Anda di halaman 1dari 13

FISIKA BANGUNAN

BATA RINGAN

DI
S
U
S
U
N
OLEH:
NAMA KELOMPOK:
1.ANDI VIRGIAN JACOB

2.ILHAMNURHIDAYAT

3.MUH RAHUL A KANNA

UNIVERSITAS FAJAR MAKASSAR


KONSEP DASAR DALAM FISIKA BATA RINGAN
1. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi bahan baku bangunan telah memunculkan inovasi-inovasi guna


mengurangi bobot dari bata/batako yang digunakan pada bangunan. Seperti dengan membuat
gelembung-gelembung udara halus didalam pasta semen supaya setelah terjadi pengikatan
terbentuk struktur

selular yang menyerupai koral, sehingga bata tersebut menjadi ringan. Salah satu cara
membuat bata ringan foam adalah dengan memanfaatkan zat kimia sebagai bahan untuk
membuat gelembung-gelembung udara halus dalam pasta semen. Zat kimia yang digunakan
yaitu foam agent. Zat ini akan menghasilkan bata ringan namun dengan komposisi separuh
dari yang seharusnya. Karena zat ini akan melipatgandakan volume hingga dua kali lipat.
Walaupun demikian, nilai kekuatan fisik yang dimilikinya tidak menurun dan bahkan
melebihi bata konvensional. Bata ringan ini didesain dengan ukuran lebih besar yaitu 60 cm x
20 x 7,5 cm sehingga mempercepat dalam proses pembangunan suatu bangunan. Bata ringan
foam dikenal ada 2 (dua) jenis: Autoclaved Aerated Concrete (AAC) dan Cellular
Lightweight Concrete (CLC). Keduanya didasarkan pada gagasan yang sama yaitu
menambahkan gelembung udara ke dalam mortar akan mengurangi berat beton yang
dihasilkan secara drastis. Perbedaan bata ringan foam AAC dengan CLC dari segi proses
pengeringan yaitu AAC mengalami pengeringan dalam oven autoklaf bertekanan tinggi
sedangkan bata ringan foam jenis CLC yang mengalami proses pengeringan alami. CLC
sering disebut juga sebagai Non-Autoclaved Aerated Concrete (NAAC).

mengaplikasikan bata beton ringan foam CLC, yang mana proses pembuatannya sama halnya
dengan cara pembuatan beton konvensional, kekuatan akan bertambah seiring dengan waktu
melalui kelembapan alamiah pada tekanan atmosfir saja. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui sifat fisis dan mekanis dari bahan bata ringan foam maupun bata ringan foam
yang telah jadi. Selain itu juga untuk mengetahui komposisi ideal dalam variasi pemakaian
air dalam campuran bata ringan foam sehingga menghasilkan bata ringan yang memenuhi
persyaratan
Definisi Batu Bata

Bata ringan adalah batu bata yang memiliki berat jenis lebih ringan daripada bata pada umumnya.
Bata ringan dikenal ada 2 (dua) jenis: Autoclaved Aerated Concrete (AAC) dan Cellular Lightweight
Concrete (CLC). Keduanya didasarkan pada gagasan yang sama yaitu menambahkan gelembung
udara ke dalam mortar akan mengurangi berat beton yang dihasilkan secara drastis. Perbedaan bata
ringan AAC dengan CLC dari segi proses pengeringan yaitu AAC mengalami pengeringan dalam
oven autoklaf bertekanan tinggi sedangkan bata ringan jenis CLC yang mengalami proses
pengeringan alami. CLC sering disebut juga sebagai Non-Autoclaved Aerated Concrete (NAAC).

a.Bata Ringan AAC

Bata ringan AAC adalah beton selular dimana gelembung udara yang ada disebabkan oleh reaksi
kimia, adonan AAC umumnya terdiri dari pasir kwarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan
alumunium pasta sebagai bahan pengembang (pengisi udara secara kimiawi).
Setelah adonan tercampur sempurna, nantinya akan mengembang selama 7-8 jam. Alumunium pasta
yang digunakan dalam adonan tadi, selain berfungsi sebagai pengembang ia berperan dalam
mempengaruhi kekerasan beton. Volume aluminium pasta ini berkisar 5-8 persen dari adonan yang
dibuat, tergantung kepadatan yang diinginkan.
Adonan beton aerasi ini lantas dipotong sesuai ukuran. Adonan beton aerasi yang masih mentah ini,
kemudian dimasukkan ke autoclave chamber atau diberi uap panas dan diberi tekanan tinggi. Suhu di
dalam autoclave chamber sekitar 183 derajat celsius. Hal ini dilakukan sebagai proses pengeringan
atau pematangan.
Saat pencampuran pasir kwarsa, semen, kapur, gypsum, air, dan alumunium pasta, terjadi reaksi
kimia. Bubuk alumunium bereaksi dengan kalsium hidroksida yang ada di dalam pasir kwarsa dan air
sehingga membentuk hidrogen. Gas hidrogen ini membentuk gelembung-gelembung udara di dalam
campuran beton tadi. Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volumenya menjadi dua kali lebih
besar dari volume semula. Di akhir proses pengembangan atau pembusaan, hidrogen akan terlepas ke
atmosfir dan langsung digantikan oleh udara. Rongga-rongga udara yang terbentuk ini yang membuat
beton ini menjadi ringan.

b.Bata Ringan CLC


Bata ringan CLC adalah beton selular yang mengalami proses curing secara alami, CLC adalah beton
konvensional yang mana agregat kasar (kerikil) diganti dengan gelembung udara, dalam prosesnya
mengunakan busa organik yang sangat stabil dan tidak ada reaksi kimia ketika proses pencampuran
adonan, foam/busa berfungsi hanya sebagai media untuk membungkus udara.
Pabrikasi dan peralatan yang digunakan untuk menghasilkan CLC juga standard, sehingga produksi
dengan mudah dapat pula diintegrasikan ke dalam pabrikasi beton konvensional. Hanya pasir, semen,
air dan foam yang digunakan dan kepadatan yand didapatkan dapat disesuaikan mulai dari 350 kg/m³
sampai 1.800 kg/m³ dan kekuatan dapat juga dicapai dari serendah 1,5 sampai lebih 30 N/mm².
Pada CLC Gelembung udara di dalam beton benar-benar terpisah satu sama lain, sehingga penyerapan
air jauh lebih sedikit dan baja tidak perlu dilapisi dengan lapisan anti korosi, beton dengan kepadatan
diatas 1.200 kg/m3 juga tidak memerlukan pla-ster, seperti pada AAC, hanya cukup di cat saja.
Penyerapan air lebih rendah daripada di AAC dan masih cukup baik dibandingkan dengan beton
konvensional.
CLC sama halnya dengan beton konvensional kekuatan akan bertambah seiring dengan waktu melalui
kelembapan alamiah pada tekanan atmosfir saja. Meskipun tidak seringan AAC, CLC tetap
menawarkan penurunan berat badan yang cukup besar dibandingkan dengan beton konvensional dan
isolasi termal 500% lebih tinggi dan tahan api.
Karena sangat praktis maka beton CLC menawarkan banyak ruang lingkup pengaplikasian, mulai dari
isolasi atap rumah pada kepadatan serendah 350 kg/m³ sampai dengan produksi panel dan lantai beton
dengan kepadatan 1800 kg/m³.

Syarat Fisis Bata Ringan

Merujuk pada sejumlah penelitian sebelumnya syarat-syarat fisis bata ringan masih mengacu pada
syarat fisis bata normal/konvensional dan berat jenisnya tidak boleh melebihi 1900 kg/m3.
Berdasarkan hal tersebut maka digunakan SNI 03-0349-1989 tentang bata beton untuk pasangan
dinding sebagai syarat yang akan digunakan untuk bata ringan. Syarat fisis kelayakan bata pejal yang
harus dipenuhi berdasarkan SNI 03-0349-1989 yang akan digunakan sebagai acuan bata ringan dapat
dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Syarat-Syarat Fisis Beton Pejal (BSN, 1989)

Syarat fisis satua Tingkat Mutu


n
I II III IV
Kuat tekan beton rata-rata minimum kg/cm2 100 70 40 25
Kuat tekan bruto masing-masing benda kg/cm2 90 65 35 21
uji
Penyerapan air rata-rata maksimum % 25 35 - -

Klasifikasi Bata Ringan CLC

Berdasarkan Mustapure & Eramma (2014), klasifikasi bata ringan CLC berdasarkan densitas dibagi
atas beberapa kelas di antaranya ; Kelas A, memilki densitas pada kisaran 1200 kg/m3 – 1800 kg/m3.
Kelas ini biasa digunakan sebagai bagian dari struktur utama. Kelas B, memiliki densitas pada kisaran
800 kg/m3 -1000 kg/m3. Kelas ini biasa digunakan untuk bukan untuk memikul beban struktur. Kelas
C, memiliki densitas pada kisaran 400 kg/m3 – 600 kg/m3. Kelas ini biasa digunakan untuk menjaga
panas pada bata ringan (konduktivitas termal).

Bahan Pembentuk Bata Ringan CLC

Untuk pembuatan bata ringan diperlukan bahan seperti semen, pasir, fly ash, air dan foam agent.
Semen yang sering digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah semen Portland Cement composit)
yang berfungsi sebagai bahan pengikat antar agregat. Pasir merupakan salah satu bahan campuran
yang penting dalam pembuatan bata ringan. Penggunaan pasir harus memenuhi syarat-syarat yang
telah ditetapkan pada Standar Nasional Indonesia (SNI), seperti kandungan lumpur pada pasir tidak
boleh melebihi dari 5%.

Dalam pembuatan bata ringan air diperlukan untuk bereaksi dengan semen dan menjadi bahan
pelumas antara butir-butir agregat, agar dapat mudah dikerjakan. Air sebagai bahan bangunan
sebaiknya memenuhi syarat-syarat antara lain; Air harus bersih, Tidak mengandung lumpur, minyak,
dan benda melayang lainnya yang dapat dilihat secara visual.

Fly ash merupakan limbah sisa hasil pembakaran batubara. Fly ash mengandung unsur kimia antara
lain silika, alumina, fero oksida dan kalsium oksida, Spesifikasi fly ash sebagai bahan tambah
campuran beton dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu; Fly ash jenis N, hasil kalsinasi dari pozzolan alam,
misalnya tanah diatomite, shole, tuft dan batu apung, biasanya diproses melalui pembakaran atau
tidak melalui proses pembakaran. Fly ash jenis F, mengandung CaO lebih kecil 10%, fly ash yang
dihasilkan dari pembakaran batubara jenis anthrchacite pada suhu kurang lebih 15600ºC. Fly ash ini
memiliki sifat pozzolan. Kadar (SiO2+Al2O3+Fe2O3) >70 %. Fly ash jenis C, mengandung CaO di
atas 10%, dan fly ash yang dihasilkan dari pembakaran lignit atau batubara dengan kadar carbon ±
60% atau sub bitumen Kadar (SiO2+Al2O3+Fe2O3) >50 %.

Foam agent merupakan bahan pembentuk busa di mana busa tersebut dicampurkan pada adonan bata
ringan. Penggunaan foam agent pada bata ringan bertujuan untuk menghasilkan banyak pori-pori pada
bata ringan yang akan membuat bata tersebut menjadi lebih ringan.

METODE PENELITIAN

Bahan.

Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen PCC dengan merek Indocement. Untuk pasir
diperoleh dari quari Takari. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa pasir mengandung
kadar lumpur sebesar 3,9 %, memiliki kadar air 4,14%,dengan modulus kehalusan 2,25. Ditinjau dari
gradasinya pasir ini termasuk dalam zona III (agak halus). Foam atau busa untuk beton ringan terbuat
dari konsentrasi foam agent (consentrated foaming agent) dengan peralatan foam (foam generator).
Foam agent yang digunakan diperoleh dari PT. Brikkoe Jaya Perkasa sedangkan fly ash diperoleh dari
PLTU Bolok Kupang.

Pembuatan Benda Uji

Campuran bata beton ringan mengacu pada Standard Operation Procedure (SOP) PT. Brikkoe Jaya
Perkasa.Komposisi yang dibuat berdasarkan prosedur perusahaan bata tersebut terdiri atas 360 kg
pasir, 280 kg semen, 180 liter air dan 1 liter foam agent dicampur dengan air 40 liter air, selanjutnya
fly ash menggantikan semen dengan kenaikan per 10% dari berat semen. Proses pembuatannya
dimulai dengan mencampurkan semen, pasir, dan fly ash, selanjutnya menambahkan air sesuai dengan
takaran lalu diaduk sampai homogen. Kemudian menambahkan foam yang terbuat dari campuran air
dan foam agent dengan peralatan foam generator. Langkah selanjutnya yaitu memasukkan adukan
tersebut ke dalam cetakan bata ringan, selanjutnya campuran diratakan dengan sendok perata. Proses
pelepasan cetakan dapat dilepas setelah 24 jam, setelah itu bata ringan diletakkan di tempat yang
lembab dan terhindar dari cahaya matahari secara langsung hingga siap diuji.
A.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian Densitas, Kuat Tekan dan Serapan Air Pada Bata Ringan CLC

Pengujian densitas dilakukan selama masa perawatan bata pada umur 7 hari, 21 hari dan 28 hari. Hasil
pengujian dapat dilihat pada diagram di bawah ini. Pada diagram menunjukkan densitas rata-rata dari
bata ringan yang menggunakan fly ash sebagai subtitusi parsial dari semen selama masa perawatan.
Untuk variasi fly ash 50% ke atas mengalami kegagalan (pecah).

Gambar 1. Grafik Perbandingan Densitas Bata Ringan CLC Dengan Penambahan Fly Ash Sebagai
Subtitusi Parsial Dari Semen

Pengujian kuat tekan bermaksud untuk mengetahui seberapa besar bata ringan CLC menerima beban.
Pengujian dilakukan pada masa perawatan bata dengan umur 7 hari, 21 hari dan 28 hari dengan
menggunakan persamaan 2. Pada gambar 2 menunjukkan kuat tekan rata-rata dari bata ringan yang
menggunakan fly ash sebagai pengganti semen selama masa perawatan. Hasil pengujian kuat tekan
dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Grafik Perbandingan Kuat Tekan Bata Ringan CLC Dengan Penambahan Fly Ash Sebagai
Subtitusi Parsial Dari Semen

Pengujian serapan air dilakukan untuk mengetahui nilai serapan air pada bata ringan CLC dengan
penambahan fly ash sebagai subtitusi parsial dari semen. Pengujian dilakukan pada masa perawatan
bata dengan umur 7 hari, 21 hari dan 28 hari dengan menggunakan persamaan 3. Hasil pengujian
dapat dilihat pada gambar 3. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui nilai serapan air semakin
meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan fly ash sebagai subtitusi parsial dari semen.

Gambar 3. Grafik Perbandingan Serapan Air Pada Bata Ringan CLC Dengan Penambahan Fly Ash
Sebagai Subtitusi Parsial Dari Semen

B. Variabel Operasional Penelitian

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah waktu pengeringan selama 7 hari dan foam yang
digunakan adalah 40%Wt, variabel manipulasinya yaitu Komposisi Pasir yang digunakan yaitu
sebesar 5%Wt sampai 40%Wt, Semen digunakan sebanyak 10%Wt hingga 40%Wt, dan Fly Ash yang
digunakan sebanyak 5%Wt sampai 20%Wt. Variabel respon yang diperoleh dalam penelitian ini
berupa sifat mekanik bata ringan berupa Nilai kuat tekan, densitas, serapan air.

C. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini terdapat tiga tahapan dalam pengumpulan data diantaranya yaitu tahap pemilihan
sampel layak uji dari hasil pembuatan sampel setelah proses curing selama 7 hari. Kemudian tahap
kedua yaitu karakterisasi sampel, dimana terdapat empat tahapan pengujian mekanik (uji densitas, uji
kuat tekan, dan absorbsi air). Masing-masing pengujian ini akan dilakukan di Laboratorium Beton
Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, Universitas Negeri Surabaya. Pada hasil pengujian densitas ini
akan diperoleh nilai massa jenis dari batu bata yang telah dibuat, dimana nilai massa jenis ini
selanjutnya akan digolongkan ke dalam klasifikasi bata ringan. Pengujian kuat tekan akan diperoleh
hasil nilai kekuatan pembebanan atau kekuatan yang mampu diterima oleh batu bata. Untuk pengujian
absorbsi air ini akan dihasilkan persentase dari serapan air yang mampu diserap oleh bata, agar pada
saat digunakan dalam aplikasi dinding bangunan bata ini tidak mudah bocor dan berjamur.
DAMPAK AIR & PANAS PADA BATA RINGAN

A. DAMPAK AIR

Dikutip dari Ronald Y., Marchell M. (2011) pada uji kapilaritas ini, ada 2 parameter yang
diamati, yaitu absorpsi volume air dan perambatan air pada bata ringan. Hasil absorpsi
volume air selama 6 jam pertama dapat dilihat pada Gambar 3. dan hasil absorpsi volume air
untuk variabel waktu 1 - 28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.

Air lebih mudah merambat naik pada bata ringan AAC, karena memiliki daya kapilaritas
yang lebih tinggi daripada bata ringan CLC. Kuat tekan semua tipe bata ringan mengalami
penurunan setelah direndam air. Secara berurutan, bata ringan AAC dan CLC mengalami
penurunan kuat tekan antara 2 - 7 kg/cm2 dan 2 - 9 kg/cm2. Namun dari sisi material, bata
ringan CLC lebih aman untuk dipakai sebagai dinding eksterior suatu bangunan, di karenakan
daya kapilaritas CLC yang rendah menyebabkan air tidak mudah merambat pada dinding bata
ringan CLC bila terjadi kebocoran/rembesan air.

B. DAMPAK PANAS

Pengumpulan data dilapangan dilakukan dengan menggunakan alat Hot Wire Anemometer,
Heat Stress Meter dan Termometer Laser.

Berdasarkan hasil pengukuran langsung dilapangan dinding bata ringan (hebel) lebih
berpengaruh terhadap rendahnya temperature udara pada ruang dalam di permukiman
padat penduduk dibandingkan rumah dengan material batu bata merah.
Bata ringan merupakan anorganik tahan api, yang mengurangi resiko kebakaran. Tahan
terhadap api selama kurang lebih 4 jam karena konduktivitas thermal yang dicapai
antara0,05-0,15 Kcal/mh, yang mana 20-30 kali lebih tinggi dari beton normal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Fabrikasi Bata Ringan Pembuatan bata ringan menggunakan metode mixing
dalam penelitian ini menghasilkan bata ringan dengan jenis CLC. Waktu yang digunakan untuk
proses curing adalah 7 hari dan dilakukan pada suhu ruang. Jika dikeringkan di bawah sinar matahari
secara langsung, maka gelembung yang terbentuk dalam bata ringan akan pecah sehingga tidak
dihasilkan bata ringan jenis CLC. Namun pada sampel pembanding, bahan fly ash tidak dipergunakan
dalam adonan bata ringan. Hal ini dikarenakan pasir vulkanik memiliki komposisi unsur yang tidak
jauh berbeda dengan yang dimiliki fly ash serta untuk meminimalisir penggunaan bahan berbahaya
dan beracun pada lingkungan jika diaplikasikan pada dinding bangunan. Sehingga menghasilkan bata
ringan seperti pada Gambar 4.1 di bawah ini.

a. b. c.

d. e. f.

Gambar 4.1 Proses pembuatan bata ringan; (a) bahan awal, (b) campuran pasir dan semen, (c) busa
dari foam agent, (d) adonan homogen bata ringan, (e) adonan dicetak, (f) bata ringan.

Setelah proses curing selama 7 hari, diperoleh hasil dua jenis bata ringan dengan perbedaan warna
yang begitu kontras. Bata ringan dengan campuran fly ash memiliki warna cenderung lebih gelap,
sedangkan bata ringan tanpa fly ash memiliki warna putih. Perbedaan warna dapat dilihat pada
Gambar 4.2 di bawah ini.
a. b.

Gambar 4.2 Profil bata ringan, (a) bata tanpa fly ash, dan (b) bata dengan fly ash.

Perbedaan warna yang dihasilkan pada dua jenis bata ringan dikarenakan bahan penyusun yang
berbeda dengan komposisi yang berbeda. Keberadaan bahan fly ash yang digunakan peneliti memiliki
warna hitam dengan densitas bahan sebesar 1,123 gr/cm3. Sedangkan pada bata ringan tanpa fly ash
berwarna putih dikarenakan penyusun bahan hanya pasir vulkanik, semen, serta foam agent oleh
sebab itu diperoleh warna yang berbeda pada dua jenis bata ringan.

Gambar 4.3 Serbuk fly ash

Bata ringan memiliki sifat mekanik yang baik apabila densitas nya berada diantara 2000 kg/m3 atau
lebih rendah serta ditunjang dengan nilai absorbsi maksimum 25% sesuai SNI-03-0349-1989 dengan
kuat tekan maksimum yaitu sebesar 0.3-40MPa (Neville, A.M. and Brooks, J.J, 2010). Hasil
pengujian sifat mekanik meliputi densitas, absorbsi air, serta kuat tekan diperoleh sampel optimum
pada bata ringan. Sampel optimum merupakan sampel bata ringan yang memenuhi persyaratan
menjadi bata ringan tipe CLC yang memiliki nilai kuat tekan maksimum, nilai absorbsi air minimum
atau tidak lebih besar dari 25%, dan densitas minimum. Hasil pengujian sifat mekanik pada sampel
bata ringan disajikan dalam bentuk diagram sebagai berikut:

Gambar 4.4 Diagram hubungan antara sampel bata ringan dengan fly ash terhadap nilai densitasnya.
Gambar 4.5 Diagram hubungan sampel bata ringan dengan fly ash terhadap nilai absorbsi air.

Gambar 4.6 Diagram hubungan antara sampel bata ringan dengan fly ash terhadap nilai kuat tekan.

Dari Gambar 4.4, 4.5, 4.6 terlihat dari dua belas sampel yang telah dibuat untuk menjadi bata ringan
dengan campuran fly ash menghasilkan bahwa sampel optimum dihasikan pada sampel 10 saja,
dimana sampel ini memiliki nilai kuat tekan optimum, densitas minimum, serta nilai absorbsi air
dibawah 25% sesuai SNI 03-0349-1989. Sedangkan pada jenis bata ringan tanpa menggunakan fly
ash diperoleh hasil sifat mekanik yang tersaji dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 4.7 Diagram hubungan antara sampel bata ringan tanpa fly ash terhadap nilai densitas.
G ambar 4.8 Diagram hubungan antara sampel bata ringan tanpa fly ash terhadap nilai absorbsi air.

Gambar 4.9 Diagram hubungan antara sampel bata ringan tanpa fly ash terhadap nilai kuat tekan.

Pada Gambar 4.7, 4.8, 4.9 terlihat bahwa perolehan sampel optimum bata ringan tanpa menggunakan
fly ash hanya satu sampel yaitu pada sampel tiga. Sampel tiga memiliki nilai kuat tekan maksimum,
nilai absorbsi air di bawah 25% sesuai SNI 03-0349-1989, serta densitas berada di bawah 2000
kg/m3. 2. Pembahasan Densitas yang dimiliki oleh bata ringan tanpa fly ash lebih cenderung
maksimum jika dibandingkan dengan bata ringan menggunakan campuran fly ash. Keberadaan
rongga yang terbentuk pada permukaan bata ringan tanpa fly ash cenderung tidak merata, hal ini
ditandai dengan munculnya pori-pori pada permukaan yang nampak hanya di bagian tertentu bata
ringan. Sedangkan pada bata ringan dengan penambahan fly ash memiliki poripori yang menyebar
secara menyeluruh pada bagian permukaannya, dengan ukuran yang sedikit mengecil jika
dibandingkan dengan bata tanpa fly ash. Hal ini yang menjadikan densitas bata ringan tanpa fly ash
memiliki nilai jauh lebih besar jika dibandingkan dengan bata ringan dengan fly ash. Bata dengan fly
ash memiliki densitas minimum sebesar 472 kg/m3 sedangkan bata tanpa fly ash memiliki densitas
minimum sebesar 1417 kg/m3. Penambahan fly ash pada bata ringan dapat menurunkan densitas batu
bata ringan hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu (Richard, 2013). Gelembung busa pada batu
bata ringan selain mempengaruhi densitas juga turut mempengaruhi nilai serapan air atau absorbsi air.
Udara yang terperangkap didalam butiran gelembung busa terjadi peristiwa reaksi kimia pada saat
proses curing berlangsung yang menyebabkan terbentuknya pori-pori mikro dan pori-pori makro.
Pori-pori mikro muncul pada permukaan batu bata ringan. Pori-pori ini yang menyebabkan air mudah
merembes masuk menembus ke dalam bagian batu bata ringan. Disamping dapat menurunkan nilai
densitas bata ringan, banyaknya pori-pori mikro yang terbentuk dipermukaan maka kemungkinan air
masuk ke dalam bata ringan semakin banyak. Penelitian terdahulu membuktikan bahwa penambahan
fly ash turut menaikkan nilai absorbsi pada batu bata (Jitchaiyaphum, 2011). Bata ringan dengan
penambahan fly ash memiliki pori-pori yang lebih merata keseluruh bagian bata. Sedangkan bata
tanpa menggunakan fly ash penyebaran pori-pori tidak merata ke seluruh bagian batu bata akibatnya
nilai absorbsi bata ringan dengan menggunakan fly ash jauh lebih maksimum. Hal ini terbukti dalam
penelitian ini, nilai absorbsi bata ringan tanpa fly ash dapat menghasilkan nilai minimum 7.31%.
Sedangkan bata ringan dengan penambahan fly ash memiliki nilai absorbsi minimum sebesar 22%.
Selain itu, bata ringan dengan menggunakan fly ash memiliki kuat tekan yang lebih

rendah jika dibandingkan dengan nilai kuat tekan pada bata tanpa campuran fly ash 15.42 MPa.
Sebagai data pendukung dalam penenlitian ini, dilakukan pengujian terhadap serapan panas melalui
uji konduktivitas termal dan sampel yang dilakukan untuk uji konduktivitas termal dipilih berdasarkan
sifat mekanik meliputi densitas, kuat tekan, absorbsi air yang paling maksimum. Diperoleh data nilai
konduktivitas termal bata ringan dengan menggunakan fly ash sebesar 6.6W/mK dan 5.8W/mK.
Sedangkan bata ringan tanpa fly ash sampel memiliki nilai konduktivitas termal sebesar 5.1W/mK
dan 5.6W/mK. Peristiwa perambatan aliran panas yang diberikan pada bahan dengan kerapatan yang
lebih tinggi mengakibatkan panas lebih cepat menjalar keseluruh bagian bahan. Namun sebaliknya
jika bahan dengan kerapatannya lebih kecil maka aliran panas yang diberikan semakin lambat untuk
menjalar keseluruh bagian. Hal ini yang menyebabkan perolehan nilai konduktivitas termal bata
ringan berbeda.

PENUTUP

Simpulan

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat ditarik suatu simpulan dari rumusan masalah
sebagai berikut: 1. Penambahan fly ash sebanyak 10%Wt diperoleh sifat mekanik lebih baik diantara
penambahan fly ash dengan komposisi lainnya. Namun sifat mekanik yang dimiliki bata ringan tanpa
fly ash dengan komposisi pasir vulkanik 30%Wt, lebih optimum untuk menjadi bata ringan tipe CLC
sebagai aplikasi dinding jika dibandingkan bata ringan dengan fly ash 10%Wt. Hal ini disebabkan
oleh keberadaan pori-pori pada bata ringan dengan fly ash lebih merata pada seluruh bagian bata
ringan sehingga menjadikan nilai densitas lebih kecil namun kuat tekan rendah dan absorbsi air lebih
maksimum. 2. Komposisi bata ringan tipe CLC dengan bahan dasar pasir vulkanik yang dapat
menghasilkan sifat mekanik optimum adalah sebesar 30%Wt. Hal ini dapat terjadi disebabkan antara
bahan pasir, semen, serta foam sudah tercapai adonan yang homogen pada proses mixing. Sehingga
massa jenis lebih rapat dan menghasilkan nilai kuat tekan yang optimum serta absorbsi air minimum

Anda mungkin juga menyukai