Anda di halaman 1dari 71

ASSALAMUALAIKUM WR.

WB
SAHABAT MUSLIM YANG DIRAHMATI ALLAH

Nabi Samuel disebutkan dalam beberapa ayat


Al-Quran, antara lain dalam Surah Al-Baqarah ayat
246-251. Dalam ayat-ayat ini, Allah SWT mengisahkan
tentang pemilihan talut sebagai raja Israel yang dipilih
oleh Nabi Samuel. Allah SWT juga memberikan
petunjuk kepada kaum Nabi Samuel untuk mengikuti
jejak para nabi dan tidak mengikuti keinginan hawa
nafsu.

Kisah samuel dan thalut ini menceritakan tentang


kebangkitan kaum bani israil setelah meninggalnya
nabi musa. Samuel datang sebangai sosok yang
membawa kejayaan yang telah padam itu kembali
kepada kaum bani israil.

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas kedua


sosok tersebut melalui pandangan para ulama’ terkait
teks2 alquran dan hadits.
Mari kita mulai dengan membaca
bismillahirrahmanirrahim.

Silsilah samuel adalah Samuel bin Bali bin


Alqamah bin Yarkhom bin Alyahu bin nahu bin
Shauf bin Alqamah bin Mahits bin Amushan bin
‘Azriya. Dalam bahasa Ibrani, Samuel artinya Ismail,
yang artinya Allah mendengar doaku. Kalau
dipikir-pikir ini juga Mirip dengan bahasa arab
samiallah yang berarti (allah mendengar)

Nabi samuel merupakan salah satu ahli waris nabi


harun sebagaimana yang dikatakan imam Muqatil

Wahb bin Munabbih mengatakan, pada mulanya


kaum Bani Israil sesudah Nabi Musa as berada
dalam jalan yang lurus dalam satu kurun waktu.

Kemudian mereka mengarang hal-hal yang baru


dan sebagian di antara mereka ada yang
menyembah berhala-berhala. Di antara mereka
masih ada nabi-nabi yang memerintahkan kepada
mereka untuk berbuat kebajikan dan melarang
mereka berbuat kemungkaran, serta meluruskan
mereka sesuai dengan ajaran kitab Taurat.

Namun mereka tetap melakukan sesuatu semaunya


sendiri , lalu Allah menguasakan terhadap
musuh-musuh bani israil dan bisa
mengalahkannya.

As-Suddi meriwayatkan bahwa saat rakyat Gaza


dan Asqalan mengalahkan Bani Israil hingga
banyak sekali dari Bani Israil yang
terbunuh,anak-anak mereka ditawan, dan kenabian
dari keturunan suku Lewi putra ya’qub sudah tiada
lagi, dan tidak ada yang tersisa di antara mereka
kecuali seorang wanita yang sedang hamil. Maka
kaum Bani Israil mengambil wanita tersebut dan
mengarantinakannya di dalam sebuah rumah
dengan harapan semoga Allah memberinya rezeki
seorang anak yang kelak akan menjadi seorang
nabi bagi mereka.
Si wanita hamil itu kemudian berdoa kepada Allah
'Azza wa Jalla agar diberi anak lelaki. Subhanallah,
Allah pun mengabulkan doa wanita tersebut dan
akhirnya Ia melahirkan anak lelaki, lalu ia beri nama
Samuel.

Setelah tumbuh besar, si ibu mengirim Samuel ke


sebuah Masjid dan menyerahkannya kepada salah
seorang yang saleh di sana, guna mempelajari
akhlak yang baik dan memperdalam ilmu Ubudiyah.
Samuel tinggal bersama orang saleh tersebut
hingga ia dewasa.
Tatkala samuel sudah memasuki umur kenabian,
terjadilah peristiwa yang aneh di malam hari.
Pada suatu malam kala Samuel tidur, tanpa diduga
tiba-tiba ada suara menghampirinya dari ujung
Masjid. Samuel Pun terbangun ketakutan, ia
mengira gurunya yang memanggil. Lalu Samuel
bertanya, 'Apa guru memanggil saya?', sumber
suara menjawab, Ya. Tidurlah!' Suara itu menjawab
demikian, Karena tidak mau membuat samuel
ketakutan. Lalu Samuel pun kembali tidur.

Setelah itu ia memanggil lagi sampai ketiga kalinya.


Ternyata sumber suara tersebut adalah malaikat
Jibril. Jibril menghampirinya lalu berkata,
"Sungguh, tuhanmu mengutusmu kepada
kaummu.' Allah mewahyukan kepadanya yang
isinya memerintahkan kepadanya untuk
memperbaiki keadaan keadaan Bani Israil semakin
memprihatinkan setelah wafatnya nabi musa.

Allah berfirman (Al-Baqarah: 246)


"Tidakkah kamu perhatikan para pemuka Bani Israil
setelah Musa wafat, ketika mereka berkata kepada
seorang nabi mereka, 'Angkatlah seorang raja
untuk kami, niscaya kami berperang di jalan Allah.

Nabi samuel diberi wahyu allah untuk mendengar

keluhan bani israel. Mereka meminta nabi samuel

untuk mengangkat seorang raja. Namun Nabi

Samuel paham benar karakter Bani Israil ketika itu.

Di antara mereka tidak ada yang mau menjadi

pemimpin tetapi ketika ada yang memimpin,

mereka sulit untuk taat pada pemimpin itu.

Walaupun pemikiran Nabi Samuel itu dibantah oleh

kaum Bani Israil dengan mengatakan bahwa

mereka akan patuh kepada pemimpinnya dan siap

berperang bersamanya.
Bijaknya Nabi Samuel saat itu membuat dirinya

tidak langsung menunjuk seseorang untuk

diangkat menjadi pemimpin. Nabi Samuel

menunggu wahyu dari Allah Swt agar pilihannya

nanti tidak diproptes kaum Bani Israil.

Wahyu yang ditunggu pun datang. Nabi Samuel

oleh Allah diperintahkan untuk menemui seorang

petani miskin bernama Thalut. Orang yang dipilih

Allah itu selain sebagai seorang petani juga

seorang pengembala kambing yang jelas secara

ekonomi jauh lebih rendah dari rata-rata

masyarakat Bani Israil. Namun ia memiliki beberapa

kelebihan yang tidak dimiliki kaum bani israil yang

lain.

Suatu hari, Nabi Samuel yang sedang mencari

Thalut akhirnya dipertemukan oleh Allah di sebuah


bukit. Saat itu, Thalut sedang kebingungan mencari

keledainya yang hilang hingga ia berjumpa dengan

Nabi Samuel.

Keduanya saling pandang dengan sorot mata yang

tajam. Nabi Samuel sebagai utusan Allah tahu betul

bahwa lelaki yang ditemuinya adalah Thalut yang

dipilih Allah untuk menjadi pemimpin Bani Israil.

Begitu pula Thalut yang memiliki pengetahuan luas

juga yakin bahwa lelaki yang ditemuinya itu adalah

utusan Allah.

Awalnya, percakapan mereka berdua membahas

tentang keledai Thalut yang hilang. Ia

menanyakannya kepada Nabi Samuel apakah ia

melihat keledainya. Nabi Samuel pun menjawab

bahwa keledai yang dicari Thalut saat itu tengah


berjalan menuju kandangnya dan tidak perlu

dicemaskan.

Setelah itu, Nabi Samuel mengatakan amanah dari

Allah bahwa Thalut diminta untuk menjadi

pemimpin Bani Israil. Seketika Thalut tidak percaya

dengan kata-kata utusan Allah dan ragu karena

dirinya bukan siapa-siapa. Tetapi, berkat

kepercayaan Thalut bahwa yang meminta itu

adalah seorang nabi, maka Thalut pun setuju

dengan tawaran tersebut.

Hingga akhirnya, Thalut diumumkan oleh Nabi

Samuel di hadapan kaum Bani Israil. Sebagaimana

firman allah surat al baqoroh ayat 247 :

"Dan nabi mereka berkata kepada mereka,


'Sesungguhnya, Allah telah mengangkat Talut
menjadi rajamu,"
Imam Tsa'labi mengatakan, "Ia adalah Thalut bin
Qais bin Afyal bin Sharu bin Tahrut bin Afih bin
Unais bin Benjamin bin Ya'qub bin Ishaq bin
Ibrahim Al-Khalil."

Ikrimah dan As-Suddi mengatakan, "la berprofesi


sebagai tukang pembuat minuman." Wahab bin
Munabbih mengatakan, "Ia berprofesi sebagai
tukang samak." menurut pendapat lain seperti yang
telah disebutkan bahwa dia adalah seorang
penggembala.
Namun kebenaran pasti hanya allah yang tahu.
Wallahu a’lam
Karena pekerjaan dan status sosial itu "bani israil
menjawab.
Bagaimana bisa Talut memperoleh kerajaan atas
kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan
itu daripadanya,dan dia tidak diberi kekayaan yang
banyak?
Mereka beranggapan bagaimana mungkin seorang
petani miskin dapat memimpin mereka Bani Israil
yang jauh lebih terpandang.
" Mereka menyatakan bahwa kenabian ada di garis
keturunan Lawi, sementara kekuasaan ada di garis
keturunan Yahudza. Sedangkan talut dari
keturunan benjamin, bukan yahudza.
Karena talut yang ditunjuk sebagai raja ini berasal
dari keturunan Benjamin, bani israil menjauh dan
mencela kepemimpinannya dengan menghinanya
dengan mengatakan.
"Kami lebih berhak memegang kerajaan daripada
dia." Mereka menyebutnya fakir dan tidak memiliki
kekayaan yang banyak, lantas bagaimana orang
seperti itu bisa menjadi raja?
Inilah sifat bani israil ketika itu diantara mereka
tidak ada yang mau menjadi pemimpin, tetapi
ketika ada yang memimpin, mereka sulit untuk taat
pada pemimpin itu.
Nabi Samuel menegaskan bahwa sosok Thalut

dipilih oleh Allah Swt bukan dirinya yang memilih.

Maka dari itu, mereka harus setuju dengan Thalut

sebagai seorang pemimpin. Sebagaimana firman

allah -surat-al-baqarah-ayat-247 :

ْ َ ‫َقال َ ِإنَّ ٱهَّلل‬


‫ٱص َط َف ٰى ُه َع َل ْي ُك ْم َو َزادَ هُۥ َب ْس َط ًة فِى ٱ ْل ِع ْل ِم َوٱ ْل ِج ْس ِم‬

"(Nabi) menjawab, 'Allah telah memilihnya (menjadi


raja) kamu dan memberikan kelebihan ilmu dan
fisik.

ada yang menyebutkan versi lain tentang proses


terpilihnya talut sebagai raja.
Pada saat itu Allah mewahyukan kepada Samuel
bahwa seluruh Bani Israil tingginya sebatas
tongkat ini. Jika ada di antara mereka yang berhasil
mendapatkan tanduk yang di dalamnya terdapat
minyak suci, berarti dia adalah rajanya. Mereka
kemudian berdatangan dan mengukur tinggi badan,
namun tak seorang pun di antara mereka yang
tingginya melebihi tongkat tersebut selain Thalut.

Saat Thalut menghampiri Samuel, ia mendapatkan


tanduk tersebut. Samuel lalu mengoleskan minyak
pada rambutnya, dan menunjuknya sebagai raja.
Samuel berkata kepada mereka, "Allah telah
memilihnya (menjadi raja) kamu dan memberikan
kelebihan ilmu,
menurut salah satu pendapat; ilmu yang dimaksud
adalah ilmu di bidang peperangan. Pendapat Yang
lain menyebut ilmu yang di maksud adalah ilmu
secara mutlak artinya talut memiliki kecerdasan
diatas rata2 dan menguasai berbagai macam ilmu.
Allah juga memberinya karunia berupa fisik. ada
yang menyebut yang dimaksud dengan fisik ini
adalah postur tubuh yang kekar. Dan ada pendapat
lain menyebut maksudnya diberi karunia fisik
adalah diberi ketampanan. Karena pada saat itu
Thalut adalah orang paling tampan dan paling
berilmu setelah nabi mereka.
Nabi samuel menegaskan terpilihnya talut dengan
mengatakan
"Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa
yang Dia kehendaki," Ia berhak memutuskan segala
sesuatu. Menciptakan dan memerintah adalah
urusan Allah. "Dan Allah Maha Luas, Maha
Mengetahui."

Perdebatan alot itu akhirnya diselesaikan setelah

benda pusaka (Tabut) yang telah lama hilang, yang

mereka agung-agungkan, diberikan oleh malaikat

kepada Thalut. Bani Israil yang menyaksikan itu

pun tidak mampu menyangkalnya lagi dan

ditetapkanlah Thalut sebagai pemimpin mereka

meski hanya seorang petani miskin. Sebagaimana

firman allah surat-al-baqarah-ayat-248.


‫سكِي َن ٌة ِّمن َّر ِّب ُك ْم َو َبقِ َّي ٌة‬ ُ ‫َو َقال َ َل ُه ْم َن ِب ُّي ُه ْم ِإنَّ َءا َي َة ُم ْل ِك ِه ٓۦ َأن َيْأ ِت َي ُك ُم ٱل َّتا ُب‬
َ ‫وت فِي ِه‬
ٓ
‫وس ٰى َو َءال ُ ٰ َه ُرونَ َت ْح ِملُ ُه ٱ ْل َم ٰ َلِئ َك ُة ۚ ِإنَّ فِى ٰ َذلِ َك ل َ َءا َي ًة َّل ُك ْم ِإن‬َ ‫ِّم َّما َت َر َك َءال ُ ُم‬
َ‫ُكن ُتم ُّمْؤ ِمنِين‬

Nabi mereka berkata untuk membuktikan

kebenaran pemilihan Thalut: “Tanda kekuasaan

Thalut adalah datangnya peti yang berisi Taurat

yang mengandung ketenangan dan rahmat dari

Tuhan kalian. Dan dalam peti itu juga terdapat

benda-benda peninggalan keluarga Musa dan

Harun. Peti itu akan dibawa oleh para malaikat

untuk diletakkan di rumah Thalut. Sungguh ini

merupakan bukti yang paling kuat bagi kalian

tentang kebenaran pemilihan Thalut jika kalian

benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.


Yang dimaksud peti yang berisi Taurat yang

mengandung ketenangan, yang dimaksud dengan

ketenangan adalah ada beberapa versi :

Ada yang mengatakan yang dimaksud ketenangan

adalah karena didalam peti itu berisi isinya adalah

baskom dari emas, di baskom inilah dada para nabi

dibersihkan.

Ada yang menyebut isinya allah kekuatan dahsyat

seperti angin ribut.

Dan pendapat Yang lain menyebutkan, isinya

adalah berwujud seperti kucing yang jika

mengeong keras dalam peperangan, Bani Israil

yakin pasti meraih kemenangan.


Salah satu sumber menyebutkan, kala rakyat Gaza
dan Asqalan merebut peti ini dari tangan Bani
Israil-di mana di dalamnya terdapat ketenangan dan
sisa-sisa peninggalan penuh berkah, mereka
meletakkan peti ini di bawah berhala milik mereka.
Pada pagi harinya, ternyata peti itu ada di atas
kepala berhala. Mereka lalu meletakkan kembali
petitersebut di bawah berhala. Namun, pada pagi
hari berikutnya, ternyata peti itu ada di atas kepala
berhala. Karena kejadian yang sama sering
terulang, akhirnya mereka tahu bahwa hal tersebut
terjadi karena perintah Allah.
Mereka kemudian mengeluarkan peti tersebut dari
negeri mereka lalu mereka tempatkan di salah satu
perkampungan.
Mereka kemudian terserang penyakit di leher.
Karena penyakit itu lama tak kunjung hilang,
mereka kemudian mengikat peti tersebut di atas
gerobak yang diikat pada dua sapi dewasa betina,
lalu mereka lepaskan. Ada yang menyatakan,
malaikat menggiring sapi ini hingga sampai di
tengah-tengah Bani Israil, mereka melihatnya
secara langsung, seperti yang dikabarkan nabi
mereka.
Namun Allah lah yang lebih tahu, bagaimana cara
peti ini dibawa para malaikat. Jika melihat tekstual
ayat Al-Qur'an, para malaikat sednirilah yang
membawanya secara langsung, dan itulah yang
dipahami.

Segera setelah pelantikannya, Thalut

mengumpulkan seluruh kekuatan bangsa Israil,


melatih, dan menyiapkan taktik pertempuran bagi

mereka. Diperkirakan pada saat itu ada sekitar 70

ribu pemuda yang berposisi sebagai prajurit dan

Thalut sebagai jendral utama. Ia adalah

representasi sosok pahlawan bangsa yang

memimpin pasukan dengan gagah untuk melawan

raja Jalut yang zalim.

"Maka ketika Talut membawa bala tentaranya, dia


berkata, 'Allah akan menguji kamu dengan sebuah
sungai. Maka barang siapa meminum (airnya), dia
bukanlah pengikutku. Dan barang siapa tidak
meminumnya, maka dia adalah pengikutku kecuali
mengambil seciduk dengan tangan.

Allah berfirman, "Tetapi mereka meminumnya


kecuali sebagian kecil di antara mereka."
As-Suddi mengatakan, "Pasukan tersebut
berjumlah 80.000, 76.000 di antaranya minum air,
dan yang tersisa hanya 4.000. Demikian pernyataan
imam As-Suddi.

Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab


Shahih-nya dari Israil, Zuhair, dan Ats-Tsauri, dari
Abu Ishaq dari Barra bin Azib," ia berkata, "Kami,
para sahabat Muhammad, saling membicarakan
bahwa jumlah pasukan Badar sama seperti
pasukan Thalut yang ikut menyeberangi sungai
bersamanya. Yang ikut menyeberangi sungai hanya
tiga ratus sekian mukmin." Pernyataan As-Suddi
bahwa jumlah pasukan Thalut mencapai 80.000,
perlu dikaji lebih jauh, mengingat bumi Baitul
Maqdis tidak muat untuk pasukan sebanyak itu.
Namun sekali lagi, allah lah yang maha tahu.

Allah berfirman, "Ketika dia (Talut) dan orang-orang


yang beriman bersamanya menyeberangi sungai
itu, mereka berkata, 'Kami tidak kuat lagi pada hari
ini melawan Jalut dan bala tentaranya,"
mereka menganggap jumlah mereka terlalu kecil
dan lemah untuk melawan musuh, mengingat
besarnya jumlah musuh.
Thalut kemudian hadir sebagai sosok pahlawan
bagi bangsa Israil dengan semangatnya yang
menggebu-gebu. Ia berkata, “…Betapa banyak
kelompok kecil mengalahkan kelompok besar
dengan izin Allah…”

"Mereka yang meyakini bahwa mereka akan


menemui Allah berkata, Betapa banyak kelompok
kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin
Allah.' Dan Allah beserta orang-orang yang sabar."
Mereka yang pemberani, para pemilik iman yang
kokoh dan keyakinan yang kuat dan kesabaran,
mendorong mereka untuk teguh dalam berperang.

pasukan Thalut akhirnya berjumpa dengan bala

tentara Jalut yang jumlahnya berkali-kali lipat.

Ketika melihat mush, Thalut dan pasukannya

berdoa dan memohon pertolongan Allah Swt.

Mereka serempak berkata, “…Ya Tuhan kami,

limpahkanlah kesabaran kepada kami, kukuhkanlah


langkah kami dan tolonglah kami menghadapi

orang-orang kafir…”

mereka memohon kepada Allah agar diberi


limpahan kesabaran, agar hati mereka tentram dan
tidak goyah, agar pendirian mereka teguh dalam
peperangan melawan musuh-musuh yang kuat.
Mereka memohon keteguhan lahir batin, dan
memohon kemenangan atas para musuh- musuh
kafir yang mengingkari ayat-ayat dan
nikmat-nikmat Allah. Allah Yang Maha-agung, maha
Kuasa, maha Mendengar, maha Melihat, maha
Bijaksana, lagi Maha teliti mengabulkan
permohonan dan permintaan mereka.

Karena itu Allah berfirman, "Maka mereka


mengalahkannya dengan izin Allah," dengan daya,
kekuatan dan pertolongan Allah, bukan karena
kekuatan dan jumlah mereka yang sedikit itu,
sementara jumlah musuh yang begitu banyak
dengan persenjataan lengkap.
Hal ini senada dengan firman allah dalam kisah
perang badar :
"Sungguh Allah telah menolong kamu dalam
peperangan Badar, padahal kamu
adalahorang-orang yang lemah (ketika itu) . Karena
itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu
mensyukuri-Nya.
" (Ali Imrån: 123).
Subhanallah, jumlah dalam sebuah peperangan
bukanlah ukuran sebagai sebuah kemenangan,
penentuan kemenangan adalah milik allah semata.

Sebelum pertempuran dimulai akan diadakan duel

satu lawan satu dari setiap perwakilan pemimpin

pasukan. Ini adalah sebuah tradisi peperangan

yang turun temurun jaman dulu. Jalut kemudian

dengan sombong menantang semua pasukan

Thalut. Namun ketika Thalut hendak menjawab

tantangan tersebut, seorang pemuda gagah berani


– bernama Daud – meminta izin untuk melawan

Jalut.

Allah swt berfirman Surat Al-Baqarah Ayat 251

"Dan Dawud membunuh Jalut. Kemudian Allah


memberinya (Dawud) kerajaan, dan hikmah, dan
mengajarinya apa yang Dia kehendaki,"
Ayat ini menunjukkan tentang keberanian Dawud,
ia membunuh raja Jalut hingga membuat
pasukkannya runtuh. Tidak ada peperangan lebih
besar melebihi terbunuhnya raja di tangan musuh
dalam peperangan.
Karena kemenangan ini, pasukan Thalut meraih
banyak sekali rampasan perang, menawan para
pasukan pemberani, kalimat Iman terjunjung tinggi
di atas berhala-berhala, para wali Allah menguasai
musuh- musuh-Nya, dan agama yang benar
menang di atas kebatilan serta para pembelanya.
As-Suddi menyebutkan dalam riwayatnya, Dawud
adalah anak bungsu. Mereka 13 bersaudara,
semuanya lelaki. Dawud mendengar Thalut, raja
Bani Israil, ketika thalut menyeru Bani Israil untuk
membunuh Jalut dan pasukannya, "Siapa yang
bisa membunuh Jalut, akan kunikahkan dengan
putriku, dan aku sertakan dia dalam kekuasaanku.'
Dawud memiliki keahlian melontarkan batu besar
dengan kencang. Saat berada dalam perjalanan
bersama Bani Israil, ada sebongkah batu
memanggil-manggil Dawud, 'Bawalah aku, karena
dengan aku, kau akan membunuh Jalut.' Dawud
lalu mengambil batu itu, setelah itu mengambil dua
batu lain yang ia letakkan di dalam kantong.

Saat dua kubu saling berhadapan. Jalut maju lalu


menantang berduel. Dawud maju menghampiri, lalu
Jalut berkata padanya, 'Mundur! Aku tidak mau
membunuhmu.' Dawud menyahut, Tapi aku ingin
membunuhmu.' Dawud kemudian mengambil tiga
bongkahan batu itu, lalu ia letakkan dalam alat
pelontar, ia tarik lalu ia lesakkan secara serentak ke
arah Jalut hingga kepala Jalut pecah, akhirnya
pasukan Jalut melarikan diri.
Thalut sang raja lalu memenuhi janjinya. Ia
nikahkan Dawud dengan putrinya, ia diberi
wewenang dan ia jalankan wewenang itu dengan
baik.

Seiring berjalanya waktu Dawud semakin dihormati


di kalangan Bani Israil, mereka lebih mencintainya
daripada Thalut. Mereka menyebutkan, Thalut iri
pada Dawud dan bermaksud membunuhnya. Thalut
melancarkan rencana licik untuk tujuan itu, namun
tidak berhasil.

Ulama melarang Thalut membunuh Dawud. Namun,


Thalut tidak mempedulikan nasihat itu. Thalut
menyerang dan membunuh pasukan Dawud hingga
hanya menyisakan sedikit di antara mereka.
Namun, setelah itu Thalut bertobat, menyesal, dan
melepaskan diri dari kesalahan yang pernah ia
lakukan. la sering menangis, keluar menuju
pemakaman, lalu menangis di sana hingga air
matanya membasahi tanah.

Suatu ketika, ada suara memanggil-manggil dari


dalam kubur, 'Wahai Thalut! Kau telah membunuh
kami saat kami masih hidup, dan kau pun masih
saja menyakiti kami setelah kami mati.' Kata-kata
itu kian membuatnya sedih sekali, dan semakin
merasa takut. Setelah itu ia bertanya-tanya adakah
seorang yang alim, agar ia biasa menanyakan
tentang permasalahan yang ia hadapi, apakah ia
masih bisa bertobat.

Lalu dikatakan padanya, apakah kamu masih


menyisakan seorang alim satu pun? Hingga pada
akhirnya ia ditunjukkan pada salah seorang wanita
ahli ibadah. Wanita itu kemudian membawa Thalut
pergi ke makam Yusya' bin Nun.

Para ahli tafsir menyebutkan, wanita tersebut


kemudian berdoa kepada Allah. Lalu Yusya' bin
nun bangkit dari kubur dan bertanya,
'Apakah kiamat sudah tiba? Wanita itu menjawab,
Tidak, tapi Thalut ingin bertanya kepadamu, apakah
ia masih bisa bertobat?' Yusya' menjawab, Ya. la
harus melepaskan diri dari kekuasaannya, lalu
pergi berperang di jalan Allah hingga terbunuh.'
Setelah itu Yusya' mati kembali.

Thalut kemudian menyerahkan kekuasaan kepada


Dawud. Kemudian bersama 13 anaknya, Thalut
berperang di jalan Allah, hingga mereka semua
terbunuh.
Maka dari itu allah berfirman,
Kemudian Allah memberinya (Dawud) kerajaan, dan
hikmah, dan mengajarinya apa yang Dia
kehendaki."

Muhammad bin Ishaq mengatakan, "Nabi yang


dibangkitkan dari kubur lalu memberitahukan
kepada Thalut bahwa ia masih bisa bertobat adalah
Ilyasa' bin Akhthub." Pendapat ini juga dituturkan
Ibnu Jarir.

Imam Tsa'labi mengatakan bahwa , wanita tersebut


membawa Thalut ke makam Samuel bukannya ke
makam yusya’, lalu Samuel mencela Thalut atas
berbagai hal yang telah ia lakukan.
Riwayat ini lebih tepat. Dan mungkin saja yang
dimaksud bahwa thalut bertemu samuel adalah
Thalut mimpi bertemu Samuel, bukannya Samuel
bangkit dari kubur dalam kondisi hidup, karena hal
seperti ini adalah mukjizat yang dimiliki seorang
nabi, sementara si wanita tersebut bukan nabi.
Wallahu a'lam allah maha tahu.
Ibnu Jarir mengatakan, "Para pemilik kitab Taurat
menyatakan, rentang waktu antara Thalut berkuasa
hingga terbunuh bersama anak- anaknya adalah
selamat 40 tahun.
" Wallahu a'lam

BREAKKKK

KISAH NABI DAWUD

Pasal Pertama:

KISAH PEPERANGAN-PEPERANGAN DAWUD,


KEUTAMAAN-KEUTAMAAN, SIFAT-SIFAT, DAN
TANDA-TANDA KENABIANNYA

Nama dan Nasabnya

Ia adalah Dawud bin Aysya bin Uwaid bin Abir bin


Salmon bin Nahsyun bin Uwainadab bin Iram bin
Hashrun bin Farash bin Yahudza bin Ya'qub bin
Ishaq bin Ibrahim Al-Khalil, hamba Allah sekaligus
nabi dan khalifah-Nya di negeri Baitul Maqdis.
Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari sebagian
ahlul ilmi, dari

Wahab bin Munabbih; Dawud bertubuh pendek,


bermata biru, jarang bulunya, berhati suci dan
bersih.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, Dawud


membunuh Jalut. Pembunuhan ini menurut
penuturan Ibnu Asakir, terjadi di dekat istana
Ummu Hakim, di bilangan Maraj Shafar. Dawud
meraih simpati Bani Israil, mendukungnya, juga
kekuasaannya. Pada akhirnya, Thalut menyerahkan
kekuasaan kepada Jalut, sehingga Allah
menyatukan kekuasaan dan kenabian untuknya,
menyatukan kebaikan dunia dan akhirat.
sebelumnya, kekuasaan ada di garis keturunan
Sibth, sementara kenabian ada di garis keturunan
lainnya, hingga akhirnya keduanya menyatu pada
sosok Dawud.

Ini seperti yang Allah sampaikan, "Dan Dawud


membunuh Jalut. Kemudian Allah memberinya
(Dawud) kerajaan, dan hikmah, dan mengajarinya
apa yang Dia kehendaki. Dan kalau Allah tidak
melindungi sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Tetapi Allah
mempunyai karunia (yang dilimpahkan-Nya) atas
seluruh alam." (Al-Baqarah: 251).

Yaitu andai Allah tidak mengangkat raja-raja


sebagai penguasa untuk memimpin rakyat, tentu
yang kuat di antara mereka memakan yang lemah.
Karena itu dalam sebagian atsar disebutkan,
"Sultan adalah naungan Allah di muka bumi-Nya."
Amirul Mukminin Utsman bin Affan mengatakan,
"Sungguh, dengan kekuasaan Allah menanam
sesuatu yang tidak la tanam dengan Al-Qur'an."

Ibnu Jarir menyebutkan dalam At-Tarikh; ketika


berhadapan dengan Thalut, Jalut menantang,
"Datanglah ke mari, lalu aku akan
menghampirimu." Thalut mendorong pasukannya,
lalu Dawud maju hingga membunuh Jalut.'

Wahab bin Munabbih mengatakan, "Orang-orang


lebih bersimpati kepada Dawud, hingga Thalut
tidak lagi punya nama. Mereka melengserkan
Thalut dan menunjuk Dawud sebagai raja. Menurut
salah satu sumber, peralihan kekuasaan ini atas
perintah Samuel. Hingga sebagian ada yang
menyatakan, Samuel sudah menyerahkan
kekuasaan kepada Dawud sebelum peperangan."

Ibnu Jarir mengatakan, "Menurut pendapat


mayoritas, Dawud diangkat sebagai raja setelah
Jalut terbunuh." Wallahu a'lam.

Ibnu Asakir meriwayatkan dari Sa'id bin Abdul Aziz;


Dawud membunuh Jalut di dekat istana Ummu
Hakim, dan sungai yang ada di sana itulah sungai
yang disebut dalam ayat di atas. Wallahu a'lam.

Kepandaian Dawud dalam Mengolah Besi


Allah berfirman, "Dan sungguh, Telah Kami berikan
kepada Dawud karunia dari Kami. (Kami berfirman),
Wahai gunung-gunung dan burung-burung!
Bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud,' dan
Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu)
buatlah baju besi yang besar- besar dan ukurlah
anyamannya; dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh,
Aku Maha Melihat apa yang kamu kerjakan'."
(Saba": 10-11).

Allah berfirman, "Dan Kami memberikan pengertian


kepada Sulaiman (tentang hukum yang lebih tepat);
dan kepada masing-masing Kami berikan hikmah
dan ilmu, dan Kami tundukkan gunung-gunung dan
burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud.
Dan Kamilah yang melakukannya. Dan Kami
ajarkan (pula) kepada Dawud cara membuat baju
besi untukmu, guna melindungi kamu dalam
peperangan. Apakah kamu bersyukur (kepada
Allah)?" (Al-Anbiya': 79-80).

Allah membantu Dawud membuat baju-baju perang


dari besi untuk melindungi prajurit kala berhadapan
dengan musuh, Allah menuntun dan
memberitahukan caranya kepada Dawud, Allah
berfirman, "Dan ukurlah anyamannya," yaitu jangan
kau paku baju besi itu sehingga akan membuatnya
patah, dan jangan pula kau keraskan sehingga
akan membuatnya retak. Demikian dinyatakan
Mujahid, Qatadah, Hakam dan Ikrimah.

Hasan Al-Bashri, Qatadah dan A'masy menyatakan,


"Allah melunakkan besi untuk Dawud, hingga
Dawud memintalnya tanpa memerlukan api
ataupun palu." Qatadah mengatakan, "Dawud
adalah orang pertama yang membuat baju perang
dari besi. Sebelumnya, baju perang hanya berupa
lempengan-lempengan saja." Ibnu Syaudzab
mengatakan, "Setiap hari, Dawud membuat satu
baju besi yang ia jual seharga 6.000 dirham."

Disebutkan dalam hadits, makanan terbaik yang


dimakan seseorang adalah makanan dari hasil
kerjanya, dan nabi Dawud memakan dari hasil
kerjanya.

Allah berfirman, "Dan ingatlah akan hamba Kami


Dawud yang mempunyai kekuatan; sungguh dia
sangat taat (kepada Allah). Sungguh, Kamilah yang
menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih
bersama dia (Dawud) pada waktu petang dan pagi,
dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam
keadaan terkumpul. Masing-masing sangat taat
(kepada Allah). Dan Kami kuatkan kerajaannya dan
Kami berikan hikmah kepadanya serta
kebijaksanaan dalam memutuskan perkara." (Shåd:
17- 20).

Ibnu Abbas dan Mujahid menjelaskan, "Aid adalah


kekuatan dalam ketaatan." Maksudnya, Dawud
memiliki kekuatan untuk beribadah dan beramal
saleh. Qatadah mengatakan, "Dawud diberi
kekuatan untuk beribadah dan pemahaman dalam
Islam." Ia juga menyatakan, "Diriwayatkan kepada
kami, Dawud qiyamul lail (shalat malam) pada
malam hari dan puasa setengah tahun (sehari
berpuasa sehari berbuka)."

Disebutkan dalam kitab Shahihain, Rasulullah


bersabda, "Shalat yang paling disukai Allah adalah
shalatnya Dawud, dan puasa yang paling disukai
Allah adalah puasanya Dawud; ia tidur separuh
malam, qiyamul lail sepertiganya, lalu tidur lagi
seperenamnya, ia berpuasa sehari dan berbuka
sehari, dan tidak melarikan diri saat berhadapan
dengan musuh.

Firman-Nya, "Sungguh, Kamilah yang


menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih
bersama dia (Dawud) pada waktu petang dan pagi,
dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam
keadaan terkumpul. Masing- masing sangat taat
(kepada Allah)," seperti firman-Nya, "Wahai
gunung- gunung dan burung-burung! Bertasbihlah
berulang-ulang bersama Dawud," yaitu
bertasbihlah bersama Dawud. Demikian dinyatakan
Ibnu Abbas, Mujahid, dan lainnya kala menafsirkan
ayat ini.

"Sungguh, Kamilah yang menundukkan


gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia
(Dawud) pada waktu petang dan pagi," yaitu pada
akhir dan permulaan hari, karena Allah memberikan
Dawud suara yang sangat merdu, yang tidak Ia
berikan pada siapa pun. Ketika Dawud membaca
kitab-Nya, burung berhenti di udara, ikut
melantunkan dan bertasbih mengikuti tasbih
Dawud. Gunung-gunung juga menyahut dan ikut
bertasbih bersamanya pada pagi dan sore hari.*
Keindahan Suara Nabi Dawud

Auza'i menuturkan, "Abdullah bin Amir bercerita


kepadaku, ia berkata, 'Dawud diberi suara paling
merdu yang tidak diberikan pada siapa pun, bahkan
burung, dan binatang-binatang liar berhenti di
sekitarnya, hingga mati kehausan dan kelaparan,
dan bahkan sungai pun berhenti mengaliri" Wahab
bin Munabbih mengatakan, "Siapa pun yang
mendengar suaranya, pasti meloncat-loncat seperti
menari. Ia membaca kitab Zabur dengan suara
merdu yang belum pernah terdengar telinga siapa
pun dan apa pun, bahkan jin, manusia, burung, dan
hewan berhenti mendengar suaranya, hingga
sebagian ada yang mati kelaparan."
Abu Awanah Al-Isfirayini menuturkan, "Abu Bakar
bin Abiddunya bercerita kepada kami, Muhammad
bin Manshur Ath-Thusi bercerita kepada kami, ia
berkata, 'Aku mendengar Shubaih Abu Turab
berkata, 'Abu Awanah berkata. Abu Abbas
Al-Madani juga bercerita kepadaku, Muhammad bin
Shalih Al-Adawi bercerita kepada kami, Sayyar-bin
Hatim bercerita kepada kami, dari Ja'far, dari Malik,
ia berkata, 'Saat Dawud mulai membaca Zabur,
keperawanan para gadis akan rusak'." Riwayat ini
aneh.

Abdurrazzaq meriwayatkan dari Ibnu Juraij, "Aku


bertanya kepada Atha' tentang bacaan berirama, ia
menjawab, 'Memangnya kenapa? Aku pernah
mendengar Ubaid bin Umar berkata, 'Dawud pernah
mengambil rebana lalu ia tabuh, kemudian ia
membaca (Zabur) dengan tabuhan rebana, hingga
suaranya menggema, dengan maksud agar ia bisa
menangis"."

Imam Ahmad menuturkan, "Abdurrazzaq bercerita


kepada kami, Ma'mar bercerita kepada kami, dari
Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, ía berkata,
Rasulullah mendengar suara Abu Musa Al-Asy'aris
tengah membaca (Al-Qur'an), lalu beliau bersabda,
'Sungguh, Abu Musa. diberi sebagian suara merdu
keluarga Dawud"."

Hadits ini sesuai syarat Imam Bukhari dan Muslim,


hanya saja keduanya tidak mentakhrij hadits ini
dengan sanad di atas.

Ahmad menuturkan, "Hasan bercerita kepada kami,


Hammad bin Salamah bercerita kepada kami, dari
Muhammad bin Umar, dari Abu Salamah, dari Abu
Hurairah, Rasulullah 8 bersabda, "Sungguh, Abu
Musa diberi sebagian suara merdu keluarga
Dawud. Hadits ini sesuai dengan syarat Muslim.

Sebelumnya telah kami riwayatkan dari Abu


Utsman An-Nahdi, ia berkata, "Aku pernah
mendengar suara gambus dan seruling, namun
belum pernah aku mendengar suara yang lebih
merdu dari suara Abu Musa Al-Asy'ari."
Selain memiliki suara merdu, Dawud juga bisa
membaca kitab Zabur dengan suara cepat, seperti
disampaikan Imam Ahmad, Abdurrazzaq bercerita
kepada kami, Ma'mar bercerita kepada kami, dari
Himam, dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah
bersabda, 'Dawud membaca (Zabur) dengan cepat.
Ia menyuruh agar hewan tunggangannya diberi
pelana, ia menyelesaikan bacaan Al-Qur'an (Zabur)
sebelum pelana usal dipasang. Dan la hanya
memakan dari hasil pekerjaan kedua tangannya'."

Seperti itu juga yang diriwayatkan Imam Bukhari


secara tersendiri dari Abdullah bin Muhammad,
dari Abdurrazzaq, dengan matan serupa. Bentuk
matannya sebagai berikut; "Dawud membaca
(Zabur) dengan cepat. Ia menyuruh agar hewan
tunggangannya diberi pelana, ia menyelesaikan
bacaan Al-Qur'an (Zabur) sebelum pelana usai
dipasang. Dan Ia hanya memakan dari hasil
pekerjaan kedua tangannya'."

Selanjutnya Imam Bukhari mengatakan, "Hadits ini


juga diriwayatkan Musa bin Uqbah dari
Shafwan-bin Salim-, dari Atha' bin Yasar, dari Abu
Hurairah, dari Nabi "

Ibnu Asakir, pada biografi Dawud dalam At-Tarikh


karyanya, menghubungkan sanad hadits ini dari
beberapa jalur, dari Ibrahim bin Thuhman, dari
Musa bin Uqbah, juga dari jalur Abu Ashim dari
Abu Bakar As-Sabri, dari Shafwan bin Sulaim,
dengan matan yang sama.
Yang dimaksud Al-Qur'an dalam hadits di atas
adalah kitab Zabur yang diturunkan dan
diwahyukan Allah kepadanya. Ibnu Asakir juga
menyebutkan riwayat lain yang lebih tepat jika
disebut riwayat mahfuzh (terjaga). Dawud adalah
seorang raja yang memiliki banyak pengikut. Ia
membaca kitab Zabur seukuran lama pelana
dipasang di atas hewan tunggangan. Bacaan ini
tentu saja cepat, namun disertai renungan dan
lantunan secara khusyuk.
Allah berfirman, "Dan Kami berikan Zabur kepada
Dawud." (An- Nisa: 163). Zabur adalah sebuah kitab
masyhur. Dalam kitab tafsir, kami menyebutkan
sebuah hadits yang diriwayatkan Ahmad dan
lainnya, Zabur diturunkan pada bulan Ramadhan.
Di dalamnya terdapat nasihat- nasihat dan
hikmah-hikmah yang familiar bagi yang
membacanya.

Anugerah Kerajaan dan Keputusan yang Bijaksana

Firman-Nya, "Dan Kami kuatkan kerajaannya dan


Kami berikan hikmah kepadanya serta
kebijaksanaan dalam memutuskan perkara," yaitu
Kami memberinya kerajaan besar dan kebijakan
dalam memutuskan perkara.

Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari


Ibnu Abbas, ada dua orang mengajukan perkara di
hadapan Dawud terkait seekor sapi betina, salah
satu di antara keduanya mengaku bahwa yang
satunya lagi merampas sapi tersebut, namun pihak
yang tertuduh mengingkari hal itu. Dawud
menunda putusan perkara hingga malam hari. Pada
malam harinya, Allah mewahyukan agar si penuduh
dibunuh.
Pada pagi harinya, Dawud berkata padanya, "Allah
mewahyukan padaku untuk membunuhmu, aku
akan membunuhmu. Kenapa kau menuduh seperti
itu? Ia menjawab, Demi Allah, wahai Nabi Allah,
tuduhanku benar, hanya saja aku pernah
membunuh ayah orang itu sebelum kejadian ini."
Dawud kemudian memerintahkan agar orang
tersebut dibunuh, ia pun dibunuh.

Nama Dawud kian disegani di tengah-tengah Bani


Israil, mereka tunduk dan patuh padanya. Ibnu
Abbas mengatakan, "Itulah firman Allah, 'Dan Kami
kuatkan kerajaannya,' dan firman-Nya, 'Dan Kami
berikan hikmah, yaitu kenabian'." "Kepadanya serta
kebijaksanaan dalam memutuskan perkara,"
Syuraih, Sya'bi, Qatadah, Abu Abdurrahman As-
Sulami, dan lainnya mengatakan, "Kebijaksanaan
dalam memutuskan perkara, adalah saksi dan
sumpah'." Maksud mereka adalah hadits berikut,
"Bukti wajib bagi pihak penuduh dan sumpah wajib
bagi pihak yang mengingkari." Mujahid dan
As-Suddi mengatakan, "Maksudnya tepat dalam
memutuskan perkara, dan memahaminya dengan
baik." Mujahid mengatakan, "Maksudnya adalah
kebijaksanaan dalam bertutur kata dan
memutuskan perkara." Pendapat ini dipilih Ibnu
Jarir.

Ini tidak menafikan riwayat dari Abu Musa, bahwa


yang dimaksud adalah kata-kata, "Amma ba'du."

Wahab bin Munabbih menuturkan, "Kala kejahatan


dan kesaksian- kesaksian palsu merebak di
kalangan Bani Israil, Dawud diberi rantai untuk
memutuskan perkara. Rantai ini terbentang dari
langit hingga ke Shakhrah Baitul Maqdis, terbuat
dari emas. Ketika ada dua orang berperkara, lalu
siapa yang benar di antara keduanya, ia bisa
meraih rantai tersebut, sementara yang salah tidak
bisa meraihnya. Kondisi seperti ini terus berjalan,
hingga pada akhirnya ada seseorang menitipkan
mutiara pada orang lain, lalu orang yang dititipi
mengingkari benda tersebut. Ia (yang dititipi)
kemudian mengambil tongkat lalu menyelipkan
mutiara tersebut di dalam tongkat.

Saat keduanya menghampiri Shakhrah, pihak yang


menuduh bisa meraih rantai tersebut, kemudian
ketika dikatakan pada pihak yang satunya lagi,
'Ambil tongkat itu dengan tanganmu!' Ia kemudian
menghampiri dan mengambil tongkat tersebut, lalu
ia berikan kepada orang yang menuduh, dan
mutiara miliknya ada di dalam tongkat tersebut.
Dawud kemudian mengucapkan, Ya Allah!
Sungguh, Kau tahu, aku telah menyerahkan
(mutiara) itu padanya.' Si pemilik mutiara kemudian
meraih rantai itu dan bisa. Namun, karena
permasalahan ini terasa rumit bagi Bani Israil,
akhirnya putusan rantai ini dengan cepat
dihilangkan."

Sejumlah mufassir juga menyebutkan kisah


semakna. Ishaq bin Bisyr meriwayatkan dari Idris
bin Sinan, dari Wahab, dengan matan semakna.

"Dan apakah telah sampai kepadamu berita


orang-orang yang berselisih ketika mereka
memanjat dinding mihrab? ketika mereka masuk
menemui Dawud lalu dia terkejut karena
(kedatangan) mereka. Mereka berkata, Janganlah
takut! (Kami berdua sedang berselisih, sebagian
dari kami berbuat zalim kepada yang lain; maka
berilah keputusan di antara kami secara adil dan
janganlah menyimpang dari kebenaran serta
tunjukilah kami ke jalan yang lurus. Sesungguhnya,
saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan
ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor
saja, lalu dia berkata, "Serahkanlah (kambingmu)
itu, kepadakal Dan dia mengalahkan aku dalam
perdebatan.'

Dia (Dawud) berkata, 'Sungguh, dia telah berbuat


zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu
untuk (ditambahkan) kepada kambingnya. Memang
banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu
berbuat zalim kepada yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan
kebajikan; dan hanya sedikit mereka yang begitu.'
Dan Dawud menduga bahwa Kami mengujinya;
maka dia memohon ampunan kepada Tuhannya
lalu menyungkur sujud dan bertobat. Lalu Kami
mengampuni (kesalahannya) itu. Dan sungguh, dia
mempunyai kedudukan yang benar- benar dekat di
sisi Kami dan tempat kembali yang baik'." (Shâd:
21-25).

Sejumlah mufassir dari kalangan salaf dan khalaf


menyebutkan beberapa kisah dan kabar terkait
kejadian ini. Namun, sebagian besar, di antaranya
adalah kisah-kisah israiliyat, sebagian di antaranya
kisah dusta. Sengaja tidak kami sebutkan
kisah-kisah ini dalam kitab kami ini, dan cukup
menyebutkan kisah sesuai yang tertera dalam
Al-Qur'an. Allah memberi petunjuk pada siapa pun
yang la kehendaki menuju jalan yang lurus.

Para imam berbeda pendapat terkait sujud tilawah


dalam surah Shad, apakah termasuk sujud tilawah
atau hanya sujud syukur saja? Ada dua pendapat

Imam Bukhari menuturkan, "Muhammad bin


Abdullah bercerita kepada kami, Muhammad bin
Ubaid Ath-Thanafisi bercerita kepada kami, dari
Awwam, ia berkata, 'Aku bertanya kepada Mujahid
terkait sujud tilawah dalam surah Shâd, ia berkata,
'Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, pada
bagian ayat mana aku harus sujud (tilawah)?"

Ibnu Abbas menjawab, 'Bukankah kau membaca,


'Dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh)
yaitu Dawud, Sulaiman.' (Al-An'am: 84). 'Mereka
itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.' (An'âm:'90).
Dawud termasuk salah seorang nabi yang oleh nabi
kalian, Muhammad, diperintahkan untuk diikuti.
Dawud bersujud pada ayat ini, dan Rasulullah juga
bersujud pada ayat ini".""

Imam Ahmad menuturkan, "Ismail-bin


Aliyah-bercerita kepada kami, dari Ayyub, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas, ia berkata, 'Sujud dalam
surah Shad bukan termasuk sujud-sujud (tilawah)
yang diharuskan. Dan aku pernah melihat
Rasulullah sujud pada (ayat dalam surah)
tersebut."
Seperti itu juga yang diriwayatkan Imam Bukhari,
Abu Dawud, At- Tirmidzi, dan An-Nasa'i dari Ayyub.
At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan-shahih."
An-Nasa `i menuturkan, "Ibrahim bin Hasan
Al-Muqsimi mengabarkan kepadaku, Hajjaj bin
Muhammad bercerita kepada kami, dari Umar bin
Dzar, dari ayahnya, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu
Abbas, bahwa Nabi bersujud pada surah Shâd,
beliau kemudian bersabda, "Dawud bersujud
padanya karena bertobat, sementara kami bersujud
padanya karena bersyukur.

Hanya Ahmad yang meriwayatkan hadits ini, dan


para perawinya tsiqah.

Abu Dawud menuturkan, "Ahmad bin Shalih


bercerita kepada kami, Ibnu Wahab bercerita
kepada kami, Amr bin Harits mengabarkan
kepadaku, dari Sa'id bin Abu Hilal, dari Iyadh bin
Abdullah bin Sa'id bin Abu Sarah, dari Abu Sa'id
Al-Khudri, ia berkata, 'Rasulullah membaca surah
Shad di atas mimbar, kemudian saat sampai ayat
sajdah, beliau turun lalu sujud, orang-orang ikut
sujud bersama beliau. Pada hari yang lain, beliau
membacanya, kemudian ketika sampai ayat sajdah,
orang- orang sudah bersiap untuk sujud, beliau
berkata, "(Ayat) ini hanya tobat seorang nabi.
Hanya saja aku melihat kalian sudah bersiap-siap
(untuk sujud), beliau kemudian turun lalu sujud"."

Hanya Abu Dawud yang meriwayatkan hadits ini.


Sanadnya sesuai syarat kitab Shahih.

Imam Ahmad menuturkan, "Affan bercerita kepada


kami, Yazid bin Zurai' bercerita kepada kami, Hamid
bercerita kepada kami, Bakar- bin Umar-bercerita
kepada kami, Abu Shiddiq An-Naji mengabarkan
kepadanya bahwa Abu Sa'id Al-Khudri bermimpi
menulis surah Shad, kemudian ketika sampai pada
ayat sajdah, ia melihat tinta, pena, dan apa pun
yang ada di hadapannya bersujud. Abu Sa'id
kemudian mengisahkan mimpi itu kepada Nabi a
Sejak saat itu, beliau selalu sujud (pada ayat sajdah
surah Shady."

Hanya Ahmad yang meriwayatkan hadits ini."

At-Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari


Muhammad bin Yazid bin Khanis dari Hasan bin
Muhammad bin Ubaidullah bin Abu Yazid, ia
berkata, "Ibnu Juraih berkata kepadaku, 'Kakekmu,
Ubaidullah bin Abu Yazid, bercerita kepadaku, dari
Ibnu Abbas, ia menuturkan, "Seseorang datang
kepada Nabi lalu berkata, "Wahai Rasulullah, aku
bermimpi seperti halnya mimpi yang dialami orang
tidur, aku seakan- akan shalat di belakang sebuah
pohon, aku kemudian membaca ayat sajdah, pohon
itu bersujud mengikuti sujudku, lalu aku
mendengarnya berkata saat sujud, 'Ya Allah!
Catatlah (sujud ini) sebagai pahala untukku di
sisi-Mu, jadikanlah ia sebagai simpanan (pahala)
bagiku, dengannya gugurkan dosaku, dan
terimalah ia dariku seperti Engkau menerima dari
hamba-Mu, Dawud.'

Ibnu Abbas mengatakan, 'Aku kemudian melihat


Rasulullah berdiri lalu membaca ayat sajdah,
setelah itu beliau sujud, dan saat sujud, aku
mendengar beliau membaca seperti bacaan pohon
yang disampaikan orang tersebut."

At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini gharib, kami hanya


mengetahuinya melalui jalur ini." Selanjutnya
sebagian mufassir menyebutkan, Dawud terus
bersujud selama 40 hari. Demikian disampaikan
Mujahid, Hasan, dan lainnya.
Terkait kisah ini ada hadits marfu', hanya saja
berasal dari riwayat Yazid Ar-Raqqasy. la dhaif dan
riwayatnya tidak dijadikan hujah oleh para imam
ahli hadits.

Allah berfirman, "Lalu Kami mengampuni


(kesalahannya) itu. Dan sungguh, dia mempunyai
kedudukan yang benar-benar dekat di sisi Kami
dan tempat kembali yang baik." (Shâd: 25). Yaitu,
pada hari kiamat, ia memiliki kedudukan yang dekat
di sisi Allah. Itulah kedudukan yang membuatnya
dekat dengan surga-Nya, seperti disebutkan dalam
hadits, "Orang-orang yang berlaku adil berada di
atas mimbar-mimbar cahaya, di sisi kanan tangan
Allah Yang Maha Pengasih, dan kedua tangan-Nya
kanan. Mereka adalah orang-orang yang berlaku
adil terhadap keluarga, hukum, dan apa pun yang
mereka pimpin'.""

Seperti itu juga yang diriwayatkan At-Tirmidzi dari


Fudhail bin Marzuq Al-A'ribah. At-Tirmidzi berkata,
"Kami hanya mengetahui hadits ini marfu' melalui
jalur ini."

Ibnu Abi Hatim menuturkan, "Abu Zur'ah bercerita


kepada kami,

Abdullah bin Abu Ziyad bercerita kepada kami,


Sayyar bercerita kepada kami, Ja'far bin Sulaiman
bercerita kepada kami, aku mendengar Malik bin
Dinar berkata terkait firman Allah, "Lalu Kami
mengampuni (kesalahannya) itu. Dan sungguh, dia
mempunyai kedudukan yang benar- benar dekat di
sisi Kami dan tempat kembali yang baik." (Shâd:
25).
"Pada hari kiamat, Dawud berdiri di dekat kaki Arsy,
lalu Allah berfirman, Wahai Dawud! Agungkanlah
Aku pada hari ini dengan suara indah dan merdu
seperti dulu kau mengagungkan-Ku di dunia.'
Dawud berkata, 'Bagaimana (aku bisa) sementara
Kau telah mengambilnya (dariku).' Allah kemudian
berfirman, Sungguh, Aku akan mengembalikannya
(suara merdu itu) padamu hari ini. Dawud kemudian
melantunkan suara yang mengalahkan kenikmatan
para penghuni surga"."

Memutuskan Perkara Sesuai dengan Hukum Allah

"Wahai Dawud! Sesungguhnya, engkau Kami


jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah
keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil
dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu,
karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.
Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah
akan mendapat azab yang berat, karena mereka
melupakan hari perhitungan." (Shad: 26).

Ini khitab Allah bersama Dawud. Yang dimaksud


adalah para pemimpin manusia. Allah
memerintahkan mereka untuk berlaku adil,
mengikuti kebenaran yang diturunkan Allah, bukan
pendapat dan hawa nafsu. Allah mengancam siapa
pun yang menempuh selain jalan kebenaran dan
memutuskan perkara tanpa menggunakan hukum
Allah.

Pada masa itu, Dawud menjadi teladan dalam


keadilan, ibadah, dan ketaatan-ketaatan yang
mendekatkan diri kepada Allah, hingga tak ada
waktu berlalu sesaat pun di kalangan ahlul baitnya,
baik pada malam maupun siang hari tanpa ibadah,
seperti yang Allah firmankan, "Bekerjalah hai
keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan
sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima
kasih." (Saba": 13).

Abu Bakar bin Abiddunya menuturkan, "Ismail bin


Ibrahim bin Bassam bercerita kepada kami, Shalih
Al-Mari bercerita kepada kami, dari Abu Imran
Al-Jauli, dari Abu Jalad, ia berkata, 'Aku membaca
terkait permasalahan Dawud, ia berkata, "Ya Rabb!
Bagaimana aku bisa bersyukur kepada-Mu, padahal
aku tidak bisa menggapai syukur-Mu selain karena
nikmat-Mu jua? Wahyu kemudian datang padanya,
"Wahai Dawud! Bukankah kau tahu bahwa semua
nikmat yang ada padamu itu berasal dari-Ku?'
'Betul, ya Rabb,' jawabnya. Allah berfirman,
'Sungguh, aku merelakan hal itu (sebagai rasa
syukur)-Mu'."

Al-Baihaqi menuturkan, "Abu Abdullah Al-Hafizh


memberitakan kepada kami, Abu Bakar bin
Balawaih memberitakan kepada kami, Muhammad
bin Yunus Al-Qurasy bercerita kepada kami, Rauh
bin Ubadah bercerita kepada kami, Abdullah bin
Lahiq bercerita kepadaku, dari Ibnu Syihab, ia
berkata, "Dawud mengucapkan, 'Segala puji hanya
bagi Allah (aku memuji-Nya dengan pujian) yang
layak bagi kemuliaan wajah-Nya dan keagungan
keluhuran-Nya.' Allah kemudian mewahyukan
kepadanya, 'Sungguh, kau telah melelahkan para
malaikat pencatat amal, wahai Dawud"." Hadits ini
juga diriwayatkan Abu Bakar bin Abiddunya, dari
Ali bin Ja'ad, dari Tsauri, dengan matan yang sama.
Kebijaksanaan Nabi Dawud

Abdullah bin Mubarak menyebutkan dalam kitab


Az-Zuhd; Sufyan ats-Tsauri memberitakan kepada
kami, dari seseorang, dari Wahab bin Munabbih, ia
berkata, "Disebutkan dalam hikmah keluarga
Dawud; adalah wajib bagi orang yang berakal untuk
tidak melalaikan empat waktu; waktu untuk
bermunajat kepada Rabb, waktu untuk introspeksi
diri, waktu untuk mengunjungi saudara-saudaranya
yang memberitahukan aib-aibnya dan berkata jujur
tentangnya, dan waktu untuk membiarkan diri
merasakan kenikmatan yang halal dan berhias diri,
karena waktu yang ini membantu untuk ketiga
waktu sebelumnya, juga untuk mengistirahatkan
hati.

Wajib bagi orang yang berakal untuk mengenali


waktu, menjaga lisan, dan menjalankan
rutinitasnya. Adalah wajib bagi orang yang berakal
untuk tidak beranjak pergi selain untuk satu di
antara tiga keperluan; mencari bekal untuk akhirat,
mencari penghidupan, dan mencari kenikmatan
yang tidak diharamkan."

Atsar ini juga diriwayatkan Abu Bakar bin


Abiddunya, dari Abu Bakar bin Abu Khaitsarah,
dari Ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Abu Aghar, dari
Wahab bin Munabbih, ia lalu menyebutkan atsar di
atas. Juga diriwayatkan dari Ali bin Ja'ad, dari
Umar bin Haitsam Ar-Raqqasy, dari Abu Aghar, dari
Wahab bin Munabbih, ia lalu menyebutkan atsar di
atas. Abu Aghar inilah yang namanya tidak
disebutkan dalam riwayat Ibnu Mubarak. Demikian
dinyatakan Ibnu Asakir.
Abdurrazzaq menuturkan, "Bisyr bin Rafi'
memberitakan kepada kami, salah seorang syaikh
dari Shan'a bernama Abu Abdullah bercerita
kepada kami, la berkata, "Aku mendengar Wahab
bin Munabbih," ia lalu menyebut atsar yang sama.
Al-Hafizh Ibnu Asakir menyebutkan banyak kata
bijak dalam blografi Dawud, di antaranya: "Jadilah
ayah penyayang bagi anak yatim, dan ketahuilah
bahwa apa yang kau tanam, itulah yang akan kau
tuai."

Abdurrazzaq meriwayatkan hadits marfu' gharib


melalui sebuah sanad; Dawud berkata, "Wahai
orang yang menanam keburukan- keburukan, kelak
kau akan menuai durinya."

Diriwayatkan dari Dawud, ia berkata,


"Perumpamaan penceramah bodoh di
tengah-tengah tempat perkumpulan suatu kaum,
laksana penyanyi di dekat kepala orang mati." Ia
juga berkata,

"Alangkah buruknya miskin setelah kaya, dan lebih


buruk lagi tersesat setelah mendapat petunjuk." Ia
berkata, "Perhatikan apa yang tidak kau suka
darimu untuk disebut-sebut di tempat perkumpulan
suatu kaum, selanjutnya jangan kau lakukan itu
saat kau menyepi seorang diri."

Ia berkata, "Jangan menjanjikan sesuatu pada


saudaramu yang tidak bisa kau penuhi, karena itu
merupakan permusuhan antara dirimu dengannya."

Muhammad bin Sa'ad" menuturkan, "Muhammad


bin Umar Al- Waqidi memberitakan kepada kami,
Hisyam bin Sa'id bercerita kepada kami, dari Umar,
bekas budak Afrah, ia berkata, 'Orang-orang Yahudi
berkata karena mengetahui Rasulullah memiliki
banyak istri, 'Lihatlah orang itu yang tidak pernah
kenyang makan! Demi Allah, ia tidak punya pikiran
apa pun selain wanita,' mereka iri dan mencela
beliau karena hal itu, mereka berkata, 'Andaikan dia
seorang nabi, tentu tidak punya hasrat terhadap
wanita.'
Yang paling bermulut pedas di antara mereka
adalah Huyai bin Ahthab.

Allah kemudian mendustakan mereka lalu


memberitahukan kepada mereka tentang karunia
yang la berikan kepada nabi-Nya, Ia berfirman,
'Ataukah mereka dengki kepada manusia lantaran
karunia yang Allah berikan kepadanya? (An-Nisa':
54). Yang dimaksud manusia di sini adalah
Rasulullah Sesungguhnya, Kami telah memberikan
Kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan
Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang
besar.' (An-Nisâ: 54).
Yaitu ketika Allah memberikan karunia kepada
Sulaiman bin Dawud, ia memiliki seribu istri; 700 di
antaranya wanita merdeka, dan 300 sisanya budak.
Dawud memiliki seratus istri, salah satu di
antaranya wanita dari Auriya, ibunda Sulaiman bin
Dawud yang ia nikahi setelah terjadi fitnah.
Istri-istri mereka masih lebih banyak dari istri-istri
Muhammad Al-Kalbi juga menyebutkan riwayat
serupa, ia menyebutkan bahwa

Dawud memiliki seratus istri, sementara Sulaiman


memiliki seribu istri, 300 di antaranya budak.

Al-Hafizh meriwayatkan dalam At-Tarikh dalam


biografi Shadaqah Ad-Dimasyqi yang meriwayatkan
dari Ibnu Abbas melalui jalur Fajar bin Fadhalah
al-Himashi, dari Abu Hurairah Al-Himashi, dari
Shadaqah Ad-Dimasyqi, bahwa seseorang bertanya
kepada Ibnu Abbas tentang puasa, ia berkata,
"Akan kuceritakan suatu hal padamu yang sudah
lama kupendam. Jika kau mau, aku akan
menuturkan puasa Dawud padamu. Ia ahli puasa
dan qiyamul lail.

Ia sosok pemberani, tidak melarikan diri kala


berhadapan dengan musuh. Ia berpuasa sehari dan
berbuka sehari. Rasulullah pernah bersabda,
"Sebaik-baik puasa adalah puasa Dawud.'

Ia membaca kitab Zabur dengan 70 jenis suara


yang ia lantunkan. Dalam salah satu rakaat setiap
shalat malam, ia menangis hingga segala sesuatu
ikut menangis. Suaranya yang merdu membuat
orang sedih dan sakit lupa akan kesedihan dan
sakit yang ia rasa.
Jika kau mau, akan kuceritakan padamu tentang
puasa anak wanita perawan, Isa putra Maryam, ia
berpuasa sepanjang masa, memakan jelai dan
mengenakan baju bulu, memakan apa yang ada
dan tidak meminta yang tidak ada, ia tidak memiliki
anak yang meninggal dunia ataupun rumah yang
runtuh. Suatu ketika ia kemalaman, ia kemudian
shalat hingga Shubuh tiba, ia pandai memanah, apa
pun hewan buruan yang ia inginkan tidak ada yang
luput. Ia biasa menghadiri hadapan majelis- majelis
Bani Israil, menuntaskan keperluan mereka.

Jika kau mau, akan kuceritakan padamu tentang


puasa ibunda Isa, Maryam binti Imran. Ia berpuasa
sehari dan berbuka dua hari.

Jika kau mau, akan kuceritakan padamu tentang


puasa nabi Arab, ummi, Muhammad, beliau
berpuasa tiga hari setiap bulannya dan bersabda,
"Sungguh, hal itu (puasa tiga hari setiap bulan)
adalah puasa sepanjang masa","
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Nadhr, dari
Faraj bin Fadhalah, dari Abu Haram, dari Shadaqah,
dari Ibnu Abbas secara marfu' terkait puasa Dawud.
Pasal Kedua: USIA DAN WAFATNYA NABI DAWUD

Telah disebutkan sebelumnya dalam hadits-hadits


terkait penciptaan Adam kala Allah mengeluarkan
keturunannya dari punggungnya, Adam lalu
melihat para nabi di antara mereka, dan ia melihat
seseorang yang wajahnya bersinar di antara para
nabi, Adam lalu bertanya, "Ya Rabb! Siapa dia?'
Allah menjawab, 'Dia anakmu, Dawud.' Adam
bertanya, "Ya Rabb! Berapa usianya?" Allah
menjawab, '60 tahun.' Adam berkata, 'Ya Rabb!
Tambahkan usianyal' Allah menjawab, Tidak,
kecuali jika Aku tambahkan dari usiamu.'

Usia Adam adalah seribu tahun, lalu usia Dawud


ditambah 40 tahun. Saat usia Adam habis, malaikat
maut datang menghampirinya, lalu Adam berkata,
"Usiaku masih 40 tahun lagi.' Adam lupa usia yang
ia berikan kepada anaknya, Dawud. Allah kemudian
menggenapkan usia seribu tahun untuk Adam, dan
seratus tahun untuk Dawud"."
Hadits diriwayatkan Ahmad dari Ibnu Abbas,
At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, ia nyatakan shahih,
Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Hakim berkata,
"Hadits ini sesuai syarat Muslim." Jalur-jalur
riwayat ini beserta bentuk-bentuk matannya sudah
disebutkan sebelumnya dalam kisah Adam.

Ibnu Jarir menyatakan, "Ahli kitab mengatakan


bahwa usia Dawud 77 tahun." Saya (Ibnu Katsir)
katakan, "Ini salah dan tertolak. Mereka juga
menyatakan bahwa masa kekuasaannya berlaku
selama 40 tahun. Yang ini mungkin bisa diterima,
karena kami tidak memiliki riwayat yang menafikan
atau menunjukkan tentang hal itu."
Terkait kematian Dawud, Imam Ahmad
menyebutkan dalam Musnad-nya; Qabishah
bercerita kepada kami, Ya'qub bin Abdurrahman
bin Muhammad bin Amr bin Abu Amr bercerita
kepada kami, dari Muththallib, dari Abu Hurairah,
Rasulullah bersabda, "Dawud sangat pencemburu.
Setiap kali keluar rumah, ia mengunci semua pintu,
sehingga tidak ada seorang pun masuk menemui
keluarganya hingga ia pulang.
Suatu ketika, ia pergi dan semua pintu rumah
ditutup rapat. Istri Dawud kemudian melihat dari
atas rumah, ternyata di tengah-tengah teras rumah
ada seseorang berdiri, istri Dawud kemudian
berkata kepada orang-orang yang ada di dalam
rumah, Dari mana lelaki itu masuk ke dalam rumah,
padahal rumah terkunci. Demi Allah, kita pasti
membuat nama Dawud tercoreng.' Dawud
kemudian pulang, dan ternyata lelaki itu masih saja
berdiri di tengah-tengah teras rumah. Dawud lalu
bertanya, "Siapa kamu?" lelaki itu menjawab, 'Aku
adalah makhluk yang tidak takut terhadap para raja,
dan tidak ada tabir yang bisa menghalangiku.'
Dawud menyahut, "Kalau begitu, demi Allah, kau
adalah malaikat maut. Selamat datang wahai
utusan Allah!' Tidak lama setelah itu, nyawa Dawud
dicabut.
Setelah jasadnya dimandikan, dikafani, dan selesai
semuanya, matahari terbit lalu Sulaiman berkata
kepada para burung, 'Naungilah Dawud.
Burung-burung kemudian menaungi Dawud hingga
bumi terlihat gelap. Sulaiman lalu berkata kepada
burung-burung, 'Katupkan sayap- sayap kalian!'
Abu Hurairah mengatakan, Rasulullah
mempraktekkan kepada kami apa yang dilakukan
burung-burung tersebut, Rasulullah mengempit
tangan. Pada hari itu, banyak sekali burung elang
yang menaungi"."

Hanya Imam Ahmad yang meriwayatkan hadits ini,


sanadnya kuat, para perawinya tsiqah." Makna
kata-kata, "Pada hari itu, banyak sekali burung
elang yang menaungi," yaitu banyak burung elang
dengan sayap- sayap lebar menaungi. Madhrahiyah
adalah bentuk jamak madhrahi. Al- Jauhari
menjelaskan, "la adalah burung elang yang lebar
sayapnya."

As-Suddi meriwayatkan dari Abu Malik, dari Ibnu


Malik, dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Dawud
meninggal dunia mendadak, dan itu terjadi pada
hari Sabtu, saat itu burung-burung menaunginya."
As-Suddi juga berkata, "Diriwayatkan dari Malik,
juga dari Sa'id bin Jubair, ia berkata, 'Dawud
meninggal dunia mendadak pada hari Sabtu'."

Ishaq bin Bisyr meriwayatkan dari Abu Urubah, dari


Qatadah, dari Hasan, ia berkata, "Dawud meninggal
dunia dalam usia seratus tahun, ja meninggal dunia
mendadak pada hari Rabu." Abu Sakan Al-Hijri
berkata, "Ibrahim Al-Khalil meninggal dunia
mendadak, seperti itu juga dengan Dawud dan
anaknya, Sulaiman." (HR. Ibnu Asakir)."

Diriwayatkan dari sebagian ahli hadits, bahwa


malaikat maut datang saat Dawud berada di
mihrabnya, lalu Dawud berkata padanya, "Biarkan
aku turun atau naik. Malaikat maut berkata, "Wahai
Nabi Allah! Tahun, bulan, jejak, dan rezeki(mu)
sudah habis.' Dawud kemudian bersungkur sujud
di atas salah satu tangga mihrab itu, lalu malaikat
maut mencabut nyawanya saat ia sujud"."
Jenazah Nabi Dawud

Ishaq bin Bisyr menuturkan, "Wafir bin Suliman


memberitakan kepada kami dari Abu Sulaiman
Al-Filasthini, dari Wahab bin Munabbih, la
menuturkan, 'Orang-orang menghadiri jenazah
Dawud, mereka duduk di bawah panas sinar
matahari di hari yang amat terik. Pada hari itu,
jenazahnya diantar 40.000 rahib dengan
mengenakan baju panjang dengan penutup kepala,
belum termasuk yang lainnya. Bani Israil belum
pernah sedih ditinggal mati seorang pun setelah
Musa dan Harun, melebihi Dawud. Mereka sangat
terganggu oleh terik sinar matahari, mereka lalu
memanggil Sulaiman agar membuatkan naungan
agar tidak terkena sengatan sinar matahari yang
amat terik.

Sulaiman kemudian keluar lalu memanggil


burung-burung. Burung- burung datang lalu
Sulaiman memerintahkan agar saling berbaris satu
sama lain dari segenap penjuru hingga hembusan
angin terhalang. orang-orang saat itu hampir saja
mati karena pengap, mereka kemudian
menyampaikan hal itu kepada Sulaiman, Sulaiman
kemudian keluar lalu memanggil burung-burung
agar menaungi orang-orang dari sisi matahari
berada dan menjauh dari arah angin berhembus.
Burung- burung menjalankan perintah Sulaiman,
hingga orang-orang berada dalam naungan dan
angin berhembus menerpa mereka. Itulah
kekuasaan pertama Sulaiman yang mereka
saksikan"."

Al-Hafizh Abu Ya'la menuturkan, "Abu Himam Waldi


bin Syuja' bercerita kepada kami, Walid bin Muslim
bercerita kepada kami, dari Hutsaim bin Hamid, dari
Wadhin bin Atha, dari Nashr bin Alqamah, dari
Jubair bin Nufair, dari Abu Darda, ia berkata,
"Rasulullah ag bersabda, 'Allah mencabut nyawa
Dawud di antara para sahabat-sahabatnya, mereka
tidak terkena fitnah ataupun mengubah (syariat
agama). Para sahabat al-Masih tetap berpegang
teguh pada sunnah dan petunjuknya selama 200
tahun."

Hadits ini gharib dan perlu dikaji lebih jauh terkait


status marfu- nya, karena Wadhin bin Atha dhaif
dalam periwayatan hadits. Wallahu a'lam.

Anda mungkin juga menyukai