Dasar-dasar
KLASIFIKASI
Oleh :
Sri Purwati Asep
Pustakawan Madya
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Provinsi Jawa Timur
Pebruari 2018
1.1. Pengertian
Kelas dalam batasan umum adalah satu kelompok benda yang memiliki beberapa
ciri yang sama. Biola, cello, gitar, dan harpa umpamanya merupakan instrumen musik yang
mengeluarkan suara melalui pemetik dawai. Suara yang keluar melalui medium itu
merupakan satu ciri instrumen tersebut, sehingga instrumen-instrumen itu dapat
dimasukan dalam satu kelas yang disebut instrumen musik dawai. Ada kelas lain untuk
instrumen perkusi, dan kelas lain lagi untuk instrumen tiup. Dalam temu kembali informasi
yang disebut kelas adalah sekelompok dokumenyang paling sedikit mempunyai satu ciri
yang sama. Kegiatan pengelompokan atau pembentukan kelas disebut klasifikasi, yang
kaitannya dengan temu kembali informasi sering disebut klasifikasi perpustakaan (library
classification) atau klasifikasi bibliografi (bibliograhic classification).
Sulistyo Basuki (1991) mengatakan bahwa klasifikasi berasal dari kata latin “classis”.
Klafikasi adalah proses pengelompokan, artinya mengumpulkan benda/entitas yang sama
serta memisahkan benda/entitas yang tidak sama. Secara umum dapat dikatakan bahwa
batasan klasifikasi adalah usah menata alam pengetahuan kedalam tata urutan sistematis.
Towa P. Hamakonda dan J.N.B. Tairas (1995) mengatakan bahwa klasikasi adalah
pengelompokan yang sistematis dari pada sejumlah objek, gagasan, buku atau benda-
benda lain ke dalam kelas atau golongan tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama.
1
1.3. Sistem Klasifikasi
Untuk membantu pemakai dalam melakukan penelusuran bahan pustaka yang di
butuhkan secara mudah dan cepat, diperlukan suatu sistem klasifikasi. Sistem klasifikasi
dalam dunia perpustakaan adalah :
a Klasifikasi Artifisial
Sistem ini adalah mengelompokan bahan pustaka berdasarkan ciri atau sifat-sifat
lainnya, misal pengelompokan menurut pengarang, atau berdassrkan ciri fisiknya,
misalnya ukuran, warna sampul, dan sebagainya.
b Klasifikasi Utility
Pengelompokan bahan pustaka di bedakan berdasarkan kegunaan dan jenisnya.
Misalnya, buku bacaan anak dibedakan dengan bacaan dewasa. Buku pegangan siswa
di sekolah dibedakan dengan buku pegangan guru. Buku koleksi referens dibedakan
dengan koleksi sirkulasi (berdasar kegunaannya).
c Klasifikasi Fundamental
Pengelompokan bahan pustaka berdasarkan ciri subyek atau isi pokok persoalan yang
di bahas dalam suatu buku. Pengelompokan bahan pustaka berdasarkan sistem ini
mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya:
a. Bahan pustaka yang subyeknya sama atau hampir sama, letaknya
berdekatan.
b. Dapat di gunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menilai
koleksi yang dimiliki dengan melihat subyek mana yang mana dan mana yang kuat.
c. Memudahkan pemakai dalam menelusur informasi menurut
subyeknya.
d. Memudahkan pembuatan bibliografi menurut pokok masalah.
e. Untuk membantu penyiangan atau weeding koleksi.
Klasifikasi fundamental banyak digunakan oleh perpustakaan besar maupun kecil.
Dalam sistem tersebut buku di kelompokan berdasar subyek, sehingga memudahkan
pemakai dalam menelusur suatu informasi.
2
DDC tebit dalam 2 edisi/versi yaitu edisi lengkap dan ringkas. Edisi ringkas
dimaksudkan untuk digunakan di perpustakaan yang memiliki koleksi di bawah 20.000
judul. Edisi ringkas ini paling banyak digunakan oleh perpustakaan Sekolah dan Umum
yang koleksinya masih terbatas.
DDC telah digunakan oleh sekitar 135 negar dan diterjemahkan lebih dari 30 bahasa,
termasuk dalam Bahasa Indonesia dengan judul “Terjemahan Ringkasan Klasifikasi
Desimal Dewey dan Indeks Relatif”.
b. Fenomena
Adalah “benda” atau wujud yang dikaji dalam suatu disiplin atau sub
disiplin ilmu. Fenomena yang dikaji tersebut dikelompokkan bedasarkan ciri yang
dimiliki bersama. Ciri pembagian (characteristic of division) itu dinamai FASET. (faset
adalah fenomena yang dikaji dalam disiplin ilmu tertentu yang dikelompokkan
berdasarkan ciri yang dimiliki bersama). Agar diperoleh urutan yang baku dan taat
azas, maka faset-faset yang membentuk fenomena tersebut harus dirinci dengan baik.
3
Menurut Ranganathan, ada 5 faset mendasar yang dikenal dengan akronim P M E S T,
yakni :
P = Personality, M = Matter,
E = Energy, S = Space, T = Time
P - Personality (Wujud)
M - Matter (Benda)
E - Energy (Kegiatan)
S - Space (Tempat)
T - Time (Waktu)
Fenomena yang sama dapat pula dikaji oleh disiplin ilmu yang berbeda-beda.
Fenomena remaja, dapat dikaji dalam bidang PENDIDIKAN, PSIKOLOGI,
KEDOKTERAN, dan lainnya. Fenomena yang dikaji oleh berbagai disiplin dapat
merupakan wujud konkrit (concrete entity) seperti REMAJA, PERMATA, ANJING, atau
dapat juga berupa gagasan abstrak (abstract idea) seperti CINTA, CANTIK, fenomena
berperan sebagai konsep subyek dalam analisis subyek, yang menunjukan dokumen itu
mengenai apa.
c. Bentuk
Cara bagaimana suatu subyek disajikan. Bentuk dari suatu subyek dibedakan dalam
3 jenis, yakni :
1) Bentuk Fisik (Physichal Form)
Konsep bentuk yang paling mudah dikenali adalah bentuk fisik, dari bentuk fisik
dapat diketahui apakah dokumen itu buku, atau piringan hitam, film, dan lainnya.
Bentuk fisik tidak mempengaruhi subyek dokumen.
2) Bentuk Penyajian (Form of Presentaston)
Bentuk penyajian menunjukkan tata susun dan organisasi isi dokumen. Ada 3
macam bentuk penyajian yang dapat dikenali, yakni: (1) menggunakan lambang-
lambang dalam penyajian seperti (bahasa Indonesia, Inggris, Belanda), gambar, dan
lain-lainnya. (2) memperlihatkan susunan tertentu, abjad kronologis, pidato
kumpulan, bibliografi, dan lain-lain. (3) penyajiannya untuk kelompok pemakai
tertentu, misalnya bahasa Inggris untuk pemula.
4
3) Bentuk Intelektual (Intelektual form)
Yaitu apek yang ditekankan dalam pembahasan suatu subyek. Misalnya “Filsafat
Sejarah” yang menjadi subyeknya adalah sejarah. Sedangkan filsafat adalah bentuk
intelektualnya. Sebaliknya “Sejarah Filsafat” yang menjadi subyeknya adalah
filsafat. Sedang sejarah adalah bentuk intelektual.
Dalam menentukan subyek suatu bahan pustaka harus pada subyek yang
spesifikasi (pada fenomena). peternakan sapi harus pada “sapi” bukan pada
“peternakan”.
2. Jenis subyek
Dalam kegiatan analisi subyek, ada kemungkinan antara satu orang dan lainnya
terdapat perbedaan. Hal ini karena dipengaruhi oleh subyektifitas dan latar
belakangnya. Kadang pula suatu bahan pustaka yang sama dianalisis oleh orang yang
sama pada waktu yang berbeda, dapat menghasilkan subyek yang berbeda, oleh karena
itu dalam menganalisis subyek suatu bahan pustaka perlu diketahui jenis-jenisnya.
Dalam suatu dokumen terdapat berbagai jenis subyek. Secara umum dapat
dikelompokan dalam 4 jenis yakni :
a. Subyek dasar (Basic subject).
Adalah subyek yang hanya terdiri dari suatu disiplin atau sub disiplin ilmu saja
tanpa ada fenomena (masalah yang dikaji). Misalnya “Pengantar ekonomi” yang
menjadi subyek dasarnya adalah “ekonomi”. “Pengantar filsafat” subyek dasarnya
adalah “filsafat”.
b. Subyek sedarhana
Yaitu subyek yang hanya terdiri dari satu faset yang berasal dari subyek dasar. Tiap
bidang ilmu mempunyai faset-faset yang khas, dan fokus, anggota dari suatu faset.
Contoh. “Pengantar Koperasi” dapat dirangkum menjadi : Ekonomi / Koperasi.
Ekonomi : disiplin ilmu (subyek dasar)
Koperasi : merupakan fokus dari faset ekonomi
c. Subyek Majemuk (Compound subjects)
Suatu subyek yang terdiri dari subyek dasar disertai fokus-fokus dari dua atau lebih
faset. Contoh: “Kurikulum perguruan tinggi di Indonesia”
Rangkuman : Pendidikan / Perguruan Tinggi /Kurikulum / Indonesia
Pendidikan : satu subyek dasar (disiplin ilmu)
Perguruan Tinggi : Faset jenis pendidikan
Kurikulum : Faset masalah
Indonesia : Faset tempat
d. Subyek Kompleks (complex subject)
Bila ada dua atau lebih subjyek dasar yang berintersaksi antara satu subyek dasar
dengan subyek dasar lain.
Contoh : pengarauh agama Hindu terhadap Islam. Dapat dirangkum menjadi :
Agama Hindu / Agama Islam. Agama Hindu : Subyek dasar (disiplin ilmu)
Agama Islam : subyek dasar (disiplin ilmu).
5
Kedokteran : Subyek dasar (disiplin ilmu)
Hukum dan Kedokteran sama-sama merupakan subyek dasar dan ada
kemungkinan masing-masing disiplin ilmu tersebut fenomena yang merupakan
fokus-fokus dari faset-faset yang berbeda
Bila semua langkah diatas masih sulit untuk mengidentifikasi subyek suatu
bahan pustaka, hendaknya meminta petunjuk kepada yang ahli subyek atau subjec
spesialist. Jika mengalami kesulitan dalam mencari orang yang ahli, carilah informasi
pengarangnya. Kesulitan lain yang dihadapi dalam menentukan subyek secara tepat
diantaranya :
Banyak pengarang yang membahas 2 atau lebih subyek dalam sebuah buku.
7
Sering terdapat buku yang membahas 2 aspek atau lebih dari 1 subyek
Makin banyak buku yang mencakup berbagai ilmu, sehingga merupakan karya
interdisipliner
8
Setiap kelas utama dibagi secara desimal menjadi sub klas yang disebut “divisi”,
kemudian divisi ini dibagi lagi menjadi sub divisi yang disebut seksi. Begitu seterusnya.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran.
Pemilihan notasi langsung pada bagan ini langkah-langkahnya :
1). Tentukan subyek bahan pustaka melalui proses analisis.
2). Tentukan disiplin ilmunya untuk memudahkan penelusuran selanjutnya.
3). Golongkan subyek tersebut pada kelas utama.
4). Periksalah seksi dan sub seksinya sampai diperoleh notasi yang tepat.
SUMBER RUJUKAN
Anglo-American cataloguing rules: 2nd ed. 1988 rev. Chicago: American Library Association,
1988.
Dewey, Melvil. Decimal classification and relative index, 23th ed. Dublin, Ohio: OCLC, 2011.
Gorman, Michael. AACR2 ringkas. Jakarta : Pusat Pembinaan Perpustakaan, 1986.
Hamakonda, Towa dan J.N.B. Tairas. Pengantar klasifikasi persepuluhan Dewey. Jakarta : BPK
Gunung Mulya, 1995.
Lasa Hs. Kamus istilah perpustakaan. Yogyakarta : Kanisius, 1990.
Maxwel, Margareth F. Handbook for AACR2 1988 rev. Chicago : American Library
Association, 1989.
Peraturan Katalogisasi Indonesia : deskripsi bibliografis (ISBD), penentuan tajuk untuk entri, judul
seragam. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI., 1994
Somadikarta, Lily K. Dasar-dasar analisis subyek untuk pengindeksann subyek dokumen. Jakarta :
JIP-FSUI, 1991 (merupakan saduran dari buku An introduction to subject indexing : a
programmed text./by A.G. Brown. -- London, 1976. Vol 1, section 1 & 2).
Sulistyo-Basuki. Pengantar ilmu perpustakaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1991.
Terjemahan ringkasan klasifikasi desimal Dewey dan indeks relatif : disesuaikan dengan DDC 20.
Jakarta : Perpustakaan Nasional RI. 1994.
Zen, Zulfikar. Buku kerja Dewey decimal classification. Jakarta : JIP-FSUI, 1989.
9
10
Dewey Decimal Clasification
Lampiran...
Sistem Klasifikasi Persepuluhan/Dewey Decimal Classification (selanjutnya disebut DDC), dibuat oleh Melvil
Dewey (1851-1931) pada tahun 1873 dan pertama kali diterbitkan pada tahun 1876. Dari edisi pertama yang hanya
terdiri dari 52 halaman itu sistem ini terus dikembangkan sehingga edisi mutakhir yaitu edisi 22 yang diterbitkan
tahun 2003 terdiri dari 4 jilid, jilid 1 berisi Pendahuluan dan tabel (733 hlm), jilid 2 berisi bagan 100-599 (1251 hlm),
jilid 3 berisi bagan 600-999 (1075 hlm), jilid 4 berisi Indeks relatif (929 hlm). Perkembangan ini tidak saja terjadi oleh
karena perkembangan ilmu pengelahuan akan tetapi juga berdasarkan kebutuhan para pemakainya yang makin
lama makin banyak. DDC adalah salah satu klasifikasi yang paling banyak dipakai di seluruh dunia dan sudah
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Di samping edisi lengkapnya, DDC juga menerbitkan Edisi Ringkas,
yang dimulai pada lahun 1894 .dan telah mencapai edisi ke 14 pada tahun 2005. Edisi ini diterbitkan untuk
perpustakaan-perpustakaan yang tidak terlalu besar koleksinya. DDC ringkas edisi ke 14 telah diterjemahkan oleh
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada 2009 (668 hlm).
DDC ini sangat ringkas yang diadaptasi dari DDC ringkas edisi ke 14 terjemahan Perpustakaan Nasional RI
dan DDC 23.
Ringkasan Kedua :
Dewey Decimal Clasification