Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dinding merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah

bangunan. Dinding yang paling disukai orang adalah “masonry wall” yang

menggunakan bata, semen, dan pasir. Sebagian besar gedung dan sarana

infrastuktur di daerah perkotaan sudah menggunakan bata sebagai bahan

dasar dinding bangunannya.

Kebutuhan penggunaan bata ini mendorong munculnya inovasi-

inovasi baru dalam pembuatan bata, salah satunya adalah bata ringan atau

yang bisa disebut beton ringan. Bata ringan memiliki massa yang lebih

ringan dari bata merah konvensional karena bata ringan memiliki banyak

pori-pori yang sengaja dibuat. Bata ringan memiliki kelebihan pada segi

kemudahan pelaksanaan, kecepatan pemasangan, serta kerapian dalam

membangun dinding bangunan (Kristanti dan Tansajaya, 2008).

Keutamaan penggunaan bata ringan adalah untuk mengurangi

beban bata sendiri (selfweight) yang dikategorikan sebagai beban mati pada

perhitungan struktur. Bata ringan dapat direncanakan untuk memenuhi

kekuatan yang sama dengan bata normal (Jos dan Lukito, 2011). Kelebihan

dari beton ringan CLC adalah selain dari berat sendiri yang ringan dan
mempunyai variasi dalam densitas sesuai dengan kebutuhan. Disisi lain

kekuatan beton ringan ini mempunyai kekuatan tekan antara 1 MPa sampai

15 MPa. Material seperti ini cocok sebagai material non struktural seperti

dinding yang memiliki kekuatan tekan beton dibawah 17,5 MPa. (Gunawan

dkk, 2013)

Batu bata beton ringan memiliki beberapa kelebihan dari batu bata

konvensional. dalam sisi pemasangan, batu bata beton lebih cepat untuk

dipasang karena ukuran batu bata beton ringan memliki dimensi yang lebih

besar dari pada batu bata konvensional, sehingga dapat menghemat waktu

pemasangan. Batu bata beton juga memiliki sifat tahan terhadap api, tahan

terhadap air, dan lebih ringan daripada batu bata konvensional.

Dalam pembuatannya, bata beton terbagi dua yaitu:

1. AAC (Autoclaved aereted concrete)/ALC(Aereted Light-weight


concrete)

2. CLC (Cellular Light-weight concrete)

Yang membedakan AAC/ALC dengan CLC adalah bahan


pengembangnya dan proses curring adalah:

NO JENIS BAHAN PENGEMBANG PROSES CURRING


1 AAC/ALC Aluminium pasta Oven
2 CLC Foaming agent Cahaya matahari/suhu ruangan
Dalam penelitian tugas akhir ini saya menggunakan Abu batu dalam pembuatan

batu bata beton ringan type CLC yang memiliki kuat tekan yang tinggi tetapi

memiliki harga yang ekonomis dan ramah lingkungan


Abu batu adalah limbah sisa penghancuran batu dari mesin stone crusher.

Penggunaan abu batu selama ini biasanya digunakan sebagai filler pada flexible

pavement, bendungan tipe rockfill, dll. Pada penelitian ini, saya menggunakan abu

batu sebagai bahan substitusi pasir untuk campuran batu bata beton ringan karena

abu batu memiliki butiran yang sangat halus dan bersifat mudah diikat oleh semen

dan untuk variasi gradasi agregat pada batu bata beton ringan

Ada beberapa tahap pada pembuatan abu batu pada mesin stone crusher.

Tahap pertama batu pecah dimsukan kedalam crusher primer, kemudian masuk

kedalam crusher sekunder dan pada tahap terakhir masuk kedalam crusher tersier.

Dimana abu batu didapat setelah melewati crusher tersier.

Tahap- tahap pembuatan Abu batu pada stone crusher dapat dilihiat pada

diagram alir sebagai berikut:

Gambar 1.1 Diagram Alir Material pada crusher


1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penelitian kali ini adalah

mengetahui pengaruh abu batu sebagai substitusi pasir terhadap karakteristik bata

beton ringan.

1.3 Batasan masalah

Batasan masalah pada penelitian kali ini ialah sebagai berikut:

1. Abu batu yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah abu

batu yang diambil dari AMP yang berada didaerah Galang.

2. Abu batu yang digunakan berasal dari proses crushing.

3. Mutu yang direncanakan 2.5 mpa.

4. Berat jenis rencana < 1900 kg/m3.

5. Variasi substitusi abu batu yang digunakan adalah 0%, 10%, 15%,

20% dari komposisi pasir yang direncanakan.

6. Pengujian yang dilakukan adalah

• Kuat tekan

• Absorbsi

7. Benda uji yang digunakan adalah berbentuk silinder dengan

ukuran :

D : 150 mm dan t: 300 cm.


8. Pengujian kuat tekan dan absorbsi dilakukan pada umur 3 hari, 7

hari, 14 hari, 21hari, dan 28hari pada setiap variasinya.

9. Semua pengujian dilakukan di laboratorium universitas sriwijaya

palembang.

1.4 Benda Uji

Hari/curring Benda Uji Pengujian % Abu batu


0% 10% 15% 20%
3 Silinder Kuat tekan & 3 3 3 3
absorbsi
7 Silinder Kuat tekan & 3 3 3 3
absorbsi
14 Silinder Kuat tekan & 3 3 3 3
absorbsi
21 Silinder Kuat tekan & 3 3 3 3
absorbsi
28 silinder Kuat tekan 3 3 3 3
&absorbsi
Jumlah benda uji 15 15 15 15
Total 60 buah

KETERANGAN:

Setelah mendapatkan hasil kuat tekan yang maksimum, akan dibuat

sebuah benda uji berukuran 60 cm x 10 cm x 20 cm


1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Pengaplikasian komposisi Abu Batu secara optimal pada pembuatan

bata ringan.

2. Membuat bata ringan/light-weight yang ekonomis dan ramah

lingkungan dan tetap menjaga mutu dari bata ringan/light-weight

tersebut.

3. Mengetahui teknik-teknik pembuatan bata ringan/light-weight yang

effective dan effisien.

4. Mengetahui perbedaan karakteristik bata ringan/light-weight yang

menggunakan ABU-BATU dan yang tidak menggunakan ABU

BATU.

1.6 Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan dapat memberikan pengetahuan tentang bata

beton ringan seperti :

1. Mengetahui persentase penggunaan abu batu yang paling optimal pada

campuran bata beton ringan metode CLC.

2. Mengetahui pengaruh proses curring terhadap bata beton ringan

metode CLC yang menggunakan abu batu sebagai filler.

3. Menjadi rujukan penelitian untuk abu batu sebagai filler pada bata

beton ringan metode CLC


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Dinding

Dinding adalah bagian dari suatu bangunan yang berfungsi

memisahkan atau membentuk ruang pada suatu bangunan. Seiring

berjalannya waktu, teknologi menghadirkan berbagai macam fungsi baru

dari dinding yaitu sebagai pendefinisi ruangan, peredam suara, pelindung

bagian dalam bangunan dari cuaca dan sebagainya.

Berdasarkan fungsinya, dinding terbagi menjadi beberapa bagian.

Di antaranya dinding partisi, dinding pembatas (boundary wall), dinding

penahan (retaining wall) dan sebagainya. Dinding memiliki fungsi antara

lain sebagai berikut:

1. Pelindung dari cuaca dan lingkungan luar tempat tinggal dan pembatas

antara ruang bangunan.

2. Pembentuk daerah fungsi dalam suatu bangunan seperti ruang tidur

dengan ruang dapur dan ruang lainnya dpisahkan oleh dinding dan

masing-masing ruangan memilik fungsi yang berbeda.

2.2 Klasifikasi Dinding

Pembagian dinding berdasarkan bahan pembuatannya terbagi 5:


1. Dinding Bata Kapur Dinding bata kapur terbuat dari campuran tanah liat

dan kapur gunung. Bata kapur memiliki ukuran 8 cm x 17 cm x 30 cm.

Dinding ini banyak digunakan pada bangunan rumah di pedesaan, pagar

pembatas dan rumah sederhana. Ukuran bata kapur yang cukup besar

membuat waktu pemasangannya cepat dan sedikit pemakaian adukan

semen dan pasir. Dinding ini memerlukan kolom pengaku setiap 2,5m.

2. Dinding Bata Merah Dinding bata merah merah terbuat dari tanah liat

yang dicetak berbentuk bata dan dikeringkan serta dilakukan

pembakaran. Bata merah pada umumnya berukuran 6cm x 12cm x 24cm.

Dinding bata merah sangat banyak digunakan di masyarakat karena

harganya relatif murah dan sangat banyak dijumpain. Ukuran batu bata

yang cukup kecil membuat pekerjaan pembuatan dinding lebih lama dari

bahan bata lainnya.

3. Dinding Bata Hebel Atau bata beton ringan merupakan bahan bata

penyusun dinding dengan mutu yang relatf tinggi. Bata hebel biasanya

dibuat di pabrik dengan bahan penyusun pasir silica, semen, filler dan zat

aditif. Dinding yang terbuat dari bata hebel tidak perlu diplester karna

permukannya sudah rata, cukup diaci saja untuk lebih menghaluskannya.

Dinding ini harganya relatif lebih mahal serta pemasangannya cukup

sulit, akan tetapi pada pemasangannya sangat sedikit bahan yang

terbuang.
4. Dinding Partisi Dinding partisi merupakan dinding yang dibuat khusus

untuk sekat antar ruangan. Dinding ini memiliki desain yang sangat

praktis dan lebih ringan dari dinding lainnya. Akan tetapi dinding jenis

ini tidak dapat memikul beban hanya digunakan untuk memisahkan

ruangan. Bahan yang digunakan untuk membuat dinding ini biasa

menggunakan gypsum, triplek, tepas ataupun papan. Dinding jenis ini

tidak dapat digunakan pada daerah luar (eksterior) karena bahan

pembuatannya tidak terlalu tahan terhadap cuaca.

5. Dinding batako Dinding batako merupakan dinding yang terbuat dari

batuan yang dipress dan dicetak menjadi bentuk bata. Pada umumnya

batako berukuran 40cm x 20cm x 10cm. Dinding batako relatif lebih

hemat dikarenakan ukurannya lebih besar, sehingga jumlah pemakaian

batako per m2 yang lebih sedikit, serta pekerjaannya lebih praktis dari

pekerjaan dinding menggunakan bata merah.

2.3 Sejarah bata ringan

Bata ringan AAC ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada

tahun 1923 sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi

penggundulan hutan. Bata ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi

oleh Joseph Hebel di Jerman pada tahun 1943. Di Indonesia sendiri bata

ringan mulai dikenal sejak tahun 1995, saat didirikannya Pabrikasi AAC di

Karawang, Jawa Barat.

1. Bata ringan AAC 


adalah beton seluler dimana gelembung udara yang ada disebabkan

oleh reaksi kimia, adonan AAC umumnya terdiri dari pasir kwarsa, semen,

kapur, sedikit gypsum, air, dan alumunium pasta sebagai bahan

pengembang (pengisi udara secara kimiawi).Setelah adonan tercampur

sempurna, nantinya akan mengembang selama 7-8 jam.

Alumunium pasta yang digunakan dalam adonan tadi, selain

berfungsi sebagai pengembang ia berperan dalam mempengaruhi

kekerasan beton. Volume aluminium pasta ini berkisar 5-8 persen dari

adonan yang dibuat, tergantung kepadatan yang diinginkan. Adonan beton

aerasi ini lantas dipotong sesuai ukuran. Adonan beton aerasi yang masih

mentah ini, kemudian dimasukkan ke autoclave chamber atau diberi uap

panas dan diberi tekanan tinggi. Suhu di dalam autoclave chamber sekitar

183 derajat celsius.

Hal ini dilakukan sebagai proses pengeringan atau pematangan.

Saat pencampuran pasir kwarsa, semen, kapur, gypsum, air, dan

alumunium pasta, terjadi reaksi kimia. Bubuk alumunium bereaksi dengan

kalsium hidroksida yang ada di dalam pasir kwarsa dan air sehingga

membentuk hidrogen.

Gas hidrogen ini membentuk gelembung-gelembung udara di

dalam campuran beton tadi. Gelembung-gelembung udara ini menjadikan

volumenya menjadi dua kali lebih besar dari volume semula. Di akhir

proses pengembangan atau pembusaan, hidrogen akan terlepas ke atmosfer


dan langsung digantikan oleh udara. Rongga-rongga udara yang terbentuk

ini yang membuat beton ini menjadi ringan.

2. Bata ringan CLC 

adalah beton seluler yang mengalami proses curing secara alami,

CLC adalah beton konvensional yang mana agregat kasar (kerikil) diganti

dengan gelembung udara, dalam prosesnya mengunakan busa organik

yang kurang stabil dan tidak ada reaksi kimia ketika proses pencampuran

adonan, foam/busa berfungsi hanya sebagai media untuk membungkus

udara.

Pabrikasi dan peralatan yang digunakan untuk menghasilkan CLC

juga standard, sehingga produksi dengan mudah dapat pula diintegrasikan

ke dalam pabrikasi beton konvensional. Hanya pasir, semen, air dan foam

yang digunakan dan kepadatan yand didapatkan dapat disesuaikan mulai

dari 350 kg/m³ sampai 1.800 kg/m³ dan kekuatan dapat juga dicapai dari

serendah 1,5 sampai lebih 30 N/mm².

Pasir sungai berukuran 2, 4, 6 dan 8mm dapat digunakan,

tergantung pada kepadatan yang diinginkan. Semen portland menawarkan

kinerja paling optimal tetapi kebanyakan jenis lain semen juga bisa

digunakan. kepadatan beton bisa disesuaikan, berbagai ukuran dan

maupun panel prefab dapat diproduksi, di atas kepadatan dari 1.200 kg /


m³ (setengah dari berat beton konvensional) untuk aplikasi struktural dapat

mengunakan rangka baja.

Pada CLC Gelembung udara yang dihasilkan benar-benar terpisah

satu sama lain, sehingga penyerapan air jauh lebih sedikit dan baja tidak

perlu dilapisi dengan lapisan anti korosi, beton dengan kepadatan diatas

1.200 kg/m3 juga tidak memerlukan pla-ster, seperti pada AAC, hanya

cukup di cat saja. Penyerapan air lebih rendah daripada di AAC dan masih

cukup baik dibandingkan dengan beton konvensional.

CLC sama halnya dengan beton konvensional kekuatan akan

bertambah seiring dengan waktu melalui kelembapan alamiah pada

tekanan atmosfer saja. Meskipun tidak seringan AAC, CLC tetap

menawarkan penurunan berat badan yang cukup besar dibandingkan

dengan beton konvensional dan isolasi termal 500% lebih tinggi dan tahan

api.

Paku dan Sekrup dapat dengan mudah dipaku ke CLC terus tanpa

harus menggunakan pen, CLC juga dapat dipotong atau digergaji. Bahkan

panel dinding rumah seluruhnya dapat dicetak hanya dalam sekali tuang.

Beton CLC menawarkan banyak ruang lingkup pengaplikasian, mulai dari

isolasi atap rumah pada kepadatan serendah 350 kg / m³ sampai dengan

produksi panel dan lantai beton dengan kepadatan 1800 kg / m³.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang

dilakukan di :

1. Laboratorium Beton Fakultas Teknik, Teknik Sipil Universitas Sriwijaya

meliputi :

a. Pemeriksaan Bahan

b. Perendaman benda uji Curing tetap harus dilakukan mengingat bata

beton ringan meggunakan semen di mana berlaku prinsip kekuatan

beton mencapai 100% pada umur 28 hari.

c. Pengujian kuat tekan bata beton ringan pada umur 3, 7, 14, 21 dan 28

hari. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan hubungan antara

faktor umur bata beton ringan dengan kuat tekan bata beton ringan.

d. Pengujian absorpsi bata beton ringan


3.2 Bahan Penyusun Beton Ringan

Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, foamingagent

dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi

untuk mendapatkan sifat-sifat beton ringan yang diinginkan. Biasanya

perbandingan campuran yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan

penyusun beton yang lebih ekonomis dan efektif.

a) Semen Portland

Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas tertentu

yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif.

Sifat-sifat fisik semen yaitu :

1. Kehalusan Butir

Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara umum,

semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat

mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke

permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah kecendrungan beton

untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut.

2. Waktu ikatan

Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai satu tahap dimana

pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut terhitung sejak

air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran semen dengan air sampai
saat kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat awal, dan pada waktu

sampai pastanya menjadi massa yang keras disebut waktu ikat akhir. Pada semen

portrland biasanya batasan waktu ikaran semen adalah :

• Waktu ikat awal > 60 menit.

• Waktu ikat akhir > 480 menit.

Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan,yaitu waktu

transportasi, penuangan, pemadatan, dan perataan permukaan.

3. Panas hidrasi

Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media perekat yang

memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini

disebut hidrasi.

4. Pengembangan volume (lechathelier)

Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon, karena itu

pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8 %. Akibat perbesaran volume tersebut

, ruang antar partikel terdesak dan akan timnul retak – retak. Semen yang dipakai

dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang diproduksi oleh PT. SEMEN

PADANG dalam kemasan 1 sak 50 kg.

b) Agregat Halus

a. Tujuan Percobaan
Mengetahui tingkat kandungan bahan organik dalam agregat halus.

b. Peralatan

1) Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet kapasitas 350 ml.

2) Gelas ukur kapasitas 1000 ml.

3) Timbangan.

4) Mistar.

5) Standar warna Gardner.

6) Sendok pengaduk.

7) Sampel splitter

c. Bahan

1. Pasir dan Bottom Ash kering oven lolos ayakan Ø 4,75 mm.

2. NaOH padat.

3. Air

d. Prosedur Percobaan

1) Sediakan pasir secukupnya dengan menggunakan sampel splitter

sehingga terbagi seperempat bagian;


2) Sampel dimasukkan ke dalam botol gelas setinggi ± 3 cm dari dasar

botol;

3) Sediakan larutan NaOH 3% dengan cara mencampur 12 gram kristal

NaOHkedalam 388 ml air menggunakan gelas ukur. Aduk hingga kristal

NaOH larut;

4) Masukkan larutan tersebut sampai tinggi larutan ± 2 cm dari permukaan

pasir (tinggi pasir + larutan = 5 cm);

5) Larutan diaduk menggunakan sendok pengaduk selama 7 menit;

6) Botol gelas ditutup rapat menggunakan penutup karet dan diguncang-

guncang pada arah mendatar selama 8 menit;

7) Campuran didiamkan selama 24 jam;

8) Bandingkan perubahan warna yang terjadi setelah 24 jam dengan standar

warna Gardner.

e. Rumus/Standar

Pengelompokkan standar warna Gardner adalah sebagai berikut:

1) Standar warna no. 1: berwarna bening/jernih.

2) Standar warna no. 2: berwarna kuning muda.

3) Standar warna no. 3: berwarna kuning tua.


4) Standar warna no. 4: berwarna kuning kecoklatan.

5) Standar warna no. 5: berwarna coklat

c) Air

Air merupakan salah satu bahan yang dibutuhkan untuk campuran beton untuk

mendukung reaksi kimia dengan semen. Air yang mengandung senyawa garam,

minyak, bahan-bahan kimia lainnya dapat mengubah sifat semen. Dalam

pembuatan bata beton ringan, air berfungsi untuk melunakkan campuran agar

bersifat plastis, air yang terlalu banyak akan menyebabakan banyaknya

gelembung udara setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit

akan menyebabkan tidak selesainya proses hidrasi sehingga mengakibatkan

penurunan kekuatan bata beton tersebut. Dalam penelitian ini air yang dipakai

adalah berasal dari PDAM desa Serinanti, Pedamaran, Ogan Komering Ilir

d) Abu Batu

Abu batu yang digunakan dalam penelitian ini adalah Abu batu yang dihasilkan

dari pabrik AMP yang sudah melalui proses crushing pada mesin stonecrusher,

dimana Abu Batu yang digunakan adalah Abu Batu yang lolos saringan No.200

dan tertahan di pan. Abu Batu ini memiliki berat jenis sebesar 2666 kg/m 3 .

Alasan penggunan abu batu yang lolos saringan No.200 untuk dapat mengisisi

atau menjadi filler pada bata beton ringan yang bertujuan dapat meningkatkan

mutu dari beton


e) FoamingAgent

FoamingAgent pada saaat dicampur dengan kalsium hidroksida yang ada di dalam

pasir dan air akan beraksi sehingga membentuk hidrogen. Gas hidrogen ini

membentuk gelembung-gelembung udara di dalam campuran beton tadi.

Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volumenya menjadi dua kali lebih

besar dari volume semula. Di akhir proses pengembangan atau pembusaan,

hidrogen akan terlepas ke atmosfir dan langsung digantikan oleh udara. Rongga-

rongga tersebutlah yang membuat bata beton menjadi ringan. Dalam pembuatan

foam membutuhkan 28 ml foam dalam 1 liter air Proses pembuatan foamingagent

adalah sebagai berikut:

1. Persiapkan alat dan bahan.

2. Timbang dan ukur air dan foam sesuai rencana.

3. Masukan foam terlebih dahulu kedalam wadah.

4. Masukan air kedalam wadah.

5. Aduk menggunakan alat bor modifakasi selama 1 menit.

6. Ambil foamkedalam gelas ukur dan timbang

7. Hasil timbangan tersebut harus diantara 70-90 gram

8. Jika belum proses pengadukan dilakukan kembali hingga didapat berat

jenis foam yang direncanakan


3.3 Perencanaan Campuran Bata Beton Ringan

Sampai saat ini, tidak ada pengaturan mix design yang baku untuk proses

pembuatan bata beton ringan. Hal ini disebabkan densitas dari bata beton yang

dihasilkan sangat bergantung kepada foamingagent untuk menghasilkan pori-pori

pada bata beton ringan tersebut

3.4 Penyediaan Bahan Penyusun Bata Beton Ringan

Setelah dilakukan pemeriksaan karakteristik terhadap bahan pembuatan beton

seperti pasir, semen dan bahan tambahan yang akan digunakan untuk

mendapatkan mutu material yang baik sesuai dengan persyaratan yang ada.

Kemudiaan bahan tersebut ditempatkan di ruangan tertutup, hal ini untuk

menghindari pengaruh cuaca luar yang dapat merusak bahan ataupun

mengakibatkan perbedaan kualitas bahan. Sehari sebelum dilakukan pengecoran

benda uji bahan yang telah dipersiapkan tersebut ditimbang berapa beratnya

sesuai dengan variasi campuran yang ada dan diletakkan dalam wadah yang

terpisah untuk mempermudah pelaksanaan pengecoran yang dilakukan.

3.5 Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji terdiri dari 3 variasi campuran dan 1 komposisi campuran

sebagai perbandingan antara variasi yang ada.yaitu:

Variasi Semen Pasir Abu Batu

1 1 2 0
2 1 1,8 0.2

3 1 1,7 0.3

4 1 1,6 0,4

Setelah semua bahan dan alat sudah dipersiapkan dan sudah dibersihkan,

hidupkan mixer (mesin molen) dengan memasukan pasir terlebih dahulu setelah

itu masukan Abu Batu dan masukan semen dan biarkan beberapa saat. Kemudian

dilakukan pembuatan FoamingAgent, setelah FoamingAgent siap untuk

digunakan masukan air kedalam mesin molen. Setelah mortar sudah tercampur

rata masukan FoamingAgentkedalam campuran mortar secara perlahan kemudian

ambil campuran bata beton ringan tersebut dan masukan kedalam gelas ukur 1L

dan timbang hingga mendapatkan berat jenis yang diinginkan, jika belum

tambahkan kembali Foamingagent.

Adukan yang sudah tercampur rata, dituangkan kedalam cetakan yang sudah

dilapisi oli pada dinding bagian dalamnya. Pindahkan cetakan ketempat yang

terhindar dari sinar matahari. Setelah berumur 24 jam cetakan sudah boleh dibuka

dan beton ditandai menggunakan spido kemudian beton dipisahkan menjadi 2

bagian yaitu yang direndam dan tidak direndam di bak perendaman.


3.6 Pengujian Sampel

Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat tekan beton, berat jenis dan

absorpsi bata beton ringan.

1) Pengujian Kuat Tekan Bata Beton Ringan

Pengujian dilakukan pada umur beton 3, 7,14, 21 dan 28 hari untuk tiap variasi

beton sebanyak 5 buah. Sehari sebelum pengujian sesuai umur rencana, silinder

beton dikeluarkan dari bak perendaman. Sebelum dilakukan uji kuat tekan, benda

uji ditimbang beratnya. Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan

menggunakan mesin kompres elektrik berkapasitas 200 ton yang digerakkan

secara elektrik.

𝑓′𝑐 = 𝐴

Dimana : f’c = Gaya tekan (kg/cm2)

P = Beban tekan (kN)

A = luas bidang permukaan (cm2)

2) Pengujian Absorpsi Bata Beton Ringan

Absorpsi Bata Beton Ringan dapat dihitung dengan rumus :

−𝑀𝑘
𝐴 = 𝑀𝑏 𝑥100%
𝑀𝑘

Dengan : A = Absorbsi (%)

Mb = Berat benda uji dalam keadaan jenuh air (gram)

Mk = Berat benda uji dalam keadaan kering oven (gram)

BAB IV

RENCANA JADWAL PENELITIAN

RENCANA ANGGARAN BIAYA PENELITIAN


No Jenis pengeluaran Status Banyak Harga

1 Semen potland Beli 10 kg Rp 25.000

2 Botol gelas 350 ml Beli 2 buah Rp 10.000

3 Gelas 1000 ml Beli 1 buah Rp 7.000

4 Timbangan sewa 1 buah Rp 15.000

5 Mistar Beli 1 buah Rp 3.000

6 Standar warna Gardner sewa 1 buah Rp 250.000

7 Sendok pengaduk. Beli 1 buah Rp 10.000

8 Sampel splitter Sewa 1 buah Rp 50.000

9 Pasir Beli 25 kg Rp 25.000

10 Bottom ash kering Beli 15 kg Rp 80.000

11 Ayakan Sewa 1 buah Rp 150.000

12 NaOH padat Beli ½ kg Rp 200.000

13 Abu batu Beli 20 kg Rp 180.000

14 silinder Beli 4 buah Rp 1.300.000

15 Kertas a4 Beli 2 rim Rp 100.000

16 Rental printer Sewa 1buah Rp 400.000

17 Perjalana n (bensin) Pulang - Rp 300.000


pergi
18 konsumsi - - Rp 250.000

19 Biaya lain-lain - - Rp 300.000


20
Total Rp 3.655.000

Daftar pustaka
Admin. 2008. Sekilas Beton Ringan/Beton Aerasi/Bata Hebel. http://hakikigavrila
.wordpress.com/batu-bata-merah-cikarang/sekilas-beton- ringan -beton-
aerasibata-hebel/. Diakses pada 7 Januari 2020.

Admin. 2012. Teknologi Beton Ringan. www.teknologibetonringan.com. Diakses pada 27


Maret 2014.

Admin, 2013. Concrete Mix Design. http://fakultasteknik.narotama.ac.id/index.


php/berita/614/detail. diakses pada 8 januari 2020.

Anggita, Wibvowo. 2013. Kajian dan Serapan Penetrasi Beton Ringan Metakaolin
Berserat Alumunium Pasca Bakar (The Study Absorbtion And Penetration Of
Lightweight Concrete With Metakaolin Alumunium Fiber Post Burning).
http://eprints.uns.ac.id/eprint/8680. diakses pada 6 nopember 2014.

ASTM C 642 – 97. Standart Test Method of Density, Absorption, and Void’s in Hardened
Concrete. Hanamanteo, dkk., 2014.

Bata ringan. http://id.m.wikipedia.org/wiki/beton/URL. diakses pada 7 januari 2020 .


Hanamanteo, dkk., 2014. Serbuk Aluminium.
http://id.wikipedia.org/wiki/serbuk aluminium/URL. diakses pada 7 januari
2020.

Kadek, Bagus. 2010. Beton Ringan Lightweight Concrete. .http://pustakats.


blogspot.com/2010/08/beton-ringan-lightweight-concrete.html?m=1. Diakses
7 januari 2020.

Lutfi, M. 2012. Studi Pengembangan Beton Ringan Berserat dengan Memanfaatkan


Lumpur Bakar Sidoarjo Serat Kenaf dan Serbuk Aluminium Sebagai Bahan
Pengembang. Tersedia: http://Digilib.its.ac.id/studi-pengembangan-beton-
ringan- berserat-dengamemanfaatkan-lumpur-bakar-sidoarjo-serat- kenaf-
dan-serbukaluminium-sebagai-bahan-pengembang-25200.html. diakses pada 7
januari 2020.

Mulyono, T. 2005. Teknologi Beton. Penerbit Andi. Yogyakarta. Murdock dan K.M.Brook.
1991. Bahan dan Praktek Beton. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai