Anda di halaman 1dari 4

Nama : Mega Yuniarti

Nim : 422017009

Mata kuliah : al islam 6

Program studi : Teknik Sipil

HUTANG PUASA

Puasa Ramadan. Meski bersifat wajib, puasa Ramadan dapat ditinggalkan bagi orang dalam
keadaan tertentu. Namun, orang tersebut harus membayar puasa yang ditinggalkannya di hari
lain usai Ramadan. membayar utang puasa wajib dilakukan sesuai dengan jumlah puasa yang
ditinggalkan. Puasa ini sering disebut juga dengan puasa qadha. Puasa ini dapat dilakukan
setelah bulan puasa. Waktu membayar utang puasa pun juga memiliki ketentuan tersendiri.

Banyak orang yang menyepelekan waktu membayar utang puasa. Bahkan, utang puasa tidak
terbayarkan hingga bulan Ramadan selanjutnya. Meski waktu membayar utang puasa lebih luas,
beberapa pendapat ulama memiliki pandangan tersendiri. Maka dari itu penting untuk
mengetahui waktu membayar utang puasa agar kewajiban tidak terlalaikan. ketentuan waktu
membayar utang puasa ini juga tak hanya meliputi batas waktu qadha, melainkan juga apakah
qadha harus dilakukan secara berurutan atau tidak. 

Puasa qadha wajib dilaksanakan sebanyak hari puasa yang telah ditinggalkan saat Ramadan.
Ketentuan membayar utang puasa Ramadan dapat dilihat jelas dalam firman Allah pada Q.S. Al-
Baqarah ayat 184 yang berbunyi:

‫رًا‬44ْ‫ين ۖ فَ َم ْن تَطَ َّو َع َخي‬ ٍ ‫ت ۚ فَ َم ْن َكانَ ِم ْن ُك ْم َم ِريضًا أَوْ َعلَ ٰى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِم ْن أَي ٍَّام أُ َخ َر ۚ َو َعلَى الَّ ِذينَ ي ُِطيقُونَهُ فِ ْديَةٌ طَ َعا ُم ِم ْس ِك‬
ٍ ‫أَيَّا ًما َم ْعدُودَا‬
َ‫فَهُ َو َخ ْي ٌر لَهُ ۚ َوأَ ْن تَصُو ُموا خَ ْي ٌر لَ ُك ْم ۖ إِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬

Artinya:

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan
seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah
yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Dalam kitab Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam dinukilkan oleh penulisnya bahwa Imam Abu
Hanifah berkata,

“Kewajiban meng-qadha puasa Ramadhan adalah kewajiban yang lapang waktunya tanpa ada
batasan tertentu, walaupun sudah masuk Ramadhan berikutnya,”

Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa tidak ada batas waktu bagi seseorang untuk membayar
utang puasanya. Dalam artian mengqadha puasa dapat dilakukan kapan saja meski sudah datang
lagi bulan Ramadan berikutnya.

Namun, pendapat lain mengungkapkan bahwa waktu dan kesempatan untuk melaksanakan qadha
puasa Ramadan adalah sampai bulan Ramadan berikutnya. Hal ini berdasarkan hadis yang
diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ahmad dari Aisyah RA yang berbunyi:

”Aku tidaklah meng-qadha sesuatu pun dari apa yang wajib atasku dari bulan Ramadan, kecuali
di bulan Sya’ban hingga wafatnya Rasulullah”

Pendapat ini mengungkapkan bahwa qadha wajib dilakukan sebelum masuknya Ramadan
berikutnya. Hadis di atas merupakan hadis mauquf yaitu merupakan perbuatan, perkataan, dan
diamnya sahabat yang dalam hal ini adalah istri Rasulullah, Aisyah RA.

Dilansir dari Islam Pos, Mahmud Abdul Latif Uwaidhah menjelaskan dalam Al-Jami’ li Ahkam
Ash-Shiyam:

“Adalah jauh sekali, terjadi perbuatan itu dari Aisyah —yang tinggal dalam rumah kenabian—
tanpa adanya pengetahuan dan persetujuan (iqrar) dari Rasulullah. Nash ini layak menjadi
dalil bahwa batas waktu terakhir untuk meng-qadha puasa adalah bulan Sya’ban. Artinya,
qadha hendaknya dilaksanakan sebelum datangnya Ramadhan yang baru. Jika tidak demikian,
maka seseorang telah melampaui batas. Kalau qadha itu boleh ditunda hingga datangnya
Ramadhan yang baru, niscaya perkataan Aisyah itu tidak ada faidahnya. Lagi pula pendapat
mengenai wajibnya meng-qadha sebelum datangnya Ramadhan yang baru telah disepakati oleh
para fuqaha, kecuali apa yang diriwayatkan dari Imam Abu Hanifah rahimahullah.”

Jika ada orang-orang dengan alasan tertentu belum juga melaksanakan qadha' puasa Ramadan,
sampai tiba bulan Ramadan berikutnya ada ketentuan tersendiri.

Keadaan seperti ini, dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti selalu ada halangan, sering sakit,
bersikap apatis, bersikap gegabah, sengaja mengabaikannya dan lain sebagainya. Sehingga
pelaksanaan qadha' puasanya ditangguhkan atau tertunda sampai tiba Ramadan benkutnya.

Penangguhan atau penundaan pelaksanaan qadha puasa Ramadan sampai tiba Ramadan
berikutnya tanpa halangan yang sah, maka hukumnya haram dan berdosa. Sedangkan jika
penangguhan tersebut diakibatkan lantaran uzur yang selalu menghalanginya, maka tidaklah
berdosa.

Syekh M Nawawi dalam Kasyifatu Saja menyebutkan ada kelompok yang masuk dalam
pengecualian untuk berpuasa hingga petang.

1. Musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan bepergian


2. Orang sakit
3. Orang jompo (tua yang tak berdaya)
4. Wanita hamil (sekalipun hamil karena zina atau jimak syubhat [kendati wanita ini
berjimak dengan selain manusia tetapi ma’shum])
5. Orang yang tercekik haus (sekira kesulitan besar menimpanya dengan catatan yang tak
tertanggungkan pada lazimnya menurut Az-Zayadi, sulit yang membolehkan orang
bertayamum menurut Ar-Ramli)-serupa dengan orang yang tercekik haus ialah orang
yang tingkat laparnya tidak terperikan-
6. Wanita menyusui baik diberikan upah atau suka rela (kendati menyusui bukan anak
Adam, hewan peliharaan misalnya).

Berdasarkan pandangan ulama, kondisi yang dialami keenam golongan orang ini memungkinkan
hilangnya kemampuan puasa pada saat Ramadan.
Meski begitu, sebagian dari enam golongan tersebut harus mengganti puasanya di luar bulan
Ramadan.

Adapun konsekuensi bagi orang-orang yang tidak mampu berpuasa tersebut terbagi atas 4 jenis.

 Qadha atau mengganti puasa di hari lain, dan membayar fidyah dengan memberi makan
kepada fakir miskin sebanyak 1 mud atau dsetara 0.6 kg makanan pokok untuk satu hari
puasa. Konsekuensi ini berlaku bagi orang yang batal puasa karena harus menyelamatkan
nyawa makhluk ainnua seperti ibu hamil dan menyusui, dan berlaku bagi orang yang
pernah menunda hutang puasanya sejak Ramadan tahun lalu.
 Qadha tanpa wajib fidyah. Ini berlaku untuk orng-orang yang tiba-tiba pingsan, lupa niat
berpuasa di malam hari, orang yang tidak sengaja tak berpuasa, dan wanita yang uzur.
 Fidyah tanpa wajib qadha. Konsekuensi ini berlaku bagi lansia dan orang sakit permanen
yang tak akan sanggup berpuasa lagi.
 Tidak wajib qadha dan fidyah. Ini berlaku bagi orang-orang yang hilang ingatan hilang
akal atau gila, anak kecil yang belum baligh, dan non-muslim.

Anda mungkin juga menyukai