Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KONSEP DASAR KEPERAWAN

“KONSEP PERKEMBANGAN DEWASA AKHIR”

Dosen Pengampu :
Dr. Mira Asmirajanti, S.Kp, M.Kep.

Disusun oleh :
KELOMPOK 3

1. Lailatu Zahro (2022030304) 8. Nazwa Salsabila (2022030305)


2. Nawadier Syarief (20220303054) 9. Fiyallati Maknah (20220303023)
3. Rahayu Yuliyanti (20220303011) 10. Safinatul Asya (20220303037)
4. Dwi Septiani (20220303039) 11. Virdha Yana Zahwa (20220303009)
5. Afina alya fauziyah (20220303042) 12. Yunarti Yosefa M. Mannec (20220303001)
6. Amalia Maharani (20220303043) 13. Ryan saputra (20220303031)
7. Esa Fani Ariefianti (20220303056) 14. Erlinda Putri (20220303002)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan kami kemudahan
dalam menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang di tentukan. Tanpa
rahmat dan pertolongannya, kami tidak akan mampu menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahakan kepada Nabi
Muhammad SAW, Risalah Beliaulah yang bermanfaat bagi semua petunjuk
menjalani kehidupan.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu, Dr. Mira Asmirajanti, S.Kp,


M.Kep. selaku dosen mata kuliah Ilmu Biomedik Dasar yang telah memberi
materi dan bibingan kepada kami dalam penyelesaian makalah ini. Tidak
lupa kepada orang tua serta teman-teman yang telah membantu dalam proses
pembuatan dan penyelesaian makalah ini sehingga selesai dengan baik dan
tepat waktu.

Kami menyadari bahwa makalah ini perlu banyak penyempurnaan


karean kesalahan dan kekurangan, kami terbuka untuk kerikit dan saran yang
bersifat membangun agar makalah ini dapat lebih baik. Demikian yang dapat
kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 8 Oktober 2022

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................iii1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
TINJAU PUSTAKA...............................................................................................................2
D. Pengertian Bunyi.........................................................................................................2
E. Pengertian Gelombang................................................................................................2
F. Pengertian Frekuensi...................................................................................................2
G. Pengertian Bioakustik..................................................................................................2
H. Anatomi dan Fisiologis Sistem Pendengaran..............................................................2
I. Anatomi Luar Telinga.................................................................................................3
J. Anatomi Telinga Tengah.............................................................................................3
K. Anatomi Telinga Dalam..............................................................................................4
L. Fisiologi Pendengaran.................................................................................................5
BAB III.......................................................................................................................................7
IMPLEMENTASI..................................................................................................................7
M. Penerapan Konsep Bioaskutasi Pada Dunia Keperawatan terdiri dari;.......................7
BAB IV......................................................................................................................................9
PENUTUP..............................................................................................................................9
N. Simpulan......................................................................................................................9
O. Saran............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan pertumbuhan seseorang, usia merekapun bertambah.dari
anak anak, remaja awal, remaja akhir, dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa
akhir. Pertumbuhan ini juga akan di ikuti oleh perkembangan yang melatar
belakangi perubahan-perubahan tertentu. Perubahan yang bisa terjadi adalah
perubahan fisik, perubahan kognitif, perubahan sosio emosi.
Perubahan fisik yang terjadi akan sangat berdampak kepada individu itu
sendiri baik itu berpengaruh pada perannya ataupun hubungan dirinya dengan
lingkungannya. Menurunnya fungsi dari anggota tubuh membuat individu
tersebut mulai meninggalkan aktifitas-aktifitas sosial yang biasa di jalaninya.
Hal ini secara tidak langsung dan secara perlahan akan membuat individu
tersebut kehilangan perannya di masyarakat.
Masa dewasa akhir merupakan masa tatkala seseorang mengalami
berbagai kemunduran fungsi diri yaitu fisiologis, psikologis, sosial dan ekonomi.
Orang dewasa akhir adalah mereka yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas
(UU RI No. 13/ 1998) sedangkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan
65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara
nyata.
Secara umum kondisi fisik orang yang telah memasuki masa dewasa
Akhir mengalami penurunan. Kemunduran fungsi fisik pada dewasa akhir
ditandai dengan menurunnya daya tahan tubuh, tenaga, dan kekuatan. Semakin
menurunnya fungsi otak yang menyebabkan menurunnya daya ingat, perubahan
kulit yang menjadi keriput serta terakumulasinya penyakit-penyakit yang
sifatnya degenerative.
Penurunan kondisi fisik berpengaruh pada penurunan kondisi psikologis,
yaitu ketidakberdayaan yang menjadikan orang dewasa akhir bergantung pada
keluarga atau orang-orang di sekitarnya. Masalah psikologis lainnya yang sering
terjadi di antaranya adalah kesepian karena berpisah dengan pasangan hidup atau
anak (emptynest syndrome), terasing dari lingkungan, kurang percaya diri, dan
penelantaran oleh sanak keluarga terutama pada orang dewasa akhir yang
miskin.

Kemunduran fungsi diri tersebut dapat dihayati secara berbeda-beda oleh


setiap dewasa akhir. Seorang dewasa akhir mungkin merasa bahwa kemunduran
fungsi diri merupakan suatu yang tidak bermakna sehingga mengabaikan
keadaan tersebut, orang dewasa akhir lainnya merasa bahwa kemunduran fungsi-
fungsi dalam diri sebagai sesuatu yang menyakitkan, mengancam maupun
membebani. Sementara, dewasa akhir lainnya mampu menilai kemunduran
fungsi diri sebagai sebuah tantangan untuk dapat menyesuaikan diri terhadap
kemunduran fungsi diri. Oleh karena itu, sampai tingkat tertentu, apa yang
dirasakan dewasa akhir sebagai hal yang menimbulkan stres tergantung pada
bagaimana dewasa akhir menilaisuatu situasi yang sedang dihadapi, apakah
dirasa sebagai suatu yang berbahaya, mengancam, atau tidak bermakna.
Menurut Lazarus dan Folkman (Lazarus & Folkman, 1984) stres terjadi
jika terdapat ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungan dan tuntutan dalam
diri dengan sumber daya yang dimiliki individu. Bila dewasa akhir mampu
menilai situasi kemunduran fungsi diri yang dihadapinya secara positif, maka
dewasa akhir akan mampu menyesuaikan diri terhadap kemunduran fungsi
dengan baik tanpa perlu merasa terancam dan terbebani. Namun apabila stres
pada dewasa akhir tidak disertai dengan kemampuan mengatasi masalah dengan
baik, maka dapat berakibat negatif bagi penyelesaian masalah yang dihadapinya
sehingga akan menghambat dewasa akhir dalam menyesuaikan diri terhadap
kemunduran fungsi dalam diri. Ketika seseorang mengalami stres, maka
individu tersebut akan berusaha menanggulangi stres tersebut. Hal itu disebut
sebagai coping stress atau strategi penanggulangan masalah, yaitu perubahan
kognitif dan tingkah laku yang berlangsung terus-menerus untuk mengatasi
tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau melampaui
sumber daya individu atau membahayakan keberadaannya atau kesejahteraannya
(Lazarus & Folkman, 1984

B. Rumusan Masalah
a. Apa Itu Dewasa Akhir?
b. Apa Itu Perawatan Dewasa Akhir?
c. Bagaimana proses perkembangan fisik dan kognitif yang dialami di masa
dewasa akhir?
C. Tujuan Penulisan
a. Dapat Memahami pengertian dewasa akhir
b. Dapat Memahami perawatan dewasa akhir
c. Dapat Mengetahui proses perkembangan fisik dan kognitif yang dialami
dimasa dewasa akhir

BAB II

TINJAU PUSTAKA
D. Pengertian Masa Dewasa Akhir
Masa dewasa akhir disebut juga masa penutupan dalam rentang hidup
pada seseorang, dimana masa ini bisa dikatakan masa yang beranjak jauh dari
kehidupan /masa sebelumnya. Dalam pandangan psikologi masa tua atau lansia
memiliki umur sekitar 60 sampai meninggal, dimana pada usia ini terjadi
penurunan kekuatan fisik, dan penurunan daya ingat seseorang.
1. Masa dewasa akhir ini merupakan proses perubahan menjadi tua atau dalam
istilah lain disebut “senescence”. Proses perubahan ini dialami dengan
berubanya fisik dan juga psikis pada seseorang.
2. Dalam masa dewasa akhir ini keagamaan seseorang cenderung meningkat
karena pada masa ini merupakan masa perenungan, persiapan dan
perencanaan untuk menghadapi kematian, hal demikian merupakan suatu hal
yang normal dalam kehidupan lansia.

E. Klasifikasi Lansia
1. Menurut WHO
 Usia pertengahan (Midle Age) kelompok usia 45-59 tahun.
 Usia lanjut (Ederly) antara 60-74 tahun.
 Usia lanjut tua (Old) antara 75-90 tahun.
 Usia sangat tua (Very Old) diatas 90 tahun.
2. Menurut UU No: 13 Tahun 1998
Tentang kesejahteraan lanjut usia: “lanjut usia adalah seorang yang telah
mencapai usia 60 tahun keatas.”
3. Menurut Depkes RI
Kelompok lansia dini (55-64 tahun)
 Kelompok lansia pertengahan (65 tahun keatas)
 Kelompok lansia dengan resiko tinggi (usia 70 tahun keatas)
4. Menurut Bernice Neu Garden (1975)
 Lansia muda yaitu orang yang berumur diantara 55-75 tahun.
 Lansa tua yaitu orang yang berumur lebih dari 75 tahun.
5. Menurut Levison (1978)
 Lansia peralihan awal,antara 50-55 tahun.
 Lansia peralihan menengah antara 55-60 tahun.
 Lansia peralihan akhir antara 60-65 tahun.

F. Komunikasi Pada Lansia


Komunikasi merupakan suatau hubungan atau kegiatankegiatan yang
berkaitan dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebaagai saling tukar-
menukar pendapat serta dapat diartikan hubungan kontak antara manusia baik
individu maupun kelompok. (Widjaja, 1986 : 13) Komunikasi adalah elemen
dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan,
mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain. (Potter & Perry,
2005 : 301) Komunikasi yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya sebatas
tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim
yang terapeutik.
Keterampilan Komunikasi Terapeutik, dapat meliputi :

a. Perkumpulan orang tua, kegiatan rohani.


b. Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
c. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas
atau keahlian.

G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik Pada Masa


Dewasa Akhir Menjelang Kematian
Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa penurunan
fisik yang lebih besar dibandingkan dengan periode periode usia sebelumnya.
Kita akan mencatat rentetan perubahan perubahan dalam penurunan fisik yang
terkait dengan penuaan, dengan penekanan pentingnya perkembangan baru
dalam penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa kekuatan tubuh perlahan
lahan menurun dan hilangnya fungsi tubuh kadangkala dapat diperbaiki.
Penurun fisik yang terjadi pada dewasa akhir itu antara lain, otak yang menjadi
tua, sistem kekebalan tubuh, penampilan fisik dan pergerakan, perkembangan
sensoris, sistem sirkulasi dan paru-paru, serta seksualitas.
Volume otak pada masa dewasa akhir berkurang (Bondare, 2007),
volume otak orang lanjut usia 15 persen lebih sedikit dari orang muda (Shan,
dkk, 2005). Penyusutan ini berkaitan dengan menurunnya kerja memori dan
aktivitas kognitif lainnya pada lanjut usia (Pardo, dkk, 2007; Sakatini, Tanida, &
Katsuyama, 2010). Tidak hanya dengan menurunnya memori, penyusutan ini
juga disebabkan karena menurunnya asetikolin yang berperan terhadap
menurunnya fungsi memori dalam taraf kecil dan bahkan kehilangan memori
yang parah seperti pada penyakit Alzheimer (Bentley, Driver, & Dolan, 2009).
Dalam perkembangan fisik dewasa akhir juga terjadi perubahan pada sistem
kekebalan tubuh. Menderita stress yang berkepanjangan dan berkurangnya
proses penyembuhan pada orang orang lanjut usia dapat mempercepat efek
penuaan terhadap kekebalan (Zitrogel, Kepp, & Kroemer, 2010). Kekurangan
nutrisi yang berkaitan dengan rendahnya kadar protein berkaitan dengan
menurunnya sel T yang menghancurkan sel-sel yang terinfeksi, sehingga sistem
kekebalannya bertambah buruk (Hughes, dkk, 2010). Untuk meningkatkan
sistem kekebalan tubuh, bisa dilakukan olahraga dan melakukan vaksinasi
terhadap influenza (De la Fuente, Gimenez, Maggi & Michel, 2010).
Perubahan pada dewasa akhir juga ada pada perkembangan sensoris.
Penglihatan pada malam hari akan menjadi sulit yang dikarenakan karena
berkurangnya toleransi terhadap cahaya (Babizhayev, Minasyan, & Richer,
2009). Kejadian yang jauh mungkin juga tidak terdeteksi (Stutts, 2007).
Penurunan sensor pada orang dewasa lanjut usia berkaitan dengan penurunan
fungsi kognitif serta penurunan visual berhubungan dengan pemrosesan
informasi yang lebih lambat (Clay, dkk). Penglihatan warna juga menurun pada
orang lanjut usia karena lensa mata menguning (Scialfa & Kline, 2007). Orang
dewasa akhir juga kehilangan sebagian kemampuan mencium atau merasakan
(Murphy, 2009). Seiring bertambahnya usia, individu juga mengalami
pengurangan kepekaan terhadap sentuhan pada tubuh bagian bawah disbanding
tubuh bagian atas (Corso, 1977).
Gangguan kardiovaskuler meningkat di masa dewasa akhir (Ballard,
2010). Meningkatnya tekanan darah seiring dengan meningkatnya usia dapat
berkaitan dengan sakit, obesitas, kecemasan, mengerasnya pembuluh darah, atau
kurang olahraga (Shizukuda, Plummer, Harrelson, 2010). Proses penuaan dapat
juga mengakibatkan beberapa perubahan di dalam performa seksual, khususnya
pada pria (Bauman, 2008). Kualitas kehidupan seksual yang baik, dan minat
terhadap seks secara positif berkaitan dengan kesehatan di masa dewasa akhir
(Lindau & Gavrilova, 2010). Seksualitas ini lebih tinggi bagi pria yang lanjut
usia dibanding dengan wanita lanjut usia.
Perkembangan fisik pada dewasa akhir disebabkan atau dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu penyakit, lingkungan, olahraga, dan pengobatan/terapi.

1. Faktor penyakit
Menurut Jamie Reilly (2010), perubahan fisik pada dewasa akhir
disebabkan oleh penyakit, dimana penyakit itu adalah penyakit demensia dan
Alzheimer. Penyakit demensia itu sendiri adalah penyakit semantic klasik
yang terkait dengan atrofi korteks temporal lateral (Mummery, 2001),
sedangkan penyakit Alzheimer yaitu penyakit yang ditandai dengan
pemutusan dan atrofi struktur lobus temporal medial. Kedua penyakit ini
berkaitan dengan berkurangnya daya ingat pada masa dewasa akhir.
Penyebab spesifik dari penyakit demensia yaitu bisa disebabkan beberapa
penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan
tingkah laku, misalnya penyakit yang diderita yaitu stroke, Huntington,
Parkinson, dan AIDS. Sedangkan penyebab spesifik dari penyakit Alzheimer
itu sendiri belum dapat dipastikan hingga sekarang, tetapi kemungkinannya
disebabkan karena adanya peran plak, kemungkinan adanya peran
neurofibrillary tangles, inflamasi serta kekurangan zat kimiawi pengantar di
otak. Faktor usia pun juga ada dalam penyakit ini.

2. Faktor Lingkungan
Lingkungan juga berpengaruh dalam perkembangan fisik usia lanjut.
Menurut Widjayanti (2007), kualitas fisik yang terjaga disebabkan oleh
adanya lingkungan yang baik. Yang dimaksut lingkungan baik itu adalah
sebuah rumah yang memiliki tata udara yang baik, pencahayaan yang cukup,
suhu kelembapan yang sesuai, terdapat MCK, serta jaluran air hujan atau air
limbah tersedia. Jika lingkungan yang baik terjaga dengan baik, maka
kualitas fisik yang dimiliki oleh lansia akan meningkat. Jika kualiatas itu
meningkat, maka kesehatan dari lansia tidak akan terganggu dan dapat
menurunkan tingkat kematian yang lebih cepat. Lingkungan yang baik ini
berpengaruh pada kualitas fisik sudah terbukti di daerah Kelurahan Pudak
Payung Kecamatan Banyumanik, Semarang. Penelitian di daerah itu
menghasilkan hasil yang akurat dan memang lingkungan berpengaruh pada
perkembangan fisik usia lanjut.
Menurut Astari, Adiatmika, dan Pande (2011), perkembangan fisik ini
juga dipengaruhi oleh olahraga. Disini olahraga yang dimaksut adalah
senam. Jika senam ini dilakukan secara rutin, maka resiko terkena gangguan
kardiovaskuler akan berkurang karena kegiatan senam ini dapat
menstabilkan tekanan darah kita. Secara alami, lansia dapat menderita
penurunan fungsi organ dan mengalami labilitas tekanan darah (Mubarak,
dkk, 2006). Menurut Handono dan Richard (2013), aspek dalam
perkembangan fisik juga terdapat dalam hal pengobatan atau yang biasanya
disebut dengan terapi. Terapi yang dimaksut disini adalah pengobatan
medikamentosa. Pengobatan medikamentosa adalah pengobatan untuk
penderita nyeri sendi lutut. Pengobatan ini juga berkenaan dengan obat-
obatan dalam pengobatan atau perawatan penyakit (Stanley, 2007).
Persendian yang biasanya terkena nyeri adalah persendian pada jari jari,
tulang punggung, sendi penahan berat tubuh (lutut dan panggul). Penyakit
sendi ini disebabkan karena adanya kerusakan pada permukaan sendi tulang
dan kegemukan pada lansia.

3. Faktor Olahraga
Menurut Astari, Adiatmika, dan Pande (2011), perkembangan fisik ini
juga dipengaruhi oleh olahraga. Disini olahraga yang dimaksut adalah
senam. Jika senam ini dilakukan secara rutin, maka resiko terkena gangguan
kardiovaskuler akan berkurang karena kegiatan senam ini dapat
menstabilkan tekanan darah kita. Secara alami, lansia dapat menderita
penurunan fungsi organ dan mengalami labilitas tekanan darah (Mubarak,
dkk, 2006). Menurut Handono dan Richard (2013), aspek dalam
perkembangan fisik juga terdapat dalam hal pengobatan atau yang biasanya
disebut dengan terapi. Terapi yang dimaksut disini adalah pengobatan
medikamentosa. Pengobatan medikamentosa adalah pengobatan untuk
penderita nyeri sendi lutut.Pengobatan ini juga berkenaan dengan obat-
obatan dalam pengobatan atau perawatan penyakit (Stanley, 2007).
Persendian yang biasanya terkena nyeri adalah persendian pada jari-jari,
tulang punggung, sendi penahan berat tubuh (lutut dan panggul). Penyakit
sendi ini disebabkan karena adanya kerusakan pada permukaan sendi tulang
dan kegemukan pada lansia.

H. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Pada Masa


Dewasa Akhir Menjelang Kematian

1. Faktor Depresi
Menurut Djaali & Sappaile (2013) Faktor-faktor yang mempengaruhi
depresi sangat terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri
mereka saat memasuki usia lanjut, seperti pensiun dari pekerjaan, penurunan
pekerjaan, perubahan rutinitas, dan hilangnya lingkungan sosial, dimana
semua hal tersebut terjadi bersamaan dengan penurunan fungsi tubuh,
penurunan kodisi kesehatan, penurunan fungsi kognitif, dan munculnya
penyakit-penyakit kronis.
Masalah yang timbul atau dampak dari depresi adalah perubahan
perilaku pada dirinya dan dapat mengganggu fungsi kehidupannya mulai
dari kognitif, motivasi, emosi dan perasaan, tingkah laku, sampai pada
penurunan kondisi fisiknya. Dan perubahan inilah yang merupakan indicator
terdapatnya masalah psikososial pada lansia yaitu depresi. Hal tersebut akan
berdampak pada penurunan kualitas hidup lansia hingga pada kematian, dan
meningkatnya kebutuhan akan pelayanan terhadap lansia.
Depresi lansia di pelayanan kesehatan lebih tinggi dari pada lansia yang
mendapatkan asuhan rumah, peneliti jurnal ini adalah Nur Asniati Djaalia &
Dra. Nursiah Sappaileb, Akademi Kebidanan Suluh Bangsa, Universitas
Negeri Jakarta.
Dapat disimpulkan bahwa depresi merupakan gangguan kejiwaan yang
umum dialami oleh usia lanjut. Kejadian depresi tersebut didukung oleh
adanya proses penuaan yang dialami para lansia yang menyebabkan
penurunan dalam fungsi hidup dan timbulnya berbagai kondisi psikologis
seperti kehilangan pekerjaan, perubahan status sosial, berkurangnya
kemandirian, dan munculnya penyakit degeneratif. Gejala yang timbul akibat
depresi dapat berupa perubahan motivasi, emosi, kognitif atau fungsi diri,
tingkah laku, dan biologis. Hal tersebut berakibat pada penurunan kualitas
hidup lansia.

2. Faktor Kebermaknaan Hidup


Berdasarkan hasil penelitian Uswatun & Suprapto (2013)
terdapatbeberapa faktor yang menyebabkan subjek merasa kehilangan
kebermaknaan hidup, diantaranya faktor usia yang sudah memasuki masa
lansia. Subjek sering mencari pelayanan medis karena mengeluh sakit kepala
(pusing), punggung kaku, nyeri di persendian tangan dan kaki, dada sesak,
perut kembung, lambung perih, lemah pada bagian kaki, suara serak.
Masalah yang ditimbulkan dari faktor-faktor tersebut yaitu subjek merasa
sebagai kepala keluarga sudah tidak mampu memberikan nafkah secara
finansial kepada keluarga. Subjek merasa mudah marah karena istri dan
anak-anaknya sering tidak menuruti perkataannya.Subjek merasa bahwa
dirinya tidak berharga dan merasa bahwa hidupnya tidak bermakna.
Dampak yang ditimbulkan pada subjek diantaranya subjek menjadi
mudah marah.Merasa hidupnya tidak memiliki makna.Keadaan rumah
tangga jadi kurang harmonis. Tahap yang seharusnya dicapai dalam usia
dewasa akhir (lansia) adalah jika dilihat secara kognitif seharusnya lebih
dekat kepada Tuhan, dan dapat berfikir dewasa, mulai berfikir kearah
kematian. Sedang secara sosioemosi, menjadi orang tua yang lebih
sabar.Menikmati sisa kehidupan bersama keluarga besar. Hidup sejahtera
bersama keluarga, dan memberikan hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa lansia yang tidak
mampu menjalani proses lansia dengan baik akan menimbulkan rasa depresi
dan tidak memiliki rasa kebermaknaan hidup, sedangkan lansia yang mampu
melewati masa lansianya dengan baik akan memiliki rasa kebermaknaan
hidup.

3. Faktor Penyakit pada Saraf Otak seperti Demensia dan Gangguan Aktivitas
Menurut Muharyani (2010) faktor yang menyebabkan timbulnya
demensia adalah penyakit, trauma, obat-obatan, dan depresi. Disamping itu
juga disebabkan oleh melambatnya proses peredaran darah dikarenakan
kurangnya aktivitas.
Dampak yang ditimbulkan seperti penurunan kemampuan intelektual
progresif yang menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional.
Gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan dengan orang
sekitarnya.Kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol
emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah
tingkah laku seperti mudah marah dan berhalusinasi.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Salah satu sistem tubuh yang
mengalami kemunduran adalah sistem kognitif atau intelektual yang sering
disebut demensia.Demensia adalah suatu sindrom penurunan kemampuan
intelektual progresif yang menyebabkan kemunduran kognitif dan
fungsional. Seorang penderita demensia memiliki fungsi intelektual yang
terganggu dan menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun
hubungan dengan orang sekitarnya. Penderita demensia juga kehilangan
kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan
bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku seperti
mudah marah dan berhalusinasi.

4. Faktor Terapi dan Senam Melatih Otak


Menurut Prasetya, Hamid & Susanti faktor yang dapat menyebabkan
turunnya tingkat depresi pada lansia adalah dengan melakukan terapi
kognitif dan senam latih otak. Terapi ini melatih untuk mengontrol distorsi
pikiran/gagasan/ide. Terapi ini berprinsip bahwa pikiran dapat
mempengaruhi mood individu. Dampak yang ditimbulkan pada pasien
adalah perubahan pikiran negatif dari lansia depresi dengan harga diri rendah
menjadi lebih kearah positif.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini di dapatkan bahwa dengan terapi
kognitif dan senam latih otak dapat mengurangi kadar depresi pada klien.
Karena terapi ini bertujuan untuk melatih pengontrolan distorsi
pikiran/gagasan/ide.

5. Faktor-faktor Persepsi yang Mempengaruhi Lansia


Dalam jurnal ini melibatkan di UPT PSTW Khusnul Khotimah sebanyak
77 orang dengan jumlah partisipan pada penelitian ini adalah sebanyak 4
orang lansia yang dipilih dengan memperhatikan prinsip saturasi data yang
berusia 60 tahun ketas. Jurnal ini dibuat oleh Puspita Harapan, Febriana
Sabrian, Wasisto Utomo. Menurut World Health Organization (WHO)
(2010) lansia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun.
Secara umum telah diindentifikasi bahwa usia lanjut pada umumnya
mengalami berbagai gejala akibat terjadinya penurunan fungsi biologis,
psikologis, sosial, dan ekonomi. Dari fisik atau mental, penyakit yang
mengancam nyawa, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan sumber
material, kehilangan otonomi, kehilangan peran, kesepian, isolasi,
kebosanan, dan kekhawatiran terhadap saat kematian dapat terjadi pada
setiap tahap kehidupan.Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi lansia
tentang kematian dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu: spiritual, dukungan
keluarga, dan pengalaman pribadi. Sebagian besar lansia ingin menghadapi
kematian dengan proses yang cepat, khusnul khotimah dan lansia lainnya
pasrah ingin meninggal dalam kondisi apapun. Adanya dukungan dari
keluarga dalam lansia mempersiapkan kematiannya itu sangat dibutuhkan.

I. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosioemosi Pada Masa


Dewasa Akhir Menjelang Kematian

1. Faktor-faktor Kesejahteraan Lansia


Faktor yang paling utama dalam Kesejahteraan Psikologis Lansia
menurut Nurlailiwangi, dkk (2013) mempengaruhi lansia dalam di panti
werdha adalah karena usia yang semakin renta yang menyebabkan kondisi
fisik, kognitif dan sosioemosi menurun, disamping itu karena adanya faktor
dari kerluarga, lingkungan dan masyarkat itu sendiri yang membuat lansia
berada di Panti Werdha juga, dan sebaliknya. Faktor penghambat lansia
menurut Yeniar (2011) yaitu adanya pemikiran bahwa lansia sudah tidak
muda lagi, dan memiliki kesadaran mendekati kematian, para lansia semakin
mendekatkan diri kepada Tuhan. Dan hal ini semakin meningkatnya sisi
religiusitas lansia, tidak disebabkan dengan adanya pasangan hidupnya atau
kesejahteraannya, melainkan kesadaran diri masing-masing. Kemudian,
adanya pikiran pada lansia bahwa tidak ada hidup yang abadi merupakan
faktor pendorong juga.

2. Faktor Kualitas Lansia


Faktor Kualitas dalam pemenuhan kebutuhan sosial lansia di komunitas
cenderung lebih baik dari pada di panti, karena interaksi lansia di komunitas
pada dasarnya lebih luas dari pada lansia di panti.Faktor penghambat
masalah yang biasa dialami oleh lansia diantaranya adalah kesepian,
keterasingan dari lingkungan, ketidakberdayaan, ketergantungan, kurang
percaya diri, keterlantaran terutama bagi lansia yang miskin serta kurangnya
dukungan dari anggota keluarga. Karena dukungan keluarga yang kurang
mengakibatkan lansia harus memiliki tingkat kemandirian yang tinggi.
(Yulianti dan Boraya).

3. Faktor Self-Esteem Pada Lansia


Self-esteem dianggap sebagai hal esensial dalam psychological survival
(Mckay & Fanning, 2000) dan sebagai faktor primer kualitas hidup. Self-
esteem mempengaruhi kebahagiaan, resiliensi, dan memotivasi individu
untuk hidup sehat dan produktif.Self-esteem merupakan faktor esensial bagi
kesehatan, kemampuan coping, bertahan hidup (Schiraldi, 2007),
mempengaruhi motivasi, perilaku fungsional, kepuasan hidup, dan berkaitan
dengan well-being seumur hidup secara signifikan (Guindon, 2010).

4. Faktor Kematangan Emosi Pada Lansia


Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri adalah pendidikan
dan dukungan sosial. Penerimaan diri adalah suatu tingkatan kesadaran
individu tentang karakteristik pribadinya dan adanya kemauan untuk hidup
dengan keadaan tersebut (Pannes dalam Hurlock, 1973). Kematangan Emosi
Schneiders (dalam Kurniawan, 1995) mengemukakan bahwa individu
disebut matang emosinya jika potensi yang dikembangkannya dapat
ditempatkan dalam suatu kondisi pertumbuhan, dimana tuntutan yang nyata
dari kehidupan individu dewasa dapat dihadapi dengan cara yang efektif dan
positif. Hurlock (1959) berpendapat bahwa individu yang matang emosinya
dapat dengan bebas merasakan sesuatu tanpa beban.
Individu yang memiliki kematangan emosi dapat mengatasi masalah
yang dihadapinya dengan memunculkan mekanisme psikologi yang sesuai
dan bermanfaat untuk menghadapi berbagai keadaan dalam kehidupan
sehari-hari. Dimana individu beradaptasi pada perubahan yang ada pada
dirinya untuk mencapai successful aging. Seorang individu dapat saja secara
kronologis sudah memasuki periode perkembangan dewasa, tetapi secara
psikologis masih belum matang hal ini lah yang akan menimbulkan masalah
dimana masih saja ada lansia yang berperilaku seperti anak-anak.
Oleh karena itu, individu lanjut usia seharusnya meluaskan perhatian,
tidak hanya kepada dirinya saja. Successful aging menekankan bahwa
individu mampu mengambil keuntungan dari kesempatan-kesempatan yang
diberikan oleh lingkungan.

5. Faktor Kesepian dan Kerohaniahan Pada Lansia


Faktor penghambat dari permasalahan tersebut dari segi fisik, kognitif
dan sosioemosi menyebabkan penyakit reumatik, tekanan darah tinggi,
kepikunan, ketidakpercayaan diri pada lansia di masyarakat sampai dengan
menimbulkan stress dan depresi pada lansia. Tanpa adanya dukungan dari
keluarga dan lingkungan sosialnya, ternyata stress dan depresi dapat
menyebabkan kematian pada lansia yang kemampuan merespon stressnya
telah menurun. Disamping itu, ketakutan lansia pada dosa-dosa yang pernah
ia perbuat dan akan mendapatkan pertanggungjawaban setelah kematian,
berpisahnya dengan orang-orang yang telah dikasihi, dll.
Sehingga, dampaknya lansia yang mengalami fase kehilangan dalam
hidupnya pun ada yang merasa belum siap dalam menerima datangnnya
kematian, sehingga lansia takut menjalani kehidupan lansianya. Sehingga,
adanya kegiatan memperbaiki ketakutan lansia yang berupa hobby yang
lansia lakukan, lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME, adanya thap
integritas pada lansia sehingga lansia siap dalam menghadapi kematiannya.
Dari aspek-aspek tersebut, adanya kecerdasan spiritual dan keruhaniahan
akan membantu lansia lebih kualitas dalam kehidupannya dalam menghadapi
kematiannya. Karena kecerdasan tersebut menggunakan otak sebagai pola
pikir lansia kepada agama dan visi hidup yang berupa mersakan kehadiran
Tuhan, mengingat Tuhan dan berdo'a, memiliki kualitas sabar dll.

J. Tugas Perkembangan pada periode dewasa akhir

1. Menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik. Misalnya adanya perubahan


penampilan pada wajah wanita, menggunakan kosmetik untuk menutupi
tanda-tanda penuaan pada wajahnya. Pada bagian tubuh, khususnya pada
kerangka tubuh, mengerasnya tulang sehingga tulang menjadi mengapur dan
mudah retak atau patah
2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan
keluarga
3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
4. Menjalin hubungan dengan orang-orang disekitarnya
5. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
6. Menyesuaikan
7. diri dengan peran sosial secara luwes.

K. Perkembangan psikososial masa dewasa akhir


1. Perkembangan Keintiman, keintiman dapat diartikan sebagai suatu
kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan
mereka. Orang-orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan
orang lain akan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim
ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki
masa dewasa akhir.
2. Perkembangan Generatif, generativitas adalah tahap perkembangan
psikososial ketujuh yang dialami individu selama masa pertengahan masa
dewasa. Ketika seseorang mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka
mengenai jarak kehidupan cenderung berubah. Mereka tidak lagi
memandang kehidupan dalam pengertian waktu masa anak-anak, seperti cara
anak muda memandang kehidupan, tetapi mereka mulai memikirkan
mengenai tahun yang tersisa untuk hidup. Pada masa ini, banyak orang yang
membangun kembali kehidupan mereka dalam pengertian prioritas,
menentukan apa yang penting untuk dilakukan dalam waktu yang masih
tersisa.
3. Perkembangan Integritas, integritas merupakan tahap perkembangan
psikososial Erikson yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai
suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda,
orang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan
penyesuaian diri dengan bebrbagai keberhasilan dan kegagalan dalam
kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusan tertentu dalam
menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap
kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup
menjelang kematian. Tahap integritas ini ini dimulai kira-kira usia sekitar 65
tahun, dimana orang- orang yang tengah berada pada usia itu sering disebut
sebagai usia tua atau orang usia lanjut. Usia ini banyak menimbulkan
masalah baru dalam kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak waktu
luang yang dapat dinikmati, namun karena penurunan fisik atau penyakit
yang melemahkan telah membatasi kegiatan dan membuat orang tidak
menrasa berdaya.
Terdapat beberapa tekanan yang membuat orang usia tua ini menarik diri
dari keterlibatan sosial:
 ketika masa pensiun tiba dan lingkungan berubah, orang mungkin
lepas dari peran dan aktifitas selama ini;
 penyakit dan menurunnya kemampuan fisik dan mental, membuat ia
terlalu memikirkan diri sendiri secara berlebihan;
 orang-orang yang lebih muda disekitarnya cenderung menjauh
darinya; dan
 pada saat kematian semakin mendekat, oran ingin seperti ingin
membuang semua hal yang bagi dirinya tidak bermanfaat lagi.

Karakteristik periode dewasa akhir:


 Adanya periode penurunan atau kemunduran yang disebabkan oleh
faktor fisik dan psikologis,
 Perbedaan individu dalam efek penuaan. Ada yang menganggap
periode ini sebagai waktunya untuk bersantai dan ada pula yang
mengaggapnya sebagai hukuman,
 Ada stereotip-stereotip mengenai usia lanjut. Yang menggambarkan
masa tua tidaklah menyenangkan,
 Sikap sosial terhadap usia lanjut. Kebanyakan masyarakat
menganggap orang berusia lanjut tidak begitu dibutuhkan karena
energinya sudah melemah. Tetapi, ada juga masyarakat yang masih
menghormati orang yang berusia lanjut terutama yang dianggap
berjasa bagi masyarakat sekitar,
 Mempunyai status kelompok minoritas. Adanya sikap sosial yang
negatif tentang usia lanjut,
 Adanya perubahan peran. Karena tidak dapat bersaing lagi dengan
kelompok yang lebih muda.
 Penyesuaian diri yang buruk, timbul karena adanya konsep diri yang
negatif yang disebabkan oleh sikap sosial yang negatif,
 Ada keinginan untuk menjadi muda kembali, mencari segala cara
untuk menjadi muda kembali.

L. Perkembangan Psikis Pada Lansia

 Perkembangan Intelektual
Menurut david Wechsler dalam Desmita (2008) kemunduran
kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme sacara
umum, hampir sebagian besar penelitian menunjukan bahwa setelah
mencapai puncak pada usia antara 45-55 tahun, kebanyakan kemampuan
seseorang secara terus menerus mengalami penurunan, hal ini juga berlaku
pada seorang lansia.
Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan sesuatau
yang tidak dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor, seperti penyakit,
kecemasan atau depresi. Tatapi kemampuan intelektual lansia tersebut pada
dasarnya dapat dipertahankan. Salah satu faktor untuk dapat
mempertahankan kondisi tersebut salah satunya adalah dengan menyediakan
lingkungan yang dapat merangsang ataupun melatih ketrampilan intelektual
mereka, serta dapat mengantisipasi terjadinya kepikunan.

 Perkembangan Emosional
Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap
menghadapi dan menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan
para lanjut usia kurang dapat menyesuaikan diri dan memecahkan
masalah yang dihadapi (Widyastuti, 2000). Munculnya rasa tersisih,
tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru seperti
penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan
sebagian kecil dari keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus
dihadapi lanjut usia.
Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadinya gangguan
fungsional, keadaan depresi dan ketakutan akan mengakibatkan lanjut
usia semakin sulit melakukan penyelesaian suatu masalah. Sehingga
lanjut usia yang masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung
menjadi semakin sulit penyesuaian diri pada masa-masa selanjutnya.
Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah
kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat
perubahan perubahan fisik, maupun sosial psikologis yang dialaminya
dan kemampuan untuk mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam
diri dengan tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan kemampuan
mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat sehingga dapat
memenuhi kebutuhan– kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah
baru.

 Perkembangan Spiritual
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat
dengan agama menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan
hidup, harga diri dan optimisme. Kebutuhan spiritual (keagamaan)
sangat berperan memberikan ketenangan batiniah, khususnya bagi para
Lansia. Rasulullah bersabda “semua penyakit ada obatnya kecuali
penyakit tua”. Sehingga religiusitas atau penghayatan keagamaan besar
pengaruhnya terhadap taraf kesehatan fisik maupun kesehatan mental,
hal ini ditunjukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hawari (1997),
bahwa :
1. Lanjut usia yang nonreligius angka kematiannya dua kali lebih besar
daripada orang yang religius.
2. Lanjut usia yang religius penyembuhan penyakitnya lebih cepat
dibandingkan yang non religius.
3. Lanjut usia yang religius lebih kebal dan tenang menghadapi operasi
atau masalah hidup lainnya.
4. Lanjut usia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stres
daripada yang nonreligius, sehingga gangguan mental emosional jauh
lebih kecil.
5. Lanjut usia yang religius tabah dan tenang menghadapi saat-saat
terakhir (kematian) daripada yang nonreligius.

M. Hal-hal yang diperhatikan dalam merawat lansia;


1. Memprioritaskan keamanan lansia
Dalam perawatan lansia, salah satu hal yang perlu Anda perhatikan
adalah keamanannya. Apalagi, seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
pertambahan usia memang membuat tubuh menjadi tidak sekuat dahulu. Hal ini
membuat lansia lebih rentan jatuh. Untuk menghindari hal tersebut, lakukan
modifikasi terhadap tempat tinggal lansia.

Sebagai contoh, mengatur tata letak perabotan dan benda-benda sekitar


lansia dengan tepat, agar lansia lebih mudah bergerak atau berpindah tempat.

Pastikan barang-barang yang dibutuhkan dan digunakan sehari-hari


mudah dijangkau oleh lansia untuk meminimalkan kemungkinan lansia hilang
keseimbangan hingga terjatuh.

Perawatan lansia ini penting karena jika lansia terjatuh, bisa


mengakibatkan kondisi yang fatal, misalnya patah tulang, gegar otak, dan
kondisi serius lainnya. Oleh sebab itu, sebisa mungkin mengantisipasinya
dengan menjaga agar lansia tetap aman.

2. Perhatikan kebutuhan nutrisi


Penting memerhatikan kebutuhan gizi untuk lansia sebagai bagian dari
perawatan lansia. Sama seperti orang kebanyakan, lansia juga memerlukan zat
gizi yang seimbang dan beragam. Menerapkan pola makan sehat lansia dapat
membantu mencegah timbulnya penyakit.

3. Memenuhi kebutuhan lainnya


Dalam perawatan lansia, selain memenuhi kebutuhan gizi, Anda juga
perlu memenuhi kebutuhan lansia lainnya. Sebagai contoh, Anda perlu
membantu lansia untuk berbelanja kebutuhannya, melakukan pekerjaan rumah,
dan menemaninya selama berada berada dalam rumah.

Namun, kebutuhan lain dari lansia sangat tergantung pada tiap-tiap individu,
karena kondisi tubuh dan kemampuan tiap lansia bisa sangat berbeda. Sebagai
contoh, ada lansia yang harus disuapi saat makan, ada pula yang masih bisa
makan sendiri.

Oleh sebab itu, pertimbangkan pula aktivitas lansia sehari-hari untuk


memastikan bahwa Anda telah memenuhi semua kebutuhannya. Mulai dari
menjaga kebersihan, termasuk mandi dan buang air, kegiatan makan, mobilitas,
berpakaian, dan masih banyak lagi.
4. Membantu lansia untuk tetap aktif berkegiatan
Salah satu kunci untuk hidup lebih lama adalah lansia yang sehat dan
bahagia. Perawatan untuk lansia agar senantiasa berbahagia adalah
membantunya agar tetap aktif berkegiatan dan bersosialisasi dengan banyak
orang.
Lansia yang terlalu banyak menghabiskan waktu sendirian di rumah tanpa
melakukan kegiatan yang berarti cenderung mudah merasa kesepian, terisolasi,
hingga terjadi gangguan kesehatan mental pada lansia seperti depresi dan stres.
Oleh sebab itu, sebagai perawat, Anda perlu membantu lansia agar bisa aktif
berkegiatan dan bertemu dengan banyak orang.

Hal ini bisa sangat membantu agar lansia tidak mudah merasa bosan, hidupnya
tak berarti, dan berbagai pikiran dan perasaan pemicu stres lainnya. Selain itu,
lansia yang aktif dan bahagia cenderung memiliki tubuh

5. Menerima bantuan dari orang lain


Merawat lansia seorang diri bukan perkara mudah. Apalagi, perawatan
lansia sering kali menguras pikiran dan tenaga Anda sebagai perawat. Demi
kesehatan fisik dan mental tetap terjaga, jangan ragu untuk menerima atau
bahkan meminta pertolongan kepada orang lain, khususnya anggota keluarga,
teman, dan tetangga.
Semakin banyak yang membantu untuk melakukan perawatan lansia,
semakin ringan pula beban Anda sebagai perawat. Setidaknya, Anda bisa
berbagi tugas dengan anggota keluarga yang menawarkan bantuan, misalnya
meminta bantuan untuk berbelanja, mengantarkan ke dokter, atau sekedar
membantu menyiapkan makan untuk lansia.
Tak hanya itu, bantuan juga bisa berupa biaya perawatan dan pengobatan
lansia, menemani lansia mengobrol melalui telepon saat Anda sedang sibuk
menyiapkan makan, dan masih banyak lagi. Bantuan-bantuan seperti ini dapat
meringankan tugas Anda sebagai perawat sehingga perawatan untuk lansia
terasa lebih mudah

6. Memahami kondisi kesehatan lansia


Perawatan lansia merupakan salah satu hal yang sangat penting,
khususnya bagi penyandang disabilitas atau memiliki penyakit tertentu. Sebagai
perawat, Anda tentu harus memahami betul kondisi kesehatan lansia agar siap
terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi.
Tidak hanya sendiri, Anda perlu mengajak orang lain yang berkaitan,
misalnya anggota keluarga, untuk sama-sama memahami kondisi kesehatan
lansia. Hal ini disebabkan, ada kemungkinan bahwa mereka suatu saat akan ikut
merawat dan menjaganya

7. Membuat jadwal dengan anggota keluarga lain


Jika Anda melakukan perawatan bersama dengan anggota keluarga lain,
cobalah untuk menyusun jadwal untuk bergantian merawat dan menjaga lansia.
Hal ini akan memudahkan Anda dan anggota keluarga lain untuk adil dalam
berbagi tugas dan mentaatinya.
Tak hanya itu, pembuatan jadwal ini juga akan memudahkan Anda untuk
mengatur aktivitas sehari-hari. Dengan begitu, meski sibuk merawat lansia,
kehidupan Anda dan anggota keluarga lain yang ikut menjaganya, masih bisa
tertata dan terjadwal dengan baik

8. Mendampingi saat mengurus legalitas berkas penting


Perawatan lansia yang bisa Anda berikan untuk orang terdekat tidak
hanya seputar kesehatan, tapi juga berbagai hal lain yang tidak kalah penting,
misalnya mengurus legalitas berkas-berkas penting. Biasanya, lansia sudah
mulai memiliki kesulitan untuk membaca, memahami isi berkas dan dokumen,
dan masih banyak lagi.Tentu saja, pada saat-saat tersebut, lansia membutuhkan
Anda untuk mendampinginya. Lakukan hal tersebut sebagai bentuk dukungan
Anda kepada lansia tersayang. Selain itu, pastikan juga untuk membantu lansia
menyimpan dokumen-dokumen penting tersebut pada tempat yang aman, tetapi
masih tergolong mudah untuk diakses khususnya saat Anda butuhkan

9. Memastikan lansia selalu dalam pengawasan


Meski masih bisa melakukan banyak hal secara mandiri, bukan berarti
Anda boleh melepaskan pengawasan kepada lansia. Usahakan untuk selalu
memastikan lansia berada dalam pengawasan Anda atau orang lain. Hindari
membiarkan lansia benar-benar sendirian.Pasalnya, Anda mungkin tidak akan
mengetahui dengan pasti apa yang terjadi pada lansia jika ia sendirian. Jika
Anda tidak bisa mengawasinya setiap saat, setidaknya mintalah pertolongan
kepada orang lain untuk membantu mengawasi lansia tersebut.
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan. Saat lansia berada dalam pengawasan, Anda dan anggota keluarga
lainnya bisa mengantisipasi hal buruk yang mungkin dapat membahayakan
kesehatan dan keselamatan lansia.

10. Menjaga kesehatan diri sendiri


Terlalu sibuk merawat lansia dapat membuat Anda lupa terhadap
kesehatan fisik dan mental diri sendiri. Padahal, kedua aspek tersebut penting
dalam perawatan lansia. Terlebih jika banyak hal lain yang juga membutuhkan
perhatian Anda, misalnya pekerjaan, anak, dan masih banyak lagi.Menurut
sebuah artikel yang dimuat pada Care Link, salah satu organisasi yang
menyediakan perawatan untuk lansia di Amerika, sering kali lupa untuk
mengatasi stres yang dihadapi saat merawat lansia. Hal ini dapat memicu Anda
mengalami depresi.

N. Aplikasi Peran Perawat


1. Memiliki pengalaman dalam bidang keperawatan
Jika Anda memang ingin mencari perawat yang terbaik untuk lansia,
sebaiknya pekerjakan seseorang yang sudah memiliki pengalaman dalam
merawat orang dengan usia lanjut. Dengan begitu, setidaknya perawat
tersebut sudah memahami apa yang harus ia lakukan saat menghadapi lansia.
Apabila lansia mengalami penyakit tertentu, tidak ada salahnya untuk
mencari seorang perawat yang sudah memiliki sertifikat khusus dalam
memberikan penanganan medis. Hal ini akan membuat Anda lebih tenang
jika terpaksa meninggalkan lansia hanya berdua dengan perawat.
2. Memiliki fleksibilitas dalam bekerja
Menjadi seorang perawat lansia mungkin bukan pekerjaan yang sama
seperti menjadi seorang pegawai kantoran. Pasalnya, tiap lansia memiliki
aktivitas dan kebutuhan yang berbeda, sehingga Anda perlu mencari
seseorang yang memiliki fleksibilitas dalam bekerja, baik dalam sisi jenis
pekerjaan yang dilakukan hingga lama waktu bekerja.
Sebagai contoh, seorang lansia mungkin membutuhkan perawat untuk
membantunya menggunakan pakaian, menyuapi, menyiapkan obat-obatan
dan lain sebagainya. Sementara itu, lansia lain mungkin hanya membutuhkan
seorang perawat untuk menemaninya bepergian.
3. Memiliki kesabaran yang tinggi
Sebagai seorang perawat, memiliki kesabaran yang tinggi adalah salah
satu kriteria penting. Hal ini menjadi sangat berpengaruh saat perawat
menjalin komunikasi dengan lansia. Pasalnya, saat memasuki usia senja,
tidak sedikit yang mulai kehilangan kemampuannya untuk mengingat dan
mulai bersikap seperti anak kecil.
Hal ini menjadi salah satu tantangan bagi para perawat untuk melatih
kesabaran. Apalagi, memiliki kesabaran dan pengertian yang tinggi akan
memudahkan perawat dalam menjalin komunikasi dan hubungan yang baik
dengan lanjut usia. Dengan begitu, perawat juga akan lebih mudah untuk
melaksanakan tugasnya.
4. Memiliki kepedulian yang besar terhadap lansia
Perawat juga harus memiliki kepedulian yang besar terhadap lansia.
Setidaknya, seorang perawat bisa mengetahui kebutuhan lansia meski tidak
mereka tak sampaikan melalui kata-kata. Itu artinya, perawat juga perlu
memiliki kemampuan observasi dan memahami bahasa tubuh yang baik.
Pasalnya, ada lansia yang memiliki suatu kondisi kesehatan yang
membuatnya tidak bisa berbicara dengan lancar. Ada pula lansia yang
kurang bisa secara nyaman menyampaikan apa yang ada di pikiran dan
perasaannya. Hal ini mengharuskan perawat untuk bisa lebih peka dengan
kondisi yang sedang terjadi pada orang lanjut usia.

5. Memiliki kreativitas agar lansia aktif berkegiatan


Sebagai perawat, sebaiknya Anda memang mengikuti keinginan dan
kebutuhan dari orang lanjut usia. Namun, bukan berarti Anda harus selalu
pasif saat menjaga dan merawat orang lanjut usia. Ada kalanya, Anda juga
harus proaktif untuk membantu mencarikan kegiatan untuk lansia agar tidak
bosan.
Akan tetapi, sesuaikan kegiatan dengan kemampuan dan kegemaran
lansia. Jika lansia masih cukup kuat untuk beraktivitas di luar rumah, tak ada
salahnya untuk mengajaknya jalan-jalan sore, atau bahkan mengikuti
kegiatan olahraga yang membuat tubuh lansia menjadi lebih sehat.

BAB III

IMPLEMENTASI

O.

BAB IV
PENUTUP

P. Simpulan
Bioakustik adalah ilmu terapan yang dimaksudkan untuk memanjakan
indra pendengaran di suatu ruang tertutup yang terutama relatif besar atau juga
disebut sebagai ilmu yang mempelajari tentang bunyi, bioakustik sendiri dapat
diadaptasi konsep dan prinsipnya pada dunia kesehatan, banyak dampak positive
dari adanya bioakustik tersebut, telinga adalah organ yang sangat berperan
dalam penerapan bioakustik, seperti penggunaan stetoskop untuk memeriksa
detak jantung atau bising nafas dan usus.
Q. Saran
Pada bidang kesehatan peran bioakustik sangatlah penting, maka dari itu
fasilitas yang diberikan untuk bidang ini sebaiknya dimaksimalkan dan
tingkatkan agar semakin berkembang dan beragam pengaplikasian bioakustik
pada bidang kesehatan agar dapat mencakup lebih luas lagi kemasyarakat.
Daftar Pustaka

1. ABDUL YASID, D. (2015). PENGARUH PENFREKUENSI GELOMBANG


BUNYI TERHADAP PERILAKU LALAT RUMAH (MUSCA DOMESTICA), 190-
192.

2. JATI, B. M. (2009). MAKASAR: CV.ANDI OFFSET.

3. KENCANAWATI, C. I. (2017). AKUSTIK, NOISE DAN MATERIAL PENYERAP


SUARA, 1-2.

4. PUGUH SETYO NUGROHO, H. W. (2009). ANATOMI DAN FISIOLOGI


ANATOMI DAN FISIOLOGI, 76-83.

Anda mungkin juga menyukai