Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TRANSKULTURAL NURSING PADA LANSIA DI TIGA


PROVINSI YANG BERBEDA

Mata Kuliah : Psikososial Dan Budaya Keperawatan

Dosen Pengampu : Mariah Ulfah,S.SiT.,S.Kep.,Ns,M.Kes

Disusun Oleh :

1. Umi Sarah Fuziah Ali (200103082)


2. Vina Kurnia Anggraeni (200103073)
3. Winda Eka Astusti (200103075)
4. Zenita Muktar (200103079)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

TAHUN AKADEMIK 2021/2021


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah kelompok Kami ini. Kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini tentunya jauh dari
kesempurnaan. Karena itu kelompok Kami selalu membuka saran dan kritik yang bersifat
membangun untu kesempurnaan karya Kami selanjutnya.

Makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu Kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang membantu Kami baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Akhirnya, Kami harap makalah ini dapat membawa manfaat dan dapat menambah
pengetahuan baik bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnay.

Purwokerto, 26 November 2021


DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………...................................................................................
..

Kata Pengantar..................................................................................................................
i

Daftar Isi...........................................................................................................................
ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................................


1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................
1
1.3 Tujuan

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Lansia..........................................................................................................................
2

2.2 Ciri-ciri Lansia............................................................................................................


8

2.3 Transkultural Nursing…………………………………………………………….

2.4 Teori dan Konsep Transkultural Nursing…………………………………….

2.5 Konsep Dalam Transkultural Nursing

2.6 Tujuan Transkultural Nursing…………………………………….

2.7 Transkultural Nursing Pada Lansia………………………………………

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.................................................................................................................
11

3.2 Saran............................................................................................................................
11

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Budaya mempunyai peran dalam mempengaruhi kehidupan seseorang pada suatu wilayah
tertentu. Setiap bangsa atau daerah memiliki budayanya sendiri yang kemudian akan
memberikan pengaruh dalam setiap sendi kehidupan mereka. Budaya dapat diartikan sebagai
pola hidup menyeluruh dari suatu masyarakat yang bersifat kompleks, abstrak dan luas.
Dengan dasar pemikiran tersebut budaya memiliki nilai-nilai yang mendasari kepribadian dan
mempengaruhi pola pikir seseorang. Indonesia merupakan negara dengan berbagai macam
budaya yang disebut multikultular. Multikultular adalah lebih kepada mengisyaratkan
pengakuan terhadap realita keragaman kultural, yang mencakup baik keberagaman tradisional
seperti keberagaman suku, ras, ataupun agama, maupun keberagaman bentuk-bentuk
kehidupan (subkultular) yang terus bermunculan disetiap tahap sejarah kehidupan
masyarakat.

Budaya ini dianut masyarakat sekitar sebagai kepercayaan aytau kebiasaan yang sudah turun
temurun dilakukan dan biasanya sukar untuk dihilangkan terutama pada masyarakat yang
lanjut usia. Hal ini dikarenakan mereka telah lama mempercayai dan melakukan budaya yang
telah diwariskan nenek moyang terdahulu. Hal ini juga bisa diartikan sebgai bentuk
penghormatan pada nenek moyang. Namun, beberapa budaya yang dipercayai bisa membawa
dampak buruk bagi Kesehatan. Minimnya pengetahuan dan tingginya rasa penghormatan
terhadap kebudayaan dan pada nenek moyang menyebabkan budaya ini masih dilakukan oleh
beberapa masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang dapat meningkatkan
kesadaran akan Kesehatan namun juga tetap menjaga dan menghormati kebudayaan yang
berlaku pada masyarakat.

Keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisis
dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya (Leininger,1978). Keperawatan
transcultural adalah ilmu dan kiat yang humanis,yang difokuskan pada perilaku indivu atau
kelompok,serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau
perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latarbelakang budaya (Leininger,1984).
Pelayanan keperawatan transkultural diberikan kepada pelayan sesuai dengan latarbelakang
budayanya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud lansia?

2. Apa saja ciri ciri lansia?

3. Apa yang dimaksud transcultural nursing?

4. Bagaimana teori dan konsep transcultural nursing?

5. Apa tujuan dari transcultural nursing?

6. Bagaimana transcultural nursing pada lansia?


1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan lansia

2. Untuk mengetahui apa saja ciriciri lansia

3. Untuk mengetahui pengertian tentang transcultural nursing

4. Untuk mengetahui bagaimana teori dan konsep transcultural nursing

5. Untuk mngetahui tujuan dari transcultural nursing

6. Untuk mengetahui bagaimana transcultural nursing pada lansia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Lansia

Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai masa keemasan atau kejayaannya
dalam ukuran, fungsi , dan juga beberapa telah menunjukan kemundurannya sejalan dengan
berjalannya waktu. (Suardiman, 2011). 8 Menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Proses menua merupaka proses terus-menerus (berlanjut) secara alami. Dimulai sejak lahir
dan umumnya dialami semua makhluk hidup, (Nugroho dalam Azizah, 2011). Para ahli sosial
mengkhususkan pada studi aging (Papalia & Olds, 2004) menunjuk pada tiga kelompok
dewasa akhir, yaitu the “young”, “old old”, dan “oldest old”.The young Biasanya ditujukan
pada orang yang berusia 65-74 tahun, yang biasanya aktif, vital, dan bersemangat. The old
old, usia 75-84 tahun, dan the oldest old, usia 85 tahun keatas, adalah kemungkinan lebih
besar menjadi lemah dan mempunyai kesulitan melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-
hari. Secara pasti seseorang yang telah memasuki masa lansia akan mengalami kemunduran
kemampuan fisik, hal ini akan berpengaruh terhadap kemampuan lansia untuk bergaul
dengan masyarakat luas, seiring dengan menurunnya perhatian masyarakat luas terhadap
indiviu lansia maka perhatian dari lingkungan dekatpun makin lama makin menurun, maka
akan berpengaruh terhadap diri pribadi lansia menjadi semakin kompleks.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu : usia


pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90
tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Sedangkan menurut Nugroho (dalam
Azizah, 2011) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lansia adalah orang
yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari
nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Dalam undang-undang tersebut
menyatakan bahwa lansia adalah yang berumur 56 tahun ke atas. Namun demikian, masih
terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan
kedalam penduduk lansia. Dalam penelitian ini digunakan batasan umur 60-75 tahun untuk
menyatakan orang lansia. Bila ditinjau menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) usia
diatas termasuk kedalam usia lansia (elderly) 60-74 tahun.

2.2 Ciri-ciri Lansia

Ciri-ciri Lansia Hurlock (2004) menguraikan perubahan-perubahan dalam periode lansia ke


dalam beberapa kategori sebagai berikut :

1. Perubahan fisik, meliputi perubahan penambilan, perubahan tubuh, perubahan fungsi


fisiologis, perubahan panca indera dan perubahan seksual.

2. Perubahan kemampuan motorik, meliputi penurunan kekuatan otot, penurunan kecepatan


motorik, berkurangnya kemampuan mempelajari keterampilan baru, dan cenderung menjadi
canggung dan kaku.

3. Perubahan kemampuan mental, terdiri dari perubahan ingatan. Kenangan (memory) terdiri
dari memori jangka panjang dan memori jangka pendek. Perubahan-perubahan mental pada
lansia berkaitan dengan memori dan intelegensia. Lansia akan mengingat kenangan masa
terdahulu namun sering lupa pada masa yang baru, sedangkan intelegensia tidak berubah
namun terjadi perubahan dalam gaya membayangkan.

4. Perubahan minat, seperti menurunnya minat terhadap diri sendiri (penampilan, pakaian,
dan uang).

5. Perubahan-perubahan peran psikososial, banyak lansia yang mengalami isolasi sosial dan
sikap meningkat sesuai dengan usia, terjadi ketika lansia tidak mudah diterima dalam
interaksi sosial karena bias dari masyarakat. Seiring lansia semakin ditolak, menyebabkan
usaha bersosialisasi berkurang.

2.3 Transkultural Nursing

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar
dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya
dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).

Transcultural Nursing adalah suatu keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek
keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan
tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya
atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2001). Asumsi mendasar dari teori adalah
perilaku Caring. Caring adalah esensi dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta
mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang
dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring
semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,
masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal.

2.4 Teori dan Konsep Transcultular Nursing

Teori keperawatan atau konsep model dalam keperawatan merupakan teori yang mendasari
bagaimana seorang perawat dalam mengaplikasikan praktik keperawatan, beberapa teori
diantaranya adalah teori adaptasi dari roy, teori komunikasi terapeutik dari peplau, teorigoal
atteccment dari bety newman dan sebagainya. Leininger’s konsep model yang dikenal dengan
sunrise modelnya merupakan salah satu teori yang diap;ikasikan dalam praktik keperawatan.
Teori leininger berasal dari ilmu antropologi, tapi konsep ini relevan untuk keperawatan.
Leininger mendefinisikan “Transcultural nursing” sebagai area yang luas dalam keperawatan
yang mana berfokus dalam komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan subkultur
dengan menghargai perilaku caring, nursing care, dan nilai sehat sakit, kepercayaan dan pola
tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledge untuk
kultur yang universal dalam keperawatan.

Aplikasi teori dalam transkultural dalam keperawatan diharapkan adanya kesadaran dan
apresiasi terhadap perbeaan kultur. Hal ini berarti perawat yang professional memiliki
pengetahuan dan praktek yang berdasarkan kultur secara konsep perencanaan dan untuk
praktik keperawatan. Leininger mengembangkan teorinya dari perbadaan kultur dan universal
berdasarkan kepercayaan bahwa masyarakat dengan perbedaan kultur dapat menjadi sumber
informasi dan menentuan jenis perawatan yang diinginkan dari pemberian peleyanan yang
professional, karena kultur adalah pola kehidupan masyarakat yang berpengaruh terhadap
keputusan dan tindakan. Culture care adalah teori yang holistic karena meletakan di dalam
nya ukuran dari totalitas kehidupan manusia dan berada selamanya, termasuk social struktur,
pandangan dunia, nilai cultural, konteks lingkungan, ekspresi bahasa dan etnik serta sistem
professional.

2.5 Konsep Dalam Transcultural Nursing

Adapun beberapa konsep dalam Transkultural nursing antara lain yaitu:


1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan
atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan
melandasi tindakan dan keputusan.
3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal
dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi
pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya
yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk
kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang
mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap
bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki
oleh orang lain.
5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia.
7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran
yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar
observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling
memberikan timbal balik diantara keduanya.
8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian
untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan
kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan
yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan
manusia.
10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung
atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk
mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup
dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena
percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok
lain.
2.6 Tujuan Transkultural Nursing

Tujuan utama dari Transcultural Nursing yaitu untuk melihat dari budaya maupun etnis
dalam mempengaruhi komunikasi dan juga 11 diagnosa keperawatan serta pengambilan
keputusan dalam pengobatan yang dilakukan (Roman et al., 2013). Tujuan lain dari
Transcultural Nursing yaitu terciptanya perawat yang sebanding dengan budaya dengan
melalui proses pengembangan terhadap kebudayaan yang kompeten (Jeffreys, 2010). Dengan
demikian, Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan sains
dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang
spesifik dan universal kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai dan norma spesifik
yang dimiliki oleh kelompok lain.

2.7 Transkultural Nursing Pada Lansia

1. Provinsi Jawa Tengah

a. Kerokan Pada Lansia

Saat mendapat kerokan (biasanya dari leher ke pinggang), akan ada warna merah yang
terlihat. Banyak orang berpendapat, warna merah ini sebagai tanda jika “anginnya keluar”.
Makin pekat warna merahnya, tandanya angin yang masuk ke dalam tubuh itu jumlahnya
banyak. Faktanya, warna merah yang timbul adalah tanda dari pembuluh darah kapiler di
bawah permukaan kulit yang melebar akibat kerokan. Meski demikian, ini bukanlah suatu
kondisi yang bahaya, selama kerokan tidak Anda lakukan secara terus menerus.
Pembuluh darah kapiler yang melebar dapat meningkatkan aliran darah pada area tubuh yang
mendapat kerokan. Adapun peningkatan aliran darah ini bisa juga membantu meningkatkan
metabolisme pada tubuh.

Selain pengaruh pada aliran darah, kerokan juga bisa membuat tubuh Anda terasa nyaman
dan segar. Pasalnya, kerokan membuat tubuh melepas endorfin, yaitu hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar pituitari yang bisa memberi efek rasa senang dan nyaman. Itulah
sebabnya tubuh Anda merasa lebih enak setelah mendapat kerokan, termasuk jika Anda
sedang masuk angin.

b. Budaya menyirih

Nginang adalah sebutan dari tradisi makan sirih,biasanya sirih diramu terlebih dahulu dengan
tembakau, kapur, gambir, dan buah pinang. Kebiasaan menginang sirih, tembakau, kapur,
gambir, dan buah pinang dapat membuat gigi dan gusi menjadi lebih sehat dan kuat, serta
dapat menghilangkan bau mulut yang tidak sedap. Dengan mengunyah serangkai kinang,
sirih dan kapur, nginang ini merupakan simbol dari harapan untuk menjadi manusia yang
selalu rendah hati dan meneduhkan hati layaknya sirih. Hati bersih, tulus tapi agresif seperti
kapur. Jujur, lurus hati dan bersungguh layaknya pohon pinang.

Manfaat menyirih atau Nginang dipercaya baik untuk menjaga kesehatan gigi dan sistem
pencernaan. Ini karena mengunyah daun sirih dan biji pinang bisa memicu produksi air liur.
Air liur mengandung beragam jenis protein dan mineral yang baik untuk menjaga kekuatan
gigi serta mencegah penyakit gusi. Selain itu, air liur juga senantiasa membersihan gigi dan
gusi dari sisa-sisa makanan atau kotoran yang menempel.

Bagi sistem pencernaan, air liur berfungsi untuk mengikat dan melembutkan makanan.
Dengan begitu, bisa menelan dan mengirimkan makanan menuju kerongkongan, usus, dan
lambung dengan lancar. Hal ini tentu membantu memudahkan kerja sistem pencernaan.
3. Berjalan diatas kerikil tanpa alas kaki

Berjalan tanpa alas kaki di atas batu kerikil selama ini dianggap membawa sejumlah manfaat
bagi kesehatan. Praktik ini disebut-sebut bisa melancarkan peredaran darah yang bertumpu
pada telapak kaki.

Menurut Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (Perdossi) Pusat, Dr Manfaluthy Hakim, SpS(K), sejauh ini belum ada bukti
medis maupun jurnal penelitian yang mendukung semua anggapan tersebut. Bahkan, ia
menegaskan hal itu justru sangat berisiko. Selain itu, berjalan di atas permukaan tajam tanpa
alas kaki juga memberikan trauma mekanik bagi telapak kaki. Karena itu, dia tidak
menyarankan untuk melakukannya.

Manfaluthy juga menyarankan untuk selalu memakai alas kaki di atas permukaan apapun,
apalagi di permukaan yang tajam. Selain berisiko cedera, juga berbahaya bagi penderita
diabetes yang mengalami kebas. Berjalan tanpa alas kaki dengan kaki yang kebas, membuat
penderita diabetes tidak menyadari jika kakinya terluka.

2. Provinsi Kalimantan Barat

a. Tradisi berbaring di atas batu panas

Kebudayaan ini dibawa secara turun temurun oleh nenek moyang yang berasal dari Tionghoa
mereka percaya terapi termal dari batu-batu panas dapat menghangatkan perut mereka dan
kembali dan "menyembuhkan" penyakit.

Tetapi dokter menyarankan mereka harus berhati-hati ketika menerapkan resep


tradisional rakyat ini. Ini bukan cara ilmiah dianggap untuk mendapatkan pengobatan yang
efektif dengan berbaring di atas batu panas untuk menyembuhkan penyakit, dan lebih jauh
lagi bahwa orang dengan mudah dapat terbakar atau mengalami stroke di bawah sinar
matahari.
3. Provinsi Jawa Barat

a. Terapi Lintah

Terapi yag dibawa oleh budaya Mesir Kuno, Arab dan, India ini ke Jawa Barat
tepatnya Sunda. Terapi lintah merupakan salah satu metode pengobatan unik yang juga
dikenal dengan nama hirudotherapy. Lintah adalah hewan hematofagus yang diketahui
memiliki banyak senyawa aktif biologis dalam air liur dan sekresi lainnya. Lintah digunakan
untuk banyak tujuan terapeutik seperti penyakit kulit, masalah reproduksi, masalah gigi,
kelainan sistem saraf, dan masalah peradangan.

Berikut beberapa manfaat terapi lintah bagi kesehatan yang didukung bukti,
sebagaimana dilansir Boldsky.

1. Mengobati penyakit jantung

Terapi lintah digunakan dalam pengobatan penyakit kardiovaskular. Air liur yang dihasilkan
lintah mengandung pengencer darah alami yang dapat mencegah dan menyembuhkan
penggumpalan darah. Terapi ini sementara dapat meningkatkan aliran darah dan hiperalgesia
atau meningkatkan kepekaan terhadap rasa sakit di jaringan ikat.

2. Mengurangi peradangan vena

Menurut sebuah penelitian, terapi lintah mengurangi pembengkakan dan nyeri di kaki,
memperbaiki perubahan warna pada kulit, dan meningkatkan kemampuan berjalan pasien
yang menderita flebitis, suatu kondisi yang ditandai dengan pembekuan darah di pembuluh
darah dalam di kaki.Untuk pengobatan ini membutuhkan empat hingga enam lintah yang
langsung digunakan ke area yang terinfeksi.

3. Dapat membantu luka yang diamputasi

Cedera amputasi (kehilangan bagian tubuh akibat kecelakaan) dapat menyebabkan sirkulasi
darah yang tidak tepat ke area tersebut. Sebuah penelitian mengungkap tentang kasus cedera
kulit kepala yang robek yang diobati dengan terapi lintah. Setelah beberapa hari, perbaikan
warna dan kulit bengkak diamati. Studi ini juga menyoroti kasus pasien yang telah melalui
operasi replantasi dan revaskularisasi jaringan wajah dan telinga, kemudian dirawat dengan
aplikasi lintah untuk meningkatkan aliran darah dan sensitivitas area tersebut.

4. Memiliki agen sitotoksik (membunuh sel kanker)

Penelitian menyebutkan bahwa air liur lintah mengandung senyawa bernama


ghilanten yang dapat menekan pertumbuhan beberapa jenis tumor seperti melanoma, kanker
paru-paru, kanker payudara dan kanker prostat.

Ini juga mengandung peptida yang disebut hirudin, yang bertindak sebagai
antikoagulan hebat dan memiliki karakteristik anti kanke. Beberapa penelitian juga
menunjukkan bahwa kombinasi komponen yang ada dalam air liur lintah, protease inhibitor,
dan antikoagulan dapat berguna seperti obat kanker.

4. Budaya Orang Tasikmalaya

Beberapa fenomena ditemukan bahwa demi membuat orang tuanya senang beberapa
keluarga pada masyarakat Sunda di Tasikmalaya cenderung mengikuti keinginan lansia
termasuk dalam kebiasaan makan yang dapat berisiko meningkatkan kadar gula darah
(Badriah & Sahar 2017; Badriah, dkk.; 2014). Fenomena tersebut menunjukan apabila
program dan upaya pengendalian gula darah tidak komprehensif dan hanya terbatas pada
penatalaksaan secara individu, tanpa melibatkan keluarga dikhawatirkan peningkatan kasus
DM dengan berbagai komplikasi akan terus meningkat.

Keluarga merupakan bagian yang sangat berpotensi untuk membantu lansia dalam
mengatasi masalah kesehatannya melalui dukungan terhadap budaya atau kebiasaan pola
hidup yang sehat (Friedman, et al, 2010). Hal ini sejalan dengan nilai budaya Sunda yang
menempatkan orang tua pada nilai yang tinggi seperti tertuang dalam ungkapan indung
tunggul rahayu bapa tangkal darajat (ibu sebagai sumber keselamatan dan bapak sumber
kesuksesan). Tingginya nilai orang tua telah menjadikan keluarga-keluarga pada masyarakat
Sunda cenderung memanjakan orang tua dan menuruti semua keinginannya sebagai bentuk
taat dan patuh terhadap orang tua (Satjadibrata, 2005; Rosidi, 1984; Badriah, dkk., 2019).
Fenomena tersebut menunjukan perlunya perubahan pandangan dengan menggunakan
pendekatan budaya Sunda silih asah, silih asuh, silih asih yang dilakukan perawat terhadap
keluarga dengan cara meningkatkan pengetahuan dalam bentuk pelatihan manajemen
perawatan DM.
BAB III

PENUTUPAN

3.1 KESIMPULAN

Pengertian Keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang


berfokus pada analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya. Pelayanan
keperawatan transkultural diberikan kepada pelayan sesuai dengan latarbelakang budayanya.
Adapun budaya pada lansia dibeberapa provinsi seperti Kerokan, nginang dan berjalan di atas
batu kerikil pada masyarakat Jawa Tengah, berbaring di atas batu panas pada masyarakat
Pontianak, terapi lintah Jawa Barat dan cenderung mengikuti keinginan orang tua pada
masyakat tasik Malaya, Jawa Barat.

Kebudayaan boleh saja tetap dilakukan baik pada generasi muda maupun pada lansia
selama kebudayaan tersebut tidak membawa dampak buruk atau merugikan bagi Kesehatan.

3.2 SARAN

Mengingat bahwa lansia rentang terkena berbagai penyakit baik yang mengertainya
dahulu ataupun tidak maka perhatian khusus harus diberikan pada lansia. Terutama lansia
yang masih menganut tinggi kebudayaan yang masih salah yang justru akan merugikan
Kesehatan. Pengertian atau pengetahuan haruslah diberikan pada lansia maupun keluarga dan
masyarakat sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Badriah, Siti , Dini Mariani. 2021. Pelatihan Manajemen Diabetes Mellitus Berbasis Budaya
Sunda Untuk Meningkatkan Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat Diabetisi Lansia di
Tasikmalaya. https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/abdimasgaluh/article/view/4743 Abdimas
Galuh. Volume 3, Nomor 1, Maret 2021, 44-53 (diakses, 27 November 2021)

M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts, Theories, Research and
Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Swasono.

Putri, Ikhtiarini. 2017. SUCCESSFUL AGING PADA LANSIA (Studi Pada Lansia Dengan
Budaya Jawa dan Madura). http://eprints.umm.ac.id/43578/1/jiptummpp-gdl-ikhtiarini-
48800-1-successf-s.pdf (diakses, 27 November 2021)

Royal College of Nursing (2006), Transcultural Nursing Care of Adult ; Section One
Understanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care Leininger.

Anda mungkin juga menyukai