Disusun Oleh :
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat tuhan yang maha esa atas rahmat dan karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok kami ini. Kami menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan. Karena itu
kelompok kami selalu membuka saran dan kritik yang bersifat membangun untu kesempurnaan
karya kami selanjutnya.
Terselesaikanya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu kami baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Akhirnya semoga sumbangan amal baik semua pihak tersebut mendapat balasan yang setimpal
dari-nya. Dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kelompok kami seharusnya dan
pecinta ilmu pengetahuan pada umumnya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................ii
I. PENDAHULUAN.................................................................1
II. PEMBAHASAN....................................................................2
III. PENUTUP.............................................................................18
III.1 Kesimpulan.......................................................................18
III.2 Saran.................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
a. Respon psikologis yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah,nadi, jantung, dan
pernapasan.
b. Respon kognitif dilihat dari terganggunya proses kognitif individu,seperti fikiran kacau,
menurunnya daya kosentrasi, dan fikiran tidakwajar.
c. Respon emosi berkaitan dengan emosi yang mungkin dialamiindividu, seperti takut,
cemas, malu, marah, dan sebagainya.
d. Respon tingkah laku dapat dibedakan menjadi fight yaitu melawansituasi yang menekan,
sedangkan flight yaitu menghindari situasiyang menekan nekan.
Stress dapat diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan tingkatannya. Menurut Stuart dan
Sundeen (2005) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu:
a. Stres ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-haridan kondisi ini dapat
membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai kemungkinan
yang akan terjadi.
3
b. Stres sedang
Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal pentingsaat ini dan
mengesampingkan yang lain sehingga mempersempitlahan persepsinya.
c. Stres berat
Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dancenderung memusatkan
perhatian pada hal-hal lain. Semua perilakuditujukan untuk mengurangi stres. Individu
tersebut mencobamemusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak
pengarahan
Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya danmenghasilkan reaksi
stres, misalnya jumlah semua respons fisiologisnonspesifik yang menyebabkan kerusakan
dalam sistem biologis.
Stresreaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yangmuncul pada
seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan
atau mental yang sangat berat, biasanyamereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan
dan kemampuankoping (coping capacity ) seseorang memainkan peranan dalam
terjadinyareaksi stres akut dan keparahannya (Sunaryo, 2002).Bayi, anak-anak dan dewasa
semua dapat mengalami stres. Sumber stres bisa berasal dari diri sendiri, keluarga, dan
komunitas sosial (Alloy,2004).
Menurut Maramis (2009) dalam bukunya, ada empat sumber atau penyebab stres
psikologis, yaitu frustasi, konflik, tekanan, dan krisis. Frustasi timbul akibat kegagalan
dalam mencapai tujuan karena adaaral melintang, misalnya apabila ada mahasiswa yang
gagal dalammengikuti ujian osca dan tidak lulus. Frustasi ada yang bersifat intrinsik(cacat
badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencanaalam, kematian orang yang
dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).
4
a. Approach-approach conflict ,terjadi apabila individu harus memilihsatu diantara dua
alternatif yang sama-sama disukai, misalnya sajaseseorang yang sulit menentukan
keputusan diantara dua pilihan kariryang sama-sama diinginkan. Stres muncul akibat
hilangnyakesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak diambil. Jeniskonflik ini
biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
b. Avoidance - avoidance conflict, terjadi bila individu dihadapkan padadua pilihan yang
sama-sama tidak disenangi, misalnya wanita mudayang hamil diluar pernikahan, di satu sisi
ia tidak ingin aborsi tapidisisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial
untukmembesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskandan memerlukan
lebih banyak tenaga dan waktu untukmenyelesaikannya karena masing-masing alternatif
memilikikonsekuensi yang tidak menyenangkan.
c. Approach-avoidance conflict, merupakan situasi dimana individumerasa tertarik
sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dariseseorang atau suatu objek yang sama,
misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok, karena khawatir merusak
kesehatannyatetapi ia tidak dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok. Tekanan
timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri
individu, misalnya cita-cita atau norma yangterlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar
individu, misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolah selalu rangking satu, atau
istri menuntutuang belanja yang berlebihan kepada suami. Krisis yaitu keadaan mendadak
yang menimbulkan stres padaindividu, misalnya kematian orang yang disayangi,
kecelakaan dan penyakit yang harus segera dioperasi.
Adaptasi adalah proses penyesuaian diri terhadap beban lingkungan agar organisme dapat
bertahan hidup (Sarafino, 2005). Sedangkan menurut Gerungan (2006) menyebutkan bahwa
adapatasi atau penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan 14
lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri).
7
2) Menghadapi tuntutan keadaan secara realistic.
1) Adaptasi fisiologis
Proses dimana respon tubuh terhadap stresor untuk mempertahankan fungsi kehidupan,
dirangsang oleh faktor eksternal dan internal, respons dapat dari sebagian tubuh atau
seluruh tubuh serta setiap tahap perkembangan punya stresor tertentu. Mekanisme fisiologis
adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif, yaitu suatu proses dimana mekanisme
kontrol merasakan suatu keadaan abnormal seperti penurunan suhu tubuh dan membuat
suatu respons adaptif seperti mulai mengigil untuk membangkitkan panas tubuh. Ketiga
dari mekanisme utama yang digunakan dalam menghadapi stressor dikontrol oleh medula
oblongata, formasi retikuler dan hipofisis. Riset klasik yang telah dilakukan oleh Hans
Selye (1946,1976) telah mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stres, yaitu:
a) LAS ( Lokal Adaptasion Syndrome) Tubuh menghasilkan banyak respons setempat
terhadap stres, responnya berjangka pendek.
b) GAS (General Adaptasion Syndrom) Merupakan respons fisiologis dari seluruh tubuh
terhadap stres. Respons yang terlibat didalamnya adalah sistem saraf otonom dan sistem
endokrin. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan
normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stres. Bila teratasi, gejala
stres menurun atau normal. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapan
terakhir dari GAS yaitu Fase kehabisan tenaga. Ketidakmampuan tubuh untuk 16
mempertahankan diri terhadap stresor inilah yang akan berdampak pada kematian individu
tersebut.
2) Adaptasi psikologis
Perilaku adaptasi psikologi membantu kemampuan seseorang untuk menghadapi stresor,
diarahkan pada penatalaksanaan stres dan didapatkan melalui pembelajaran dan
pengalaman sejalan dengan pengidentifikasian perilaku yang dapat diterima dan berhasil.
Perilaku adaptasi psikologi dapat konstruktif atau destruktif. Perilaku konstruktif membantu
8
individu menerima tantangan untuk menyelesaikan konflik. Perilaku destruktif
mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan pemecahan masalah, kepribadian dan situasi
yang sangat berat, kemampuan untuk berfungsi. Perilaku adaptasi psikologis juga disebut
sebagai mekanisme koping. Mekanisme ini dapat berorientasi pada tugas, yang mencakup
penggunaan teknik pemecahan masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman atau
dapat juga mekanisme pertahanan ego, yang tujuannya adalah untuk mengatur distres
emosional dan dengan demikian memberikan perlindungan individu terhadap ansietas dan
stres. Mekanisme pertahanan ego adalah metode koping terhadap stres secara tidak
langsung.
a) Task oriented behavior: Perilaku berorientasi tugas mencakup penggunaan kemampuan
kognitif untuk mengurangi stres, memecahkan masalah, menyelesaikan konflik dan
memenuhi kebutuhan (Stuart & Sundeen, 2005).
b) Ego Dependen Mekanism: Perilaku tidak sadar yang memberikan perlindungan
psikologis terhadap peristiwa yang menegangkan (Sigmund Frued). Mekanisme ini sering
kali diaktifkan oleh stressor jangka pendek dan biasanya tidak mengakibatkan gangguan
psikiatrik.
3) Adaptasi perkembangan
Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan
menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stres yang
berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap
perkembangan tersebut.
Dalam bentuk ekstrem, stres yang terlalu berkepanjangan dapat mengarah pada krisis
pendewasaan. Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stresor di rumah. Jika diasuh
dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan harga diri
yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 2002)
Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka mulai
menyadari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan dapat membantu
mereka mencapai tujuan, dan harga diri berkembang melalui hubungan berteman dan saling
berbagi diantara teman. Pada tahap ini, stres ditunjukan oleh ketidakmampuan atau
ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman.
9
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang
bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem pendukung sosial yang
kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap
stresor, tetapi remaja tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukan peningkatan
masalah psikososial (Dubos, 2002).
Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang
dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor
mencakup konflik antara harapan dan realitas. Usia setengah baya biasanya terlibat dalam
membangun keluarga, menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua
mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus
menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka. Usia
lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan kemungkinan
terhadap kematian dari pasangan 20 atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus
menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis.
4) Adaptasi sosial budaya
Mengkaji stresor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian tentang
besaranya, tipe dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat
menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan
(Reis & Heppner, 2003).
5) Adaptasi spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stres dalam banyak cara, tetapi
stres dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stres yang berat dapat
mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stresor sebagai
hukuman.
2.14 Pengertian Kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian dari integral dari kehidupan. Kehilangan
adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti
sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa
tanpa kekerasan atau traumatic, di antisipasi atau tidak di harapkan/ di duga, Sebagian atau
total dan bisa Kembali atau tidak bisa Kembali. Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana
seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya penuh ada
10
atau pernah di miliki. Kehilangan meruppakan suatu keadaan individu berpisah dengan suatu
yang sebelumnya ada dan menjadi tidak ada, baik Sebagian atau seluruhnya.
11
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang di
tinggalkan mengalami keletihan emosional (randoo:1984). Penelitian menunjukan bahwa
yang ditinggalkan oleh klien yang mengalami sakit selama 6 bulan atau kurang
mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap ketergatungan pada orang lain,
mengisolasi dari mereka lebuh banyak, dan mempunyai peningkatan perasaan marah dan
bermusushan.
Kemampuan untuk menyelesaikan proses berduka bergantung pada makana
kehilangaan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan mempengaruhi
apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan visibilitas kehilangan
mempengaruhi dukungan yang diterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal tersebut
bersifat sementara atau permanen) memepengaruhi jumlah waktu yang di butuhkan
dalam menetapkan Kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan sosial.
2.18 Tipe Kehilangan
1. Actual loss
Kehilangan yang dapat atau didentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang
mengalami kehilangan
2. Perceived loss
Perasaan individual, tetapimenyangkut hal-hal yang tidak dapat di raba atau di nyatakan
secara jelas.
3. Anticipatory loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperhatikan perilaku
kehilangan dan berduka untuk sesuatu kehilangan yangakan berlangsung. Sering terjadi
kehilangan terjadi keluarga dengan klien menderita sakit terminal.
Tipe kehilangan di pengaruhi tingkat stress, misalnya kehilangan benda mungkin ini
mungkin tidakmenimbulkan dstres yag sama klien kehilangan seseorang yang dekat
dengan kita.
Namun demikian, setiap individu berespon terhadapkehilangan secara berbeda. Kematian
seseorang anggota keluarga mungkin menyebabkan sistres lebih besar di bandingkan
hewan peliharaan, tetapi bagiorang yag hidup sendiri kematian hewan peliharaan
menyebabkan sistres emosional yang lebih besar di banding sodrarnya yang sudah lama
tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun kehilangan bersifat dariaktural atau
12
dirasakan, kehilangan yag bersifat aktural dapat dengan mudah di dentifikasi.misal anak
yang teman bermainya pindah rumah, kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat
di salah artikan seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise.
2.19 Berduka
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini
diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan
pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya.
Sedangkan istilah kehilangan (bereavement)mencakup berduka dan berkabung (morning),
yaitu perasaan didalam dan reaksi keluar orang yang ditinggalkan. Berkabung adalah
periode penerimaan terhadap kehilangan dan berduka. Hal ini terjadi dalam masa
kehilangan dan sering dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan.
a. Jenis berduka
1. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan. Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian dan menarik diri
dari aktifitas utuk sementara.
2. Berduka antisipatif, yaitu proses ‘melepaskan diri’ yang muncul sebelum
kehilangan ataau kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika menerima
diagnosis terminal, seseorang akann memulai proses perpisahan dan meyelesaikan
berbagai urusan didunia sebelum ajalnya tiba.
3. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah-olah tidak
kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan
dengan orang lain.
4. Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakuti secara
terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, mengalami kematian
orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anak kandungnya atau ketika bersalin.
b. Respons Berduka
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut
(kublerRoss, dalam potter dan perry, 1997)
1. Tahap Pengingkaran. Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah
syok, tidak percaya,mengerti,atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar
13
benar terjadi. Sebagai contoh orang atau keluarga dari orang yang menerima
diagnosis terminal akan terus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi
pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernapasan, detak
jantung cepat, menangis, gelisah, dan seringkali individu tidak tahu harus berbuat
apa. Reaksi ini berlangsung dalam beberapa menit hingga beberapa tahun.
2. Tahap Marah. Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarah yang timbul
seringkali di proyeksi kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami
kehilangan juga tidak jarang menunjukan prilaku agresif, berbicara kasar, menyerang
orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak
kompeten. Respons fisik yang sering terjadi, antara lain muka merah, denyut nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya.
3. Tahap Tawar-menawar. Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran kenyataan
terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk memiliki kesepakatan secara halus
atau terang-terangan seolah-olah kehilangan tersebut dapat di cegah. Individu
mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan.
4. Tahap Depresi. Pada tahap ini pasien sering menunjukan sikap menarik
diri,kadangkadang bersikap sangat penurut, tidak mau berbicara, menyatakan
keputusan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik
yang di tunjukkan, antara lain menolak makan, susah tidur, letih, turunya dorongan
libido, dan lain-lain.
5. Tahap Penerimaan. Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
Pikiran yang selalu berpusat pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau
hilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang di alaminya dan mulai
memandang ke depan. Gambaran tentang objek atau orang yang hilang akan mulai
dilepaskan bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru. Apabila
individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka
dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi perasaan kehilangan
secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ketahap penerimaan akan memengaruhi
kemampuan individu tersebut dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
14
Secara khusus, tahan / rentang respons individual terhadap kedukaan adalah:
a. Tahap Pengingkaran
1. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasannya
dengan cara :
- Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan berdukanya.
- Meningkatkan kesabaran pasien secara bertahap tentang kenyataan dan
kehilangan, apabila sudah siap secara emosional
2. Menunjukan sikap menerima dengan iklas dan mendorong pasien untuk berbagi
rasa dengan cara :
- Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat mengenai hal yang dikatakan
oleh pasien tanpa menghukum atau menghakimi.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa sikap tersebut bisa terjadi pada orang yang
mengalami kehilangan.
3. Memberi jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit,
pengobatan, dan kematian dengan cara :
- Menjawab pertanyaan pasien dengan bahas yang mudah di mengerti, jelas, dan
tidak berbelit-belit.
- Mengamati dengan cermat repons-respons pasien selama berbicara.
- Meningkatkan kesadaran secara bertahap.
b. Tahap Marah
Mengizinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa marah secara verbal tanpa
melawan kemarahan tersebut dengan cara :
- Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan pasien sebenarnya tidak di tujukan
kepada mereka.
- Membiarkan pasien menangis.
- Mendorong pasien untuk membicarakan kemarahanya.
c. Tahap Tawar-menawar
- Membantu pasien mengungkapkan rasa bersalah dan takut dengan cara:
- Mendengarkan ungkapan dengan penuh perhatian.
- Mendorong pasien untuk membicarakan rasa takut atau rasa bersalahnya.
- Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa takutnya.
15
d. Tahap Depresi
1) Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut dengan cara
- Mengamati prilaku pasien dan bersama denganya membahas perasaanya
- Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat risikonya.
2) Membantu pasien mengurangi rasa bersalah dengan cara :
- Menghargai perasaan pasien.
- Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan mengaitkan
terhadap kenyataan.
- Memberi kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaanya.
- Bersama pasien membahas pikiran negatif yang selalu timbul.
e. Tahap Penerimaan
Membantu pasien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakan dengan cara :
- Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teratur
- Membantu keluarga berbagi rasa, karena setiap anggota keluarga tidak berada pada
tahap yang sama pada saat yang bersamaan.
- Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati.
- Memberi informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan keluarga.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stres yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda tergantung padamasalah yang dihadapi dan
kemampuan menyelesaikan masalah tersebut atau biasa disebut dengan koping yang digunakan.
Jika masalah tersebut dapatdiselesaikan dengan baik maka individu tersebut akan senang,
sedangkan jikamasalah tersebut tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat menyebabkan
individu tersebut marah-marah, frustasi hingga depresi.
Kehilangan dan berduka merupakan bagian dari integral dari kehidupan. Kehilangan adalah
suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak
kejadian tersebut.
3.1 Saran
Kesehatan merupakan harta yang paling berharga bagi manusia, olehkarena itu jagalah kesehatan
sebagaimana mestinya. Stress dapat dikatakansebagai salah satu tes mental bagi jiwa manusia
walaupun tidak dapatdipungkiri stress juga berdampak pada fisik manusia. Untuk
menghindaristress dapat dilakukan dengan menjaga kondisi tubuh antara input dan output agar
tetap seimbang (homeostatis). Sebagai manusia terapi psikologis juga diperlukan untuk
membangun spirit hidup, terapi psikologis yang palingsederhana dapat dilakukan dengan cara
selalu berpikir positif. Berpikir positif akan selalu membawa manusia kepada hal-hal yang
menjurus kepadakeberhasilan dan sikap optimisme, selain itu berpikir positif juga
dapatmengurangi dampak stress pada diri seseorang.
18
DAFTAR PUSTAKA
Khasanah, M. L. , Edy, W. dan Tri, N. (2014). Analisis mekanisme koping mahasiswa semester I
menghadapi ujian OSCA (objective structured clinical assesment) di Akademi Keperawatan
Muhammadiyah Kendal. Prosiding seminar nasional, 2(1), 280-284. Diakses pada tanggal 24
November 2021 dari http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/153/jtptunimus-gdl-marisalael-7626-
3-babii.pdf.
19