Anda di halaman 1dari 26

PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN

Oleh :

Kelompok 4

Azzura 18100153

Laila Fajri 18100163

Indah N. Simanjuntak 181000199

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan
Rahmat-Nya sehingga makalah tentang “Pengukuran Intensitas Pencahayaan” ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat guna menunjukkan partisipasi kami
dalam menyelesaikan tugas pembuatan makalah sebagai salah satu penunjang nilai mata
kuliah praktikum keselamatan dan kesehatankerja. Adapun tujuan dari penulisan dari
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas keselamatan dan kesehatan kerja. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang pengukuran intensitas
pencahayaan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi sebagian pengetahuannya seehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kinerja seseorang dalam melakukan pekerjaannya sering kali bergantung pada lingkungan
fisik tempat pekerjaan tersebut dilakukan.Di samping dapat berdampak buruk pada kinerja,
lingkungan fisik yang tidak dirancang dengan baik dapat memengaruhi kesehatan dan bahkan
keselamatan pekerja. Misalnya adalah pencahayaan. Sebagai contoh, lampu penerangan di
sebuah gedung dengan intensitas cahaya di bawah yang seharusnya, dapat menyebabkan
seorang pekerja gudang salah membaca nomor komponen yang harus diambil (Iridiastadi
danYassierli, 2014: 217-218).

Intensitas pencahayaan merupakan aspek penting di tempat kerja, karena berbagai masalah
akan timbul ketika kualitas intensitas pencahayaan di tempat kerja tidak memenuhi standar
yang ditetapkan (SNI 16-7062-2004).

Pencahayaan di ruang kerja yang seimbang sangat diperlukan mengingat bahwa pekerja
memerlukan melihat dengan jelas kondisi operasional. Tugas penglihatan sangat variatif,
kadang harus melihat benda yang sangat kecil atau sangat besar, di ruang gelap atau terang,
bening atau transparan atau buram, permukaan yang mengkilat, kasar, dan harus dapat
melihat kontur, dan sebagainya (Salami, dkk, 2015: 164).

Kurang seimbangnya intensitas cahaya dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan akibat


silau, adanya bayangan, atau kelelehan mata yang parah. Kecelakaan juga terjadi akibat tidak
cepatnya orang beradaptasi bila berjalan dari tempat terang ketempat yang gelap (Salami,
dkk, 2015: 164).

Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang dikerjakannya secara
jelas, cepat, dan tanpa upaya yang tidak perlu. Lebih dari itu, penerangan yang memadai
memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan
(Suma’mur, 2013: 254).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan intensitas pencahayaan?


2. Apa saja regulasi intensitas pencahayaan di lingkungan kerja ?
3. Bagaimana karakteritik pencahayaan?
4. Bagaimana sifat – sifat cahaya?
5. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi intensitas pencahayaan?
6. Apa jenis – jenis pencahayaan?
7. Apa saja sumber – sumber pencahayaan?
8. Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas pencahayaan di lingkungan kerja?
9. Apa dampak pencegahan yang buruk?
10. Bagaimana pencegahan dan pengendalian cahaya yang buruk?
11. Bagaimana metode pengukuran intensitas pencahayaan di tempat kerja?
1.3 Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan intensitas pencahayaan


2. Mengetahui apa saja regulasi intensitas pencahayaan di lingkungan kerja
3. Mengetahui karakteritik pencahayaan
4. Mengetahui sifat – sifat cahaya
5. Mengetahui apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi intensitas pencahayaan
6. Mengetahui apa jenis – jenis pencahayaan
7. Mengetahui apa saja sumber – sumber pencahayaan
8. Mengetahui Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas pencahayaan di lingkungan kerja
9. Mengetahui dampak pencegahan yang buruk
10. Mengetahui pencegahan dan pengendalian cahaya yang buruk
11. Mengetahui metode pengukuran intensitas pencahayaan di tempat kerja
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Intensitas Pencahayaan

Secara ilmu fisika, cahaya adalah satu dari beberapa jenis energi gelombang (wave
energy) yang disebut sebagai pancaran elektromagnetik (electromagnetic radiation).
Cahaya juga merupakan suatu bentuk energi yang pembentukannya terjadi dengan
dua cara, yaitu pijaran (incandescence) dan pendaran (luminescence). Cara pijaran
adalah pelepasan cahaya oleh obyek panas, misalnya sinar matahari (di alam) atau
besi yang dipanaskan sampai titik membaranya. Sementara cara pendaran adalah
pelepasan cahaya tanpa menggunakan panas (Istiawan dan Ira, 2006: 15).

Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun


2018 tentang keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja, Pencahayaan adalah
sesuatu yang memberikan terang (sinar) atau yang menerangi, meliputi pencahayaan
alami dan pencahayaan buatan.

Intensitas cahaya adalah arus cahaya dalam lumen yang diemisikan setiap sudut ruang
(pada arah tertentu) oleh sebuah sumber cahaya dengan satuan Candela.. Kata
kandela berasal dari candle (lilin) merupakan satuan tertua pada teknik penerangan
dan diukur berdasarkan intensitas cahaya standar.
(Muhaimin M.T, 2001: 7)

2.2 Regulasi Intensitas Pencahayaan Di Lingkungan Kerja

a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016


Tentang Standar Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Perkantoran.
Bab V Standar Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran
Bagian 6. Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan
bangunan pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk ventilasi alami.
Sistem pencahayaan sebagaimana dimaksud merupakan kebutuhan pencahayaan yang
harus disediakan pada bangunan gedung melalui pencahayaan alami dan/atau
pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat.

b. Permenaker RI Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan


Kerja Lingkungan Kerja
Pasal 16
(1) Pengukuran dan pengendalian Pencahayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) huruf g harus dilakukan di Tempat Kerja.
(2) Pencahayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pencahayaan Alami; dan/atau
b. Pencahayaan Buatan.
(3) Jika hasil pengukuran Pencahayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
sesuai dengan standar dilakukan pengendalian agar intensitas Pencahayaan sesuai
dengan jenis pekerjaannya.
(4) Standar Pencahayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 17

(1) Pencahayaan Alami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a
merupakan Pencahayaan yang dihasilkan oleh sinar matahari.

(2) Tempat Kerja yang menggunakan Pencahayaan alami, disain gedung harus
menjamin Intensitas Cahaya sesuai standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (4).

Pasal 18

(1) Pencahayaan Buatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b dapat
digunakan apabila Pencahayaan alami tidak memenuhi standar Intensitas Cahaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4).

(2) Pencahayaan Buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh
menyebabkan panas yang berlebihan atau mengganggu KUDR.

Pasal 19

(1) Sarana Pencahayaan darurat harus disediakan untuk penyelamatan dan evakuasi
dalam keadaan darurat.

(2) Sarana Pencahayaan darurat sebagaimana, dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan:

a. bekerja secara otomatis;


b. mempunyai intensitas Pencahayaan yang cukup untuk melakukan evakuasi
dan/atau penyelamatan yang aman; dan
c. dipasang pada jalur evakuasi atau akses jalan keluar.

(3) Akses jalan keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus dilengkapi
garis penunjuk jalan keluar yang terbuat dari bahan reflektif dan/atau memancarkan
cahaya.

c. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Standar Dan


Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri

Bab III Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri

A. Persyaratan Faktor Fisik

1. Persyaratan Faktor Pencahayaan


Persyaratan pencahayaan lingkungan kerja industri merupakan nilai tingkat
pencahayaan yang disarankan berdasarkan jenis area, pekerjaan atau aktivitas tertentu.
Persyaratan pencahayaan lingkungan kerja dikelompokkan menjadi:

a. Persyaratan pencahayaan dalam gedung industri


b. Persyaratan pencahayaan di luar gedung industri Persyaratan pencahayaan
lingkungan kerja dinyatakan dalam satuan Lux.

2. Persyaratan Pencahayaan Dalam Gedung Industri

Persyaratan pencahayaan dalam gedung lingkungan kerja industri dikelompokkan


menjadi area umum dalam gedung industri dan berdasarkan jenis area, pekerjaan atau
aktivitas pada masing-masing jenis industri.

a. Persyaratan Pencahayaan Area Umum dalam Gedung Industri


b. Persyaratan Pencahayaan Dalam Gedung Berdasarkan Jenis Industri

3. Persyaratan Pencahayaan di Luar Gedung Industri

Persyaratan pencahayaan luar gedung lingkungan kerja industri dikelompokkan


menjadi area umum dan berdasarkan jenis industri.

a. Persyaratan Pencahayaan Area Umum di Luar Gedung Industri


b. Persyaratan Pencahayaan di Luar Gedung Berdasarkan Jenis Industri

4. Pedoman Penggunaan Persyaratan Pencahayaan Persyaratan tingkat pencahayaan


di lingkungan kerja industri mencakup pencahayaan di dalam ruangan dan di luar
ruangan. Nilai persyaratan tingkat pencahayaan di lingkungan kerja industri
merupakan nilai yang sedapat mungkin dipenuhi oleh industri sesuai dengan jenis
area dan pekerjaan yang dilakukan. Suatu lingkungan kerja atau aktivitas kerja
dikatakan memenuhi persyaratan tingkat pencahayaan apabila mempunyai perbedaan
maksimal 10% dari nilai tingkat pencahayaan yang dipersyaratkan.

2.3 Karakteristik Pencahayaan

Cahaya dipancarkan dari suatu benda dengan fenomena sebagai berikut:

a. Pijar padat dan cair memancarkan radiasi yang dapat dilihat bila dipanaskan sampai
suhu 1000 K. Intensitas meningkat dan penampakan menjadi semakin putih jika suhu
naik.
b. Muatan Listrik : jika arus listrik dilewatkan melalui gas maka atom dan molekul
memancarkan radiasi dimana spektrumnya merupakan karakteristik dari elemen yang
ada.
c. Electro luminescence : cahaya dihasilkan jika arus listrik dilewatkan melalui padatan
tertentu seperti semikonduktor atau bahan yang mengandung fosfor.
d. Photoluminescence : radiasi pada salah satu panjang gelombang diserap, biasanya
oleh suatu padatan, dan dipancarkan kembali pada berbagai panjang gelombang. Bila
radiasi yang dipancarkan kembali tersebut merupakan fenomena yang dapat terlihat
maka radiasi tersebut disebut fluorescence atau phosphorescence.

Karakteristik cahaya dibedakan berdasar intensitas, temperatur warna, dan kemampuan


renderasi warnanya.

 Intensitas cahaya adalah besaran pokok fisika untuk mengukur daya yang dipancarkan
oleh suatu sumber cahaya pada arah tertentu per satuan sudut. Satuan SI dari
intensitas cahaya adalah Candela (Cd). Intensitas penerangan adalah banyaknya
cahaya yang tiba pada satu luas permukaan Penerangan berdasar sumbernya dibagi
menjadi tiga, pertama penerangan alami yaitu penerangan yang berasal dari cahaya
matahari, kedua penerangan buatan yaitu penerangan yang berasal dari lampu, dan
yang ketiga adalah penerangan alami dan buatan yaitu penggabungan antara
penerangan alami dari sinar matahari dengan lampu/penerangan buatan (Cok Gd Rai,
2006).
 Temperatur warna (Color temperature)
Temperatur warna adalah tingkat warna cahaya tampak yang cenderung ke arah
warna tertentu, yaitu kemerahan atau kebiruan. Temperatur warna cahaya putih
matahari bernilai 5000 derajat Kelvin. Nilai yang kurang dari 5000 derajat Kelvin,
menghasilkan warna kemerahan dan bila nilai lebih dari itu menghasilkan warna
kebiruan. Temperatur warna dipilih berdasarkan pilihan konsumen yang dipengaruhi
persepsinya akan pengalaman sebelumnya.

 Renderasi Warna (Colour Rendering/Ra)


Renderasi warna (Color rendering) didefinisikan dalam IESNA (2000, p.112) sebagai
kejelasan warna pada obyek hasil dari pancaran sumber cahaya yang dapat
diperbandingkan antara beberapa sumber cahaya. Berbagai jenis cahaya buatan yang
kita kenal memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menampilkan warna asli
sebuah benda dibandingkan pada saat benda tersebut dilihat bawa cahaya matahari.
Kemampuan inilah yang disebut kemampuan cahaya untuk merenderasi warna benda
(Ra).
kemampuan yang berbeda dalam hal merenderasi warna ini disebabkan oleh
perbedaan komposisi & kelengkapan spektrum warna yang dihasilkan setiap sumber
cahaya buatan. Spektrum warna lampu pijar serta lampu hologen seperti halnya
spektrum warna cahaya matahari terdiri dari komposisi yang lengkap & menerus.
Sementara spetrum warna cahaya lampu lainnya berbeda-beda dalam hal komposisi &
kelengkapan warnanya. Hal inilah yang meyembabkan kemampuan renderasi warna
setiap sumber cahaya buatan menjadi berbeda.

2.4 Sifat – Sifat Cahaya

Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik transversal dengan panjang


gelombang antara 400 nm sampai 600 nm. Sebab merupakan gelombang
elektromagnetik, cahaya tidak memerlukan medium sebagai perambatannya.

Sifat-sifat cahaya :

1. Merambat lurus
2. Menembus benda bening
3. Dapat dipantulkan.
4. Dapat dibiaskan (bila melalui dua medium yang memiliki dua indeks bias yang
berbeda (lensa)).
5. Cahaya monokromatis (cahaya putih) dapat diuraikan menjadi
beberapa cahaya berwarna (colour mixing (CP)).
6. Memiliki energi (Lux).
7. Berbentuk gelombang (CP rainbow).
8. Merambat tanpa medium perantara.
9. Dipancarkan dalam bentuk radiasi.
10. Sifat cahaya dapat dipantulkan.

Sifat-Sifat Penerangan :

Menurut Suma’mur (2009), sifat-sifat penerangan yang baik, yaitu :

1. Pembagian luminansi dalam lapangan penglihatan.


2. Pencegahan kesilauan.
3. Arah sinar.
4. Warna.
5. Panas penerangan terhadap kelelahan mata.
Berkurangnya intensitas cahaya tersebut dapat dideteksi oleh alat yang peka terhadap
perubahan intensitas cahaya, yaitu fototransistor. Fototransistor dapat dimanfaatkan
sebagai rangkaian pengukur intensitas cahaya dengan sebuah rangkaian penguat
sederhana berdasar rangkaian Op-Amp (Uldin, 2010).

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensitas Pencahayaan

Berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum (1981), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi


pencahayaan di ruangan termasuk di tempat kerja adalah:

a. Disain sistem pencahayaan


Faktor ini berpengaruh terhadap penyebaran cahaya ke seluruh ruangan. Dengan
disain yang baik dapat dihindarinya sudut atau bagian ruangan yang gelap.
b. Distribusi cahaya
Faktor ini berpengaruh terhadap penyebaran cahaya. Jika distribusi sumber cahaya
tidak merata, maka akan menimbulkan sudut dan bagian ruangan yang gelap.
c. Pemantulan cahaya
Pemantulan cahaya dari langit-langit tergantung dari warna dan finishing. Pemantulan
cahaya ini tidak berlaku pada sistem pencahayaan langsung, tetapi sangat penting
pada pencahayaan tidak langsung.
d. Ukuran ruangan
Ruangan yang luas akan lebih efisien dalam pemanfaatan cahaya daripada ruang yang
sempit.
e. Utilisasi cahaya
Utilisasi cahaya adalah persentase cahaya dari sumber cahaya yang secara nyata
mencapai dan menerangi benda-benda yang perlu diterangi.
f. Pemeliharaan disain dan sumber cahaya
Apabila pemeliharaan disain dan sumber cahaya tidak baik, misalnya penuh debu,
maka akan mempengaruhi pencahayaan yang dihasilkan.

Menurut Roger L. Brauer (1990), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas


pencahayaan antara lain:

a. Sifat Cahaya
Sifat cahaya ditentukan oleh dua hal, yaitu kuantitas atau banyaknya cahaya yang
jatuh pada suatu permukaan yang menyebabkan terangnya permukaan tersebut
dan kualitas atau sifat cahaya yang menyangkut warna, arah cahaya dan difusi
cahaya serta jenis dan tingkat kesilauan.
1. Kuantitas cahaya
Kuantitas pencahayaan bergantung pada jenis pekerjaan yang akan dilakukan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pencahayaan yang baik akan
memberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas-tugas pekerja. Intensitas
cahaya yang dibutuhkan tergantung dari tingkat ketelitian, bagian yang
diamati, warna obyek, kemampuan untuk memantulkan cahaya dan tingkat
kecerahan. Untuk melihat suatu benda yang berwarna gelap serta kontras
antara obyek dan sekitarnya buruk, maka membutuhkan intensitas cahaya
yang tinggi. Sedangkan untuk melihat obyek atau benda yang berwarna cerah
serta kontras antara obyek dan sekitarnya cukup baik, maka intensitas cahaya
yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
Kekuatan intensitas pencahayaan (iluminasi) bergantung pada jarak antara
sumber cahaya dengan bidang pantul. Semakin jauh jarak sumber cahaya
dengan bidang pantul, maka akan semakin lemah kekuatan iluminasi cahaya
yang dipantulkan atau dapat dikatakan bahwa kekuatan iluminasi berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak sumber cahaya dengan bidang pantul (hukum
kuadrat terbalik). Hukum kuadrat terbalik mendefinisikan hubungan antara
pencahayaan dari sumber titik dan jarak. Rumus ini menyatakan bahwa
intensitas cahaya per satuan luas berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari
sumbernya.
2. Kualitas cahaya
Adapun kualitas pencahayaan dipengaruhi oleh lingkungan penglihatan di
antaranya kesilauan (glare), penyebaran cahaya, arah cahaya, warna,
kecerlangan (brightness) yang akan memberikan efek pada kemampuan untuk
melihat dengan mudah dan teliti. Sumber-sumber cahaya yang cukup
jumlahnya sangat berguna dalam mengatur pencahayaan secara baik.
Pencahayaan dengan berbagai lampu misalnya sangat tepat bagi pekerja yang
menggambar di atas permukaan mata, sedangkan pencahayaan satu arah
digunakan untuk mengerjakan bagian- bagian kecil. Pengelolaan dari kualitas
cahaya yang rendah akan menimbulkan ketidaknyamanan dan kecelakaan
kerja, misalnya glare dapat menyebabkan kelelahan (fatigue), kehilangan
efektivitas penglihatan dan mengurangi produktivitas.
Penggunaan warna di tempat kerja dimaksudkan untuk dua hal, yaitu
menciptakan kontras warna dengan maksud untuk tangkapan mata dan
pengadaan lingkungan psikologis yang optimal. Warna penerangan untuk
suatu ruangan dan komposisi spektrumnya sangat penting dalam
membandingkan dan mengkombinasikan warna-warna. Warna-warna dalam
lingkungan kerja sebagai akibat dari pencahayaan menentukan rupa
lingkungan tersebut. Menurut OSHA (1998), penggunaan warna-warna cerah
dalam lingkungan kerja dapat membantu untuk membuat obyek terlihat lebih
jelas dan dapat menimbulkan kesan ruangan menjadi lebih luas, selain itu
secara psikologis juga dapat meningkatkan gairah kerja.

b. Sifat Lingkungan
Sifat lingkungan ditentukan oleh derajat terang (brightness), nilai pantulan
(reflectance value) serta distribusi cahaya (lighting distribution). Selain itu Ching
(1987) juga mengatakan bahwa ketinggian dan kualitas permukaan langit-langit
akan mempengaruhi derajat cahaya di dalam ruang.
1. Derajat terang (brightness)
Kemampuan seseorang untuk dapat melihat obyek dengan jelas bergantung
pada perbedaan derajat terang obyek tersebut. Mata berfungsi secara optimal
apabila derajat terang dalam daerah penglihatan kita relatif sama.
2. Nilai pantulan (reflectance value)
Nilai pantulan adalah perbandingan antara sumber cahaya yang datang dengan
cahaya yang dipantulkan. Nilai pantulan bergantung pada jenis permukaan
pantul, warna dan kemampuan untuk memantulkan cahaya dari dinding-
dinding, langit-langit, lantai dan peralatan kerja akan menentukan pola derajat
terang.
3. Distribusi cahaya (lighting distribution)
Distribusi cahaya merupakan unit penyebaran pencahayaan yang terdiri dari
lampu dan peralatan untuk mendistribusikan serta mengendalikan cahaya.
Peralatan penerangan perlu dipasang berdasarkan karakteristik distribusi
cahaya yang dikehendaki.
2.6 Jenis – Jenis Pencahayaan

Berdasarkan Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan pada Bangunan Gedung yang diatur
dalam SNI 63-6575-2001, jenis pencahayaan berdasarkan sistem pencahayaan dapat
dibedakan atas:

1. Sistem pencahayaan merata.


Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan dan
digunakan jika tugas visual yang dilakukan di seluruh tempat dalam ruangan
memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. Tingkat pencahayaan yang merata
diperoleh dengan memasang armatur secara merata langsung maupun tidak langsung
di seluruh langit-langit.
2. Sistem pencahayaan setempat.
Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak merata. Di
tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual yang memerlukan tingkat
pencahayaan yang tinggi, diberikan cahaya yang lebih banyak dibandingkan dengan
sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan mengkonsentrasikan penempatan armatur pada
langit-langit di atas tempat tersebut.
3. Sistem pencahayaan gabungan merata dan setempat
Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menambah sistem pencahayaan
setempat pada sistem pencahayaan merata, dengan armatur yang dipasang di dekat
tugas visual. Sistem pencahayaan gabungan dianjurkan digunakan untuk :
a) Tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi.
b) Memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan cahaya datang dari arah
tertentu.
c) Pencahayaan merata terhalang, sehingga tidak dapat sampai pada tempat yang
terhalang tersebut.
d) Tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua atau yang
kemampuan penglihatannya sudah berkurang.

2.7 Sumber - Sumber Pencahayaan

Pencahayaan berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5


Tahun 2018 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, meliputi: (a)
Pencahayaan alami dan/atau (b) pencahayaan buatan.
Sumber cahaya adalah segala sesuatu yang menghasilkan cahaya. Benda yang tidak
memancarkan cahaya sendiri disebut benda gelap,misalnya meja, kursi, papan tulis, bulan,
planet dan lain sebagainya. Sumber cahaya dapat digolongkan menjadi sumber cahaya alami
(misal matahari, bintang) dan sumber cahaya buatan (non-listrik dan listrik).

1. Pencahayaan alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari.
Sumber pencahayaan ini dirasa kurang efektif dibandingkan dengan penggunaan
sumber pencahayaan buatan. Hal ini disebabkan karena matahari tidak dapat
memberikan intensitas cahaya yang tetap. Untuk pencahayaan alami diperlukan
jendela-jendela yang besar, dinding kaca, dinding yang banyak dilubangi dan dapat
diperkirakan akan membutuhkan biaya yang mahal. Menurut Ehlers-Steel, untuk
mendapatkan pencahayaan alami yang cukup pada suatu ruangan diperlukan jendela
sebesar 15 – 20% dari luas lantai (Suma’mur, 1995).

Menurut Sutanto (1999), keuntungan primer dari sinar matahari adalah pengurangan
terhadap energi listrik. Untuk memenuhi intensitas cahaya yang diinginkan, kita dapat
memadukan pencahayaan alami dengan pencahayaan buatan. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan agar penggunaan pencahayaan alami dapat memberikan keuntungan,
yaitu:
a. Variasi intensitas cahaya matahari
b. Distribusi terangnya cahaya
c. Efek dari lokasi, pemantulan cahaya dan jarak bangunan
d. Letak geografis dan kegunaan gedung

Pencahayaan alami siang hari, terutama di daerah tropis, dimanfaatkan untuk


penerangan dalam ruangan selama siang hari (pukul 08.00 - 16.00). Penggunaan
pencahayaan alami siang hari dalam bangunan sangat bermanfaat terutama untuk
mengurangi konsumsi energi listrik dalam bangunan, serta untuk memberikan
kenyamanan secara Fisiologis dan Psikologis bagi penghuni bangunan. (Veitch J. A,
2001).
Pencahayaan alami umumnya dibagi dua:
a) Sunlight: yaitu cahaya matahari langsung, umumnya memiliki intensitas yang
tinggi dan sudut penyebaran cahaya yang sempit. Cahaya jenis ini harus selalu
dijaga agar jumlahnya tetap terkendali, sehingga tidak menimbulkan silau dan
radiasi panas yang terlalu tinggi.
b) Daylight: yaitu cahaya matahari tidak langsung yang disebarkan oleh partikel-
partikel atmosfer, termasuk awan, umumnya memiliki intensitas yang sedang
sampai dengan rendah dan sudut penyebaran cahaya yang lebar (mendekati
difus/merata ke segala arah). Cahaya jenis ini umumnya lebih disukai untuk
digunakan sebagai pencahayaan alami dalam bangunan, karena tidak terlalu
menimbulkan silau dan radiasi panas yang tinggi.

Satwiko (2004) menjelaskan beberapa istilah untuk pencahayaan alami, antara lain:

a. Cahaya langit (sky light) adalah cahaya bola langit. Cahaya inilah yang
dipakai untuk penerangan alami ruangan, bukan sinar langsung matahari
(sunlight). Sinar langsung matahari akan sangat menyilaukan dan membawa
panas, sehingga tidak dipakai untuk menerangi ruangan.
b. Langit rancangan (design sky light), luminan langit yang dipergunakan
sebagai patokan perancangan yaitu kondisi langit yang terjadi sebanyak 90%.
Untuk Indonesia dipakai 10.000 Lux. Dalam RSNI 03-2396-2001
ditambahkan untuk langit rancangan ditetapkan:
1) Langit biru tanpa awan atau
2) Langit yang seluruhnya tertutup awan abu-abu putih
2. Pencahayaan buatan
Sumber cahaya buatan adalah sumber cahaya yang dibuat atau diproduksi oleh
manusia. Misalnya lampu listrik, lampu minyak,lilin, dan lampu senter.
Satwiko (2004) menjelaskan beberapa secara singkat istilah untuk pencahayaan
buatan, antara lain lampu (lamps) yaitu sesuatu yang menyala pada elemen
pencahayaan buatan. Dudukan lampu disebut soket (socket) dan rumah lampu disebut
armatur (luminaire). Armatur sendiri terdiri dari soket, rumah, tudung dan balas
Sumber cahaya buatan listrik dapat dibagi lagi menjadi:
a) Lampu Incandescent yaitu lampu yang pada prinsipnya menggunakan kawat halus
(filamen) yang berpijar untuk menghasilkan cahaya. Terdiri dari lampu pijar dan
halogen.
b) Lampu pelepasan gas (gas discharge) yaitu lampu yang pada prinsipnya
menggunakan atom-atom gas yang dirangsang untuk naik tingkat energinya,
sehingga memancarkan cahaya pada saat turun kembali. Terdiri dari lampu
fluoresen dan high intensity discharge (merkuri, metal halida, sodium bertekanan
tinggi, dan sodium bertekanan rendah).

Apabila pencahayaan alami tidak memadai atau posisi ruangan sedemikian rupa
sehingga sukar dicapai oleh pencahayaan alami, maka dapat digunakan pencahayaan
buatan. Adapun fungsi pokok pencahayaan buatan di lingkungan kerja, baik yang
diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami
adalah sebagai berikut (Astuti, 2000):

a. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail


serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat.
b. Memungkinkan penghuni untuk berjalan dan bergerak secara mudah dan
aman.
c. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat
kerja.
d. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara
merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak menimbulkan bayang-
bayang.
e. Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi.

Di samping hal-hal tersebut di atas, dalam perencanaan penggunaan pencahayaan


untuk suatu lingkungan kerja maka perlu pula diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Seberapa jauh pencahayaan buatan akan digunakan, baik untuk menunjang


dan melengkapi pencahayaan alami.
b. Tingkat pencahayaan yang diinginkan, baik untuk pencahayaan tempat
kerja yang membutuhkan tugas visual tertentu atau hanya untuk
pencahayaan umum.
c. Distribusi dan variasi iluminasi yang diperlukan dalam keseluruhan interior,
apakah menyebar atau terfokus pada satu arah.
d. Arah cahaya, apakah ada maksud untuk menonjolkan bentuk dan
kepribadian ruangan yang diterangi atau tidak.
e. Warna yang akan digunakan dalam ruangan serta efek warna dari cahaya.
f. Derajat kesilauan obyek ataupun lingkungan yang ingin diterangi, apakah
tinggi atau rendah.
2.8 Nilai Ambang Batas (NAB) Intensitas Pencahayaan Di Lingkungan Kerja

Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018


Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, persyaratan pencahayaan di
tempat kerja adalah sebagai berikut:

No Keterangan Intensitas
. (Lux)
1. Penerangan darurat 5
2. Halaman dan Jalan 20
3. Pekerjaan membedakan barang kasar seperti: 50
a. Mengerjakan bahan-bahan yang kasar
b. Mengerjakan arang atau abu
c. Menyisihkan barang-barang yang besar.
d. Mengerjakan bahan tanah atau batu.
e. Gang-gang, tangga di dalam gedung yang selalu dipakai.
f. Gudang-gudang untuk menyimpan barang-barang besar dan
kasar.
4. Pekerjaan yang membedakan barang-barang kecil secara sepintas 100
lalu, seperti:
a. Mengerjakn barang-barang besi dan baja yang setengah
selesai (semi-finished).
b. Pemasangan yang kasar.
c. Penggilingan padi.
d. Pengupasan/pengambilan dan penyisihan bahan kapas.
e. Pengerjakan bahan-bahan pertanian lain yang kira-kira
setingkat dengan
f. Kamar mesin dan uap.
g. Alat pengangkut orang dan barang.
h. Ruang-ruang penerimaan dan pengiriman dengan kapal.
i. Tempat menyimpan barang-barang sedang dan kecil.
j. Toilet dan tempat mandi
5. Pekerjaan membeda-bedakan barang-barang kecil yang agak teliti 200
seperti:
a. Pemasangan alat-alat yang sedang (tidak besar)
b. Pekerjaan mesin dan bubut yang kasar.
c. Pemeriksaan atau percobaan kasar terhadap barang-barang.
d. Menjahit textil atau kulit berwarna muda.
e. Pemasukan dan pengawetan bahan-bahan makanan dalam
kaleng.
f. Pembungkusan daging.
g. Mengerjakan kayu.
h. Melapisi perabot.
6. Pekerjaan pembedaan yang teliti daripada barang-barang kecil dan 300
halus seperti:
a. Pekerjaan mesin yang teliti.
b. Pemeriksaan yang teliti.
c. Percobaan-percobaan yang teliti dan halus.
d. Pembuatan tepung.
e. Penyelesaian kulit dan penenunan bahan-bahan katun atau
wol berwarna muda.
f. Pekerjaan kantor yang berganti-ganti menulis dan membaca,
pekerjaan arsip dan seleksi surat-surat.
7. Pekerjaan membeda-bedakan barang-barang halus dengan kontras 500-1.000
yang sedang dan dalam waktu yang lama seperti:
a. Pemasangan yang halus.
b. Pekerjaan-pekerjaan mesin yang halus.
c. Pemeriksaan yang halus.
d. Penyemiran yang halus dan pemotongan gelas kaca.
e. Pekerjaan kayu yang halus (ukir-ukiran)
f. Menjahit bahan-bahan wol yang berwarna tua
g. Akuntan, pemegang buku, pekerjaan steno, mengetik atau
pekerjaan kantor yang lama.
8. Pekerjaan yang membeda-bedakan barang yang sangat halus dengan 1.000
kontras yang sangat kurang untuk waktu yang lama seperti:
a. Pemasangan yang ekstra halus (arloji,dll).
b. Pemeriksaan yang ekstra halus (ampul obat).
c. Percobaan alat-alat yang ekstra halus.
d. Tukang mas dan intan.
e. Penilaian dan penyisihan hasil-hasil tembakau.
f. Penyusunan huruf dan pemeriksaan copy dalam percetakan.
g. Pemeriksaan dan penjahitan bahan pakaian berwarna tua.
Tabel 1. Standar pencahayaan

2.9 Dampak Pencahayaan yang Buruk

Menurut Suma’mur (2009: 172), pencahayaan yang buruk akan berakibat:

1) Kelelahan mata dan berkurangnya daya dan efisiensi kerja.


2) Keluhan pegal/sakit disekitar mata.
3) Kerusakan indra mata.
4) Meningkatkan kecelakaan kerja.
5) Kelelahan mental.

Menurut Subaris dan Haryono (2007: 36), gejala-gejala kelelahan mental tersebut meliputi:

1) Sakit kepala.
2) Penurunan kemampuan intelektual.
3) Penurunan daya konsentrasi.
4) Penurunan kecepatan berfikir.
Selain itu, menurut SNI 03-6575-2001 jika pencahayaan terlalu berlebihan dapat
menyebabkan kesilauan dengan 2 tipe gangguan penglihatan, yakni:

1) Disability Glare (Silau yang menyebabkan ketidak mampuan melihat).
2) Discomfort Glare (Silau yang menyebabkan ketidaknyamanan melihat).

2.10 Pencegahan dan Pengendalian Pencahayaan yang Buruk

langkah-langkah pengendalian masalah penerangan ditempat kerja yaitu:

1) Modifikasi system penerangan yang sudah ada seperti:


Menaikkan atau menurunkan letak lampu didasarkan pada objek kerja,
Merubah posisi lampu, Menambah atau mengurangi jumlah lampu, Mengganti
jenis lampu yang lebih sesuai seperti mengganti lampu bola menjadi lampu
TL, Mengganti tudung lampu, Mengganti warna lampu yang digunakan
2) Modifikasi pekerjaan seperti:
Membawa pekerjaan lebih dekat ke mata, sehingga objek dapat di lihat dengan
jelas, Merubah posisi kerja untuk menghindari baying- bayang, pantulan,
sumber kesilauan, dan kerusakan penglihatan, Modifikasi objek kerja sehingga
dapat dilihat dengan jelas. Sebagai contoh :memperbesar ukuran huruf dan
angka pada tombol-tombol peralatan kerja mesin.
3) Pemeliharaan dan pembersihan lampu
4) Penyediaan penerangan local
5) Pengunaan korden dan perawatan jendela, dan lain-lain
(Tarwaka, Solichul HA Bakri, Lilik Sudiajeng, 2004)

Dalam praktik di lingkungan kerja, perlu dihindari hal-hal berikut:

1) Jendela yang terang sekali.


2) Papan hitam menempel pada dinding putih.
3) Benda-benda yang memantulkan atau mengkilap (Subaris dan Haryono, 2007: 35).

Untuk menanggulangi kecerahan yang berganti-ganti dapat dilaksanakan dengan:

1) Menutupi bagian yang bergerak.


2) Menetralkan kecerahan dengan membuat pelatarannya berwarna yang cocok serta
penerangan yang diperhitungkan benar.
3) Memakai cahaya continue (Subaris dan Haryono, 2007: 35).

Sedangkan menurut Suma’mur (2009: 170-171), pencegahan terjadinya


kesilauan dapat dilakukan dengan :

1) Pemilihan lampu secara tepat, yang tidak menjadi perlambang kedudukan seseorang,
melainkan dimaksudkan untuk tujuan penyelenggaraan penerangan yang baik.
2) Penempatan sumber cahaya terhadap meja dan mesin serta juga di perhitungkan letak
jendela terhadap kemungkinan timbulnya kesilauan.
3) Penggunaan alat pelapis yang tidak mengkilat (untuk dinding, lantai, meja, dan lain-
lain) atau yang mengkilat untuk hal- hal tertentu.
4) Penyaringan sinar matahari langsung.

Menurut Subaris dan Haryono (2007: 36), penerangan yang baik perlu pemeliharaan yang
baik pula. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

1) Pembersihan lampu secara teratur.


2) Pengecatan kembali permukaan-permukaan dalam ruangan.
3) Penggantian lampu-lampu yang kurang atau tidak berfungsi,

2.11 Pengukuran Intensitas Pencahayaan di Tempat Kerja

Alat Ukur

Nama alat untuk mengukur intensitas pencahayaan adalah lux meter. Luxmeter merupakan
alat ukur yang digunakan untuk mengukur kuat penerangan (tingkat penerangan) pada suatu
area atau daerah tertentu. Alat ini di dalam memperhatikan hasil pengukurannya
menggunakan format digital.

Gambar 1. Lux meter


Fungsi Bagian- Bagian Luxmeter :

 Layar Panel : Menampilkan hasil pengukuran.


 Tombol Off/ On : Sebagai tombol untuk menyalakan atau mematikan alat.
 Tombol Range : Tombol kisaran ukuran.
 Zero Adjust VR : Sebagai pengkalibrasi alat (bila terjadi error).
 Sensor Cahaya/Photocell : Alat untuk mengoreksi/ mengukur cahaya.

(Taufik dkk, 2006: 16)

Cara Pembacaan:

Pada tombol range ada yang dinamakan kisaran pengukuran. Terdapat 3 kisaran pengukuran
yaitu 2000, 20.000, 50.000 (lux). Hal tersebut menunjukkan kisaran angka (batasan
pengukuran) yang digunakan pada pengukuran. Memilih 2000 lux, hanya dapat dilakukan
pengukuran pada kisaran cahaya kurang dari 2000 lux. Memilih 20.000 lux, berarti
pengukuran hanya dapat dilakuan pada kisaran 2000 sampai 19990 (lux). Memilih 50.000
lux, berarti pengkuran dapat dilakukan pada kisaran 20.000 sampai dengan 50.000 lux. Jika
ingin mengukur tingkat kekuatan cahaya alami lebih baik menggunakan pilihan 2.000 lux
agar hasil pengukuran yang terbaca lebih akurat. Spesifikasi ini, tergantung kecanggihan alat.
(Taufik dkk, 2006: 16)

Prosedur Pengukuran Intensitas Pencahayaan

Pengukuran intensitas pencahayaan diatur dalam SNI 7062:2019. Standar Nasional Indonesia
SNI 7062:2019, dengan judul Pengukuran intensitas pencahayaan di tempat kerja, merupakan
revisi dari SNI 16-7062-2004, Pengukuran intensitas penerangan di tempat kerja. Standar ini
dimaksudkan untuk menjadi acuan metode pengukuran intensitas pencahayaan di tempat
kerja. Standar ini direvisi karena perkembangan teknologi dan regulasi.

Standar pengukuran intensitas pencahayaan di tempat kerja bertujuan agar diperoleh


keseragaman metode pengukuran secara nasional. Prosedur pengukuran adalah sebagai
berikut:

1. Persiapan
a) Pastikan baterai alat lux meter memiliki daya yang cukup untuk melakukan
pengukuran.
b) Pastikan lux meter berfungsi dengan baik.
c) Pastikan lux meter terkalibrasi oleh laboratorium kalibrasi yang terakreditasi.
d) Siapkan alat bantu ukur dimensi ruangan (meteran), formulir pengukuran dan
denah tempat kerja yang akan diukur.
2. Penentuan titik pengukuran
a) Pengukuran pencahayaan umum
1) Luas ruangan kurang dari 50 m2
Jumlah titik pengukuran dihitung dengan mempertimbangkan bahwa satu titik
pengukuran mewakili area maksimal 3 m2. Titik pengukuran merupakan titik
temu antara dua garis diagonal panjang dan lebar ruangan.
2) Luas ruangan antara 50 m2 sampai 100 m2
Jumlah titik pengukuran minimal 25 titik, titik pengukuran merupakan titik
temu antara dua garis diagonal panjang dan lebar ruangan.

Gambar 2. Contoh penentuan titik pengukuran pencahayaan umum dengan


luas 25m2
3) Luas ruangan lebih dari 100 m2
Jumlah titik pengukuran minimal 36 titik, titik pengukuran merupakan titik
temu antara dua garis diagonal panjang dan lebar ruangan.
b) Pengukuran pencahayaan setempat
Titik pengukuran ditentukan pada benda-benda, obyek kerja, peralatan atau mesin
dan proses produksi serta area kerja tertentu.
3. Persyaratan Pengukuran
Kondisi tempat kerja dalam keadaan sesuai dengan pekerjaan yang biasa dilakukan.
4. Pelaksanaan pengukuran
a) Hal-hal yang harus diperhatikan
1) Sensor diletakkan sejajar dengan permukaan yang akan diukur
2) Petugas memposisikan diri sedemikian rupa agar tidak menghalangi cahaya
yang jatuh ke sensor lux meter
3) Petugas tidak menggunakan pakaian yang dapat memantulkan cahaya yang
dapat
b) Langkah-langkah pengukuran
Pengukuran intensitas pencahayaan dilakukan sebagai berikut:
1) Hidupkan lux meter.
2) Pastikan rentang skala pengukuran pada lux meter sesuai dengan intensitas
pencahayaan yang diukur.
3) Buka penutup sensor
4) Lakukan pengecekan antara, pastikan pembacaan yang muncul di layar
menunjukkan angka nol saat sensor ditutup rapat.
5) Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik untuk
pengukuran
intensitas pencahayaan umum atau pencahayaan setempat.
6) Lakukan pengukuran dengan ketinggian sensor alat 0,8 m dari lantai untuk
pengukuran intensitas pencahayaan umum.
7) Baca hasil pengukuran pada layar setelah menunggu beberapa saat sehingga
didapat nilai angka yang stabil
8) Lakukan pengukuran pada titik yang sama sebanyak 3 kali.
9) Catat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan untuk intensitas
pencahayaan umum.
10) Matikan lux meter setelah selesai dilakukan pengukuran intensitas
pencahayaan.

Contoh lampiran denah titik pengukuran intensitas pencahayaan pada pencahayaan umum.
Gambar 2. lampiran denah titik pengukuran intensitas pencahayaan pada
pencahayaan umum
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pencahayaan adalah sesuatu yang memberikan terang (sinar) atau yang menerangi,
meliputi pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Penerangan yang baik
memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat, dan
tanpa upaya yang tidak perlu. Lebih dari itu, penerangan yang memadai memberikan
kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan
(Suma’mur, 2013: 254).

Intensitas pencahayaan di tempat kerja harus sesuai dengan NAB yang telah di tentukan,
sesuai dengan Permenaker RI No. 5 Tahun 2018 agar pekerja tidak mengalami dampak
dari pencahayaan. Pengukuran intensitas pencahayaan dapat dilakukan sesuai dengan
dengan SNI 7062:2019. Adapun pencegahan dan pengendalian dari intensitas
pencahayaan yang buru yaitu, modifikasi system penerangan yang sudah ada, modifikasi
pekerjaan, pemeliharaan dan pembersihan lampu, penyediaan penerangan local,
pengunaan korden dan perawatan jendela, dan lain-lain (Tarwaka, Solichul HA Bakri,
Lilik Sudiajeng, 2004).
DAFTAR PUSTAKA

Suma'mur. 2013. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta: CV


Sagung Seto.

Tarwaka, Sholichul, Lilik Sudiajeng, 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja
dan Produktivitas. Surakarta : UNIBA PRESS.

Wibiyanti, Puspa I. 2008. Kajian Pencahayaan. FKM Universitas Indonesia.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang


keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Standar
dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 48 Tahun 2016 Tentang Standar Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Perkantoran .

Badan Standarisasi Nasional. 2001. Standar Nasional Indonesia Nomor SNI 03-2396-2001
tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung .

Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar Nasional Indonesia Nomor SNI 16-7062-2004
tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja.

Badan Standarisasi Nasional. 2019. Standar Nasional Indonesia Nomor SNI 7062:2019
tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja.

Anda mungkin juga menyukai