0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
12 tayangan1 halaman
Pola pikir Wahbah al-Zuhayli dipengaruhi oleh diskusi politik di Suriah pada masanya. Meskipun demikian, ia lebih memilih berfokus pada akademis daripada terlibat langsung dalam politik. Ia melanjutkan pendidikan tingginya di Damaskus dan Mesir, lalu memilih mengekspresikan pemikirannya melalui tulisan daripada aksi politik.
Pola pikir Wahbah al-Zuhayli dipengaruhi oleh diskusi politik di Suriah pada masanya. Meskipun demikian, ia lebih memilih berfokus pada akademis daripada terlibat langsung dalam politik. Ia melanjutkan pendidikan tingginya di Damaskus dan Mesir, lalu memilih mengekspresikan pemikirannya melalui tulisan daripada aksi politik.
Pola pikir Wahbah al-Zuhayli dipengaruhi oleh diskusi politik di Suriah pada masanya. Meskipun demikian, ia lebih memilih berfokus pada akademis daripada terlibat langsung dalam politik. Ia melanjutkan pendidikan tingginya di Damaskus dan Mesir, lalu memilih mengekspresikan pemikirannya melalui tulisan daripada aksi politik.
Pola pikir dan perilaku Wahbha al-Zuhayli terbentuk karena wacana-wacana
yang terjadi pada masa itu. Wacana di sini bisa diartikan sebagai percaturan politik di Suriah baik ketika masih dalam pendudukan Perancis hingga era zaman Bashar al-Assad. Wacana-wacana seperti itu sedikit banyak mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan karakter dan pemikiran Wahbah al-Zuhayli yang moderat. Meskipun demikian, nampak sekali bahwa ia tidak begitu terlibat dalam pergulatan politik di Suriah. Jika melihat siklus perjalanan Wahbah al-Zuhayli, ia lebih cenderung berkiprah dalam dunia akademis. Hal itu dibuktikan sejak usia dini, Wahbah sangat bersemangat dalam mencari ilmu setinggi-tinginya. Meskipun ketika itu, Suriah masih dalam intervensi. kolonial Perancis, Wahbah al-Zuhayli tetap melanjutkan pendidikannya ke kota Damaskus sejak tahun 1946 hingga kelulusannya dari tingkat al-Marhalah al-I‘dadiyyah dan al-Marhalah al- Tsanawiyyah pada tahun 1952. Bahkan setelah lulus, ia tetap melanjutkan pendidikannya ke Mesir. Hal itu karena dorongan atau motivasi keluarganya lebih dominan dalam membentuk kepribadiannya yang sangat menghargai waktu dan mempunyai antusiasme tinggi dalam dunia akademis. Wahbah al-Zuhayli mempunyai pola pikir yang cenderung lebih mengutamakan untuk bergelut dalam bidang akademis daripada terlibat langsung dalam pergulatan dunia politik pada waktu itu. Wahbah al-Zuhayli lebih memilih sikap sukut (diam) dari pada harus terlibat langsung dalam problem politik di Suriah pada waktu itu. Hal tersebut bukan berarti menunjukkan bahwa Wahbah al-Zuhayli apatis tehadappermasalahan politik. Hanya saja Wahbah al-Zuhayli lebih cenderung memilih cara yang ilmiah untuk merepresentasikan pemikiran-pemikirannya tentang politik baik melalui artikel, buku maupun karya ilmiah. Menurut Sami E. Baroudi dan Vahid Behmardi, Wahbah al-Zuhayli sebagai ulama Suriah merefleksikan sebuah sikap dan pemikiran “Islam moderat” (moderate contemporary Sunni Islamist scholars) dari beberapa kelompok radikal yang berkembang di wilayah tersebut.