Oleh :
Kelompok 4
Azzura 18100153
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan
Rahmat-Nya sehingga makalah tentang “Pengukuran Intensitas Pencahayaan” ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat guna menunjukkan partisipasi kami
dalam menyelesaikan tugas pembuatan makalah sebagai salah satu penunjang nilai mata
kuliah praktikum keselamatan dan kesehatankerja. Adapun tujuan dari penulisan dari
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas keselamatan dan kesehatan kerja. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang pengukuran intensitas
pencahayaan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi sebagian pengetahuannya seehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
BAB I
PENDAHULUAN
Kinerja seseorang dalam melakukan pekerjaannya sering kali bergantung pada lingkungan
fisik tempat pekerjaan tersebut dilakukan.Di samping dapat berdampak buruk pada kinerja,
lingkungan fisik yang tidak dirancang dengan baik dapat memengaruhi kesehatan dan bahkan
keselamatan pekerja. Misalnya adalah pencahayaan. Sebagai contoh, lampu penerangan di
sebuah gedung dengan intensitas cahaya di bawah yang seharusnya, dapat menyebabkan
seorang pekerja gudang salah membaca nomor komponen yang harus diambil (Iridiastadi
danYassierli, 2014: 217-218).
Intensitas pencahayaan merupakan aspek penting di tempat kerja, karena berbagai masalah
akan timbul ketika kualitas intensitas pencahayaan di tempat kerja tidak memenuhi standar
yang ditetapkan (SNI 16-7062-2004).
Pencahayaan di ruang kerja yang seimbang sangat diperlukan mengingat bahwa pekerja
memerlukan melihat dengan jelas kondisi operasional. Tugas penglihatan sangat variatif,
kadang harus melihat benda yang sangat kecil atau sangat besar, di ruang gelap atau terang,
bening atau transparan atau buram, permukaan yang mengkilat, kasar, dan harus dapat
melihat kontur, dan sebagainya (Salami, dkk, 2015: 164).
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang dikerjakannya secara
jelas, cepat, dan tanpa upaya yang tidak perlu. Lebih dari itu, penerangan yang memadai
memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan
(Suma’mur, 2013: 254).
PEMBAHASAN
Secara ilmu fisika, cahaya adalah satu dari beberapa jenis energi gelombang (wave
energy) yang disebut sebagai pancaran elektromagnetik (electromagnetic radiation).
Cahaya juga merupakan suatu bentuk energi yang pembentukannya terjadi dengan
dua cara, yaitu pijaran (incandescence) dan pendaran (luminescence). Cara pijaran
adalah pelepasan cahaya oleh obyek panas, misalnya sinar matahari (di alam) atau
besi yang dipanaskan sampai titik membaranya. Sementara cara pendaran adalah
pelepasan cahaya tanpa menggunakan panas (Istiawan dan Ira, 2006: 15).
Intensitas cahaya adalah arus cahaya dalam lumen yang diemisikan setiap sudut ruang
(pada arah tertentu) oleh sebuah sumber cahaya dengan satuan Candela.. Kata
kandela berasal dari candle (lilin) merupakan satuan tertua pada teknik penerangan
dan diukur berdasarkan intensitas cahaya standar.
(Muhaimin M.T, 2001: 7)
Pasal 17
(1) Pencahayaan Alami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a
merupakan Pencahayaan yang dihasilkan oleh sinar matahari.
(2) Tempat Kerja yang menggunakan Pencahayaan alami, disain gedung harus
menjamin Intensitas Cahaya sesuai standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (4).
Pasal 18
(1) Pencahayaan Buatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b dapat
digunakan apabila Pencahayaan alami tidak memenuhi standar Intensitas Cahaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4).
(2) Pencahayaan Buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh
menyebabkan panas yang berlebihan atau mengganggu KUDR.
Pasal 19
(1) Sarana Pencahayaan darurat harus disediakan untuk penyelamatan dan evakuasi
dalam keadaan darurat.
(2) Sarana Pencahayaan darurat sebagaimana, dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan:
(3) Akses jalan keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus dilengkapi
garis penunjuk jalan keluar yang terbuat dari bahan reflektif dan/atau memancarkan
cahaya.
a. Pijar padat dan cair memancarkan radiasi yang dapat dilihat bila dipanaskan sampai
suhu 1000 K. Intensitas meningkat dan penampakan menjadi semakin putih jika suhu
naik.
b. Muatan Listrik : jika arus listrik dilewatkan melalui gas maka atom dan molekul
memancarkan radiasi dimana spektrumnya merupakan karakteristik dari elemen yang
ada.
c. Electro luminescence : cahaya dihasilkan jika arus listrik dilewatkan melalui padatan
tertentu seperti semikonduktor atau bahan yang mengandung fosfor.
d. Photoluminescence : radiasi pada salah satu panjang gelombang diserap, biasanya
oleh suatu padatan, dan dipancarkan kembali pada berbagai panjang gelombang. Bila
radiasi yang dipancarkan kembali tersebut merupakan fenomena yang dapat terlihat
maka radiasi tersebut disebut fluorescence atau phosphorescence.
Intensitas cahaya adalah besaran pokok fisika untuk mengukur daya yang dipancarkan
oleh suatu sumber cahaya pada arah tertentu per satuan sudut. Satuan SI dari
intensitas cahaya adalah Candela (Cd). Intensitas penerangan adalah banyaknya
cahaya yang tiba pada satu luas permukaan Penerangan berdasar sumbernya dibagi
menjadi tiga, pertama penerangan alami yaitu penerangan yang berasal dari cahaya
matahari, kedua penerangan buatan yaitu penerangan yang berasal dari lampu, dan
yang ketiga adalah penerangan alami dan buatan yaitu penggabungan antara
penerangan alami dari sinar matahari dengan lampu/penerangan buatan (Cok Gd Rai,
2006).
Temperatur warna (Color temperature)
Temperatur warna adalah tingkat warna cahaya tampak yang cenderung ke arah
warna tertentu, yaitu kemerahan atau kebiruan. Temperatur warna cahaya putih
matahari bernilai 5000 derajat Kelvin. Nilai yang kurang dari 5000 derajat Kelvin,
menghasilkan warna kemerahan dan bila nilai lebih dari itu menghasilkan warna
kebiruan. Temperatur warna dipilih berdasarkan pilihan konsumen yang dipengaruhi
persepsinya akan pengalaman sebelumnya.
Sifat-sifat cahaya :
1. Merambat lurus
2. Menembus benda bening
3. Dapat dipantulkan.
4. Dapat dibiaskan (bila melalui dua medium yang memiliki dua indeks bias yang
berbeda (lensa)).
5. Cahaya monokromatis (cahaya putih) dapat diuraikan menjadi
beberapa cahaya berwarna (colour mixing (CP)).
6. Memiliki energi (Lux).
7. Berbentuk gelombang (CP rainbow).
8. Merambat tanpa medium perantara.
9. Dipancarkan dalam bentuk radiasi.
10. Sifat cahaya dapat dipantulkan.
Sifat-Sifat Penerangan :
a. Sifat Cahaya
Sifat cahaya ditentukan oleh dua hal, yaitu kuantitas atau banyaknya cahaya yang
jatuh pada suatu permukaan yang menyebabkan terangnya permukaan tersebut
dan kualitas atau sifat cahaya yang menyangkut warna, arah cahaya dan difusi
cahaya serta jenis dan tingkat kesilauan.
1. Kuantitas cahaya
Kuantitas pencahayaan bergantung pada jenis pekerjaan yang akan dilakukan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pencahayaan yang baik akan
memberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas-tugas pekerja. Intensitas
cahaya yang dibutuhkan tergantung dari tingkat ketelitian, bagian yang
diamati, warna obyek, kemampuan untuk memantulkan cahaya dan tingkat
kecerahan. Untuk melihat suatu benda yang berwarna gelap serta kontras
antara obyek dan sekitarnya buruk, maka membutuhkan intensitas cahaya
yang tinggi. Sedangkan untuk melihat obyek atau benda yang berwarna cerah
serta kontras antara obyek dan sekitarnya cukup baik, maka intensitas cahaya
yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
Kekuatan intensitas pencahayaan (iluminasi) bergantung pada jarak antara
sumber cahaya dengan bidang pantul. Semakin jauh jarak sumber cahaya
dengan bidang pantul, maka akan semakin lemah kekuatan iluminasi cahaya
yang dipantulkan atau dapat dikatakan bahwa kekuatan iluminasi berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak sumber cahaya dengan bidang pantul (hukum
kuadrat terbalik). Hukum kuadrat terbalik mendefinisikan hubungan antara
pencahayaan dari sumber titik dan jarak. Rumus ini menyatakan bahwa
intensitas cahaya per satuan luas berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari
sumbernya.
2. Kualitas cahaya
Adapun kualitas pencahayaan dipengaruhi oleh lingkungan penglihatan di
antaranya kesilauan (glare), penyebaran cahaya, arah cahaya, warna,
kecerlangan (brightness) yang akan memberikan efek pada kemampuan untuk
melihat dengan mudah dan teliti. Sumber-sumber cahaya yang cukup
jumlahnya sangat berguna dalam mengatur pencahayaan secara baik.
Pencahayaan dengan berbagai lampu misalnya sangat tepat bagi pekerja yang
menggambar di atas permukaan mata, sedangkan pencahayaan satu arah
digunakan untuk mengerjakan bagian- bagian kecil. Pengelolaan dari kualitas
cahaya yang rendah akan menimbulkan ketidaknyamanan dan kecelakaan
kerja, misalnya glare dapat menyebabkan kelelahan (fatigue), kehilangan
efektivitas penglihatan dan mengurangi produktivitas.
Penggunaan warna di tempat kerja dimaksudkan untuk dua hal, yaitu
menciptakan kontras warna dengan maksud untuk tangkapan mata dan
pengadaan lingkungan psikologis yang optimal. Warna penerangan untuk
suatu ruangan dan komposisi spektrumnya sangat penting dalam
membandingkan dan mengkombinasikan warna-warna. Warna-warna dalam
lingkungan kerja sebagai akibat dari pencahayaan menentukan rupa
lingkungan tersebut. Menurut OSHA (1998), penggunaan warna-warna cerah
dalam lingkungan kerja dapat membantu untuk membuat obyek terlihat lebih
jelas dan dapat menimbulkan kesan ruangan menjadi lebih luas, selain itu
secara psikologis juga dapat meningkatkan gairah kerja.
b. Sifat Lingkungan
Sifat lingkungan ditentukan oleh derajat terang (brightness), nilai pantulan
(reflectance value) serta distribusi cahaya (lighting distribution). Selain itu Ching
(1987) juga mengatakan bahwa ketinggian dan kualitas permukaan langit-langit
akan mempengaruhi derajat cahaya di dalam ruang.
1. Derajat terang (brightness)
Kemampuan seseorang untuk dapat melihat obyek dengan jelas bergantung
pada perbedaan derajat terang obyek tersebut. Mata berfungsi secara optimal
apabila derajat terang dalam daerah penglihatan kita relatif sama.
2. Nilai pantulan (reflectance value)
Nilai pantulan adalah perbandingan antara sumber cahaya yang datang dengan
cahaya yang dipantulkan. Nilai pantulan bergantung pada jenis permukaan
pantul, warna dan kemampuan untuk memantulkan cahaya dari dinding-
dinding, langit-langit, lantai dan peralatan kerja akan menentukan pola derajat
terang.
3. Distribusi cahaya (lighting distribution)
Distribusi cahaya merupakan unit penyebaran pencahayaan yang terdiri dari
lampu dan peralatan untuk mendistribusikan serta mengendalikan cahaya.
Peralatan penerangan perlu dipasang berdasarkan karakteristik distribusi
cahaya yang dikehendaki.
2.6 Jenis – Jenis Pencahayaan
Berdasarkan Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan pada Bangunan Gedung yang diatur
dalam SNI 63-6575-2001, jenis pencahayaan berdasarkan sistem pencahayaan dapat
dibedakan atas:
1. Pencahayaan alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari.
Sumber pencahayaan ini dirasa kurang efektif dibandingkan dengan penggunaan
sumber pencahayaan buatan. Hal ini disebabkan karena matahari tidak dapat
memberikan intensitas cahaya yang tetap. Untuk pencahayaan alami diperlukan
jendela-jendela yang besar, dinding kaca, dinding yang banyak dilubangi dan dapat
diperkirakan akan membutuhkan biaya yang mahal. Menurut Ehlers-Steel, untuk
mendapatkan pencahayaan alami yang cukup pada suatu ruangan diperlukan jendela
sebesar 15 – 20% dari luas lantai (Suma’mur, 1995).
Menurut Sutanto (1999), keuntungan primer dari sinar matahari adalah pengurangan
terhadap energi listrik. Untuk memenuhi intensitas cahaya yang diinginkan, kita dapat
memadukan pencahayaan alami dengan pencahayaan buatan. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan agar penggunaan pencahayaan alami dapat memberikan keuntungan,
yaitu:
a. Variasi intensitas cahaya matahari
b. Distribusi terangnya cahaya
c. Efek dari lokasi, pemantulan cahaya dan jarak bangunan
d. Letak geografis dan kegunaan gedung
Satwiko (2004) menjelaskan beberapa istilah untuk pencahayaan alami, antara lain:
a. Cahaya langit (sky light) adalah cahaya bola langit. Cahaya inilah yang
dipakai untuk penerangan alami ruangan, bukan sinar langsung matahari
(sunlight). Sinar langsung matahari akan sangat menyilaukan dan membawa
panas, sehingga tidak dipakai untuk menerangi ruangan.
b. Langit rancangan (design sky light), luminan langit yang dipergunakan
sebagai patokan perancangan yaitu kondisi langit yang terjadi sebanyak 90%.
Untuk Indonesia dipakai 10.000 Lux. Dalam RSNI 03-2396-2001
ditambahkan untuk langit rancangan ditetapkan:
1) Langit biru tanpa awan atau
2) Langit yang seluruhnya tertutup awan abu-abu putih
2. Pencahayaan buatan
Sumber cahaya buatan adalah sumber cahaya yang dibuat atau diproduksi oleh
manusia. Misalnya lampu listrik, lampu minyak,lilin, dan lampu senter.
Satwiko (2004) menjelaskan beberapa secara singkat istilah untuk pencahayaan
buatan, antara lain lampu (lamps) yaitu sesuatu yang menyala pada elemen
pencahayaan buatan. Dudukan lampu disebut soket (socket) dan rumah lampu disebut
armatur (luminaire). Armatur sendiri terdiri dari soket, rumah, tudung dan balas
Sumber cahaya buatan listrik dapat dibagi lagi menjadi:
a) Lampu Incandescent yaitu lampu yang pada prinsipnya menggunakan kawat halus
(filamen) yang berpijar untuk menghasilkan cahaya. Terdiri dari lampu pijar dan
halogen.
b) Lampu pelepasan gas (gas discharge) yaitu lampu yang pada prinsipnya
menggunakan atom-atom gas yang dirangsang untuk naik tingkat energinya,
sehingga memancarkan cahaya pada saat turun kembali. Terdiri dari lampu
fluoresen dan high intensity discharge (merkuri, metal halida, sodium bertekanan
tinggi, dan sodium bertekanan rendah).
Apabila pencahayaan alami tidak memadai atau posisi ruangan sedemikian rupa
sehingga sukar dicapai oleh pencahayaan alami, maka dapat digunakan pencahayaan
buatan. Adapun fungsi pokok pencahayaan buatan di lingkungan kerja, baik yang
diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami
adalah sebagai berikut (Astuti, 2000):
No Keterangan Intensitas
. (Lux)
1. Penerangan darurat 5
2. Halaman dan Jalan 20
3. Pekerjaan membedakan barang kasar seperti: 50
a. Mengerjakan bahan-bahan yang kasar
b. Mengerjakan arang atau abu
c. Menyisihkan barang-barang yang besar.
d. Mengerjakan bahan tanah atau batu.
e. Gang-gang, tangga di dalam gedung yang selalu dipakai.
f. Gudang-gudang untuk menyimpan barang-barang besar dan
kasar.
4. Pekerjaan yang membedakan barang-barang kecil secara sepintas 100
lalu, seperti:
a. Mengerjakn barang-barang besi dan baja yang setengah
selesai (semi-finished).
b. Pemasangan yang kasar.
c. Penggilingan padi.
d. Pengupasan/pengambilan dan penyisihan bahan kapas.
e. Pengerjakan bahan-bahan pertanian lain yang kira-kira
setingkat dengan
f. Kamar mesin dan uap.
g. Alat pengangkut orang dan barang.
h. Ruang-ruang penerimaan dan pengiriman dengan kapal.
i. Tempat menyimpan barang-barang sedang dan kecil.
j. Toilet dan tempat mandi
5. Pekerjaan membeda-bedakan barang-barang kecil yang agak teliti 200
seperti:
a. Pemasangan alat-alat yang sedang (tidak besar)
b. Pekerjaan mesin dan bubut yang kasar.
c. Pemeriksaan atau percobaan kasar terhadap barang-barang.
d. Menjahit textil atau kulit berwarna muda.
e. Pemasukan dan pengawetan bahan-bahan makanan dalam
kaleng.
f. Pembungkusan daging.
g. Mengerjakan kayu.
h. Melapisi perabot.
6. Pekerjaan pembedaan yang teliti daripada barang-barang kecil dan 300
halus seperti:
a. Pekerjaan mesin yang teliti.
b. Pemeriksaan yang teliti.
c. Percobaan-percobaan yang teliti dan halus.
d. Pembuatan tepung.
e. Penyelesaian kulit dan penenunan bahan-bahan katun atau
wol berwarna muda.
f. Pekerjaan kantor yang berganti-ganti menulis dan membaca,
pekerjaan arsip dan seleksi surat-surat.
7. Pekerjaan membeda-bedakan barang-barang halus dengan kontras 500-1.000
yang sedang dan dalam waktu yang lama seperti:
a. Pemasangan yang halus.
b. Pekerjaan-pekerjaan mesin yang halus.
c. Pemeriksaan yang halus.
d. Penyemiran yang halus dan pemotongan gelas kaca.
e. Pekerjaan kayu yang halus (ukir-ukiran)
f. Menjahit bahan-bahan wol yang berwarna tua
g. Akuntan, pemegang buku, pekerjaan steno, mengetik atau
pekerjaan kantor yang lama.
8. Pekerjaan yang membeda-bedakan barang yang sangat halus dengan 1.000
kontras yang sangat kurang untuk waktu yang lama seperti:
a. Pemasangan yang ekstra halus (arloji,dll).
b. Pemeriksaan yang ekstra halus (ampul obat).
c. Percobaan alat-alat yang ekstra halus.
d. Tukang mas dan intan.
e. Penilaian dan penyisihan hasil-hasil tembakau.
f. Penyusunan huruf dan pemeriksaan copy dalam percetakan.
g. Pemeriksaan dan penjahitan bahan pakaian berwarna tua.
Tabel 1. Standar pencahayaan
1) Sakit kepala.
2) Penurunan kemampuan intelektual.
3) Penurunan daya konsentrasi.
4) Penurunan kecepatan berfikir.
Selain itu, menurut SNI 03-6575-2001 jika pencahayaan terlalu berlebihan dapat
menyebabkan kesilauan dengan 2 tipe gangguan penglihatan, yakni:
1) Disability Glare (Silau yang menyebabkan ketidak mampuan melihat).
2) Discomfort Glare (Silau yang menyebabkan ketidaknyamanan melihat).
1) Pemilihan lampu secara tepat, yang tidak menjadi perlambang kedudukan seseorang,
melainkan dimaksudkan untuk tujuan penyelenggaraan penerangan yang baik.
2) Penempatan sumber cahaya terhadap meja dan mesin serta juga di perhitungkan letak
jendela terhadap kemungkinan timbulnya kesilauan.
3) Penggunaan alat pelapis yang tidak mengkilat (untuk dinding, lantai, meja, dan lain-
lain) atau yang mengkilat untuk hal- hal tertentu.
4) Penyaringan sinar matahari langsung.
Menurut Subaris dan Haryono (2007: 36), penerangan yang baik perlu pemeliharaan yang
baik pula. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
Alat Ukur
Nama alat untuk mengukur intensitas pencahayaan adalah lux meter. Luxmeter merupakan
alat ukur yang digunakan untuk mengukur kuat penerangan (tingkat penerangan) pada suatu
area atau daerah tertentu. Alat ini di dalam memperhatikan hasil pengukurannya
menggunakan format digital.
Cara Pembacaan:
Pada tombol range ada yang dinamakan kisaran pengukuran. Terdapat 3 kisaran pengukuran
yaitu 2000, 20.000, 50.000 (lux). Hal tersebut menunjukkan kisaran angka (batasan
pengukuran) yang digunakan pada pengukuran. Memilih 2000 lux, hanya dapat dilakukan
pengukuran pada kisaran cahaya kurang dari 2000 lux. Memilih 20.000 lux, berarti
pengukuran hanya dapat dilakuan pada kisaran 2000 sampai 19990 (lux). Memilih 50.000
lux, berarti pengkuran dapat dilakukan pada kisaran 20.000 sampai dengan 50.000 lux. Jika
ingin mengukur tingkat kekuatan cahaya alami lebih baik menggunakan pilihan 2.000 lux
agar hasil pengukuran yang terbaca lebih akurat. Spesifikasi ini, tergantung kecanggihan alat.
(Taufik dkk, 2006: 16)
Pengukuran intensitas pencahayaan diatur dalam SNI 7062:2019. Standar Nasional Indonesia
SNI 7062:2019, dengan judul Pengukuran intensitas pencahayaan di tempat kerja, merupakan
revisi dari SNI 16-7062-2004, Pengukuran intensitas penerangan di tempat kerja. Standar ini
dimaksudkan untuk menjadi acuan metode pengukuran intensitas pencahayaan di tempat
kerja. Standar ini direvisi karena perkembangan teknologi dan regulasi.
1. Persiapan
a) Pastikan baterai alat lux meter memiliki daya yang cukup untuk melakukan
pengukuran.
b) Pastikan lux meter berfungsi dengan baik.
c) Pastikan lux meter terkalibrasi oleh laboratorium kalibrasi yang terakreditasi.
d) Siapkan alat bantu ukur dimensi ruangan (meteran), formulir pengukuran dan
denah tempat kerja yang akan diukur.
2. Penentuan titik pengukuran
a) Pengukuran pencahayaan umum
1) Luas ruangan kurang dari 50 m2
Jumlah titik pengukuran dihitung dengan mempertimbangkan bahwa satu titik
pengukuran mewakili area maksimal 3 m2. Titik pengukuran merupakan titik
temu antara dua garis diagonal panjang dan lebar ruangan.
2) Luas ruangan antara 50 m2 sampai 100 m2
Jumlah titik pengukuran minimal 25 titik, titik pengukuran merupakan titik
temu antara dua garis diagonal panjang dan lebar ruangan.
Contoh lampiran denah titik pengukuran intensitas pencahayaan pada pencahayaan umum.
Gambar 2. lampiran denah titik pengukuran intensitas pencahayaan pada
pencahayaan umum
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pencahayaan adalah sesuatu yang memberikan terang (sinar) atau yang menerangi,
meliputi pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Penerangan yang baik
memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat, dan
tanpa upaya yang tidak perlu. Lebih dari itu, penerangan yang memadai memberikan
kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan
(Suma’mur, 2013: 254).
Intensitas pencahayaan di tempat kerja harus sesuai dengan NAB yang telah di tentukan,
sesuai dengan Permenaker RI No. 5 Tahun 2018 agar pekerja tidak mengalami dampak
dari pencahayaan. Pengukuran intensitas pencahayaan dapat dilakukan sesuai dengan
dengan SNI 7062:2019. Adapun pencegahan dan pengendalian dari intensitas
pencahayaan yang buru yaitu, modifikasi system penerangan yang sudah ada, modifikasi
pekerjaan, pemeliharaan dan pembersihan lampu, penyediaan penerangan local,
pengunaan korden dan perawatan jendela, dan lain-lain (Tarwaka, Solichul HA Bakri,
Lilik Sudiajeng, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Tarwaka, Sholichul, Lilik Sudiajeng, 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja
dan Produktivitas. Surakarta : UNIBA PRESS.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Standar
dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 48 Tahun 2016 Tentang Standar Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Perkantoran .
Badan Standarisasi Nasional. 2001. Standar Nasional Indonesia Nomor SNI 03-2396-2001
tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung .
Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar Nasional Indonesia Nomor SNI 16-7062-2004
tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja.
Badan Standarisasi Nasional. 2019. Standar Nasional Indonesia Nomor SNI 7062:2019
tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja.