Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring berkembangnya zaman, selain teknologi, alat transportasi
mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Alat
transportasi yang mendukung dapat memudahkan kegiatan masyarakat
sehari-hari. Salah satunya alat transportasi yang semakin dibutuhkan
masyarakat yaitu sepeda motor. Menurut Kepolisian Republik Indonesia
dalam BPS (2017), jumlah kendaraan khususnya sepeda motor pada tahun
2013 mencapai angka 84.732.652 unit. Menurut Kementerian
Perindustrian(2016), meningkatnya kebutuhan sarana transportasi,
khususnya alat transportasi darat,berperan memacu tumbuh kembangnya
industri kendaraan, termasuk industri sepeda motor. Dalam lima tahun
terakhir, industri sepeda motor di Indonesia telah menunjukkan tren
peningkatan yang cukup signifikan dengan rata-rata produksi di atas 7 juta
unit per tahun.
Semakin banyaknya motor yang digunakan oleh masyarakat, maka
kebutuhan untuk maintenance/perawatan dari motor juga besar. Hal ini
menandakan bahwa jumlah motor berbanding lurus dengan jumlah bengkel
yang ada di Indonesia.
Salah satu bengkel motor yang bernama Y yang terletak di Jalan Sigura-
Gura—Kota Malang. Bengkel ini mempunyai banyak pelanggan, khususnya
pelanggan yang yang mempunyai motor gede dan satu orang teknisi yang
bekerja di bengkel tersebut. Ketika proses memperbaiki atau merawat
motor, beberapa hazard dapat ditimbulkan dari proses service motor
tersebut, diantaranya yaitu hazard cahaya, suhu, kelembaban dan
kebisingan. Ketika hazard cahaya, suhu, kelembaban dan kebisingan tidak
dapat dikendalikan dengan baik, maka dapat berdampak pada keselamatan
dan kesehatan orang-orang yang berada disekitar bengkel tersebut
khususnya pekerja bengkel yang selalu terpapar hazard sehingga
mengganggu produktivitas dari pekerja.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah hasil pengukuranhazard cahaya, suhu, kelembaban dan
kebisingan pada bengkel otomotif Sembrani Jl. Sigura-Gura Kota
Malang?
2. Apakah dampak dari nilai hazard cahaya, suhu, kelembaban dan
kebisingan yang dihasilkan kepada pekerja dan lingkungan?
3. Bagaimana upaya pengendalian hazard cahaya, suhu, kelembaban
dan kebisingan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan hasil pengukuran hazard cahaya, suhu,
kelembaban dan kebisingan pada bengkel otomotif Sembrani Jl.
Sigura-Gura Kota Malang.
2. Untuk mendeskripsikan dampak dari nilai hazard cahaya, suhu,
kelembaban dan kebisingan yang dihasilkan kepada pekerja dan
lingkungan.
3. Untuk mendeskripsikan pengendalian hazard cahaya, suhu,
kelembaban dan kebisingan.
1.4 Manfaat
1. Untuk Penulis
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
mengidentifikasi, mengukur hazard cahaya, suhu, kelembaban dan
kebisingan menggunakan environment meter serta cara pengendalian
hazard cahaya, suhu, kelembaban dan kebisingan sesuai kondisi dan
tempat kerja.
2. Untuk Bengkel Otomotif SembraniJalan Sigura-Gura—Kota
Malang.
Meningkatkan pemahaman terkait hazard cahaya, suhu, kelembaban
dan kebisinganserta dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk
mengendalikan hazard cahaya, suhu, kelembaban dan
kebisingansehingga tercipta iklim kerja yang mendukung tenaga

2
kerja untuk meningkatkan produktivitas Sumber Daya Manusia
(SDM).

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pencahayaan
2.1.1 Definisi Pencahayaan
Menurut Kepmenkes No. 1405/MENKES/SK/XI/2002, pencahayaan
adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efektif.Pencahayaan merupakan salah satu
faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan
berkaitan erat dengan produktivitas manusia.Pencahayaan yang baik
memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara
jelas dan cepat. Menurut Sukini dalam Setiawan (2012) berdasarkan
sumbernya, pencahayaan dapat dibagi menjadi:
a. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari
sinar matahari.Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain
menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman.Untuk
mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan
jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-
kurangnya 1/6 daripada luas lantai.Pencahayaan alam diperoleh
dengan masuknya sinar matahari kedalam ruangan melalui
jendela, celah-celah dan bagian bangunan yang terbuka.Sinar ini
sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohon-pohon maupun
tembok pagar yang tinggi.
b. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh
sumber cahaya selain cahaya alami.Pencahayaan buatan sangat
diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan
alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi.

3
2.1.2 Kualitas Pencahayaan di Tempat Kerja
Menurut Karlen dkk (2008) dalam Setiawan (2012), kualitas
pencahayan dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yaitu:
a. Brightness Distribution
Menunjukkan jangkauan dari luminasi dalam daerah penglihatan.
Suatu rasio kontras yang tinggi diinginkan untuk penerimaan detil,
tapi variasi yang berlebihan dari luminansi dapat menyebabkan
timbulnya masalah. Mata menerima cahaya utama yang sangat
terang, sehingga mata menjadi sulit untuk memeriksa dengan
cermat objek-objek yang lebih gelap dalam suatu daerah yang
terang.Perbandingan terang cahaya dalam daerah kerja utama,
difokuskan sebaiknya tidak lebih dari 3 sampai 1.Untuk membantu
memelihara pada daerah pusat ini, cahaya terang rata-rata tersebut
seharusnya sekitar 10 kali lebih besar dari latar belakang.
b. Glare atau Silau
Cahaya yang menyilaukan dapat terjadi apabila cahaya yang
berlebihan mengenai mata. Cahaya yang menyilaukan dapat
dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:
a) Cahaya menyilaukan yang tidak menyenangkan (Discamfort
Glare)
Cahaya ini mengganggu, tetapi tidak menyebabkan gangguan
yang terlalu fatal terhadap penglihatan, akan tetapi cahaya ini
akan meyebabkan meningkatnya tingkat kelelahan dan dapat
menyebabkan rasa sakit pada bagian kepala.
b) Cahaya menyilaukan yang mengganggu (Disability Glare)
Cahaya ini secara berkala mengganggu penglihatan dengan
adanya penghamburan cahaya dalam lensa mata. Orang-orang
lanjut usia kurang bisa untuk menerima cahaya seperti ini.
c. Shadows (Bayang-Bayang)

4
Bayang-bayang yang tajam (sharp shadows) adalah akibat dari
sumber cahaya buatan (artificial) yang kecil atau dari cahaya yang
langsung berasal dari cahaya matahari. Kedua sumber tersebut
dapat menyebabkan rasio terang yang berlebihan dalam jangkauan
penglihatan, detil-detil penting yang tidak terlalu jelas.
d. Background (Latar Belakang)
Latar belakang sampai pada daerah kerja utama, seharusnya
dibuat sesederhana mungkin.Latar belakang yang kacau atau latar
belakang yang mempunyai banyak perpindahan sedapat mungkin
dihindari, dengan menggunakan sekat-sekat.
2.1.3 Karakteristik Pencahayaan
Dalam dua dekade penerangan menggunakan foot-candle (setara 50
watt) dan foot lambert.Namun, sekarng ada beberapa ukuran baru,
diantaranya (Quible, 2001) dalam Maryamah (2011) :
a. Equivalent Spherical Illumination(ESI)
Equivalent Spherical Illumination digunakan untuk mengukur tingkat
efisensi sistem penerangan.Nilai ini dipengaruhi secara negatif oleh
silau dan pemantulan pada area kerja dan benda dimana karyawan
bekerja.ESI juga digunakan untuk memberikan ukuran tentang
keseragaman sistem cahaya.
b. Visual Comfort Probability (VCP)
Visual Comfort Probabilitymerupakan rasio tingkat terang
langsung.Sumber cahaya yang dapat dilihat dengan mata telanjang
atau pemantulan yang terlihat menyebabkan penggunaan VCP
berkurang. Untuk itulah peletakan peralatan dan perlengkapan kantor
juga perlu memperhitungkan kondisi yang dimaksud, sehingga
pegawai terhindar dari kondisi tersebut.
c. Task illumination (TI)
Task illumination dinilai dengan menggunakan ukuran foot-candle,
alat ukur ini digunakan untuk mengukur jumlah cahaya pada area
kerja.Ukuran ini tidak mengukur kualitas daya lihat pegawai.Nilai TI
yang tinggi memastikan pencahyaan yang cukup pada area kerja,

5
khususnya jika terjadi silau dan pemantulan.Kebanyakan area
perkantoran membutuhkan nilai TI 100-150 foot candle.

2.1.4 Sistem Pencahayaan


Badru Munir dalam Setiawan (2012) menjelaskan, bahwa ada 4 jenis
pencahayaan yang digunakan di kantor, antara lain:
a) Ambient lighting, yang digunakan untuk memberikan pencahayaan
keseluruh ruangan dan biasanya dipasang pada langit-langit ruang
kantor. Biasanya lampu jenis ini merupakan satu-satunya pencahayaan
di ruangan tersebut.
b) Task lighting, yang digunakan untuk menerangi area kerja seorang
pegawai, misalnya meja kerja. Meskipun menawarkan lebih banyak
kontrol bagi pegawai, namun jenis cahaya ini jarang digunakan pada
kantor-kantor di Indonesia karena alasan kepraktisan. Agar
pencahayaan baik, maka disarankan agar jenis ini dapat dikombinasikan
dengan ambient lighting, sehingga pekerjaan yang tidak terlalu
membutuhkan tingkat penerangan tinggi cukup menggunakannya;
sedangkan pekerja yang membutuhkan tingkat ketelitian tinggi akan
menggunakan task lighting.
c) Accent lighting, yang digunakan untuk memberikan cahaya pada area
yang dituju. Biasanya jenis lampu ini dirancang pada lorong sebuah
kantor atau area lain yang membutuhkan penerangan sehingga pegawai
atau pengunjung tidak tersesat.
d) Natural lighting, biasanya berasal dari jendela, pintu kaca, dinding,
serta cahaya langit. Jenis cahaya ini akan memberikan dampak positif
bagi pegawai, namun cahaya ini tidak selalu tersedia apabila langit
dalam keadaan mendung atau gelap.
Menurut Prabu dalam Setiawan (2012) ada 5 sistem pencahayaan di
ruangan, yaitu:
a. Sistem pencahayaan langsung (direct lighting)
Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan secara langsung ke
benda yang perlu diterangi.Sistem ini dinilai paling efektif dalam mengatur

6
pencahayaan, tetapi ada kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya
serta kesilauan yang mengganggu, baik karena penyinaran langsung
maupun karena pantulan cahaya.Untuk efek yang optimal, disarankan
langi-langit, dinding serta benda yang ada di dalam ruangan perlu diberi
warna cerah agar tampak menyegarkan.
b. Pencahayaan semi langsung (semi direct lighting)
Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan langsung pada benda
yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan
dinding.Dengan sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat
dikurangi.Diketahui bahwa langit-langit dan dinding yang diplester putih
memiliki pemantulan 90%, apabila dicat putih pemantulan antara 5%-90%.
c. Sistem pencahayaan difus (general diffuse lighting)
Pada sistem ini setengah cahaya 40%-60% diarahkan pada benda yang
perlu disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan
dinding.Dalam pencahayaan sistem ini termasuk sistem direct-indirect
yakni memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya keatas.Pada
sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui.
d. Sistem pencahayaan semi tidak langsung (semi indirect lighting)
Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan
dinding bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah.Untuk
hasil yang optimal disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta
dirawat dengan baik.Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada
serta kesilauan dapat dikurangi.
e. Sistem pencahayaan tidak langsung (indirect lighting)
Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan
dinding bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh
ruangan.Agar seluruh langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu
diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini
adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya
mengurangi efisien cahaya total yang jatuh pada permukaan kerja.

7
2.1.5 Nilai ambang batas cahaya
Nilai ambang batas cahaya menurut Kepmenkes nomor 1045 tahun 2002
yaitu sebagai berikut :

No. Jenis kegiatan NAB (LUX) Keterangan


1. Pekerjaan kasar 100 Ruang penyimpanan dan ruang
dan tidak terus peralatan/instalasi yang
menerus memerlukan pekerjaan kontinyu
2. Pekerjaan kasar 200 Pekerjaan dengan mesin dan
dan terus perakitan kasar
menerus
3. Pekerjaan rutin 300 R.administrasi, ruang kontrol,
pekerjaan mesin &
perakitan/penyusun
4. Pekerjaan agak 500 Pembuatan gambar atau bekerja
halus dengan mesin kantor, pekerjaan
pemeriksaan atau pekerjaan
dengan mesin
5. Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan
tekstil, pekerjaan mesin halus &
perakitan halus
6. Pekerjaan amat 1500 tidak Mengukir dengan tangan,
halus menimbulkan pemeriksaan pekerjaan mesin dan
bayangan perakitan yang sangat halus
7. Pekerjaan 3000 tidak Pemeriksaan pekerjaan, perakitan
terinci menimbulkan sangat halus
bayangan
Penerangan yang buruk di tempat kerja dapat berkibat sebagai
berikut :
a. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efiensi kerja
b. Kelelahan mental
c. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata
d. Kerusakan alat penglihatan
e. Menigkatnya kecelakaan

8
2.2 Temperature (Suhu)
2.2.1 Definisi Temperature (Suhu)
Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu
benda dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah
termometer. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat untuk mengukur
suhu cenderung menggunakan indera peraba. Tetapi dengan adanya
perkembangan teknologi maka diciptakanlah termometer untuk mengukur
suhu dengan valid.
Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,
kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran
panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya.(Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011.2011).

2.2.2 Nilai Ambang Batas Temperature (Suhu)


Di Indonesia, parameter yang digunakan untuk menilai tingkat iklim
kerja adalah Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Hal ini telah ditentukan
dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999,
tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, pasal 1 ayat 9
berbunyi :
“Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang
disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang
merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami
dan suhu bola” :

1. Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas radiasi:

9
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,2 Suhu bola + 0,1 Suhu
kering
2. Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa
panas radiasi :
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,3 Suhu bola
Catatan :
a. Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200
Kilokalori/jam.
b.Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan
kurang dari 350 Kilo kalori/jam.
c. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan
kurang dari 500 Kilo kalori/jam(Permenakertrans Per.13/Men/X/2011 RI,
2011).
2.2.3 Sumber Suhu
Ada dua macam sumber suhu di lingkungan tempat kerja yang panas
menurut Ikram (2011) :
a. Tubuh manusia akan selalu menghasilkan panas selama masih hidup.
Proses yang menghasilkan panas di dalam tubuh ini disebut proses
metabolisme. Panas metabolisme meningkat, apabila beban kerja
(aktivitas kerja) meningkat. Dalam rangka menjaga kelangsungan
hidup, maka suhu tubuh harus dipelihara agar tetap konstan (37oC).
Kenyataan bahwa tubuh hanya memiliki kemampuan yang sangat
terbatas (sedikit) dalam menimbun (menyimpan) panas yang
dihasilkan dari metabolisme yang terbanyak (yang dihasilkan) harus
dibuang atau dikeluarkan dari dalam tubuh ke udara disekitarnya
(udara lingkungan tempat kerja).
b. Panas dari luar tubuh (datang dari lingkungan tempat kerja).
Hal tersebut sangat penting untuk dua alasan:
a) Panas dari lingkungan tempat kerja secara nyata dapat
menambah beban panas kepada tubuh.
b) Bahwa faktor-faktor panas lingkungan tempat kerja termasuk
suhu udara, kecepatan gerak udara, kelembaban udara dan panas

10
radiasi. Ini semua menentukan kecepatan (kemampuan) tubuh
dalam mengeluarkan (melepaskan) panas ke udara lingkungan
tempat kerja.

2.2.4 Bahaya Suhu


Ketika suhu berada di atas atau di bawah batas normal, keadaan ini
memperlambat pekerjaan.Ini adalah respon alami dan fisiologis dan
merupakan salah satu alasan mengapa sangat penting untuk
mempertahankan tingkat kenyamanan suhu dan kelembaban ditempat
kerja.Faktor-faktor ini secara signifikan dapat berpengaruh pada efisiensi
dan produktivitas individu pada pekerja. Sirkulasi udara bersih diruangan
tempat kerja membantu untuk memastikan lingkungan kerja yang sehat dan
mengurangi pajanan bahan kimia. Menurut ILO (2013), ventilasi yang
kurang sesuai dapat:
a. Mengakibatkan pekerja kekeringan atau kelembaban yang
berlebihan.
b. Menciptakan ketidaknyamanan bagi para pekerja.
c. Mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk
praktek kerja yang aman.

2.2.4.1 Bahaya akibat pemaparan suhu panas menurutIkhram (2011):


a. Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti, terjadinya
kelelahan, sering melakukan istirahat.
b. Dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan
yang disebabkan baik oleh penggantian cairan yang tidak cukup
maupun karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan tubuh <
1,5 % gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul lebih awal dan
mulut mulai kering.
c. Heat Rash
Keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit
akibat kondisi kulit terus basah.Pada kondisi demikian pekerja perlu

11
beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak
penghilang keringat.
d. Heat Cramps
Heat Crampsmerupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki)
akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam
natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena
minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.
e. Heat Syncope atau Fainting
Keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup
karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau
perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.
f. Heat Exhaustion
Keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan
dan atau kehilangan garam.Gejalanya mulut kering, sangat haus,
lemah dan sangat lelah.Gangguan ini biasanya banyak dialami oleh
pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.

2.2.4.2 Bahaya akibat pemaparan suhu dingin menurutIkhram (2011):


a. Chilblains, merupakan penyakit akibat pajanan lingkungan dingin
atau basah pada suhu 0-16°C selama beberapa jam. Pada daerah
kulit yang terpajan tampak pembengkakan, kemerahan, terasa
nyeri, dan kesemutan.
b. Immersion foot, terjadi pada pekerja yang kaki atau tangannya
terendam air untuk beberapa hari atau minggu pada suhu >10°C.
Cedera terutama mengenai jaringan saraf perifer dan otot, sehingga
timbul gejala seperti rasa kesemutan, gatal, nyeri, pembengkakan
pada kaki atau tangan yang terpajan. Bila progresi berlanjut, kulit
yang tadinya kemerahan akan berubah menjadi kebiruan atau ungu,
dapat timbul vesikel atau bahkan dapat berkembang menjadi
gangren.
c. Trench foot, gejalanya sama seperti Immersion foot. Terjadi pada
suhu <10°C, tetapi umumnya gejala timbul lebih cepat (beberapa
jam atau hari).

12
d. Frostnip, merupakan cedera pembekuan yang paling ringan.
Biasanya terjadi akibat bagian akral dari tubuh (cuping telinga,
hidung, pipi, jari-jari tangan atau kaki) terpajan oleh cuaca yang
dingin. Bagian kulit yang terpajan berubah warna menjadi putih,
biasanya terasa baal. Lapisan kulit ditempat ini menjadi keras,
sedangkan lapisan jaringan bagian dalam tetap lunak. Frostnip,
dapat dicegah dengan menggunakan penutup kepala, sarung tangan
atau kaki, atau sepatu kerja. dapat diatasi dengan pemanasan
ringan. Jangan digosok dan jangan dihangatkan dengan botol air
panas karena kulit akan mengelupas.
e. Frosbite, merupakan pembekuan bagian tubuh tertentu seperti jari
tangan, jari kaki, hidung atau telinga. Sinyal radang dingin
meliputi- kurangnya rasa di daerah bencana; kulit yang muncul
lilin, dingin untuk disentuh, atau berubah warna (memerah, putih
atau abu-abu, kuning atau biru). Frostbite umumnya terjadi pada
suhu 0°C (32°F).

2.3 Kelembaban
2.3.1 Definisi kelembaban dan NAB
Kelembaban merupakan suatu tingkat keadaan lingkungan udara
basah yang disebabkan oleh adanya uap air.Tingkat kejenuhan sangat
dipengaruhi oleh temperatur.Persyaratan kelembaban yang di atur dalam
Kepmenkes RI No. 1405 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Kantor & Industri adalah 40-60%.

2.3.2 Bahaya Kelembaban Udara


Kelembaban udara ditentukan oleh jumlah uap air yang terkandung
di dalam udara. Menurut NIOSH (1984), kelembaban udara harus berada
pada rentang 35-65%. Di dalam atmosfer terdapat H2O dalam bentuk uap
atau gas, cairan atau air, dan salju atau es dalam bentuk padat. Banyaknya
uap air yang terkandung dalam udara tidak sama di berbagai tempat. Setiap
saat terdapat uap air yang masuk dan dilepas oleh atmosfer. Uap air
ditransfer ke udara melalui proses penguapan karena sinar matahari. Pada
siang hari kelembaban lebih tinggi pada udara dekat permukaan disebabkan

13
penambahan uap air hasil evepotranspirasi dari permukaan. Proses ini
berlangsung karena permukaan tanah menyerap radiasi matahari selama
siang hari. Sebaliknya, pada malam hari kelembaban lebih rendah pada
udara dekat permukaan. Saat malam hari akan berlangsung proses
kondensasi atau pengembunan yang memanfaatkan uap air yang berasal dari
udara. Oleh sebab itu kandungan uap air di udara dekat permukaan akan
berkurang (Zendrato dalam Winardi, 2014).
Menurut WHO (1983), kualitas udara yang rendah dalam suatu
bangunan atau tempat kerja berhubungan erat dengan terjadinya masalah
Sick Building Syndrome (SBS) dan Building Related Illeness (BLI). SBS
didefinisikan sebagai suatu komplain yang tidak spesifik dengan ditandai
adanya frekuensi tinggi dari gejala iritasi mata, hidung tenggorokan, saluran
nafas bagian bawah, reaksi kulit, kepenatan, dan pusing maupun sakit
kepala.Sedangkan BLI didefinisikan sebagai suatu masalah gangguan
kesehatan yang dapat dikenali sebagai suatu penyakit agak spesifik karena
pemaparan udara dalam ruangan, seperti penyakit legionnaire, asma,
dermatitis, dan lain-lain.
Kelembaban udara yang tinggi, sirkulasi udara yang tidak seimbang,
bangunan yang terlalu rapat, sistem AC yang menggunakan air dan
kondensasi akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan berbagai
organisme mikrobiologi, seperti virus, jamur, bakteri, dan protozoa. Virus,
jamur, dan bakteri dapat menyebabkan infeksi dan reaksi alergi(Arjani,
2011).

2.3.3 Manfaat kelembaban


a. Kelembaban merupakan salah satu komponen abiotik di udara dan
tanah.
b. Kelembaban di udara berarti kandungan uap air di udara.
c. Kelembaban di tanah berarti kandungan air dalam tanah.
d. Kelembaban diperlukan oleh makhluk hidup agar tubuhnya tidak
cepat kering karena penguapan.
e. Kelembaban udara relatif yang ideal dimana manusia dapat
beraktivitas dengan nyaman adalah sekitar 40-75%.

14
f. Walaupun peningkatan kelembaban udara di daerah tropis
menyebabkan kenyamanan manusia berkurang, namun gerakan air
akan menimbulkan kesejukan dari segi psikologis.

2.4 Kebisingan
2.4.1 Pengertian Suara
Bunyi atau suara juga diartikan sebagai rambatan dari serangkaian
gelombang yang terjadi akibat adanya perubahan kerapatan dan tekanan
suara yang berasal dari suatu sumber getar (Leksono, 2009).
Pengertian bunyi atau suara adalah setiap perubahan tekanan di
dalam air, udara atau medium lainnya yang dapat dideteksi oleh telinga
manusia.Bunyi terdengar jika perubahan tekanan atmosfir paling sedikit 20
kali per detik.Rangsangan bunyi diterima manusia karena getaran melalui
media elastis (Zaini Budiono dalam Astriyani, 2011).Jumlah getaran per
detik (Hz) dinamakan frekuensi dan frekuensi ini dapat mempengaruhi nada
kebisingan. Frekuensi suara yg dapat didengar telinga manusia adalah :
a) 20 – 20.000 Hz (anak-anak – orang muda)
b) 20 – 12.000 Hz (orang berusia lanjut)
Adapun Frekuensi yg penting untuk percakapan adalah 250 – 3000
Hz. Frekuensi 4000 Hz adalah frekuensi paling peka ditangkap telinga
(Astiyani, 2011).
Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf
pendengar dalam telinga.Oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan
getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat
melalui penghantar dan manakala suara tersebut tidak dikehendaki maka
bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan
(Suma’mur dalam Astriyani, 2011).

2.4.2 Definisi Kebisingan


Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada

15
tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran(Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2011).
Kebisingan telah menjadi salah satu jenis pencemaran yang sangat
diperhatikan, karena berdampak terhadap kesehatan.Berbagai dokumen
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sepakat memasukkan
dampak kebisingan sebagai menu wajib dampak besar penting yang harus
dikelola. Sebagaimana diketahui, berbagai jenis kegiatan, tentu akan
menghasilkan dampak kebisingan dalam pelaksanaannya.
Kebisingan adalah suara yang tidak disukai atau tidak diharapkan
yang sifat getarannya berubah-ubah dan dapat mengganggu
seseorang.Secara obyektif bising terdiri dari getaran suara yang komplek
yang sifat getarannya tidak periodik.Bising pada umumnya mempunyai
kualitas dan kuantitas tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa irama
gelombang suara yang ditimbulkan sifatnya tetap dan bahkan terkadang
periodik.Oleh karena itu batasan bising di pabrik atau lingkungan kerja
adalah kumpulan suara yang terdiri atas gelombang-gelombang akustik
dengan macam-macam frekuensi dan intensitasnya (NIOSH, 1998).
Kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan bahwa kebisingan
adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan
membahayakan kesehatan.(Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.718/MENKES/PER/XI/1987).
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Keputusan Menteri
Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999).

16
2.4.3 Nilai Ambang Batas Kebisinganmenurut Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011:

Catatan :
Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.
2.4 Jenis Kebisingan
Menurut Suma’mur dalam Astriyani (2011), kebisingan dapat dibagi
menjadi 5 jenis, yaitu:
1) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas.
Misal : mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar
2) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit.
Misal : gergaji sirkulet, katup gas
3) Kebisingan terputus-putus (intermitten).
Misal : lalu lintas, suara kapal terbang
4) Kebisingan impulsive.
Misal : tembakan bedil, meriam
5) Kebisingan impulsive berulang.
Misal : mesin tempa, pandai besi

2.4.4 Sumber Kebisingan


Terdapat dua karakteristika utama yang menentukan kualitas suatu
bunyi atau suara, yaitu frekuensi dan intensitasnya.Frekuensi dinyatakan
dalam jumlah getaran per detik dengan satuan Hertz (Hz), yaitu jumlah

17
gelombang bunyi yang sampai di telinga setiap detiknya.Suatu benda jika
bergetar menghasilkan bunyi atau suara dengan frekuensi tertentu yang
merupakan ciri khas dari benda tersebut.Biasanya suatu kebisingan terdiri
atas campuran sejumlah gelombang sederhana dari aneka frekuensi.Nada
suatu kebisingan ditentukan oleh frekuensi getaran sumber bunyi (Astiyani,
2011).
Berikut ini adalah tabel intensitas kebisingan dan sumber kebisingan
yang menyebabkan gangguan pendengaran (Suma’mur dalam Astriyani ,
2011):
Skala Intensitas Kebisingan dan Sumbernya
Intensitas (desibel) Sumber kebisingan
Kerusakan alat 120 (Batas dengar tertinggi)
pendengar
Ketulian 110 Halilintar, Meriam, Mesin uap
100 Jalan hiruk pikuk
Sangat hiruk 90 Perusahaan sangat gaduh
80 Peluit polisi
Kantor bising
Jalan pada umumnya
kuat 70 Radio
60 Perusahaan
Rumah Gaduh
Kantor pada umumnya
Sedang 50 Percakapan kuat
40 Radio perlahan
Rumah tenang
Tenang 30 Auditorium
20 Percakapan
Suara daun berbisik
Sangat Tenang 10 (batas dengar rendah)
Sumber : Suma’mur dalam Astriyani, 2011
2.4.5 Pengendalian Kebisingan
Menurut Suma’mur dalam Sari (2010) kebisingan dapat
dikendalikan dengan :

18
1) Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan misalnya
dengan menempatkan peredam pada sumber getaran, tetapi
umumnya hal itu dilakukan dengan melakukan riset dan membuat
perencanaan mesin atau peralatan kerja yang baru.
2) Penempatan penghalang pada jalan transmisi. Isolasi tenaga kerja
atau mesin atau unit operasi adalah upaya segera dan baik dalam
upaya mengurangi kebisingan. Untuk itu perencanaan harus matang
dan material yang dipakai untuk isolasi harus mampu menyerap
suara.
3) Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga. Tutup telinga (ear muff)
biasanya lebih efektif dari pada sumber telinga (ear plug) dan dapat
lebih besar menurunkan intensitas kebisingan yang sampai ke saraf
pendengar.
4) Pelaksanaan waktu paparan bagi intensitas di atas NAB. Untuk
intensitas kebisingan yang melebihi NABnya telah ada standarnya
waktu paparan yang diperkenankan sehingga masalahnya adalah
pelaksanaan dari pengaturan waktu kerjasehingga memenuhi
ketentuan tersebut.
2.4.6 Bahaya Kebisingan
Efek Kebisingan menurut Suma’mur dalam Sari (2010) berpengaruh
negatif antara lain sebagai berikut :
1) Gangguan secara umum
Didalam kehidupan sehari-hari kebisingan dapat mengganggu
konsentrasi dan menyebabkan pengalihan perhatian sehingga tidak fokus
kepada masalah yang sedang dihadapi.
2) Gangguan komunikasi
Sebagai pegangan, gangguan komunikasi oleh kebisingan telah
terjadi, apabila komunikasi pembicaraan dalam pekerjaan harus
dijalankan dengan suara yang kekuatannya tinggi dan lebih nyata lagi
apabila dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan komunikasi seperti
itu menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mengakibatkan

19
kesalahan atau kecelakaan, terutama pada penggunaan tenaga kerja baru
oleh karena timbulnya salah paham atau pengertian.
3) Kriteria kantor
Kebutuhan pembicaraan, baik langsung ataupun lewat telephone,
harus dipenuhi dan sangat penting artinya bagi berlangsungnya aktivitas
di kantor dan ruang sidang.
4) Efek pada pekerjaan
Kebisingan mengganggu perhatian yang perlu terus menerus
dicurahkan kepada pelaksanaan pekerjaan dan juga pencapaian hasil
kerja yang sebaik-baiknya.
5) Reaksi masyarakat
Pengaruhnya akan sangat besar, apabila kebisingan akibat suatu
proses produksi demikian luar-biasanya, sehingga masyarakat sekitar
perusahaan yang bersangkutan protes, agar kegiatan tersebut dihentikan.
6) Efek pada pendengaran
Menurut Roestam dalam Sari (2010), efek pada pendengaran adalah
gangguan paling serius karena dapat menyebabkan ketulian.Ketulian
bersifat progresif.

20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Metode penelitian atau sering disebut juga metodologi penelitian adalah
sebuah desain atau rancangan penelitian (Saifullah,2014).Penelitian yang
dilakukan adalah penelitian deskriptif melalui pendekatan kuantitatif.
Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah suatu metode penelitian
yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang
berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau (Saifullah,2014).
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu dan
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiono dalam Saifullah,2014). Menurut Sulistyo dan
Basuki dalam Ida (2010), mengemukakan populasi adalah keseluruhan
objek yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pekerja
yang ada di Bengkel Otomotif Sembrani yang berjumlah 1 orang.
Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat
mewakili dari populasi tersebut (Ida, 2010). Jumlah sampel yang diambil
dalam penelitian ini adalah jumlah dari keseluruhan populasi yaitu seluruh
pekerja Bengkel Otomotif Sembrani yang berjumlah 1 orang.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian(Arikunto dalam Ida, 2010). Variabel didefinisikan sebagai
atribut seseorang atau objek yang mempunyai variasi antara satu orang
dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain (Hatch& Farhady
dalam Priatna,2009). Variabel dalam penelitian ini yaitu hazard cahaya,
suhu, kelembaban dan suara.
3.4 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu untuk melakukan penelitian ini yaitu 6 April 2017 pukul 09.25
di Bengkel Otomotif Sembrani di Jalan Sigura-Gura Kota Malang.

21
3.5 Instrumen Penelitian
Pengumpulan data dengan cara apapun, selalu diperlukan suatu alat
yang disebut instrumen pengumpulan data. Alat pengumpulan data ini
tergantung pada macam dan tujuan penelitian serta data yang akan
diambil/dikumpulkan (Notoatmodjo,2012). Instrumen dalam penelitian ini
menggunakan environment meter. Berbagai fungsi dari environment meter
mampu mengukur suara,cahaya, suhu dan kelembaban (Maplin,2017a).
Berikut cara penggunaan enviroment meter untuk mengukur cahaya,
temperatur, kelembaban dan kebisingan menurut Maplin (2017b) :
3.5.1 Cara Pengukuran Cahaya
a. Hidupkan alat enviromental meter.
b. Arahkan tombol fungsi pada bagian Lux.
c. Arahkan sensor cahaya tegak lurus dibawah sumber cahaya atau
pada tempat yang diinginkan.
d. Tekan tombol max untuk mendapatkan nilai maksimal dari hasil
pengukuran cahaya ditempat tersebut.
e. Tekan tombol hold agar nilai pengukurannya stabil dan mudah
untuk dibaca.
3.5.2 Cara Pengukuran Temperatur
a. Hidupkan alat enviromental meter.
b. Arahkan tombol fungsi pada bagian temp.
c. Arahkan sensor temperatur pada tempat yang diinginkan.
d. Tekan tombol max untuk mendapatkan nilai maksimal dari hasil
pengukuran temperatur ditempat tersebut.
e. Tekan tombol hold agar nilai pengukurannya stabil dan mudah
untuk dibaca.
3.5.3 Cara Pengukuran Kelembaban
a. Atur satuan pengukuran menjadi “%RH”.
b. Tunggu layar environmental meter menunjukkan angka hasil
pengukuran kelembaban.
c. Apabila hasil pengukuran berubah-ubah maka tunggu beberapa
menit hingga angka hasil pengukuran stabil.

22
Peringatan:
a. Hindari paparan antara sensor pengukur kelembaban dengan
matahari secara langsung.
b. Jangan menyentuh sensor pengukur kelembaban.
3.5.4 Cara Pengukuran Kebisingan
a. Hidupkan tombol Power / fungsi / rentang Beralih ke posisi “dB”.
b. Hapus ukuran meter dan hadapkan mikrofon dari sumber suara
dengan posisi horizontal.
c. Kurva A, C-bobot hampir seragam atas frekuensi berkisar dari 30
sampai 10,000Hz, sehingga memberikan indikasi keseluruhan
tingkat suara.
d. Respon Cepat cocok untuk mengukur suara yang kencang dan
puncak dari sumber suara.
e. Hasil pengukuran kebisingan akan ditampilkan
Catatan: Angin kencang dapat merusak mikrofon (lebih 10m / sec.)
sehingga menyebabkan salah membaca untuk pengukuran di lokasi
berangin, sebuah kaca atau mika harus digunakan di depan mikrofon agar
mikrofon dapat menangkap suara.

23
BAB IV
HASIL PENGUKURAN DAN PEMBAHASAN

Pengukuran hazard cahaya, suhu, kelembaban dan kebisingan


dilakukan di bengkel otomotif Sembrani Jl. Sigura-Gura No3-4 Kota
Malang. Bengkel ini memiliki satu orang pekerja teknisi yang telah bekerja
selama kurang lebih 4 tahun dengan jam kerja pukul 08.00—16.00 WIB
dengan waktu istirahat sekitar 1 jam. Berdasarkan pernyataan dari teknisi
tersebut, hari kerja yaitu mulai Senin—Sabtu dengan hari Minggu sebagai
hari libur. Jadi, perhitungan jam kerja bagi karyawan perminggu yaitu 7 jam
per hari x 6 hari kerja=42 jam perminggu.
Bengkel Otomotif Sembrani menghadap ke arah utara dengan ukuran
bangunan sebesar panjang=7m, lebar=7m dan tinggi=3m. Atap dari bengkel
ini sudahberupa cor-corandan memiliki 3 buat lampu penerangan dalam dan
2 buah lampu luar.Bengkel ini juga memiliki satu kipas angin yang berada
di atas teknisi. Kondisi dari tembok juga masih bagus (tidak berlumut).
Pencahayaan yang dihasilkan didalam Bengkel Otomotif Sembrani
berasal dari pencahayaan buatan dan alami. Pencahayaan buatan berasal dari
3 buah lampu yang berada didalam dan 2 lampu yang berasal diluar ruangan
tempat bekerja. Pencahayaan alami berasal dari sinar matahari yang masuk
melalui 3 buah ventilasi yang terletak diatas dan satu buah pintu utama
yang terletak menghadap utara. Sistem pencahayaan menggunakan ambient
lighting yang digunakan untuk memberikan pencahayaan keseluruh ruangan
dengan 3 lampu diluar dan 2 buah lampu didalam besertanatural lighting,
dari cahaya matahari yang menerobos melalui jendela, pintu. Berdasarkan
hasil wawancara dengan teknisi Bengkel Otomotif Sembarani, terkait
cahaya tidak ada hal yang dikeluhkan.
Ketika penulis melakukan pengukuran menggunakan environment
meter, didapatkan hasil pengukuranhazard cahayapada Bengkel Otomotif
Sembraniadalah 438 lux. Nilai Ambang Batas (NAB) cahaya menurut
Kepmenkes nomor 1045 tahun 2002pada pekerja kasar (perakitan kasar dan
bekerja dengan mesin) dan terus menerus adalah 200 lux. Hal ini berarti

24
hasil pengukuran tersebut melebihi NAB yang berarti cahaya yang
dihasilkan sangat terang dan mampu menimbulkankelelahan mata.
Terjadinya kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata sebagai akibat
tegangan yang terus menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan
kerusakan mata secara permanen, tetapi menambah beban kerja,
mempercepat lelah, sering istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi
kepuasan kerja, penurunan mutu produksi, meningkatkan frekuensi
kesalahan, mengganggu konsentrasi dan menurunkan produktivitas kerja
(Pheasant dalam Wulandari,2010).Pengendalian untuk cahaya yang
melebihi NAB adalahmengurangi brightness/luminensi dari sumber cahaya,
tidak membuat semua benda mengkilap (Wulandari,2010).
Berdasarkan Kepmenkes RI No1405/Menkes/SK/XI/2002, persyaratan
suhu ruangan yaitu 18—28°C. Berdasarkan Kepmenkes RI
No1405/Menkes/SK/XI/2002, untuk suhu udara lebih dari 28°C diperlukan
pendingin udara yang berupa kipas angin atau AC (Air Conditioner).
Berdasarkan hasil pengukuran hazard suhu yaitu 28,5°C dan memiliki satu
kipas angin maka suhu di bengkel tersebut dapat dikatakan baik.
Berdasarkan Kepmenkes RI No1405/Menkes/SK/XI/2002 dalam
persyaratan kesehatan terkait suhu, ketinggian lantai dari langit-langit
minimal 2,5 m. Ketinggian dari langit-langit ke lantai pada Bengkel
Otomotif Sembrani sebesar 3 m, hal ini berarti ketinggian langit-langit dari
lantai memenuhi persyaratan kesehatan dan dinilai baik. Selain itu, suhu
yang sesuai mampu meningkatkan produktivitas pekerja. Produktifitas
kerja manusia meningkat pada kondisi suhu (termis) yang nyaman
(Idealistina dalam Talarosha,2005).
Hasil pengukuran hazard kelembaban adalah 76%. Persyaratan
kelembaban yang di atur dalam Kepmenkes RI No. 1405 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Kantor & Industri adalah 40-
60%.Menurut NIOSH (1984), kelembaban udara harus berada pada rentang
35-65%. Hal ini berarti hasil pengukuran kelembaban di Bengkel Otomotif
Sembrani melebihi NAB. Kelembaban yang melebihi NAB dapat
merangsang pertumbuhan dan perkembangan berbagai organisme

25
mikrobiologi, seperti virus, jamur, bakteri, dan protozoa(Arjani,
2011).Pengendalian kelembaban yang melebihi NAB adalah pemasangan
ventilasi. Untuk kenyamanan, ventilasi berguna dalam proses pendinginan
udara dan pencegahan peningkatan kelembaban udara (khususnya di daerah
tropika basah), terutama untuk bangunan rumah tinggal (Talarosha,2005).
Dapat pula dilakukan mengecatan ulang atau pemasangan keramik pada
dinding.
Kebisingan yang terdengar dari Bengkel Otomotif Sembrani berasal
dari suara kendaraan bermotor yang berlalu lalang dikarenakan bengkel ini
terletak dijalan raya yang padat akan kendaraan bermotor. Selain itu, hazard
kebisingan yang lebih dominan yaitu paparan suara motor yang diuji coba
oleh teknisi (khususnya motor gede) yang melakukan perbaikan ataupun
perawatan dibengkel tersebut. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh
penulis, hazard suara yang dihasilkan sebesar 108 dB. Padahal NAB
kebisingan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor Per.13/Men/X/2011 dengan paparan 8 jam perhari sebesar 85 dB.
Hal ini berarti, nilai kebisingan di Bengkel Sembrani melebihi NAB yang
ada. Hal tersebut mampu mengakibatkan gangguan konsentrasi, komunikasi
bahkan kesehatan dari pekerja. Bahkan, menurut pemaparan dari teknisi
tersebut, gangguan komunikasi dan kenyamanan sering kali terjadi saat
bekerja, namun untuk gangguan terkait kesehatan pendengaran pekerja,
teknisi tersebut belum mengeluhkan hal itu.Pengendalian dari kebisingan
tersebut dapat dilakukan dengan penyediaan Alat Pelindung Diri (APD)
yang berupa ear muff bagi pekerja.

26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil pengukuran hazard pada Bengkel Otomotif Sembrani untuk
hazard cahaya sebesar 438 lux. Hal ini melebihi NAB dari cahaya yang
seharusnya 200 lux. Akibat penerangan buruk,yaitu Kelelahan mata dengan
berkurangnya daya dan efiensi kerja, kelelahan mental, keluhan pegal di
daerah mata dan sakit kepala sekitar mata, kerusakan alat penglihatan,
menigkatnya kecelakaan.
Hasil pengukuran hazard pada Bengkel Otomotif Sembrani untuk
hazard suhu sebesar 28,5°C dan terdapat satu kipas angin. Hal ini sesuai
dengan NAB suhu yaitu 18—28°C. Unsur suhu dikatakan baik dan mampu
berdampak terhadap produktivitas pekerja.
Hasil pengukuran hazard pada Bengkel Otomotif Sembrani untuk
hazard kelembaban sebesar 76%. Hal ini melebihi NAB dari kelembaban
yang seharusnya 40%-60%. kualitas udara yang rendah dalam suatu
bangunan atau tempat kerja berhubungan erat dengan terjadinya masalah
Sick Building Syndrome (SBS) dan Building Related Illeness (BLI). SBS
didefinisikan sebagai suatu komplain yang tidak spesifik dengan ditandai
adanya frekuensi tinggi dari gejala iritasi mata, hidung tenggorokan, saluran
nafas bagian bawah, reaksi kulit, kepenatan, dan pusing maupun sakit
kepala
Hasil pengukuran hazard pada Bengkel Otomotif Sembrani untuk
hazard kebisingan sebesar 108 dB. Hal ini melebihi NAB dari kebisingan
yang seharusnya 85 dB. Efek Kebisingan menurut Suma’mur dalam Sari
(2010) berpengaruh negatif antara lain sebagai berikut, yaitu Gangguan
secara umum, gangguan komunikasi, kriteria kantor, efek pada pekerjaan,
reaksi masyarakat, efek pada pendengaran

27
5.2 Saran
Dari berbagai hazard cahaya, kelembaban dan kebisingan yang tidak
sesuai dengan NAB, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan
pengambilan tindakan untuk pengendalian hazard tersebut sehingga tetap
mengutamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan meningkatkan
produktivitas pekerja.

28
DAFTAR PUSTAKA
Arjani.2011. Kualitas Udara dalam Ruangan Kerja. Denpasar: Skala
Husada. (Online), (http://www.poltekkesdenpasar.ac.id)diakses 4
April 2017.
Astiyani, NP. 2011. Identifikasi Mesin Produksi Yang Berpotensi
Menyebabkan Kebisingan Serta Gangguan Yang Dirasakan
Karyawan Unit Produksi Mie Instant Pt. Tiga Pilar Sejahtera Food
Tbk Sragen. (Online),
(eprints.uns.ac.id/6067/1/197211811201112371.pdf) diakses 2 April
2017.
BPS.2017.Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis
tahun 1987-2013. (Online),
(https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1413)diakses 9 April
2017.
Ida,W. 2010. Metodologi Penelitian.(Online),
(http://eprints.undip.ac.id/24056/3/BAB_III.pdf)diakses 3 April 2017.
Ikhram, Hardi. 2011. Bahaya Potensial Tekanan Panas Di Lingkungan
Kerja. (Online), (http://makalahkesehatankerja.info/artikel-kesehatan-
kerja-bahaya-potensial-tekanan-panas-di-lingkungan-kerja/) diakses
13 April 2017.
ILO. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja Pedoman
untuk Manajer dan Pekerja. (Online), (http://www.ilo.org/publns)
diakses 10 April 2017.
Kementerian Perindustrian .2016. Industri Motor Digeber Tingkatkan
Ekspor.(Online),(http://www.kemenperin.go.id/artikel/16414/Industri-
Motor-%E2%80%98Digeber%E2%80%99-Tingkatkan-Ekspor)
diakses 3 April 2017.
Kepmenkes RI No 1405 tahun 2002.2002. PERSYARATAN KESEHATAN
LINGKUNGAN KERJAPERKANTORAN DAN INDUSTRI. (Online)
(gbcindonesia.org/download/doc_download/41-kepmenkes-no-1405-
tahun-2002) diakses 13 April 2017.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/ MEN/ 1999 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. 1999. (Online),
(betterwork.org/in-labourguide/wp-content/PERMENAKER.pdf)
diakses 2 April 2017.
Leksono,RA.2009.Gambaran Kebisingan. (Online),
(related:www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/125420-S-5631-
%20kebisingan-Literatur.pdf Permenkes Nomor
718/Menkes/Per/XI/1987 tentang kebisingan pdf) diakses 2 April
2017.
Maplin.2017a. 4 in 1 Multi Function Environment Meter.(Online),
(http://www.maplin.co.uk/p/4-in-1-multi-function-environment-meter-
n09aq) diakses 15 April 2017.
Maplin.2017b.Instruction Manual Multi-Function Environment
Meter.(Online), (https://www.atp-
instrumentation.co.uk/manual/lightmeters/DT-22%20Manual.pdf) 13
April 2017.

29
Maryamah, 2011.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD (Bumi Serpong Damai) Tangerang Tahun
2011. Skripsi diterbitkan.Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
(http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/SITI%20MARYAMAH.pdf
) diakses 12 April 2017.
NIOSH. 1984. Air Quality for Health and Safe Workplace.(Online),
(https://www.journal.unair.ac.id>pdf) diakses 4 April 2017.
NIOSH. 1998. Criteria for a Recomended Standar. Ocupational Noise
Exposure Revised Criteria 1998. U.S Departemen of Healt and
Human Services.(Online),(https://www.cdc.gov/niosh/docs/98-
126/pdfs/98-126.pdf) diakses 2 April 2017.
Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.718/Men./Kes/Kes/Per/1987 Tentang
Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan. 1987. (Online),
(http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt5763c2fb25262/node
/lt50ed11b73a96d/peraturan-menteri-kesehatan-no-
718_menkes_per_xi_1987-tahun-1987-kebisingan-yang-berhubungan-
dengan-kesehatan) diakses 2 April 2017.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
Per.13/Men/X/2011. 2011. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan
Faktor Kimia Di Tempat Kerja. (Online), (betterwork.org/in-
labourguide/wp-content/.../PERMENA.pdf) diakses 2 April 2017.
Priatna, Bambang Avip.2009. Variabel Penelitian. (Online),
(http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA
/196412051990031-
BAMBANG_AVIP_PRIATNA_M/VARIABEL_PENELITIAN.pdf)
diakses 15 April 2017.
Saifullah,AM.2014.Bab III Metode Penelitian.(Online),
(http://eprints.walisongo.ac.id/1648/4/063511009_Bab3.pdf) diakses
15 April 2017.
Sari, RP.2010. Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Kelelahan Kerja
Pada Tenaga KerjaBagian Screening Cv. Mekar Sari Wonosari
Klaten.(Online),
(http://eprints.uns.ac.id/2405/1/155592308201009071.pdf) diakses 9
April 2017.
Setiawan, 2012.Analisis Hubungan Faktor Karakteristik Pekerja, Durasi
Kerja, Alat Kerja dan Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Subjektif
Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di PT Surveyor Indonesia
Tahun 2012. Skripsi diterbitkan. Depok:FKM UI (Online),
(http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20320749-SIwan%20Setiawan.pdf)
diakses 9 April 2017.
Talarosha,Basaria.2005. Menciptakan Kenyamanan Thermal dalam
Bangunan. Jurnal Sistem Teknik Industri, (Online), 6 (3),
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/15895/sti-
jul2005-
%20(26).pdf;jsessionid=6A1FD78C5C302076504784558D52B612?s
equence=1) diakses 18 April 2017

30
Winardi.2014. Pengaruh Suhu dan Kelembaban Terhadap Konsentrasi Pb
di Udara Kota Pontianak. (Online), (http://www.repodig.untan.ac.id)
diakses 4 April 2017.
World Health Organization (WHO). 1983. Manual on Urban Air Quality
Management. Copenhagen. (Online), (http://researchgate.net) diakses
4 April 2017.
Wulandari,Agustin Puryani.2010. Laporan Khusus Pengaruh Intensitas
Cahaya Terhadap Aktivitas Kerja Bagian Produksi di PT. Indofood
CBP Sukses Makmur Divisi Noodle Cabang Semarang.(Online),
(https://eprints.uns.ac.id/6533/1/156092308201011071.pdf) diakses 18
April 2017.

31
LAMPIRAN

Gambar 1.Bengkel Otomotif Sembrani Motor

Gambar 2. Hasil Pengukuran Kebisingan

32
Gambar 3. Hasil Pengukuran Pencahayaan

Gambar 4. Hasil Pengukuran Suhu

33
Gambar 5. Hasil Pengukuran Kelembaban

Gambar 6. Wawancara dengan teknisi bengkel

34
Gambar 7. Proses Pengukuran

Gambar 8. Proses Pengukuran

35

Anda mungkin juga menyukai