pengujian harus memenuhidengan aplikasi minimum 0,20 ltr/m2, kecuali bahwa:
− Untuk lokasi yang disemprot selain dengan alat penyemprot mekanik, kadar
penyemprotan harus lebih tinggi 25% dari kadar yang disebutkan dalam sertifikat
pengujian untuk perawatan yang efisien, harus memenuhi nilai minimum 0,20 ltr/m 2.
Lokasi ini termasuk permukaan untuk sambungan dan ruas-ruas dengan tepi acuan
bergerak yang ditunjang oleh acuan sementara pada saat penyemprotan awal
− Setiap ruas yang penyemprotannya tidak memenuhi syarat harus disemprot ulang
dalam waktu 6 (enam) jam dengan kadar penyemprotan yang telah diuji tidak kurang
dari kekurangan dua kali penyemprotan semula.
− Lapisan perawatan harus dipertahankan utuh dalam bentuk selaput (membrane) yang
menerus dan tidak patah sampai kekuatan lapangan sebesar 300 kg/cm2dicapai. Setiap
kerusakan selaput perawatan (curing membrane) harus diperbaiki dengan
penyemprotan manual pada lokasi yang cacat.
− Apabila melakukan penghamparan pada segmen baru baik arah melintang atau arah
memanjang, maka pada perkerasan beton yang telah dicor sebelumnya dengan umur
kurang dari 7 hari harus dilakukan penyemprotan ulang minimum 2 m pada sisi yang
bersebelahan baik melintang atau memanjang, dan dapat diperluas pada lokasi yang
sering dilalui orang selama pengecoran pada sambungan konstruksi.
3) Perlindungan : beton basah, hujan, lalu-lintas, cuaca dingin, cuaca panas dan pencatatan
temperatur
4) Sambungan yang digergaji : peralatan, waktu penggergajian dan pelebaran bagian atas
pada sambungan.
5) Penutup sambungan : peralatan, temperatur, bahan penutup, pembersihan sambungan dan
penutupan.
6) Pemeriksaan permukaan : kelurusan dan kerataan, perbaikan atau penggantian. Begitu
beton mengeras, permukaan Lapis Pondasi Bawah Beton Kurus atau Perkerasan Beton
Semen harus diuji dengan memakai mistar lurus (straight- edges) sepanjang 3,0 m.
Lokasi yang menunjukan ketinggian lebih dari 3 mm tapi tidak lebih dari 12,5 mm
sepanjang 3,0 m, itu harus ditandai dan segera diturunkan elevasinya dengan gurinda
yang telah disetujui, sampai elevasinya tidak melampaui 3 mm bilamana diuji ulang
dengan mistar lurus sepanjang 3,0 m. Bilamana penyimpangan penampang melintang
terhadap yang semestinya malampaui 12,5 mm, perkerasan beton harus dibongkar dan
diganti kembali.

Anda mungkin juga menyukai