Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bata Ringan (Celcon)


Bata ringan/beton ringan merupakan bata dengan inovasi terbaru dalam
pembuatannya. Beton ringan adalah beton yang mengandung agregat ringan dan
mempunyai berat satuan dengan kepadatan lebih kecil (SNI-03-2947-2002).
Sesuai dengan namanya beton ringan memiliki berat yang ringan namun memiliki
kelebihan kepadatan dan isolasi suhu yang tinggi dibandingkan beton biasa. Bata
ringan memiliki keuntungan dibandingkan dengan bata pada umumnya, yaitu :
tahan panas yang baik, kedap suara (peredam suara), tahan api. Sedangkan
kelembahan dari bata ringan adalah nilai kuat tekan yang kecil dibandingkan
dengan beton normal sehingga tidak dianjurkan untuk structural (Juwairiah,
2009).
Sebagian besar gedung dan sarana infrastuktur di daerah perkotaan sudah
menggunakan bata sebagai bahan dasar dinding bangunannya. Kebutuhan
penggunaan bata ini mendorong munculnya inovasi-inovasi baru dalam
pembuatan bata, salah satunya adalah bata ringan atau yang bisa disebut beton
ringan. Bata ringan memiliki massa yang lebih ringan dari bata merah
konvensional karena bata ringan memiliki banyak pori-pori yang sengaja dibuat.
Bata ringan memiliki kelebihan pada segi kemudahan pelaksanaan, kecepatan
pemasangan, serta kerapian dalam membangun dinding bangunan (Kristanti dan
Tansajaya, 2008).
Jika selama ini banyak orang terpaku dengan pilihannya menggunakan batu
bata konvensional atau batako untuk dinding rumahnya, lebih pada alasan karena
bahan inilah yang paling umum digunakan dan sudah mentradisi. Sedangkan
alasan lain menyangkut teknis adalah kemudahannya ditemukan di pasaran.
Tak dipungkiri, material alternatif yang berupa beton ringan ini lebih banyak
dan mudah ditemukan di kota-kota besar. Keterbatasan inilah yang menjadi salah
satu penghambat penerimaan masyarakat terhadap material alternatif ini. Meski,
secara varian dan jenis pilihannya sangat beragam dan jelas memiliki kelebihan
dibanding batu bata konvensional atau batako (Kristanti dan Tansajaya, 2008).

4
5

(Cahyo, 2016)
Gambar 2.1. Bata Ringan Hebel (Celcon)

Bata ringan adalah material yang menyerupai beton dan memiliki sifat kuat,
tahan air dan api, awet (durable). Bata ini cukup ringan, halus, dan memiliki
tingkat kerataan yang baik. Bata ringan ini diciptakan agar dapat memperingan
beban struktur dari sebuah bangunan konstruksi, mempercepat pelaksanaan, serta
meminimalisasi sisa material yang terjadi pada saat proses pemasangan dinding
berlangsung. pada dasarnya pembuatan beton ringan dilakukan dengan cara
menyertakan udara dalam komposisinya, dengan cara sebagai berikut :
1. No-Fines Concrete.
2. Lightweight Aggregate Concrete.
3. Aerated Concrete.
Ada 2 jenis bata ringan yang sering digunakan pada dinding bangunan, yaitu
Autoclaved Aerated Concrete (AAC) dan Cellular Lightweight Concrete (CLC).
Kedua jenis bata ringan ini terbuat dari bahan dasar semen, pasir dan kapur, yang
berbeda adalah cara pembuatannya. Bata ringan AAC adalah beton selular dimana
gelembung udara yang ada disebabkan oleh reaksi kimia, yaitu ketika bubuk
aluminium atau aluminium pasta mengembang seperti pada prosess pembuatan
roti saat penambahan ragi untuk mengembangkan adonan bata ringan CLC adalah
beton selular yang mengalami proses curing secara alami, CLC adalah beton
konvensional yang mana agregat kasar (kerikil) digantikan oleh udara, dalam
prosesnya mengunakan busa organik yang sangat stabil dan tidak ada reaksi kimia
6

ketika proses pencampuran adonan, foam/busa berfungsi sebagai media untuk


membungkus udara (Abe, 2005).
Teknologi material bahan bangunan berkembang terus, salah satunya beton
ringan aerasi (Aerated Lightweight Concrete/ALC) atau sering disebut juga
(Autoclaved Aerated Concrete/ AAC). Sebutan lainnya Autoclaved Concrete,
Cellular Concrete (semen dengan cairan kimia penghasil gelembung udara),
Porous Concrete, dan di Inggris disebut Aircrete and Thermalite (Kristanti dan
Tansajaya, 2008).
Beton ringan AAC ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun 1923
sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan.
Beton ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman
Barat di tahun 1943. Dia memutuskan untuk mengembangkan sistem bangunan
yang lebih baik dengan biaya yang lebih ekonomis. Inovasi-inovasi brilian yang
dilakukannya, seperti proses pemotongan dengan menggunakan kawat, membuka
kemungkinan-kemungkinan baru bagi perkembangan produk ini. Hasilnya, beton
ringan aerasi ini dianggap sempurna, termasuk material bangunan yang ramah
lingkungan, karena dibuat dari sumber daya alam yang berlimpah. Sifatnya kuat,
tahan lama, mudah dibentuk, efisien, dan berdaya guna tinggi. Kesuksesan Hebel
di Jerman segera dilihat negara-negara lain. Pada tahun 1967 bekerja sama dengan
Asahi Chemicals dibangun pabrik Hebel pertama di Jepang. Di Indonesia sendiri
beton ringan mulai dikenal sejak tahun 1995, saat didirikannya PT Hebel
Indonesia di Karawang Timur, Jawa Barat (Kristanti dan Tansajaya, 2008).

Menurut klasifikasi metode pengeringannya, batu bata ringan dibagi menjadi


2, yaitu Autoclaved Aerated Concrete (AAC) dan Celullar Lightweight Concrete
(CLC).
Bata ringan memiliki spesifikasi tersendiri, diantaranya :
• Berat jenis kering : 520 kg/m3
• Berat jenis normal : 650 kg/m3
• Kuat tekan : > 4,0 M/mm2
• Konduktifitas termis : 0,14 W/mK
• Tebal spesi : 3 mm
7

• Ketahanan terhadap api : 4 jam


• Jumlah per luasan per 1 m3 : 22-26 buah tanpa construction waste

Menurut SNI 03-0349-1989, jenis bata ini terdiri dari :


1. Mutu I, merupakan bata beton yang digunakan untuk konstruksi yang
memikul beban dan konstruksi tidak terlindung (di luar atap).
2. Mutu II, merupakan bata beton yang memikul beban tetapi
penggunaannya hanya konstruksi yang terlindung dari cuaca luar
(dibawah atap).
3. Mutu III, merupakan bata beton yang digunakan dengan tidak dibebani,
terlindung dan tidak diplester.
4. Mutu IV, batako yang digunakan untuk konstruksi yang tidak memikul
beban, dinding penyekat dan lain-lain serta konstruksinya yang
terlindung dari cuaca luar.

Persyaratan sifat fisik bata beton dapat dilihat pada Tabel 1. Syarat Fisik Bata
Beton
Tabel 1. Syarat Fisik Bata Beton
Tingkatan Mutu Bata Beton Pejal
Syarat Fisik Satuan
I II III IV
Kuat tekan bruto rata-rata
Kg/cm2 100 70 40 25
minimum
Kuat tekan bruto masing-
Kg/cm2 90 65 35 21
masing benda uji
Penyerapan air rata-rata
% 35 35 - -
maksimum
(Sumber : SNI 03-0349-1989)

2.1.1 BataRingan Celullar Lightweight Concrete (CLC)


Bataringan Celullar Lightweight Concrete(CLC) adalah salah satu tipe bata
ringan yang diproduksi dengan memasukkan butiran gelembung udara pada
campuran mortar bata, dimana butiran udara tersebut harus mampu
mempertahankan struktur gelembung tersebut selama periode pengerasan (curing)
tanpa menyebabkan reaksi kimia (Taufik, 2017).
8

Bata ringan CLC ini mengalami proses curing secara alami. Menurut
Taufik, dkk (2017) Adapun kelebihan bata ini, yaitu :
• Memberikan insulasi panas dan suara yang baik. Sebagai contohnya dinding
CLC 125 mm memberikan insulasi empat kali lebih baik dari pada dinding
bata 230 mm
• Bentuk stabil walaupun terkena air tambahan. Sedangkan pada bata ringan
yang menggunakan bubuk alumina, bata akan mengembang lagi bila terkena
air tambahan.
• Keuntungan untuk daerah terpencil karena hanya membutuhkan semen dalam
pembuatannya. Berbeda dengan aerated concrete menggunakan bubuk
alumunia yang masih menggunakan pasir dalam pembuatannya.
• Lebih mudah dipompa saat pengecoran karena tidak ada agregat.

2.2. Polimer
Polimer adalah suatu molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari
susunan ulang molekul kecil yang terikat melalui ikatan kimia disebut polimer
(poly = banyak; mer = bagian). Polimer merupakan molekul panjang yang
mengandung rantai-rantai atom yang dipadukan melalui ikatan kovalen yang
terbentuk melalui proses polimerisasi dimana molekul monomer bereaksi
bersama-sama secara kimiawi untuk membentuk suatu rantai linier atau jaringan
tiga dimensi dari rantai polimer.
Suatu polimer akan terbentuk apabila seratus atau seribu unit molekul yang
kecil (monomer) saling berikatan dalam suatu rantai. Jenis-jenis monomer yang
saling berikatan membentuk suatu polimer terkadang sama atau berbeda. Sifat-
sifat polimer berbeda dari monomer-monomer yang menyusunnya. Polimer
merupakan senyawa-senyawa yang tersusun dari molekul sangat besar yang
terbentuk oleh penggabungan berulang dari banyak molekul kecil.
2.2.1 Penggolongan Polimer
Penggolongan polimer berdasarkan asalnya yaitu polimer berasal dari alam
(polimer alam) dan polimer yang dibuat oleh manusia (polimer sintetis).
a. Polimer Alam
9

Polimer alam telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, polimer alam adalah
senyawa yang dihasilkan dari proses metabolisme makhluk hidup. jumlahnya
yang terbatas dan sifat polimer alam yang kurang stabil, mudah menyerap air,
tidak stabil karena pemanasan dan sukar dibentuk menyebabkan penggunaanya
amat terbatas. Contoh sederhana polimer alam seperti: amilum dalam beras,
jagung dan kentang, pati, selulosa dalam kayu, protein terdapat dalam daging dan
karet alam diperoleh dari getah atau lateks pohon karet. Protein, DNA, kitin pada
kerangka luar serangga, wool, jaring laba-laba, sutera dan kepompong ngengat
merupakan polimer-polimer yang terbentuk secara alami. Serat-serat selulosa
yang kuat menyebabkan batang pohon menjadi kuat dan tegar untuk tumbuh
dengan tinggi dibentuk dari monomer-monomer glukosa, yang berupa padatan
kristalin yang berasa manis (Chen, 2008).

b. Polimer Sintetis Polimer buatan dapat berupa polimer regenerasi dan


polimer sintetis. Polimer regenerasi adalah polimer alam yang dimodifikasi.
Contohnya rayon, yaitu serat sintetis yang dibuat dari kayu (selulosa). Polimer
sintetis adalah polimer yang dibuat dari molekul sederhana (monomer) dalam
pabrik atau polimer yang dibuat dari bahan baku kimia disebut polimer sintetis
seperti polyetena, polipropilena, poly vynil chlorida (PVC), dan nylon.
Kebanyakan polimer ini sebagai plastik yang digunakan untuk berbagai keperluan
baik untuk rumah tangga, industri, atau mainan anak-anak. Polimer sintetis yang
pertama kali yang dikenal adalah bakelit yaitu hasil kondensasi fenol dengan
formaldehida.
Berdasarkan sifatnya terhadap panas, polimer dapat dibedakan atas polimer
termoplastik (tidak tahan panas, seperti plastik) dan polimer termosting (tahan
panas, seperti melamin). Klasifikasi polimer ini dibedakan menjadi dua, yaitu
polimer termoplastik dan polimer termoseting. Polimer termoplastik adalah
polimer yang mempunyai sifat tidak tahan terhadap panas. Jika polimer jenis ini
dipanaskan, maka akan menjadi lunak dan didinginkan akan mengeras. Proses
tersebut dapat terjadi berulang kali, sehingga dapat dibentuk ulang dalam berbagai
bentuk melalui cetakan yang berbeda untuk mendapatkan produk polimer yang
baru. Polimer yang termasuk polimer termoplastik adalah jenis polimer plastik.
Jenis plastik ini tidak memiliki ikatan silang antar rantai polimernya, melainkan
10

dengan struktur molekul linear atau bercabang. Sedangkan Polimer termoseting


adalah polimer yang mempunyai sifat tahan terhadap panas. Jika polimer ini
dipanaskan, maka tidak dapat meleleh. Sehingga tidak dapat dibentuk ulang
kembali. Susunan polimer ini bersifat permanen pada bentuk cetak pertama kali
(pada saat pembuatan). Bila polimer ini rusak/pecah, maka tidak dapat disambung
atau diperbaiki lagi. Polimer termoseting memiliki ikatan–ikatan silang yang
mudah dibentuk pada waktu dipanaskan. Hal ini membuat polimer menjadi kaku
dan keras. Semakin banyak ikatan silang pada polimer ini, maka semakin kaku
dan mudah patah. Bila polimer ini dipanaskan untuk kedua kalinya, maka akan
menyebabkan rusak atau lepasnya ikatan silang antar rantai polimer (Chen, 2008).

2.3. Plastik
Plastik adalah salah satu jenis makromolekul yang dibentuk dengan proses
polimerisasi. Polimerisasi adalah proses penggabungan beberapa molekul
sederhana (monomer) melalui proses kimia menjadi molekul besar
(makromolekul atau polimer). Plastik merupakan senyawa polimer yang unsur
penyusun utamanya adalah Karbon dan Hidrogen. Untuk membuat plastik, salah
satu bahan baku yang sering digunakan adalah Naphta, yaitu bahan yang
dihasilkan dari penyulingan minyak bumi atau gas alam. Sebagai gambaran, untuk
membuat 1 kg plastik memerlukan 1,75 kg minyak bumi , untuk memenuhi
kebutuhan bahan bakunya maupun kebutuhan energi prosesnya (Kumar, dkk.,
2011).
Plastik merupakan bahan yang terbentuk dari produk polimerisasi sintetik atau
semi-sintetik yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa. Polimer sendiri
adalah adalah rantai berulang dari atom yang panjang, terbentuk dari pengikat
yang berupa molekul identik yang disebut monomer. Jika monomernya sejenis
disebut homopolimer, dan jika monomernya berbeda akan menghasilkan
kopolimer. Proses polimerisasi yang menghasilkan polimer berantai lurus
mempunyai tingkat polimerisasi yang rendah dan kerangka dasar yang mengikat
antar atom karbon dan ikatan antar rantai lebih besar daripada rantai hidrogen.
Bahan yang dihasilkan dengan tingkat polimerisasi rendah bersifat kaku dan keras
(Kumar, dkk., 2011).
11

Industri dan konsumen perlu memanfaatkan plastik dengan bijak. Sebab


sampah plastik sudah menjadi permasalahan serius. Tanpa penanganan yang
benar, sampah plastik yang terbuang begitu saja akan merusak lingkungan.
Dirjen Pengelolan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK Tuti Hendrawati
Mintarsih menyebut total jumlah sampah Indonesia di 2019 akan mencapai 68
juta ton, dan sampah plastik diperkirakan akan mencapai 9,52 juta ton atau 14
persen dari total sampah yang ada. Indonesia berada di peringkat kedua dunia
penghasil sampah plastik ke laut yang mencapai sebesar 187,2 juta ton setelah
Cina yang mencapai 262,9 juta ton. Berada di urutan ketiga adalah Filipina yang
menghasilkan sampah plastik ke laut mencapai 83,4 juta ton, diikuti Vietnam
yang mencapai 55,9 juta ton, dan Sri Lanka yang mencapai 14,6 juta ton per tahun
(Kumar, dkk., 2011).

2.3.1 Jenis Plastik


Plastik dibagi menjadi dua klasifikasi utama berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan ekonomis dan kegunaannya: plastik komoditi dan plastik teknik.
Plastik-plastik komoditi dicirikan oleh volumenya yang tinggi dan harga yang
murah. Plastik ini bisa diperbandingkan dengan baja dan aluminium dalam
industri logam. Mereka sering dipakai dalam bentuk barang yang bersifat pakai-
buang (disposable) seperti lapisan pengemas, namun ditemukan juga
pemakaiannya dalam barang-barang yang tahan lama. Plastik teknik lebih mahal
harganya dan volumenya lebih rendah, tetapi memiliki sifat mekanik yang unggul
dan daya tahan yang lebih baik. Mereka bersaing dengan logam, keramik dan
gelas dalam berbagai aplikasi. Plastik komoditi pada prinsipnya terdiri dari empat
jenis polimer utama yaitu polietilena, polipropilena, polivinil klorida dan
polistirena. Polietilena dibagi menjadi produk massa jenis rendah (Low Density
Poly Ethylene) dengan massa jenis <0,94 g/cm3 dan produk massa jenis tinggi
(High Density Poly Ethylene) dengan massa jenis >0,94 g/cm3). Perbedaan kedua
polimer selain massa jenisnya, terletak pada struktur polimer. Polietilena massa
jenis tinggi (HDPE) secara essensial merupakan polimer linier dan polietilena
massa jenis rendah bercabang.
12

(Cahyo, 2016)
Gambar 2.2. Logo Jenis Plastik

Plastik terbagi menjadi 2 jenis yaitu thermoplastik dan thermosets.


Thermoplastik terdiri menjadi beberapa jenis kembali sesuai dengan titik leburnya
dan monomer penyusunnya. Adapun dijelaskan pada Tabel 2 dimana beragam
thermoplastik digunakan pada kehidupan sehari-hari.

Tabel 2. Jenis Plastik Thermoplastik

Jenis Plastik Titik Leleh, oC


PET (polyethylene terephthalate) 250
HDPE (high density polyethylene) 200-280

PVC (polyvinyl chloride) 160-180

LDPE (low density polyethylene) 160-240


PP (polypropene) 200-300
PS (polystyrene) 180-260
PC (polycarbonat) 280-310
ABS(acrylonitrile butadiene styrene) 180-240
PA (polyamide) atau nilon 260-290
PA (polyacetal) 185-225
(Surono, 2013)
13

Syarief (1989) membagi plastik menjadi dua berdasarkan sifat-sifatnya terhadap


perubahan suhu, yaitu:
1. Termoplastik
merupakan jenis plastik yang dapat meleleh pada suhu tertentu, melekat
mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat balik (reversibel) kepada
sifat aslinya. Proses pemanasan akan membuat plastik ini kembali mengeras bila
didinginkan. Jenis plastik thermoplast antara lain: PE, PP, PS, ABS, SAN, nylon,
PET, BPT, Polyacetal (POM), PC dan lain-lain.
2. Termoset
Tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel). Plastik thermoset
adalah plastik yang apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak dapat dicetak
kembali karena bangun polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi. Jenis plastik
ini tidak dapat dilunakkan kembali, setelah proses pengerasan. Proses pemanasan
yang tinggi akan membentuk arang dan terurai pada jenis plastik ini. Jenis-jenis
plastik termoset antara lain: PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF
(Melamine Formaldehyde), polyester, epoksi dan lain-lain.

2.3.2 HDPE (High Density Polyethylene)


Plastik high density polyethylene adalah jenis plastic yang murah dan mudah
didapatkan, yang biasa dipakai untuk tempat makanan, plastik kemasan, dan
botol-botol yang lembek. HDPE dipakai untuk tutup plastik, kantong/tas kresek
dan plastik tipis lainnya. Walaupun demikian HDPE tidak mudah untuk
dihancurkan.
HDPE merupakan polietilen dengan jumlah rantai cabang yang lebih
sedikit dibandingkan dengan PE. Rantai cabang yang lebih sedikit ini membuat
plastik HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan
terhadap suhu tinggi. Ikatan hidrogen antar molekul yang berada pada plastik ini
juga berperan dalam menentukan titik leleh plastik (Nursyamsi, dkk., 2017).
Polietilena berdensitas tinggi (High density polyethylene) (HDPE). HDPE
adalah bahan lilin putih buram. Ini adalah produk polimerisasi pada tekanan
rendah di bawah katalis ziegler, sehingga polietilen densitas tinggi juga disebut
polietilen tekanan rendah. Fitur unik dari berbagai tingkat HDPE adalah
kombinasi yang tepat dari empat variabel dasar: kepadatan, berat molekul,
14

distribusi berat molekul dan aditif. Katalis berbeda digunakan untuk menghasilkan
polimer khusus dengan sifat khusus. Variabel-variabel ini digabungkan untuk
menghasilkan nilai HDPE untuk berbagai tujuan. Mencapai keseimbangan kinerja
terbaik.

Adapun Kelebihan dari HDPE yaitu :

1. HDPE memiliki ketahanan yang sangat baik terhadap sebagian besar bahan
kimia hidup dan industri. Ini dapat menahan korosi dan pembubaran oksidan
kuat, garam asam-basa dan pelarut organik.
2. HDPE adalah non-higroskopis dan memiliki sifat uap tahan air yang baik,
yang dapat digunakan untuk kelembaban dan anti-rembesan atau kemasan.
3. HDPE memiliki kinerja listrik yang baik, terutama kekuatan dielektrik isolasi
tinggi, sehingga cocok untuk kawat dan kabel.
4. HDPE memiliki kemampuan mesin yang baik dan penyegelan panas.
5. HDPE memiliki sifat seperti kertas, persegi dan terbuka yang tinggi, dan 4-5
kali lebih keras dari film LDPE. Kekerasan permukaannya, kekuatan tarik,
kekakuan dan kekuatan mekanis lainnya dekat dengan PP, dari ketangguhan
PP.
6. HDPE tidak beracun dan tidak berbau. Ini juga dapat digunakan dalam bahan
kemasan seperti makanan, pakaian dan pakaian rajut.

2.3.3 LDPE (Low Density Polyethylene)


LDPE biasa ditemukan pada pembungkus baju, kantung pada layanan cuci
kering, pembungkus buah-buahan agar tetap segar, dan pada botol pelumas.
LDPE dianggap memiliki tingkat racun yang rendah dibandingkan dengan plastik
yang lain. LDPE tidak umum untuk didaur ulang, jika didaur ulang plastik LDPE
biasanya digunakan sebagai bahan pembuat ubin lantai.

2.3.4 Polyethylene Terephthalate (PET)


Polyethylene Terephthalate (PET), merupakan resin polyester yang tahan
lama, kuat, ringan dan mudah dibentuk ketika panas. Kepekatannya adalah sekitar
1,35-1,38 gram/cc, ini membuatnya kokoh. Polyethylene terephthalate (PET)
15

bersifat jernih dan transparan, kuat, tahan pelarut, kedap gas dan air, melunak
pada suhu 180°C dan mencair dengan sempurna pada suhu 200°C.
Polyethylene Tertepthalate (PET) merupakan bahan dasar dari botol
minuman plastik, dengan nama IUPACnya Polioksi etilen neookistereftaoil
(Hidayatullah, dkk., 2017).

2.3.5 PVC (polyvinyl chloride)


Polivinil klorida yang dikenal dengan PVC merupakan polimer yang banyak
digunakan untuk bahan baku produk elektronik, bahan konstruksi, kabel dan lain-
lain. PVC bila diban-dingkan dengan poletilen (PE) maupun polistiren (PS) sifat
termal dan kemudahan diproses sangat rendah. PVC merupakan polimer dengan
stabilitas termal rendah sehingga mudah terdegradasi. Salah satu upaya
memperbaiki sifat termalnya adalah dengan cara dehidroklorinasi. Temperatur
PVC pada saat proses dehidroklorinasi adalah sekitar 100ºC, pada kondisi tersebut
terjadi pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi dan polyene sequences (Saeedi,
2011).

2.3.6 PS (Polystyrene)
PS adalah produk polimerisasi dari monomer-monomer stirena, dimana
monomer stirenanya didapat dari hasil proses dehidrogenisasi dari etil benzene
(dengan bantuan katalis). Etil benzene endiri merupakan hasil reaksi antara etilena
dengan benzene (dengan bantuan katalis). PS mempunyai softening point rendah
(900°C) sehingga PS tidak digunakan untuk pemakaian pada suhu tinggi, atau
misalnya pada makanan yang panas. Suhu maksimum yang boleh dikenakan
dalam pemakaian adalah 750°C. Disamping itu, PS mempunyai sifat konduktifitas
panas yang rendah (Mujiarto, 2005).

2.3.7 ABS (Acrylonitrile Butadiene Styrene)


ABS merupakan kelompok plastik yang tergolong dalam engineering
thermoplastik yang berisi tiga monomer pembentuk. Akrilonitril bersifat tahan
terhadap bahan kimia dan stabil terhadap panas. Butadiene memberi perbaikan
terhadap sifat ketahanan pukul dan sifat liat (toughness). Sedangkan stirena
menjamin kekakuan (rigidity) dan mudah diproses (Mujiarto, 2005).
16

2.4 Bahan Penyusun Bata Ringan


Bahan dasar pembentuk/penyusun bata ringan pada penelitian ini terdiri dari
semen, pasir, batu kapur dan HDPE (High Density Polyethylene) sedangkan untuk
bata ringan normal hanya menggunakan semen, pasir dan air dengan bahan
tambah foam agent. Umumnya, bata tersusun atas dua komponen yaitu bahan
binder (bahan pengikat) dan bahan filler (bahan pengisi). Semen dan air berperan
sebagai binder dimana semen yang terhidrasi oleh air dan akan mengikat agregat
halus sedangkan agregat yang terdiri atas pasir, batu kapur atau agregat lainnya
merupakan bahan pengisi (filler) dari bata. Foam agent merupakan komponen
tambahan yang digunakan untuk memperbesar volume bata sehingga
memperkecil massa bata. HDPE dapat dijadikan sebagai subtitusi bahan binder
pada bata ringan dimana sifat HDPE leleh dapat mengikat bahan-bahan lainnya.
Sifat HDPE yang memiliki gaya adhesi dan kohesi yang baik pada bentuk
lelehnya akan dapat mengikat bahan pengisi seperti pasir dan semen. Batu kapur
dijadikan variabel tambahan dan difungsikan sebagai bahan pengisi tambahan
untuk memperkuat struktur bata.

2.4.1 Semen Portland


Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah
berhubungan dengan air. Semen yang digunakan adalah semen yang berbentuk
serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium dan
silika. Penambahan air pada mineral ini akan menghasilkan suatu pasta yang
apabila mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu (Mulyono, 2005).
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam
pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan
menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi
mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton
segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (Mulyono, 2005).
Semen Portland (PC) dibuat dari semen hidraulis yang dihasilkan dengan
cara menghaluskan klinker yang terbuat dari batu kapur (Calsium Carbonate)
yang jumlahnya amat banyak serta tanah liat dan bahan dasar berkadar besi,
terutama silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis ditambah dengan bahan
yang mengatur waktu ikat (SNI 03-2847-2002). Fungsi semen adalah untuk
17

merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu masa yang kompleks/padat.


Semen Portland dibuat dengan melalui beberapa langkah sehingga sangat halus
dan memiliki sifat adesif maupun kohesif. Semen diperoleh dengan membakar
secara bersamaan, suatu campuran dari calcareous (yang mengandung calsium
carbonat atau batu gamping) dan argillaceous (yang mengandung alumina)
dengan perbandingan tertentu (Tjokrodimoeljo, 2004).
Fungsi utama semen adalah melekatkan butir-butir agregat hingga
membentuk suatumassa padat dan mengisi rongga-rongga udara diantara butir-
butir agregat (Indriyanto dan Yogie, 2008) Sesuai dengan tujuan pemakaian
semen Portland dibagi menjadi 5 (lima) tipe yaitu :
1. Tipe I : Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus.
2. Tipe II : Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat yang panas hidrasi sedang.
3.Tipe III: Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut kekuatan awal
yang tinggi.
4.Tipe IV: Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan
panas hidrasi rendah.
5.Tipe V : Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan
tahap terhadap sulfat.
Jenis Semen Berdasarkan Aplikasinya Berdasarkan aplikasinya, semen
dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu sebagai berikut :
1. Portland Cement Type I (Ordinary Portland Cement)
Semen portland tipe I merupakan jenis semen yang paling banyak dibutuhkan
oleh masyarakat luas dan dapat digunakan untuk seluruh aplikasi yang tidak
membutuhkan persyaratan khusus. Contohnya, ketika pemilik rumah atau tukang
batu yang sedang mengerjakan proyek atau merenovasi rumah tinggal.

2. Portland Cement Type II (Moderate Sulfat Resistance)


Semen Portland Tipe II merupakan semen dengan panas hidrasi sedang atau di
bawah semen Portland Tipe I serta tahan terhadap sulfat. Semen ini cocok
digunakan untuk daerah yang memiliki cuaca dengan suhu yang cukup tinggi
serta pada struktur drainase. Semen Portland tipe II ini disarankan untuk dipakai
18

pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan landasan berat yang ditandai
adanya kolom-kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga merupakan
pertimbangan utama.
3. Portland Cement Type III (High Early Strength Portland Cement)
Jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat, sehingga dapat
digunakan untuk perbaikan bangunan beton yang perlu segera digunakan atau
yang acuannya perlu segera dilepas. Selain itu juga dapat dipergunakan pada
daerah yang memiliki temperatur rendah, terutama pada daerah yang mempunyai
musim dingin. Kegunaan pembuatan jalan beton, landasan lapangan udara,
bangunan tingkat tinggi, bangunan dalam air yang tidak memerlukan ketahanan
terhadap sulfat.
4. Portland Cement Type IV (Low Heat Of Hydration)
Tipe semen dengan panas hidrasi rendah.Semen tipe ini digunakan untuk
keperluan konstruksi yang memerlukan jumlah dan kenaikan panas harus
diminimalkan. Oleh karena itu semen jenis ini akan memperoleh tingkat kuat
beton dengan lebih lambat ketimbang Portland tipe I. Tipe semen seperti ini
digunakan untuk struktur beton masif seperti dam dengan gravitasi besar dimana
kenaikan temperatur akibat panas yang dihasilkan selama proses curing
merupakan faktor kritis. Cocok digunakan untuk daerah yang bersuhu panas.
5. Portland Cement Type V (Sulfat Resistance Cement)
Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi
terhadap sulfat. Cocok digunakan untuk pembuatan beton pada daerah yang tanah
dan airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi. Sangat cocok untuk
instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan,
pelabuhan,dan pembangkit tenaga nuklir.

2.4.2 Pasir (sand)


Pasir adalah suatu bahan bangunan yang diperoleh dari hasil penggalian
lapisan tanah pembentuk kerak bumi (soil) yang berbentuk butiran, bersifat lepas
tidak tersementasi, bersifat tidak kohesif (tidak saling berikatan) dan merupakan
hasil letusan gunung berapi atau pelapukan dari batuan yang telah ada akibat
pengaruh cuaca. Pasir digunakan untuk pembuatan bata konstruksi. Pasir
terbentuk ketika batu-batu dibawa arus sungai dari sumber air ke muara sungai.
19

Pasir dan kerikil dapat juga digali dari laut dimana zat pengotor dan garam-
garamnya (khlorida) dibersihkan. Jenis pasir dapat dibedakan berdasarkan asal dan
sifat pasir yaitu sebagai berikut :
a. Pasir gunungan, ditemukan di daerah-daerah yang terletak agak tinggi dan
banyak mengandung kerikil.
b. Pasir sungai, jenis pasir ini yang mempunyai butiran yang tak merata. Jenis
pasir sungai sangat baik untuk membuat mortar (adukan) karena unsur-unsur
pengikatnya.
c. Pasir laut, merupakan pasir yang banyak mengandung kapur karena sisa-sisa
kulit kerang.
d. Pasir gunungan tepi pantai, pasir ini juga sama dengan pasir laut dimana
mengandung kapur yang tinggi.
e. Pasir perak, merupakan jenis pasir yang banyak digunakan sebagai penghias
pada dinding dan langit-langit ruangan.
f. Pasir lembek, jenis pasir ini merupakan pasir halus dengan butiran bulat,
sedikit mengandung tanah liat namun banyak mengandung lumpur danair.
g. Pasir timah, merupakan pasir yang dihanyutkan oleh air hujan dan sisa-sisa
humus. Warna pasir ini berwarna abu-abu timah.

2.4.3 Batu Kapur


Batu kapur merupakan sumber daya mineral yang melimpah di
Indonesia, jumlahnya diperkirakan sekitar 2.160 milyar ton. Endapannya tersebar
di berbagai pulau seperti Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, Irian Jaya,
serta pulau-pulau lainnya. Bagi sebagian orang, batu kapur mungkin bukan
merupakan barang aneh, dan dianggap tidak terlalu bernilai karena mudah
memperolehnya serta harganya relatif murah. Namunbagi sebagian orang lainnya,
batu kapur tetap merupakan sumber daya mineral yang sangat menarik. Batu
kapur dan produktanya telah banyak digunakan dalam berbagai industri, sebagai
bahan imbuh dalam industri peleburan logam baik besi maupun bukan besi dan
industri kaca (glass), bahan pengisi pada pembuatan barang-barang dari karet,
plastik, karton, cat, pasta gigi, dan lain-lain (Shubri dan Armin, 2014).
20

Batu gamping (Limestone) juga sering disebut dengan batuan kapur


merupakan batuan yang umumnya digunakan masyarakat Indonesia sebagai salah
satu bahan bangunan. Batu gamping sendiri termasuk kedalam golongan batuan
Sediment ataupun batuan endapan. Batu gamping banyak mengandung
kalsium dalam bentu Kalsium Karbonat yang dapat dimanfaatkan lebih jauh untuk
sumber daya manusia. Pada saat ini terjadinya kasus kerusakan tulang yang terjadi
di dunia kedokteran semakin meningkat, hal inilah yang mendorong para ilmuwan
untuk melakukan penelitian untuk pembuatan tulang buatan. Hidroksiapatit (HA)
merupakan kelompok apatit yang paling sering digunakan di dunia medis sebagai
tulang buatan karena sifatnya yang biokompatibel dan osteokonduktif. Proses
pembuatan HA yang paling sering digunakan adalah dengan cara pengendapan
dan hidrotermal. Hidroksiapatit dapat dibuat dengan menggunakan bahan dasar
yang mengandung kalsium tinggi dan direaksikan dengan senyawa fosfat pada
kondisi basa. Batu kapur banyak digunakan untuk keperluan bahan bangunan
seperti tiang untuk plester, adukan bata, pembuatan semen tras ataupun semen
merah. Kapur berfungsi untuk mengurangi plastisitas, mengurangi penyusutan dan
pemuaian fondasi jalan raya (Shubri dan Armin, 2014).
Batu kapur memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang umumnya bervariasi.
Sifat-sifat fisis maupun kimia yang diteliti pada batu kapur bertujuan untuk
mengklasifikasikan penggunaannya (Shubri dan Armin, 2014).
Beberapa sifat fisika batu kapur :
• Rumus molekul : CaCO3
• Fase : Padat (Solid)
• Warna : Putih kekuningan
• Kadar air : ± 3%
• Bulk Density : 1378 g/l (kasar), 1360 g/l (sedang), 1592 g/l (halus)
• Ukuran material : > 60 mm

2.5 Analisa Bata Ringan


Berdasarkan SNI 03-0349-1989 maka digunakan beberapa metode dalam
menganalisa kualitas bata. Analisa bata ringan terdiri dari kuat tekan, kuat
tarik/kuat lentur, daya serap air, densitas, Scan Electron Microscopy (SEM)
21

digunakan dalam analisa sebagai penguat analisa dimana pori-pori dan struktur
permukaan pada bata ringan dapat diamati dengan metode SEM.

2.5.1 Kuat Tekan


Kuat tekan adalah kemampuan bahan untuk menahan gaya tekan yang
diberikan terhadap penampang sampel uji yang mengakibatkan sampel tersebut
hancur. Dalam pengujian kuat tekan rumus yang digunakan dengan persamaan :
P=F/A ............................................................................................................ (1)
Dimana P adalah kuat tekan dalam satuan kg/cm2, F adalah beban retak
maksimum dalam satuan kg, A adalah luas permukaan sampel.
Kuat tekan (Compressive strength) adalah suatu bahan yang merupakan
perbandingan besamya beban maksimum yang dapat ditahan dengan luas
penampang bahan yang mengalami gaya tersebut. Kuat tekan batako
mengidentifikasi mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan
struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu batako yang dihasilkan.
Batako harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kuat
tekan rerata yang disyaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, batako yang
telah dirancang campurannya harus diproduksi sedemikian rupasehingga
memperkecil frekuensi terjadinya batako dengan kuat tekan yang lebih rendah
dari seperti yang telah disyaratkan.
Pengujian kuat tekan batako dan kubus kecil adalah pengujian pemberian
beban terhadap batako dan kubus kecil untuk mengetahui gaya tekan yang dapat
ditahan oleh sampel. Kuat tekan sampel adalah perbadingan besar beban
maksimum yang dapat ditahan oleh benda uji dibagi dengan luas penampang yang
menerima beban tersebut. Kekuatan tekan merupakan salah satu tolak ukur
batako. Pengertian kuat tekan batako dianalogikan dengan kuat tekan beton.
Mengacu pada pada SK SNI M–14–1989–F tentang pengujian kuat tekan beton,
yang dimaksud kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang
menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu
yang dihasilkan oleh mesin tekan. Teori teknologi beton menjelaskan bahwa
faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton adalah faktor air semen
(FAS), kepadatan, umur beton, jenis semen, jumlah semen dan sifat agregat
(Royani, dkk., 2014).
22

Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan
benda uji beton hancur bila dibebani gaya tekan tertentu yang dihasilkan oleh
mesin tekan. Kuat tekanbeton merupakan sifat terpenting dalam kualitas beton
dibanding dengan sifat-sifat lain. Kekuatan tekan beton ditentukan oleh
pengaturan dari perbandingan semen, agregat kasar dan halus, air. Perbandingan
dari air semen, semakin tinggi kekuatan tekannya. kelebihan air meningkatkan
kemampuan pekerjaanakan tetapi menurunkan kekuatan (Royani, dkk., 2014).

2.5.2 Densitas
Massa jenis atau disebut juga dengan istilah rapat massa adalah
perbandingan antara massa suatu zat dengan volumenya. Massa jenis merupakan
ciri khas setiap zat. Oleh karena itu zat yang berbeda jenisnya pasti memiliki
massa jenis yang berbeda pula. Massa jenis zat tidak dipengaruhi oleh bentuk dan
volume. Kerapatan atau density secara umum didefinisikan sebagai berat per
satuan volume. Massa jenis atau densitas (density) suatu batuan secara harfiah
merupakan perbandingan antara massa dengan volume total pada batuan tersebut.
Secara sederhana, suatu batuan memiliki dua komponen, komponen padatan dan
komponen rongga (pori). Keberadaan komponen padatan maupun komponen
rongga mempunyai nilai yang beragam pada tiap-tiap batuan sehingga massa jenis
dari suatu batuan berbeda dengan batuan yang lainnya. Ilustrasi pada gambar di
bawah menunjukan dua jenis batuan yang terdiri dari presentase padatan dan
rongga yang berbeda-beda. Namun rongga yang terdapat pada batuan tersebut
juga dapat terisi oleh fluida, seperti air, minyak, ataupun gas bumi. Persentase
rongga yang terisi oleh fluida dikenal dengan istilah kejenuhan fluida, untuk air
dinamakan saturasi air (Sw), untuk hidrokarbon (minyak dan gas bumi) dikenal
dengan saturasi hidrokarbon (SHC). Densitas pada material didefenisikan sebagai
perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) (Sijabat, 2007).
Setiap zat memiliki densitas yang berbeda, satu zat yang sama berapapun
massa dan volumenya, akan memiliki densitas yang sama pula. Oleh sebab itu,
dikatakan bahwa massa jenis atau densitas merupakan ciri khas suatu zat. Untuk
mengukur densitas bata ringan menggunakan metoda Archimedes. Prinsip
Archimedes menyatakan bahwa ketika sebuah benda tercelup seluruhnya atau
sebagian di dalam zat cair, zat cair akan memberikan gaya ke atas/gaya apung
23

pada benda, di mana besarnya gaya ke atas sama dengan berat zat cair yang
dipindahkan. Pengukuran densitas menggunakan neraca digital. Awalnya
dilakukan penimbangan massa benda di udara (massa sampel kering) seperti
halnya pada penimbangan biasa (Sijabat, 2007).
Densitas bata ringan pada normalnya memiliki densitas 400-1800 kg/m3.
Pengujian densitas dapat dilakukan dengan cara :
𝑚
𝜌 = 𝑣 ............................................................................................................. (2)

Dimana :
ρ = densitas benda (kg/m3)
m = massa benda (kg)
v = volume benda (m3)
Persamaan diatas digunakan dalam menganalisa densitas suatu fluida atau
padatan yang memiliki bentuk seragam dan cenderung mengarah pada bentuk
serbuk atau partikel. Sedangkan untuk menganalisa bentuk padatan yang tidak
dapat tenggelam jika diubah bentuknya menjadi serbuk menggunakan metode
Archimedes.
Menurut Archimedes jika sebuah benda yang tenggelam seluruhnya atau
sebagian dalam suatu fluida diangkat ke atas oleh sebuah gaya yang sama dengan
berat fluida yang dipindahkan. Persamaan Archimedes untuk menentukan densitas
padatan dapat dihitung dengan rumus:
𝑚
𝜌𝑏 = 𝑥 𝜌𝑎 ..........................................................................................(3)
𝑚−𝑚′

Dimana :
m = massa benda di udara (kg)
m’= massa benda di air (kg)
ρa = massa jenis air atau fluida yang digunakan pada temperatur tertentu
(Kg/m3)
ρb = massa jenis benda (Kg/m3)

2.5.3 Daya Serap Air


Bata ringan yang dihasilkan ditimbang untuk mendapatkan massa sebelum
perendaman (ma), kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Setelah dilakukan
perendaman selama 24 jam kemudian sampel ditimbang sesudah perendaman
(mb). Daya serap air dapat menggunakan persamaan :
Daya Serap Air = ma x mb x 100% ……………………………………….(4)
ma
24

Besar kecilnya penyerapan air oleh batako sangat dipengaruhi oleh pori-pori
atau rongga yang terdapat pada batako tersebut. Semakin banyak pori-pori yang
terkandung dalam batako maka akan semakin besar pula penyerapan air sehingga
ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori-pori) yang terdapat pada batako
terjadi karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunnya.
Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga karena terdapat air
yang tidak bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga.

Berdasarkan densitas, bata ringan dibagi menjadi 3 yaitu :


1. Kepadatan rendah (400-600 kg/m3) biasa digunakan utuk bahan isolasi, sebagai
alternatif lain yang dapat digunakan untuk menggantikan thermocole,
glasswool, woodwool, dan lain-lain.
2. Kepadatan sedang (800-1000 kg/m3) dapat digunakan untuk pembuatan precast
blocks dengan dimensi 500x250x200/100 mm yang digunakan sebagai dinding
(pengganti batu bata).
3. Kepadatan tinggi (1200-1800 kg/m3) dengan kuat hancur (crushing strength)
antara 65-250 kg/m3, biasa dipakai sebagai struktur:
a. Load bearing walls dan atap perumahan
b. Reinforced structural cladding atau panel partisi
c. Pre-cast blocks untuk dinding dari bangunan tingkat rendah

2.6 Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-


Ray(EDX)
Scanning Electronic Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray
(EDX) adalah instrumen yang menghasilkan gambar yang diperbesar dengan
menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk membentuk sebuah
gambar. Prinsip kerja SEM dan EDX adalah menembakkan permukaan benda
dengan berkas elektron berenergi tinggi. Tujuan pengujian SEM dan EDX adalah
untuk menganalisa dan memunculkan mikro dari benda uji suatu penelitian, dalam
proses analisa karakteristik, struktur mikro suatu material seperti mineral, ukuran
butiran, batas butiran dan penyemenan antar butir yang hanya bisa diindefikasi
dengan perbesaran diatas 1000X.
25

Secara prinsipnya, alat ini berkerja dengan menggunakan sinyal yang


dihasilkan dari elektron yang untuk dipantulkan atau berkas sinar elektron
sekunder. Suatu berkas elektron diarahkan dari satu titik ke titik yang lain pada
permukaan suatu spesimen. Jika seberkas elektron ditembakan pada suatu
permukaan spesimen maka sebagian dari pada elektron itu akan dipantulkan
kembali dan sebagian yang lainnya akan diteruskan. Jika permukaan spesimen
ditembakkan tidak rata, banyak lekukan, lipatan ataupun lubang – lubang maka
tiap bagian permukaan itu akan memantulkan elektron dengan jumlah dan arah
yang berbeda dan jika ditangkap oleh detektor akan diteruskan ke layar dan akan
diperoleh gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga
dimensi.

Anda mungkin juga menyukai