Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ISU KRISIS GLOBAL PEMBANGUNAN OLAHRAGA

Disusun oleh
MUHAMMAD NOVAL: (21089064)
MUHAMMAD TAUFIQ: (21089188)

DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. Gusril, M.Pd

DEPARTEMEN KESEHATAN DAN REKREASI


PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 9 Oktober 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................
1.2 RUMUSANMASALAH…………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN

a. PERMASALAHAN DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN OLAHRAGA........


b.  PERMASALAHAN DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN(2015-2019)..........
c. BENCHMARKING PEMBANGUNAN OLAHRAGA............................................
d. ISU PEMBANGUNAN OLAHRAGA DI INDONESIA......................

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN......................................................................................................
B. SARAN............................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada hakekatnya kegiatan olahraga merupakan miniatur kehidupan. Hal ini dapat
dikatakan demikian karena di dalam aktifitas olahraga terdapat aspek-aspek yang
berkaitan dengan tujuan, perjuangan, kerjasama, persaingan, komunikasi dan integrasi,
kekuatan fisik dan daya tahan mental, kebersamaan, sikaf responsif, pengambilan
keputusan, kejujuran dan sportifitas. Semua aspek ini merupakan aspek-aspek yang
berada dalam diri manusia baik secara individu maupun secara bermasyarakat. Ikut aktif
dalam berolahraga, berarti melatih diri untuk meningkatkan kualitas berbagai aspek yang
diperlukan untuk dapat eksis ditengah-tengah masyarakat yang semakin dinamis.
Berdasarakan nilai yang terkandung dalam olahraga tersebut, maka sudah selayaknya
olahraga ditempatkan pada posisi prioritas, karena nilai-nilai tersebut memang sangat
diperlukan oleh suatu bangsa yang ingin maju.
Dengan demikian, pembangunan olahraga sesungguhnya tidak cukup hanya
diidentifikasi ukuran prestasi yang diidentikkan dengan perolehan medal khususnya emas
atau peringkat yang dicapai dalam event olahraga seperti Pekan Olahraga Nasional
(PON) atau pekan-pekan olahraga yang diselenggarakan secara internasional seperti SEA
Games, Asian Games, atau Olympic Games. Olahraga sebagai instrumen pembangunan
hendaknya diposisikan dan diberdayakan dalam arti luas untuk tidak saja pencapaian
prestasi demi harkat dan martabat bangsa, tetapi untuk mencapai tujuan nasional antara
lain kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata.

1.2 Tujuan Kajian


Kajian ini bertujuan menyusun konsep kebijakan, prioritas dan program
pembangunan di bidang Olahraga sebagai bahan masukan bagi penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional kedua (RPJMN II) periode tahun 2010-2014.
1.3 Rumusan Masalah
o Melakukan identifikasi potensi, peluang, tantangan dan isu strategis dalam
pembangunan di bidang olahraga.
o Melakukan analisa kecenderungan perkembangan di bidang olahraga.
o Melakukan review dan analisa terhadap kebijakan, program, dan pelakaksanaan
pembangunan di bidang olahraga dalam kerangka Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) pertama periode 2005-2009 termasuk analisa peraturan
perundang-undangan dan peraturan di Pusat dan daerah.
o Melakukan benchmarking strategy dan kebijakan pengembangan olahraga di berbagai
negara.
o Melakukan perumusan sasaran dan arah kebijakan pembangunan di bidang olahraga.
o Melakukan perumusan program dan kegiatan prioritas/pokok pembangunan di bidang
olahrag
BAB 2

PEMBAHASAN

1.       Permasalahan dan tantangan pembangunanolahraga (2010-2014)

Dalam Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora, 2010:23-26) Nomor


0022 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pemuda dan Olahraga 2010-2014 dapat
dirangkum permasalahan pembangunan olahraga, yaitu meliputi:

(1) tata kelola sistem pembinaan olahraga melalui jalur pendidikan, seperti PPLP 133,
PPLM 21 dan sekolah khusus olahraga/SKO empat yang belum terstandardisasi, antara lain
disebabkan oleh karena rendahnya kualitas tenaga keolahragaan dalam menjalankan
pembibitan dan terbatasnya prasarana dan sarana; (2) belum membudayanya olahraga di
masyarakat secara luas, dimana angka partisipasi anak usia 10 tahun ke atas berada di kisaran
26,9 % dan nilai indeks pembangunan olahraga dalam bentuk SDI tergolong rendah; (3)
lemahnya upaya meningkatkan prestasi olahraga nasional dan internasional, antara lain
disebabkan oleh karena: sistem pembibitan yang belum berjalan optimal, penerapan IPTEK
dan kesehatan olahraga yang belum menjangkau dan meluas, dan terbatasnya jumlah dan
kualitas tenaga dan pembina keolahragaan; (4) kurangnya pendanaan, baik dari pemerintah
melalui APBN maupun APBD, dan (5) rendahnya apresiasi dan penghargaan bagi
olahragawan dan tenaga keolahragaan yang berprestasi, termasuk tata kelola atau manajemen
keolahragaan secara umum yang juga dilengkapi dengan profil prasarana olahraga hasil
survei BPS melalui PODES (2008).

Mari kita kritisi bahwa permasalahan tersebut walaupun sudah merangkum tiga ruang
lingkup olahraga, akan tetapi perumusannya masih belum tajam. Permasalahan pertama,
mengarah pada pemaknaan olahraga pendidikan, akan tetapi terjemahannya tidak sesuai
dengan substansi UU-SKN, karena olahraga pendidikan hanya dimaknai dalam tataran
pembibitan yang digambarkan oleh PPLP/PPLM dan SKO. Hal ini menunjukkan bahwa
pemaknaan olahraga selama ini adalah berujung pada prestasi. Tentu pemaknaan seperti ini
tidak tepat, dimana sesungguhnya olahraga dalam perspektif pendidikan haruslah menjadi
bagian integral dari kehidupan peserta didik di persekolahan sehingga perlu dilayani dan
diselenggarakan dengan standar yang tinggi dan/atau melampaui batas minimal serta tidak
semata-mata ditujukan untuk peningkatan prestasi, tetapi untuk memberikan jalan keluar
bagaimana setiap peserta didik berkesempatan potensi dirinya tumbuh dan berkembang
secara menyeluruh dan sempurna. Manakala ada peserta didik yang berminat dan berbakat
dalam olahraga, baru kemudian difasilitasi secara khusus.

Permasalahan kedua, dengan bersandarkan pada perhitungan SportDevelopmentIndex (SDI),


yang indikatornya terdiri atas: partisipasi, ruang terbuka, kebugaran jasmani, dan kualitas
sumber daya manusia atau tenaga keolahragaan, kegiatan olahraga belum meluas di
masyarakat, baik jumlah maupun kualitasnya. Hal ini sudah sesuai dengan hakikat kegiatan
olahraga rekreasi pada pasal 19 ayat 1 UU-SKN (2011:11), yaitu sebagai bagian dari proses
pemulihan kembali kesehatan dan kebugaran. Barangkali hal yang sangat penting terkait
dengan olahraga rekreasi adalah kehadiran program pemerintah untuk meluaskan kegiatan
olahraga bagi seluruh lapisan masyarakat.

Kata kunci permasalahan ketiga sejatinya mengarah pada sistem pembinaan, karena
menyangkut atlet, pelatih, tempat latihan, proses latihan, implementasi IPTEK, dll. Jika
diuraikan satu persatu niscaya akan semakin jelas.

Permasalahan keempat tertuju pada sistem pendanaan, yang sesungguhnya tidak


terlalu sulit manakala disiapkan konsep yang menyeluruh menyangkut perencanaan
pembangunan tiga ruang lingkup olahraga, termasuk seluruh komponen yang berada di
dalamnya.

Demikian pula permasalahan kelima tentang penghargaan dan tata kelola atau manajemen
olahraga secara umum, yang juga dilengkapi dengan profil jumlah berbagai jenis lapangan
olahraga di daerah berdasarkan data BPS melalui PODES (2008).Hal ini cenderung tidak
konsisten, antara isu penghargaan, tata kelola atau manajemen dengan profil prasarana.

Permenpora Nomor 0022 (2010:26) juga menjelaskan bahwa tantangan ke depan adalah
peningkatan pembudayaan dan pembinaan prestasi olahraga yang didukung oleh pendanaan
keolahragaan, prasarana dan sarana olahraga, penghargaan keolahragaan, serta optimalisasi
sistem manajemen keolahragaan nasional dalam rangka pembangunan olahraga pendidikan,
olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi.

Sebuah perencanaan strategis sesungguhnya adalah dokumen penting/resmi yang


dalam tingkat Kementerian/Lembaga yang mana alur proses perumusannya mengacu pada
UU tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional/SPPN (UU Nomor 25/2004),
sedangkan substansinya senantiasa harus merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional/RPJPN (UU Nomor 17/2007), dan merupakan bentuk operasional dari
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/RPJMN (Perpres Nomor 5/2010). Oleh
karena itu, rencana strategis menjadi bagian tidak terpisahkan dalam sistem penyelenggaraan
pemerintahan sehingga dijadikan rujukan utama dalam perencanaan program dan anggaran.
Manakala merumuskan permasalahan kurang tepat akan berakibat perencanaan program dan
anggaran pun akan menjadi tidak tepat pula. Oleh karena itu, sepertinya sangat baik manakala
rujukan hukum (UU-SKN) yang telah menggambarkan secara lengkap tentang ruang lingkup
keolahragaan dijadikan dasar untuk menjadi isu strategis menguraikan dan merumuskan
permasalahan. Hal ini menjadi sebuah contoh, bagaimana sebuah dokumen pemerintah dalam
merencanakan pembangunan di bidang olahraga masih memerlukan pendalaman, akan tetapi
bagian ini (2010-2014) telah lewat sehingga hanya dapat dijadikan sebagai wahana
pembelajaran.

 
2.             Permasalahan dan tantangan pembangunanolahraga (2015-2019)

Seiring dengan pernyataan di atas, mari kita simak permasalahan pembangunan


keolahragaan lima tahun ke depan (2015-2019) yang sempat ditulis oleh Ma’mun (2014)
dalam sebuah makalahnya, yaitu:

(1) belum tertatanya sistem pembinaan olahraga elit menuju kelas dunia sebagai
akibat dari belum terstandardisasinya sistem pembinaan, belum terintegrasinya kebijakan
pembinaan olahraga antara pusat dan daerah, belum tertatanya sistem pembibitan, terbatasnya
sarana dan prasarana olahraga untuk sentra pembinaan, terbatasnya tenaga keolahragaan yang
berkualifikas memadai, belum terstrukturnya sistem penghargaan, belum berkembangnya
sentra pembinaan olahraga di daerah-daerah, belum tertatanya kompetisi dan industri
olahraga, serta belum optimalnya penerapan IPTEK; (2) rendahnya prosentase angka
partisipasi masyarakat dalam olahraga (belum menjadi gaya hidup aktif  yang sehat/healthly
activelifestyle) sebagai akibat dari belum adanya kebijakan pengembangan program olahraga
bagi semua (sportforall) yang sistematis, terstruktur, dan meluas; (3) terpinggirkannya
program olahraga pendidikan, seperti: rendahnya kualitas penyelenggaraan pendidikan
jasmani dan olahraga pada setiap jenjang satuan pendidikan, belum banyaknya unit kegiatan
olahraga dan kelas olahraga, belum ada pengembangan sekolah khusus/keberbakatan
olahraga di daerah-daerah, belum adanya program olahraga khusus, belum direvitalisasinya
program PPLP dan PPLM, dan belum tertatanya sistem kompetisi olahraga pelajar dan
mahasiswa.

Jika dicermati lebih dalam permasalahan tersebut sudah terbagi ke dalam tiga ruang
lingkup olahraga, permasalahan pertama menjelaskan situasi terkini tentang masalah yang
dihadapi oleh olahraga prestasi. Sebuah analogi permasalahan olahraga prestasi pada tataran
persaingan di tingkat Asia dengan enam Negara peraih medali emas Asian Games 17/2014 di
Incheon Korea Selatan, yaitu dengan melihat peta persaingan secara matematis yang
dianalogikan dengan perumpamaan gedung berlantai 30, dimana kumpulan medali emas ada
di lantai 30 dan guna mencapainya adalah dengan menggunakan sistem pembinaan olahraga
yang dilakukan Negara-negara dimaksud. Sistem pembinaan olahraga dimaksud, tentu
meliputi berbagai hal yang menjadi indikator sebuah sistem pembinaan olahraga berkelas
dunia bagi setiap cabang olahraga.Sistem pembinaan olahraga berkelas dunia berarti
memiliki daya saing yang tinggi untuk diperbandingkan dengan Negara-negara mitera
sekaligus sebagai pesaing. Kalaulah boleh dipaparkan terkait indikator-indikator sistem
pembinaan olahraga berkelas dunia (maju, modern, dan dapat bersaing) di level Asia dan
dunia, kita dapat mencontoh cabang olahraga bulutangkis, dimana cabang olahraga ini, sudah
terbukti konsisten menjadi sumber perolehan medali emas setiap multievent olahraga
diselenggarakan, terutama di Asian Games dan beberapa kali olimpiade.

Sebagaimana diketahui sistem pembinaan cabang olahraga bulutangkis telah memiliki sentra
pembinaan dan pelatihan yang relatif melampaui standar minimal, yaitu di Cipayung Jakarta
Timur dengan fasilitas yang relatif sudah memadai. Proses pembinaan dan pelatihannya
berjalan secara terus menerus, tanpa terputus, dan berkelanjutan, serta ditangani oleh para
pelatih profesional. Tata kelola organisasinya relatif baik dan miskin konflik serta sistem
pembibitan
3. BENCHMARKING PEMBANGUNAN OLAHRAGA
Seluruh negara di dunia mengakui bahwa olahraga merupakan salah satu sarana
yang cukup ampuh untuk menciptakan perdamaian dunia. Olahraga menyatukan dunia
melalui semangat sportivitas sekaligus hiburan tanpa membedakan perbedaan ras, suku
bangsa, dan perbedaan sosial ekonomi. Prestasi olahraga merupakan identitas
kebanggaan bangsa-bangsa di dunia yang selalu diperebutkan. Selain itu, olahraga dapat
meningkatkan kesehatan, kebugaran, dan kualitas hidup manusia sehingga dapat
meningkatkan produktivitas suatu negara-bangsa.
Dalam perkembangan zaman, olahraga tidak bukan hanya untuk meraih prestasi
dan menjaga kesehatan dan kesegaran jasmani, melainkan juga untuk kepentingan
ekonomi. Di beberapa negara seperti Italia, Inggris, Belanda, dan Amerika telah
menjadikan olahraga sebagai salah satu sektor penghasil devisa melalui industrialisasi
olahraga. Pertandingan sepak bola merupakan salah satu industri olahraga unggulan di
Inggris, Italia, dan Belanda yang dapat menarik devisa. Begitupula dengan Amerika
sebagai salah satu negara industri olahraga tinju dunia. Dengan kata lain, olahraga selain
berperan dalam peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat juga
memiliki peran dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Di beberapa negara maju, olahraga telah menjadi industri sehingga olahraga
bukan lagi bidang pembangunan yang menyerap anggaran pemerintah, tapi juga memiliki
kontribusi dalam pendapatan daerah. Di negara industri olahraganya sudah berkembang,
pendanaan pembangunan olahraga berasal dari pemerintah dan swasta. Bahkan pemerintah
hanya sebagai pengatur kebijakan, sedangkan pelaksana kegiatan-kegiatan keolahragaan
dilakukan oleh swasta.
China merupakan negara yang berhasil dalam mengembangkan olahraga prestasi
dan peningkatan budaya olahraga di kalangan masyarakat. Hal ini terlihat dari prestasinya
menjadi juara umum pada Olimpiade Beijing 2008. Pemerintah China mampu
menggabungkan kebijakan keolahragaan yang mengarahkan olahraga sebagai salah satu
alat instrumen bagi pencapaian visi (ideologi) masa depan bangsa. Cina menjadi adidaya
baru di bidang olahraga secara sistematis, dikarenakan China memiliki visi masa depan
untuk mengungguli Amerika dan negara lain. Mereka melakukan konsolidasi berbagai
aspek seperti politik, ekonomi, budaya, dan olahraga. Arah kebijakan pembangunan
olahraga China adalah: (1) menjadikan olahraga sebagai instrumen dari pencapaian visi
bangsa; (2) menggunakan kemajuan ekonomi untuk memberikan jaminan kesejahteraan
bagi atlet; (3) melakukan pembibitan atlet sejak dini secara berjenjang dan terintegrasi;
dan (4) menjadikan kemajuan sains dan teknologi untuk melakukan akselerasi dalam
pencapaian prestasi olahraga.
Dalam hal alokasi anggaran untuk melaksanakan pembangunan keolahragaan,
negara-negara Asean mengalokasikan anggaran olahraga di atas 3%dari total anggaran
negara. Sebagai contoh Singapura 3%, Malaysia 4,9%, Thailand 4,8%, Pilipina 3,4%, dan
Vietnam 3% (UNDP, 2001). Sementara Indonesia anggaran yang dikelola oleh
Kemengpora masih sangat kecil dan tidak memadai untuk melaksanakan program
pembangunan keolahragaan. Hal ini terlihat dari DIPA Kemenegpora tahun 2008 sekitar
0,014% dari GNP.
Sementara itu, Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memberikan
perhatian serius dalam pembangunan olahraga. Mantan Sekretaris Jendral PBB Kofi
Annan dalam Olympic Aid Roundtable Forum, Salt Lake City Olympic Games 2002.1
mengatakan, bahwa pembangunan olahraga (sports development) adalah suatu istilah
yang digunakan untuk menguraikan proses-proses, kebijakan-kebijakan, dan praktek-
praktek dalam membentuk suatu karakter yang integral dalam kegiatan olahraga.
Olahraga dapat meningkatkan kemampuan hidup seseorang. Namun sebenarnya tidak
hanya untuk individu namun juga untuk masyarakat dan negara. Pembangunan olahraga
dilakukan lewat pemahaman dari para pengambil keputusan di sebuah negara, agen
pembaruan, dan masyarakat, saya yakini akan membantu anak-anak yang hidup dalam
kemiskinan, dikelilingi wabah penyakit, dan hidup di daerah konflik.
Kofi Annan (Hylton et.al, 2001) mengatakan bahwa model pembangunan
olahraga ada empat yakni pondasi, partisipasi, performa, dan excellence. Pondasi
memberikan dasar yang tepat terhadap olahraga. Setelah mempunyai landasan yang tepat
harus diikuti dengan partipasi, entah dari masyarakat, teknokrat, maupun dunia usaha.
Partisipasi yang komprehensif dari segenap unsur akan mendorong pada peningkat
performa, baik untuk olahraga prestasi maupun olahraga masyarakat. Tingkatan tertinggi

4. isu pembangunan olahraga di indonesia

keberhasilan pembangunan olahraga di Indonesia. Tahun 2003-2007, Kemenpora


pernah mengimplementasikan SDI dengan 4 dimensi, yaitu ketersediaan SDM olahraga,
ruang terbuka, partisipasi, dan kebugaran jasmani. Dan tahun 2021 ini dimensi tersebut
disempurnakan menjadi 9 dengan menambahkan literasi fisik, kesehatan, perkembangan
personal, performa, dan ekonomi. 

Pengumpulan data SDI 2021 mencakup 34 provinsi, 246 kabupaten/kota, 594 kecamatan, 667
desa/kelurahan, dan 20.010 responden serta melibatkan 2561 personil pengumpul data.
Laporan SDI tersebut akhirnya disosialisasikan kepada perwakilan Dinas Pemuda dan
Olahraga dari seluruh provinsi di Indonesia serta kepada Kementerian/Lembaga terkait pada
acara sosialisasi SDI yang berlangsung di Jakarta pada 15 Desember 2021.

“Banyak tantangan yang kami hadapi dalam mengumpulkan data SDI di masa pandemi. Dan
hasilnya semoga dapat menjadi pertimbangan dalam membuat keputusan di masa yang akan
datang”, ucap Asisten Deputi Kemitraan dan Penghargaan Olahraga Suyadi Pawiro. 

“Ini adalah Sport Development Index pertama di dunia dengan 9 dimensi, sehingga lebih
komprehensif”, ucap Ketua Tim Ahli SDI Prof. Toho Cholik Mutohir dalam acara sosialisasi.

“Olahraga punya peranan besar dalam membangun karakter bangsa. Ini adalah hal yang harus
kita sadari dan kita sampaikan kepada masyarakat luas agar paham. Kepada teman-teman di
daerah, jadikanlah laporan SDI ini menjadi pegangan untuk tempur dalam menentukan
program apa yang tepat untuk dijalankan di daerah masing-masing. Karena setiap daerah
berbeda-beda”, ucap Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga Raden Isnanta dalam
sambutannya pada acara sosialisasi SDI. “DBON bisa dilihat keberhasilannya melalui SDI
ini”, tambah Raden Isnanta. 

Acara tersebut dibuka secara resmi oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia
yang diwakili oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Dr. Jonni
Mardizal, M.M. Dalam sambutannya Jonni menyampaikan harapannya kepada seluruh
perwakilan dispora provinsi yang hadir agar nanti dapat membuat tindak lanjut terkait
laporan SDI tahun 2021 di daerah masing-masing.
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil evaluasi kebijakan terhadap RPJMN I tahun 2005 – 2009,


diketahui bahwa pembangunan olahraga telah menunjukkan hasil yang memuaskan,
meskipun masih ada beberapa sasaran yang belum tercapai. Pada dasarnya pembangunan
olahraga tahun 2005 – 2009 telah berada pada arah yang benar dengan berbagai
kemajuan.
Sementara berdasarkan hasil analisa situasi, ditemukan adanya beberapa peluang
dan kekuatan di bidang olahraga. Peluang pembangunan olahraga lebih banyak berasal
dari eksternal seperti kemajuan teknologi dan riset di bidang olahraga, terbukanya
kompetisi internasional. Sementara kekuatan pembangunan olahraga lebih banyak berasal
dari faktor internal seperti potensi olahraga pendidikan untuk pembibitan atlet, adanya
kementerian khusus di bidang olahraga dan adanya UU tentang olahraga nasional.
Selain itu, hasil analisa situasi juga masih menemukan adanya tantangan dan
kelemahan di bidang olahraga. Tantangan pembangunan olahraga berasal dari faktor
eksternal seperti daya saing olahraga nasional di tingkat internasional. Sementara
kelemahan pembangunan olahraga berasal dari faktor internal seperti lemahnya
manajemen olahraga nasional, terbatasnya infrastruktur olahraga, serta terbatasnya
ketersediaan pelatih yang profesional.
Kajian ini menghasilkan rekomendasi berupa identifikasi isu strategis, arah
kebijakan, dan program kegiatan yang disusun berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan
RPJMN I tahun 2005 – 2009, analisa situasi terhadap peluang, tantangan, hambatan dan
kekuatan, serta proyeksi capaian sasaran pembangunan olahraga tahun 2010 – 2014.
DAFTAR PUSTAKA

 Achmad Zuhal, Kekuatan Daya Saing Indonesia; Mempersiapkan Masyarakat


Berbasis Pengetahuan. Jakarta: Kompas, 2008.
 Bratakusumah, Deddy S.(2008). Pengembangan Kelembagaan dan Sarana
Prasarana pembinaan Pemuda dan Olahraga. Makalah Diskusi. Jakarta: Bappenas-
Kemenegpora
 Helmut Digel, Sport in a Changing Society, Verlag Karl Hoffman, Jerman, 1995.
 Kiram, Yanuar. (2008). Peningkatan Kapasitas dan Kualitas SDM Dalam mendukung
pembangunan Pemuda dan Olahraga. Makalah Diskusi. Jakarta: Bappenas-
Kemenegpora
 Mutohir, Toho Cholik. (2008). Identifikasi Permasalahan, Peluang, dan Tanatangan
pembangunan keolahrgaan 5 tahun kedepan. Makalah Diskusi. Jakarta: Bappenas-
Kemenegpora
 Mutohir, Toho Cholik, Sport Development Index: Konsep, Metodologi, dan Aplikasi,
Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI, Jakarta, 2007
 Prayitno, Irwan (2008). Refleksi Pembangunan Pemuda dan Olahraga di Indonesia
(Kebijakan dan Strategi). Makalah Diskusi. Jakarta: Bappenas-Kemenegpora
 Soecipto, Ahmad (2008). Program Atlet Andalan (PAL) Renstra 2008-2012. Makalah
Diskusi. Jakarta: Bappenas-Kemenegpora

Anda mungkin juga menyukai