Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“STRES DAN ADAPTASI”

Mata Kuliah
ISBD/Psikososial
(Budaya dalam Keperawatan)

Dosen Mata Kuliah

Ns. Vivi Berhimpong, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh

Gloria Sendow 20061080 Yana Suparto 20061036

Michell Kaumbur 20061007 Vanezza Kaeng 20061012

Intan Palit 20061074 Aris Mambrisauw 20061022

Pingkan Pantow 20061009

UNIVERSITAS SARIPUTRA INDONESIA TOMOHON


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN T/A 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
makalah yang berjudul “STRES DAN ADAPTASI” ini dapat terselesaikan dengan baik.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan wawasan kepada
pembaca mengenai penyakit stres dan adaptasi. Dengan begitu, kita dapat mengetahui seperti
apakah stres dan adaptasi ini.

Makalah ini tentu dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dari pihak lain juga.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada anggota-anggota kelompok yang sudah
turut membantu menyelesaikan makalah ini juga kepada Ns. Vivi Berhimpong., S.Kep., M.Kep
selaku pengampu mata kuliah ISBD/Psikososial (budaya dalam keperawatan) atas saran dan
bimbingannya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak. Selain itu, kami berharap agar
pembaca tidak sungkan memberi masukan berupa kritik dan saran yang membangun, karena
penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna.

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................9
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................10

BAB II Pembahasan
A. Stres ............................................................................................................11
1. Pengertian stres.....................................................................................11
2. Penyebab stres.......................................................................................11
3. Manifestasi stres....................................................................................12
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres...............................................13
5. Alat ukur stres.......................................................................................14
6. Menejemen stress..................................................................................15
B. Konsep Adaptasi.........................................................................................17
1. Pengertian adaptasi ..............................................................................17
2. Adaptasi terhadap stres.........................................................................18
3. Model stres adaptasi..............................................................................19
C. Perbedaan stres dan gangguan jiwa............................................................19

BAB III Penutup


Kesimpulan.............................................................................................................20
Daftar Pustaka.........................................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Richard (2010) stres adalah suatu proses yang menilai suatu
peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu
merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku.
Peristiwa yang memunculkan stres dapat saja positif (misalnya merencanakan
perkawinan) atau negatif (contoh : kematian keluarga).
Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan (stressful event)
atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh individu terhadapnya.
Compas (dalam Preece, 2011) berpendapat bahwa stres adalah suatu konsep yang
mengancam dan konsep tersebut terbentuk dari perspektif lingkungan dan
pendekatan yang ditransaksikan. Baum (dalam Yusuf, 2004) mendefinisikan stres
sebagai pengalaman emosional yang negatif yang disertai dengan perubahan-
perubahan biokimia, fisik, kognitif, dan tingkah laku yang diarahkan untuk
mengubah peristiwa stres tersebut atau mengakomodasikan dampak-dampaknya.
Menurut Dilawati (dalam Syahabuddin, 2010) stres adalah suatu
perasaan yang dialami apabila seseorang menerima tekanan. Tekanan atau
tuntutan yang diterima mungkin datang dalam bentuk mengekalkan jalinan 10
perhubungan, memenuhi harapan keluarga dan untuk pencapaian akademik.
Lazarus dan Folkman (dalam Evanjeli, 2012) yang menjelaskan stres
sebagai kondisi individu yang dipengaruhi oleh lingkungan. Kondisi stres terjadi
karena ketidakseimbangan antara tekanan yang dihadapi individu dan kemampuan
untuk menghadapi tekanan tersebut. Individu membutuhkan energi yang cukup
untuk menghadapi situasi stres agar tidak mengganggu kesejahteraan mereka.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu peristiwa
atau pengalaman yang negatif sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun
membahayakan dan individu yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem
biologis, psikologis dan sosial dari seseorang.
Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar
terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: fisik yakni perubahan
fisiologis dan psikogis yakni bagaimana seseorang merasakan keadaan dalam
hidupnya. Perubahan keadaan fisik dan psikologis ini disebut sebagai stresor
(pengalaman yang menginduksi respon stres) (Pinel, 2009). Stres adalah suatu
reaksi tubuh yang dipaksa, di mana ia boleh menganggu equilibrium
(homeostasis) fisiologi normal (Julie K., 2005). Sedangkan menurut WHO (2003)
Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan
mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk
menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai
berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang
menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres
semua sebagai suatu sistem.
Menurut Corneli,sebagaimana dikutip oleh Grant Bercht (2000) bahwa
yang dimaksud “stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan
oleh perubahan dan tuntutan kehidupan,yang dipengaruhi baik oleh lingkungan
maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut”. Sebuah survei yang
diadakan oleh health and safety executive (Badan Eksekutif kesehatan dan
keselamatan) menunjukkan bahwa setengah juta penduduk Inggris menderita
penyakit yang berhubungan dengan stres karena beban kerja yang ada (Wilkinson,
2003). Menurut Dr. So Koo Meng, MBBS, Mmed, FAMS, Adjunct Associate
Professor National University of Singapore, 3 gejala stres timbul akibat dari
ketidakharmonisan pemenuhan keinginan dan kemampuan untuk menghadapinya
(Marfrisco, 2008) .
Adaptasi adalah proses penyesuaian diri terhadap beban lingkungan agar
organisme dapat bertahan hidup (Sarafino, 2005). Sedangkan menurut Gerungan
(2006) menyebutkan bahwa adapatasi atau penyesuaian diri adalah mengubah diri
sesuai dengan keadaan 14 lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai
dengan keadaan (keinginan diri).
adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal.
Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan,
mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau
penguasaan situasi (Selye, 1976, Monsen, Floyd dan Brookman, 1992).
Pada saat seseorang mengalami stres ada dua aspek utama dari dampak
yang ditimbulkan akibat stres yang terjadi, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis
(Sarafino, 1998) yaitu :
a. Aspek fisik Berdampak pada menurunnya kondisi seseorang pada saat
stres sehingga orang tersebut mengalami sakit pada organ tubuhnya,
seperti sakit kepala, gangguan pencernaan.

2
b. Aspek psikologis Terdiri dari gejala kognisi, gejala emosi, dan gejala
tingkah laku. Masing-masing gejala tersebut mempengaruhi kondisi
psikologis 11 seseorang dan membuat kondisi psikologisnya menjadi
negatif, seperti menurunnya daya ingat, merasa sedih dan menunda
pekerjaan.
Hal ini dipengaruhi oleh berat atau ringannya stres. Berat atau ringannya stres
yang dialami seseorang dapat dilihat dari dalam dan luar diri mereka yang
menjalani kegiatan akademik di kampus. Berdasarkan teori yang diuraikan diatas
maka dapat didimpulkan aspekaspek stres terdiri dari aspek fisik dan aspek
psikologis, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai indikator alat ukur skala sters
akademik.
Konflik antara dua atau lebih kebutuhan atau keinginan yang ingin
dicapai, yang terjadi secara berbenturan juga bisa menjadi penyebab timbulnya
stres. Seringkali individu mengalami dilema saat diharuskan memilih diantara
alternatif yang ada apalagi bila hal tersebut menyangkut kehidupan di masa depan.
Konflik bisa menjadi pemicu timbulnya stress atau setidaknya membuat individu
mengalami ketegangan yang berkepanjangan yang akan mengalami kesulitan
untuk mengatasinya.
Metode yang akan digunakan dalam mengumpulkan data penelitian ini
adalah dengan menggunakan metode kuantitatif dengan skala. Untuk memperoleh
data, dalam penelitian ini menggunakan tiga skala yaitu, skala stres, skala rasa
syukur, dan skala dukungan sosial.
1.Skala Stres Alat ukur yang digunakan untuk mengukur stres adalah memodifikasi
alat ukur The Perceived Stress Scale (PSS-10) yang dirancang oleh Cohen (1994).
Skala ini dirancang untuk mengukur sejauh mana situasi dalam kehidupan
individu yang dinilai sebagai stres. Skala ini terdiri dari 10 aitem yang disusun
berdasarkan pengalaman dan persepsi individu tentang apa yang dirasakan dalam
kehidupan mereka, yaitu perasaan tidak terprediksi (feeling of unpredictability),
perasaan tidak terkontrol (perasaan of uncontrollability) dan perasaan tertekan
(feeling of overloaded), (Cohen, Kamarck & Mermelstein, 1983). Skala ini
menggunakan alternatif yaitu tidak pernah (TP), jarang (J), kadang-kadang (KK),
sering (S) dan sangat sering (SS). Namun, dengan melihat subjek penelitian ini
adalah seorang lansia maka alternatif jawaban disederhanakan dengan
menggunakan alternatif jawaban skala Guttman menjadi (Ya) dan (Tidak).
Pemberian skor untuk skala ini yaitu 1 untuk jawaban (Ya) dan 0 untuk jawaban

3
(Tidak) pada aitem yang mendukung (favorable) dan 0 untuk jawaban (Ya) dan 1
untuk jawaban (Tidak) pada aitem yang tidak mendukung (unfavorable).
Konsistensi reliabilitas internal (Cronbach’s αs) untuk skala stres (PSS-10) ini
adalah sebesar α = 0.78 pada sampel Harris Poll dan α = 0.91 pada sampel
eNation tahun 2006 dan 2009 (Cohen, Janicki-Deverts, 2012).
2. Skala Rasa Syukur Alat ukur yang digunakan untuk mengukur rasa syukur
memodifikasi alat ukur The Gratitude Questionnaire-Six Item Form (GQ-6). Skala
ini terdiri dari 6 aitem yang dibuat berdasarkan empat aspek rasa syukur menurut
McCullough, Emmons dan Tsang (2002) yaitu intensitas (intencity), frekuensi
(frequency), rentang (span), dan keterikatan (density). Skala ini menggunakan
alternatif jawaban yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), agak tidak
setuju (ATS), netral (N), agak setuju (AT), setuju (S) dan sangat setuju (SS).
Namun, dengan melihat subjek penelitian dalam penelitian ini adalah seorang
lansia maka alternatif jawaban disederhanakan dengan menggunakan alternatif
jawaban skala Guttman menjadi Setuju (S) dan Tidak Setuju (TS). Pemberian skor
untuk skala ini yaitu 2 untuk jawaban Setuju (S) dan 1 untuk jawaban Tidak
Setuju (TS) pada aitem yang mendukung (favorable) dan 1 untuk jawaban Setuju
(S) dan 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS) pada aitem tidak mendukung
(unfavorable). Konsistensi reliabilitas internal untuk rasa syukur ini adalah
sebesar α = 0.82 (McCullough, Emmons & Tsang, 2002).
3. Skala Dukungan Sosial Alat ukur yang digunakan untuk mengukur dukungan
sosial adalah dengan memodifikasi alat ukur The Social Provision Scale (SPS).
Skala ini terdiri dari 24 aitem yang dibuat berdasarkan pada enam dimensi
dukungan sosial menurut Cutrona dan Russell (1987) yaitu bimbingan
(Guidance), Hubungan yang terpercaya (Reliable alliance), Adanya pengakuan
(Reassuranc e of worth), Kesempatan untuk pengasuhan (Opportunity for
nurturance), Kelekatan (Attachments) dan Integrasi sosial (Social integration).
Namun dalam penelitian ini memodifikasi Provision Scale (SPS) menjadi 14
aitem yang disusun berdasarkan enam dimensi dukungan osial yang sama. Skala
ini menyediakan alternatif jawaban menggunakan skala likert yang terdiri dari
sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).
Namun, dengan melihat subjek penelitian dalam penelitian ini adalah seorang
lansia maka alternatif jawaban disederhanakan dengan menggunakan alternatif
jawaban skala Guttman menjadi Setuju (S) dan Tidak Setuju (TS). Pemberian skor
untuk skala ini yaitu 2 untuk jawaban Setuju (S) dan 1 untuk jawaban Tidak

4
Setuju (TS) pada aitem yang mendukung (favorable) dan 1 untuk jawaban Setuju
(S) dan 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS) pada aitem tidak mendukung
(unfavorable). Konsistensi reliabilitas internal skala ini sangat baik (α = 0.93)
dengan koofisien alpha berkisar 0.59 untuk dimensi Opportunity for Nurturance
(kesempatan untuk mengasuh) hingga 0.78 untuk dimensi Guidance (bimbingan),
(Russell & Cutrona, dalam Lopez & Cooper, 2011).
Yusuf (2004) faktor pemicu stres itu dapat diklasifikasikan ke dalam
beberapa kelompok berikut :
a. Stressor fisik-biologik, seperti : penyakit yang sulit disembuhkan, cacat
fisik atau kurang berfungsinya salah satu anggota tubuh, wajah 14 yang
tidak cantik atau ganteng, dan postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal
(seperti : terlalu kecil, kurus, pendek, atau gemuk).
b. Stressor psikologik, seperti : negative thinking atau berburuk sangka,
frustrasi (kekecewaan karena gagal memperoleh sesuatu yang diinginkan),
hasud (iri hati atau dendam), sikap permusuhan, perasaan cemburu,
konflik pribadi, dan keinginan yang di luar kemampuan.
c. Stressor Sosial, seperti iklim kehidupan keluarga : hubungan antar anggota
keluarga yang tidak harmonis (broken home), perceraian, suami atau istri
selingkuh, suami atau istri meninggal, anak yang nakal (suka melawan
kepada orang tua, sering membolos dari sekolah, mengkonsumsi minuman
keras, dan menyalahgunakan obat-obatan terlarang) sikap dan perlakuan
orang tua yang keras, salah seorang anggota mengidap gangguan jiwa dan
tingkat ekonomi keluarga yang rendah, lalu ada faktor pekerjaan :
kesulitan mencari pekerjaan, pengangguran, kena PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja), perselisihan dengan atasan, jenis pekerjaan yang tidak
sesuai dengan minat dan kemampuan dan penghasilan tidak sesuai dengan
tuntutan kebutuhan sehari-hari, kemudian yang terakhir ada iklim
lingkungan : maraknya kriminalitas (pencurian, perampokan dan
pembunuhan), tawuran antar kelompok (pelajar, mahasiswa, atau warga
masyarakat), harga kebutuhan pokok yang mahal, kurang tersedia fasilitas
air bersih yang memadai, kemarau panjang, udara yang sangat panas atau
dingin, suara bising, polusi udara, lingkungan yang kotor (bau sampah 15
dimana-mana), atau kondisi perumahan yang buruk, kemacetan lalu lintas
bertempat tinggal di daerah banjir atau rentan longsor, dan kehidupan
politik dan ekonomi yang tidak stabil.

Ada dua macam stres yang dihadapi oleh individu yaitu :


a. Stres yang ego-envolved : stres yang tidak sampai mengancam
kebutuhan dasar atau dengan kata lain disebut dengan stres
kecilkecilan.
b. Stres yang ego-involved : stres yang mengancam kebutuhan dasar serta
integritas kepribadian seseorang. Stres semacam ego involved

5
membutuhkan penanganan yang benar dan tepat dengan melakukan
reaksi penyesuaian agar tidak hancur karenanya.

Kemampuan individu dalam bertahan terhadap stres sehingga tidak


membuat kepribadiannya “berantakan” disebut dengan tingkat toleransi
terhadap stres. Setiap individu memiliki tingkat toleransi yang berbeda
antara satu individu dengan individu lainnya. Individu dengan kepribadian
yang lemah bila dihadapkan pada stres yang kecil-kecil sekalipun akan
menimbulkan perilaku abnormal. Berbeda dengan individu yang
berkepribadian kuat, meskipun dihadapkan pada stres yang ego envolved
kemungkinan bisa.
Menurut Lumongga (dalam Sukoco, 2014) jenis stres tersebut
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : distress dan eustress. Distress
merupakan jenis stres negatif yang sifatnya mengganggu individu yang
mengalaminya, sedangkan eustress adalah jenis stres yang sifatnya positif
atau membangun. Individu yang mengalami stres memiliki beberapa
gejala atau gambaran yang dapat diamati secara subjektif maupun objektif.

Hardjana ( dalam Sukoco, 2014) menjelaskan bahwa individu yang


mengalami stres memiliki gejala sebagai berikut :
1. Gejala Fisikal, gejala stres yang berkaitan dengan
kondisi dan fungsi fisik atau tubuh dari seseorang.
2. Gejala Emosional, gejala stres yang berkaitan dengan
keadaan psikis dan mental seseorang.
3. Gejala Intelektual, gejala stres yang berkaitan dengan
pola pikir seseorang.
4. Gejala Interpersonal, gejala stres yang mempengaruhi
hubungan dengan orang lain, baik di dalam maupun di
luar rumah.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan gejala-gejala individu
yang mengalami stres memiliki gejala fisikal, gejala emosional, gejala
intelektual dan gejala interpersonal yang dapat mempengaruhi seseorang.
Stres tersebut bisa di lihat dari dua sudut, yang pertama dari sudut biologis
berupa gejala fisik yang menyangkut organ tubuh manusia dengan proses
stres itu sendiri. Stres yang terjadi dipengaruhi oleh stressor kemudian di
terima oleh reseptor yang mengirim pesan ke otak. Stressor tersebut
6
kemudian di terima oleh otak khususnya otak bagian depan yang
mengakibatkan bekerjanya kelenjar di dalam organ tubuh dan otak. Organ
tubuh dan otak saling bekerja sama untuk menerjemahkan proses stres
yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem fungsi kerja tubuh bisa
berupa sakit kepala, tidur tidak teratur, nafsu makan menurun, mudah lelah
atau kehilangan daya energi, otot dan urat tegang pada leher dan bahu,
sakit perut, telapak tangan berkeringat dan jantung berdebar. Kemudian
sudut yang kedua berupa gejala psikis yang menyangkut keadaan mental,
emosi dan pola pikir seseorang yang ditunjukkan dengan susah
berkonsentrasi, daya ingat menurun atau mudah lupa, produktivitas atau
prestasi kerja menurun, sering merasa jenuh, gelisah, cemas, frustrasi,
mudah marah dan mudah tersinggung. Jika kedua sudut tersebut
digabungkan maka akan membentuk suatu keterkaitan bahwa baik fisik
maupun psikis saling mempengaruhi satu sama lain saat proses stres
terjadi. Keterkaitan stres yang di alami mahasiswa terkait dengan
akademiknya yaitu karena adanya tuntutantuntutan yang harus dipenuhi
oleh mahasiswa tersebut. Tuntutan itu bisa berupa tugas yang harus
dikerjakan dan dikumpulkan secara bersamaan, praktikum, pencarian
referensi, kuliah tambahan, pembuatan laporan yang sudah terjadwal atau
deadline. Tuntutan tersebutlah yang menciptakan sebuah stressor bagi
mahasiswa dalam kegiatan akademiknya. akan mampu mengatasi
kondisinya (Ardani, 2013).
Menurut Ardani (2013) ada dua strategi yang bisa digunakan untuk
menghadapi stres, yaitu :
1. Strategi menghadapi stres dalam perilaku.
a. Memecahkan persoalan secara tenang. Yaitu mengevaluasi
kekecewaan atau stres dengan cermat kemudian
menentukan langkah yang tepat untuk diambil, setelah itu
mereka mempersiapkan segala upaya dan daya serta
menurunkan kemungkinan bahaya.
b. Agresi. Stres sering berpuncak pada kemarahan atau agresi.
Sebenarnya agresi jarang terjadi namun apabila hal itu
hanyalah berupa respon penyesuaian diri. Contohnya
adalah mencari kambing hitam, menyalahkan pihak lain
dan kemudian melampiaskan agresinya kepada sasaran itu.

7
c. Regresi Yaitu kondisi ketika seseorang yang menghadapi
stres kembali lagi kepada perilaku yang mundur atau
kembali ke masa yang lebih muda (memberikan respons
seperti orang dengan usia yang lebih muda).
d. Menarik diri. Merupakan respon yang paling umum dalam
mengambil sikap. Bila seseorang menarik diri maka dia
memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun. Respon
ini biasanya disertai dengan depresi dan sikap apatis.
e. Mengelak. Seorang yang mengalami stres terlalu lama, kuat
dan terus menerus maka ia akan cenderung mengelak.
Contoh mengelak adalah mereka melakukan perilaku
tertentu secara berulang-ulang. Hal ini sebagai pengelakkan
diri dari masalah demi mengalahkan perhatian. Dalam
usaha mengelakkan diri, orang Amerika biasanya
menggunakan alkohol, obat penenang, heroin dan obat-
obatan dari bahan kimia lainnya. 2.
2. Strategi menghadapi stres secara kognitif
a. Represi Adalah upaya untuk menyingkirkan frustasi, stres
dan semua yang menimbulkan kecemasan.
b. Menyangkal kenyataan Menyangkal kenyataan
mengandung unsur penipuan diri. Bila seseorang
menyangkal kenyataan maka ia menganggap tidak adanya
pengalaman yang tidak menyenangkan dengan maksud
untuk melindungi dirinya sendiri.
c. Fantasi Dengan berfantasi orang sering merasa dirinya
mencapai tujuan dan dapat menghindarkan dari frustasi dan
stres. Orang yang sering melamun kadangkadang
menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik
dari pada kenyataan yang sesungguhnya. Bila fantasi
dilakukan secara sedang-sedang dan dalam pengendalian
kesadaran yang baik, maka frustasi menjadi cara yang sehat
untuk mengatasi stres.
d. Rasionalisasi Rasionalisasi ini dimaksudkan segala usaha
seseorang untuk mencari alasan yang dapat diterima secara
sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan

8
perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga bisa muncul
ketika seseorang menipu dirinya sendiri dengan pura-pura
menganggapnya buruk adalah baik atau sebaliknya.
e. Intelektualisasi Seseorang yang menggunakan taktik ini
maka yang menjadi masalah akan dipelajari atau mencari
tahu tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan
persoalan secara emosional. Dengan intelektualisasi
seseorang setidaknya dapat sedikit mengurangi hal-hal yang
pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya dan
memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau
permasalahan secara subjektif.
f. Pembentukan reaksi Seseorang dikatakan berhasil
menggunakan metode ini bila dia berusaha
menyembunyikan motif dan perasaan sesungguhnya baik
represi atau supresi dan menampilkan wajah yang
berlawanan dengan kenyataan yang dihadapi.
g. Proyeksi Seseorang yang menggunakan teknik ini biasanya
sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi orang lain
yang tidak ia sukai dengan sesuatu yang dia perhatikan itu
akan diperbesar-perbesarnya lagi. Teknik ini mungkin
dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia
harus menghadapi kenyataan akan keburukan dirinya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan ada dua strategi menghadapi
stres, yaitu strategi menghadapi stres dalam perilaku yang terdiri dari
memecahkan persoalan secara tenang, agresi, regresi, menarik diri dan mengelak.
Sedangkan strategi yang kedua adalah strategi menghadapi stres secara
kognitifyang terdiri dari represi, menyangkal kenyataan, fantasi, rasionalisasi,
intelektualisasi, pembentukan reaksi dan proyeksi.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan stres adaptasi?
2. Apa saja yang menyebabkan stres?
3. Bagaimana manifestasi stres?
4. Alat apa yang digunakan untuk mengukur stres?
5. Bagaimana model stres adaptasi menurut stuart?

9
6. Apa saja faktor pengaruh respon terhadap stressor?
7. Bagaimana Reaksi dan respon tubuh terhadap Stres ?
8. Bagaimana Adaptasi terhadap Stres ?
9. Bagaimana manajemen stres?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang stres adaptasi
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian stress.
b. Untuk mengetahui penyebab terjadinya stres.
c. Untuk mengetahui manifestasi stres.
d. Untuk mengetahui alat yang digunakan dalam mengukur stres.
e. Untuk mengetahui model stres adaptasi menurut stuart.
f. Untuk mengetahui manajemen dari stres.
g. Untuk mengetahui faktor pengaruh respon terhadap stress

10
BAB II
KONSEP STRES ADAPTASI

A. Stres
1. Pengertian stres
Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan
menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan
koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau Teori Selye,
menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa
mempedulikan apakah penyebab stres tersebutpositif atau negatif. Respons
tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu
(Issac, 2004).
WHO (2003) Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor
psikososial (tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan
secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas
berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif
terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan
stimulus yang membuat stres semua sebagai suatu sistem
Stres merupakan suatu kondisi yang berasal dari adanya perubahan
lingkungan baik internal maupun eksternal individu yang diasumsikan sebagai
suatu yang mengancam. Stres menurut hans selye merupakan respon tubuh
yang bersifat tidak spesifik terhadap tuntutan atau beban. Stres diasumsikan
sebagai suatu hal yang negatif,namun kenyataannya tidak semua stresor
bersifat negatif. (Gorman,l.m,2006).

2. Penyebab stres.
Menurut Lazarus Dan Cohen (1977), tiga tipe kejadian yang dapat
menyebabkan stres yaitu :
1. Daily hassles  yaitu kejadian kecil yang terjadi berulang-ulang setiap hari
seperti masalah kerja di kantor, sekolah dan sebagainya.
2. Personal stressor  yaitu ancaman atau gangguan yang lebih kuat atau
kehilangan besar terhadap sesuatu yang terjadi pada level individual
seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, masalah
keuangan dan masalah pribadi lainnya.
11
Ditambahkan Freese Gibson (dalam  Rachmaningrum, 1999) umur adalah salah
satu faktor penting yang menjadi penyebab stres, semakin bertambah umur
seseorang, semakin mudah mengalami stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh
faktor fisiologis yang telah mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan
seperti kemampuan visual, berp ikir, mengingat dan mendengar.
Pengalaman  kerja  juga  mempengaruhi munculnya stres kerja.
Individu yang memiliki pengalaman kerja lebih lama, cenderung lebih
rentan terhadap tekanan-tekanan dalam pekerjaan, daripada indi vidu
dengan sedikit pengalaman (Koch Dan Dipboye, dalam
Rachmaningrum,1999). Selanjutnya masih ada beberapa faktor lain yang
dapat mempengaruhi tingkat stress, yaitu kondisi fisik, ada tidaknya
dukungan sosial, harga diri, gaya hidup dan juga tipe kepribadian tertentu
(Dipboye, Gibsin, Riggio dalam Rachmaningrum, 1999).

3. Manifestasi stres

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fimian (dalam Widuri, 1995)


ditemukan lima manifestasi stres antara lain :
a. Manifestasi emosional, berupa rasa tidak aman, mudah
tersinggung, sulit mengambil keputusan, merasa depresi dan
cemas.
b. Manifestasi dalam bentuk kelakuan, berupa terlalu banyak
tidur, tidak bergairah atau malas, mudah merasa lelah, tubuh
merasa lunglai.
c. Manifestasi kardiovaskuler, berupa merasa tekanan darah
meningkat, susah bernafas atau tersengal-sengal dan jantung
berdebar-debar.
d. Manifestasi pencemaan, berupa sering merasa sakit perut, perut
sering kejang atau kram dan sakit maag.
e. Manifestasi dalam bentuk perilaku yang nampak, berupa sering
minum alkohol,sering minum obat, sering minta resep dokter
dan merasa mudah terserang penyakit.

Berdasarkan uraian di atas bahwa individu dalam berhubungan dengan


lingkungan akan mengalami gangguan apabila aspek emosional, kognitif
dan fisiologik pada diri individu terancam.

12
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres
Menurut Hardjana (dalam Atikarini 2001), setiap individu yang
mempunyai persepsi dan penilaian berbeda terhadap situasi yang
menimbulkan stres. Adanya perbedaan persepsi dari penilaian diri antara lain
dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu Faktor pribadi (extrinsic) dan faktor
situasi (intrinsic).
Pertama, yaitu faktor situasi meliputi tiga unsur, yaitu:
(1) tuntutan atau berat ringannya, mendesak atau tidaknya situasi
tersebut.
(2) situasi yang berhubungan dengan perubahan hidup, misainya:
pensiun, punya anak, kematian pasangan/ anggola keluarga,
peristiwa yang terjadi cepat atau lambat.
(3) situasi yang tidak jelas, misainya masa menganggur, pekerjaan
dengan deskripsi pekerjaan yang tidak jelas.

Faktor ekstrinsik lainnya adalah dukungan sosial yang juga


berperan terhadap individu dalam upaya untuk meminimalisasi stres.
Safarino (dalam Kumolohadi 2001), menjelaskan dukungan sosial
sebagai faktor sosial yang berada diluar individu yang dapat meningkatkan
kemampuan menghadapi stres akibat konflik. Dukungan sosial adalah adanya
orang-orang yang memberi perhatian dan motivasi terhadap individu.
Kedua, yaitu faktor pribadi meliputi unsur-unsur intelektual, motivasi dari
kepribadian. Berkaitan dengan unsur intelektual, dapat dikatakan bahwa
adanya intelektualitas yang tinggi memungkinkan seseorang mudah
memahami kejadiankejadian yang mengenainya. Dengan kemampuan
pemahaman yang baik stres mudah di minimalisasi.
Selain itu, motivasi hidup yang ada dalam diri seseorang juga
mempengaruhi stresnya. Saat terkena stimulasi yang tidak menyenangkan,
kadang orang patah semangat Orang yang demikian mudah terkena stres.
Namun, bila seseorang memiliki motivasi hidup yang tinggi, maka hal-hal
yang tidak menyenangkan dianggap sebagai sebagai pelajaran untuk
mememperoleh kebaikan di masa-masa yang akan datang.
Faktor kepribadian juga berpengaruh. Seseorang yang bertipe kepribadian
A adalah orang yang ingin berbuat banyak dengan sedikit waktu dan dalam

13
melakukan tugas mereka sering terburu-buru. Orang demikian mudah terkena
stres. Lainnya halnya dengan orang yang bertipe kepribaian B. Mereka
melakukan pekerjaan dengan tenang. Walaupun produktivitasnya kurang,
mereka tidak mudah terkena stres.

4. Alat ukur stres


Metode yang akan digunakan dalam mengumpulkan data penelitian ini
adalah dengan menggunakan metode kuantitatif dengan skala. Untuk
memperoleh data, dalam penelitian ini menggunakan tiga skala yaitu, skala
stres, skala rasa syukur, dan skala dukungan sosial.
1. Skala Stres
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur stres adalah memodifikasi alat
ukur The Perceived Stress Scale (PSS-10) yang dirancang oleh Cohen
(1994). Skala ini dirancang untuk mengukur sejauh mana situasi dalam
kehidupan individu yang dinilai sebagai stres. Skala ini terdiri dari 10
aitem yang disusun berdasarkan pengalaman dan persepsi individu tentang
apa yang dirasakan dalam kehidupan mereka, yaitu perasaan tidak
terprediksi (feeling of unpredictability), perasaan tidak terkontrol
(perasaan of uncontrollability) dan perasaan tertekan (feeling of
overloaded), (Cohen, Kamarck & Mermelstein, 1983). Skala ini
menggunakan alternatif yaitu tidak pernah (TP), jarang (J), kadang-kadang
(KK), sering (S) dan sangat sering (SS). Namun, dengan melihat subjek
penelitian ini adalah seorang lansia maka alternatif jawaban
disederhanakan dengan menggunakan alternatif jawaban skala Guttman
menjadi (Ya) dan (Tidak). Pemberian skor untuk skala ini yaitu 1 untuk
jawaban (Ya) dan 0 untuk jawaban (Tidak) pada aitem yang mendukung
(favorable) dan 0 untuk jawaban (Ya) dan 1 untuk jawaban (Tidak) pada
aitem yang tidak mendukung (unfavorable). Konsistensi reliabilitas
internal (Cronbach’s αs) untuk skala stres (PSS-10) ini adalah sebesar α =
0.78 pada sampel Harris Poll dan α = 0.91 pada sampel eNation tahun
2006 dan 2009 (Cohen, Janicki-Deverts, 2012).

Dalam mengukur skala stres,telah dilakukan uji coba terlebih dahulu


sebelum digunakan untuk penelitian yang sebenarnya. Uji coba tersebut dilakukan

14
untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas suatu alat ukur. Setalah
melakukan uji coba maka selanjutnya diskor dan melakukan pengujian validitas
dan realibilitas dengan bantuan SPSS Version 18,0 for Windows.

5. Manajemen stres
Berbicara tentang stres, terkadang menimbulkan pertanyaan, apakah stress itu
baik? Apakah stress itu menyehatkan ?Jawabannya bisa iya bisa juga tidak.
Mengapa? Pada dasarnya, dengan  stress kita dapat melatih daya tahan mental
sehingga menjadi lebih kuat dalam menghadapi keadaan ataupun kondisi yang tidak
mengenakkan. Namun apabila stress di biarkan berlanjut, maka kehidupan kita
sehari-hari dapat terganggu karenanya. Ketika dihadapkan dalam situasi yang
menekan (stres), secara otomatis kita akan melakukan proses evaluasi dengan
mempergunakan kapasitas mental. Mulai dari keputusan untuk menyebut situasi
tersebut menakutkan ataukah tidak, bagaimana proses penyelesaiannya, dan
kemampuan apa yang dapat kita gunakan. Jika kita melihat situasi itu lebih berat
dibandingkan dengan kemampuan penyelesaian yang kita miliki, maka dapat
dikatakan keadaan ini stressful dan memunculkan reaksi berupa respon terhadap
stres. Sebaliknya, bila kita merasa mampu untuk menyelesaikan masalah itu, maka
penilaian kita terhadap situasi tersebut bukan sebagai sesuatu yang stressful.
Adanya stres ini, akan membawa efek tersendiri bagi individu yang
mengalaminya, baik efek fisik (misalnya sakit kepala,serangan jantung, dsb) maupun
efek psikologis. Efek fisik misalnya saja menderita sakit kepala, kram perut, atau
bahkan terkena serangan jantung mendadak bagi sebagian individu. Sementara itu,
efek psikologis yang dapat dimunculkan dari stres antara lain ada rasa sedih yang
berkepanjangan, seringkali terlihat marah, melamun, dsb. Berat ringannya efek yang
ditimbulkan dari stres ini sangat tergantung pada kemampuan individu untuk
melakukan kontrol atas kehidupannya, yakni sebagai salah satu fondasi dasar dalam
konsep manajemen stres.
Manajemen stres adalah tentang bagaimana kita melakukan suatu tindakan
dengan melibatkan aktivitas berpikir, emosi, rencana atau jadwal pelaksanaan, dan
cara penyelesaian masalah. Manajemen stres diawali dengan mengidentifikasikan
sumber-sumber stres yang terjadi dalam kehidupan. Langkah ini tidaklah semudah
bayangan kita. Terkadang sumber stres yang kita hadapi sifatnya tidak jelas dan
tanpa disadari, kita tidak mempedulikan stres itu sebagai langkah untuk
meminimalisir beban pikiran, perasaan, dan perilaku.  Misalnya saja, kita sepaham

15
bahwa pekerjaan yang dikejar oleh deadline selalu menimbulkan ketidaknyamanan,
namun karena kita tidak peduli dengan efeknya, kita menjadi terbiasa untuk selalu
pekerjaan.
Langkah selanjutnya dari manajamen stress adalah memilih strategi
penyelesaian masalah yang efektif. Secara umum ada dua cara, yakni : a) mengubah
situasi (hindari sumber masalah) dan b) mengubah reaksi kita terhadap sumber stress
tersebut. Jika melihat cara pertama, yaitu mengubah situasi, tidak semua hal dapat
kita ubah seperti yang kita inginkan. Misalnya saja terjadinya bencana, kematian,
dan sebagainya, tentu hal-hal semacam ini membutuhkan sikap yang lebih adaptif.
Cara mengubah situasi lebih tepat untuk sumber stress yang bisa kita cegah.
Contohnya saja jika beberapa hari lagi kita akan menghadapi ujian, langkah paling
tepat untuk menghindari stress adalah dengan menyiapkan fisik dan mental jauh-jauh
hari agar ketika mendekati hari ujian, kita akan lebih siap.
Cara kedua untuk menghadapi sumber stress adalah mengubah reaksi kita.
Tidak mudah untuk melihat nilai positif dari hal buruk yang dialami. Namun
terkadang, ketika kita berusaha menerima situasi-situasi tidak menyenangkan yang
tidak dapat diubah, sebenarnya hal tersebut adalah langkah awal untuk bisa melihat
sisi positif dari apa yang kita alami. Selanjutnya adalah menurunkan standar pribadi.
Tanpa disadari, kita menciptakan level-level tertentu yang ingin dicapai. Tidak ada
yang salah dengan hal tersebut, namun ketika kita justru merasa terbebani dan tidak
nyaman, ada baiknya jika kita mulai berdamai dengan kondisi yang ada serta melihat
kembali apa yang ingin dicapai dalam hidup. Kata-kata “aku harus” atau “tidak
boleh”, mungkin dapat diubah dengan kata-kata yang sarat akan nilai kompromi,
misalnya “Aku akan berusaha dan bila hasilnya belum sesuai dengan harapan,
maka aku akan mencobanya lagi”.
Manajemen stress lainnya adalah melakukan aktivitas menyenangkan.
Aktivitas tersebut bisa berkaitan dengan hobi atau melakukan sesuatu bersama
orang-orang yang kita sayangi, misalnya jalan-jalan ke tempat favorit, mengunjungi
tempat-tempat yang baru, dan sebagainya. Selain itu, membiasakan gaya hidup yang
sehat juga merupakan cara efektif agar kita dapat bertahan dari stress. Langkah
mudahnya adalah melakukan olahraga ringan secara teratur, menjaga asupan
makanan bergizi, menghidari alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang, serta
mengurangi kandungan gula dan kafein.
Terakhir, kita juga dapat berlatih untuk melakukan teknik relaksasi. Bila kita
diliputi perasaan-perasaan diatas sebagai akibat baru saja mengalami suatu peristiwa

16
tidak mengenakkan yang kemudian berpengaruh pada tubuh (misalnya menjadi cepat
lelah, perut mual, badan gemetar, dan sebagainya), hal tersebut adalah wajar.Setelah
menyadari adanya perasaan-perasaan dan efeknya terhadap tubuh, langkah kita
selanjutnya adalah berupaya untuk merilekskan atau menenangkannya. Langkah ini
disebut sebagai relaksasi.  Relaksasi berguna untuk menurunkan denyut nadi dan
tekanan darah, juga mengurangi keringat serta mengatur pernafasan. Relaksasi
misalnya dapat digunakan ketika otot terasa tegang, diliputi kecemasan, sulit tidur,
kelelahan, kram otot, nyeri pada leher dan punggung, juga tekanan darah
tinggi.Relaksasi sendiri dapat dilakukan sesuai kebutuhan masing-masing, dalam
sehari misalnya, dapat diterapkan dua kali sehari selama @ 15 menit. Tiap orang
dapat melakukannya sendiri tanpa bantuan tenaga ahli, kuncinya adalah merasakan
ketegangan tubuh kemudian membuatnya rileks atau tenang.

B. Konsep Adaptasi
1. Pengertian Adaptasi
Ada beberapa pengertian tentang mekanisme penyesuaian
diri,antara lain :
1). W.A. Gerungan (1996) menyebutkan bahwa “Penyesuaian diri
adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan,tetapi
juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan
diri)”. Mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan
sifatnya pasif (autoplastis). Misalnya seorang bidan desa harus
dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma dan nilai-nilai
yang dianut masyarakat desa tempat ia bertugas.
2). Menurut Heerdjan (1987) “ Penyesuaian diri adalah usaha atau
perilaku yang tujuannya mengatasi kesulitan dan hambatan “.
Adaptasi merupakan pertahanan yang di dapat sejak lahir atau
diperoleh karena belajar dari pengalaman untuk mengatasi
stres. Cara mengatasi stres dapat berupa membatasi tempat
terjadinya stres,mengurangi atau menetralisasi pengaruhnya.

Dalam buku Intercultural Communication in Context yang di tulis


oleh Judiht N. Martin dan Thomas K. Nakayama, disebutkan bahwa terdapat

17
sejumlah model yang dapat menerangkan proses adaptasi seseorang, salah
satunya yang sering digunakan adalah U-Curve atau U-Curve Theory, teori
ini berdasarkan riset penelitian yang dilakukan oleh ahli sosiologi dari
Norwegia, Sverre yang menginterview pelajar/mahasiswa asal Norwegia
yang belajar di A.S. model ini telah digunakan kepada banyak kelompok
migran atau perantau yang berbeda-beda.
Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan. Menurut Suyono, pola adalah suatu rangkaian
unsur-unsur yang sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipaki
sebagai contoh dalam hal menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu
sendiri. Dari definisi tersebut di atas, pola adaptasi dalam penelitian kali ini
adalah sebagai unsur-unsur yang sudah menetap dalam proses adaptasi yang
dapat menggambarkan proses adaptasi dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam interaksi, tingkah laku maupun dari masing-masing adat-istiadat
kebudayaan yang ada. Proses adaptasi berlangsung dalam suatu perjalanan
waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat, kurun waktunya bisa
cepat, lambat, atau justru berakhir dengan kegagalan.

2. Adaptasi terhadap stres


Adaptasi suatu cara untuk mengatasi tekanan dari lingkungan
sekitar untuk tetap menjaga keseimbangan tubuhnya. Sehingga
terjadi perubahan anatomi, fisiologis dan psikologis di dalam diri
seseorang sebagai reaksi terhadap stress. Adaptasi pada Stress
dapat meliputi :
1. Secara Frontal : cara menyesuaikan diri terhadap stress dengan
menghadapi rintangan secara sadar realistik, obyektif, dan rasional.
2. Menggunakan Mekanisme Defensif yaitu :
a) Proyeksi : Menyalahkan orang lain
b) Introversi : Menarik diri
c) Kegembiraan dan kesibukan
Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan
fungsi yang optimal. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk
perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada
penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, Monsen, Floyd dan
Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka

18
pendek, seperti demam atau berjangka panjang seperti paralysis dari anggota
gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu berespons
terhadap stressor dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang
dibutuhkan. Sehingga adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh
individu

3. Model stres adaptasi menurut stuart

C. Perbedaan stres dan gangguan jiwa


Stres adalah pola adaptasi umum dan pola reaksi menghadapi
stresor,yang dapat berasal dari dalam individu maupun lingkungannya. Bila
proses adapatsi berhasil dan stresor yang di hadapi dapat diatasi secara
memadai,maka tidak akan timbul stres. Baru bila gagal dan terjadi
ketidakmampuan,timbullah stres. Menurut Hans selye : stres tidak selalu
merupakan hal yang negatif. Hanya bila individu menjadi terganggu dan
kelelahan serta menimbulkan distres,barulah stres itu merupakan hal yang
merugikan,sedangkan
Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang
penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan
adanya distres (misalnya nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada satu
atau lebih area fungsi yang penting) atau disertai dengan peningkatan resiko
kematian yang menyakitkan,nyeri,disabilitas,atau sangat kehilangan
kebebasan. (American Psychiatric Association 1994). Sehinggah dapat
disimpulkan bahwa stres adalah salah satu sebab yang menyebabkan
terjadinya gangguan jiwa,dan gangguan jiwa adalah akibat yang ditimbulkan
oleh stres itu sendiri.

19
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Setiap individu pasti pernah mengalami stres dan manusia juga haruslah mampu dan
pandai beradaptasi terutama pada wanita. Karena wanita sangat rentan dan mudah mengalami
stres dari masa remaja,pranikah,kehamilan,nifas menyusui dan menopuse.
Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran akibat
tekanan,perubahan,ketegangan,emosi dan lain-lain yang menimbulkan dampak pada fisik dan
psikologi seseorang. Sedangkan adaptasi adalah penyesuaian diri,dapat menyesuaikan diri
dengan keadaan lingkungan sekitar dengan harapan mengatasi kesulitan dan hambatan dari
persoalan yang ada karena perbedaan dari kebiasaan.
Adaptasi adalah penyesuaian diri,dapat menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan
sekitar dengan harapan mengatasi kesulitan dan hambatan dari persoalan yang ada karena
perbedaan dari kebiasaan.
Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola psikologis atau prilaku yang penting secara
klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress (misalnya nyeri) atau
disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) atau disertai dengan
peningkatan resiko kematian yang menyakitkan,nyeri,disabilitas,atau sangat kehilangan
kebebasan ( American Psychiatric Association 1994). Sehingga dapat disimpulkan bahwa stres
adalah salah satu sebab yang menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, dan gangguan jiwa adalah
akibat yang ditimbulkan oleh stress itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

20
Girdano, L A. 2005. Controlling Stress and Tension 7th edition. San Fransisco : Benjamin
Cumming.

Soerjono Soekanto. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press : Jakarta

Zaini Mad.M.Kep.,Sp.Kep.J. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial di


Pelayanan Klinis dan Komunitas. Anggota IKAPI (076/DIY/2012) : Yogyakarta

http://eprints.ums.ac.id/37501/6/BAB%20II.pdf

https://dinkes.bantulkab.go.id/berita/355-stress-dan-penyebabnya

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/14803/05.2%20bab%202.pdf?
sequence=5&isAllowed=y

http://repository.uin-suska.ac.id/5882/4/BAB%20III.pdf

http://grhasia.jogjaprov.go.id/berita/371/manajemen-stress.html

21

Anda mungkin juga menyukai