Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PEMANTAUAN CAHAYA LAMPU

S
PT RBFOOD MANUFAKTUR INDONESIA

JL Albasia Raya Blok K.08-07 & K.08-08 Delta Slicon 8 Lippo Cikarang

DESA : CICAU

KECAMATAN : CIKARANG PUSAT

KABUPATEN : BEKASI

PROVINSI : JAWA BARAT


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002,
penerangan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Oleh sebab itu salah
satu masalah lingkungan ditempat kerja harus diperhatikan yaitu
pencahayaan.Nilai Pencahayaan yang dipersyaratkan oleh Kep-Menkes RI
No.1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu minimal 100 lux. Penerangan di tempat
kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda ditempat
kerja.
Pencahayaan ruangan, khususnya di tempat kerja yang kurang
memenuhi persyaratan tertentu dapat memperburuk penglihatan, karena jika
pencahayaan terlalu besar atau pun lebih kecil, pupil mata harus berusaha
menyesuaikan cahaya yang diterima oleh mata. Akibatnya mata harus
memicing silau atau berkontraksi secara berlebihan, Karena jika pencahayaan
lebih besar atau lebih kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya
yang dapat diterima oleh mata. Pupil akan mengecil jika menerima cahaya
yang besar. Hal ini merupakan salah satu penyebab mata cepat lelah
(Departemen Kesehatan, 2008).
B. Tujuan
1. Mengukur besarnya intensitas cahaya yang ada di tempat kerja secara
general

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pencahayaan
1. Definisi Pencahayaan
Pencahayaan didefinisikan sebagai jumlah cahaya yang jatuh pada
sebuah bidang permukaan. Tingkat pencahayaan pada suatu ruangan
didefinisikan sebagai tingkat pencahayaan rata – rata pada bidang kerja,
dengan bidang kerja yang dimaksud adalah sebuah bidang horisontal
imajiner yang terletak setinggi 0,75 meter di atas lantai pada seluruh
ruangan (SNI Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada
Bangunan Gedung, 2000). Pencahayaan memiliki satuan lux (lm/m²),
dimana lm adalah lumens dan m² adalah satuan dari luas permukaan.
Pencahayaan dapat mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar.
Pencahayaan yang baik menyebabkan manusia dapat melihat objek – objek
yang dikerjakannya dengan jelas. Cahaya merupakan satu bagian berbagai
jenis gelombang elektromagnetis yang terbang ke angkasa dimana
gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu yang nilainya
dapat dibedakan dari energy cahaya lainnya dalam spectrum
elektromagnetisnya (Suhadri, 2008).
Menurut Kepmenkes no. 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, pencahayaan
adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efektif.
Pencahayaan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang
menerangi benda-benda ditempat kerja. Pencahayaan dapat berasal dari
cahaya alami dan cahaya buatan, banyak obyek kerja beserta benda atau
alat dan kondisi disekitar yang perlu dilihat oleh tenaga kerja, hal ini
penting untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi, selain itu

3
pencahayaan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih
baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan (Suma’mur, 2009).
2. Sistem Pencahayaan
Menurut Prabu (2009), menyebutkan bahwa ada 5 sistem pencahayaan
di ruangan, yaitu :
a. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke
benda yang perlu diterangi. Sistim ini dinilai paling efektif dalam
mengatur pencahayaan, tetapi ada kelemahannya, karena dapat
menimbulkan bahaya serta kesilauan yang mengganggu, baik karena
penyinaran langsung, maupun karena pantulan cahaya. Untuk efek yang
optimal, disarankan langi-langit, dinding, serta benda yang ada didalam
ruangan perlu diberi warna cerah, agar tampak menyegarkan.
b. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda
yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan
dinding. Dengan sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung
dapat dikurangi. Diketahui bahwa langit-langit dan dinding yang
diplester putih memiliki efisiensi pemantulan 90%, sedangkan apabila
dicat putih effisien pemantulan antara 5-90%.
c. Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting)
Pada sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda
yang perlu disinari, sedangka sisanya dipantulka ke langit-langit dan
dinding. Pencahayaan sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni
memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya keatas. Pada
sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui.
d. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan
dinding bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah.
Untuk hasil yang optimal disarankan langit-langit perlu diberikan

4
perhatian, serta dirawat dengan baik. Pada sistem ini masalah bayangan
praktis tidak ada, serta kesilauan dapat dikurangi.
e. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan
dinding bagian atas, kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh
ruangan. Seluruh langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, sehingga
perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan
sistem ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan,
sedangkan kerugiannya mengurangi effisien cahaya total yang jatuh
pada permukaan kerja.
3. Sumber Pencahayaan
Sumber pencahayaan dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Sumber pencahayaan alami adalah sumber dari pencahayaan yang
didapat dari sinar alami pada waktu siang hari untuk keadaan selama 12
jam dalam sehari, untuk mendapatkan cahaya matahari harus
memperhatikan letak jendela dan lebar jendela. Luas jendela untuk
pencahayaan alami sekitar 20% luas lantai ruangan. Pencahayaan alami
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : musim, waktu, jam, jauh
dekatnya gedung yang bersebelahan, dan luas jalan masuk pencahayaan
alami
b. Sumber pencahayaan buatan adalah sumber pencahayaan yang berasal
dari lampu buatan seperti listrik, gas, atau minyak. Pencahayaan buatan
dari suatu tempat kerja bertujuan menunjang dan melengkapi
pencahayaan alami, juga dimaksudkan agar suatu ruangan kerja tercipta
suasana yang menyenangkan dan terasa nyaman untuk mata kita. Untuk
itu dalam pemilihan atau pengadaan lampu perlu di perhatikan tentang
efek dari pencahayaan buatan terhadap obyek yang di amati, tugas
visual tertentu memerlukan pencahayaan buatan yang lebih baik
(Suma’mur, 2009).

5
4. Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Pencahayaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas pencahayaan di ruang
kerja menurut Soeripto (2008) yaitu:
a. Kontras
Sifat terlihat dengan memberi cahaya dari lampu.Sebagai
contoh, tinta tulis yang berwarna hitam memantulkan sedikitcahaya atau
sama sekali tidak memantulkan cahaya, sementara kertassurat yang
dapat ditulisi memantulkan hampir seluruh cahaya yang jatuh padanya.
Oleh karena adanya kontras (perbedaan) yang tinggi,maka sifat dapat
dilihat pada tempat kerja menjadi baik, dan membacadapat dilakukan
dengan mudah.
b. Arah dan distribusi cahaya
Ditinjau dari cara distribusinya, kita memiliki 6 macamsistem sumber
cahaya buatan (lampu) sebagai berikut :
1) Langsung : 90% cahaya menuju ke bawah.
2) Semi langsung : 60%-90% cahaya menuju ke bawah,sedang
komponen cahaya yang lain menuju ke atas.
3) General diffuse : 40%-60% cahaya menuju ke bawah,sedang
komponen yang lain menuju ke arah horizontal.
4) Langsung-tidak langsung : 40%-60% cahaya menuju ke atas
dankomponen yang lain menuju ke bawah.
5) Semi tidak langsung :10%-40% cahaya menuju ke bawah,dan
komponen yang lain menuju ke atas.
6) Tidak langsung : kurang dari 10% cahaya menuju kebawah.
c. Kesilauan
Kesilauan didefinisikan sebagai reaksi Psycho-Physiologi
daritenaga kerja terhadap besarnya pencahayaan lampu (sumber cahaya)
yang terlalu terang. Kita mengenal 3 macam kesilauan yaitu:
1) Kesilauan langsung (direct-glare) ialah kesilauan yang
diakibatkanoleh besarnya pencahayaan atau terlalu terangnya lampu

6
(sumbercahaya) yang utama pada lapangan pandang, lampu sumber
cahayayang utama ini adalah lampu biasa yang digunakan untuk
pencahayaan seluruh ruangan.
2) Kesilauan tidak langsung (indirect-glare) ialah kesilauan
yangdiakibatkan oleh besarnya pencahayaan atau terlalu terangnya
lampu(sumber cahaya) yang berasal dari lampu sumber yang
kedua,yakni permukaan yang dapat memantulkan cahaya, misalnya
kaca,meja, atap dan dinding yang mengkilat dan lain-lain.
3) Kesilauan oleh kontras (contrast-glare) ialah kesilauan
yangdiakibatkan oleh terlalu besarnya perbandingan atau perbedaan
daripencahayaan di tempat kerja (visual task) dengan lingkungan
kerja(pencahayaan seluruh ruangan).
5. Dampak pencahayaan tidak baik
Penerangan yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan
gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja. Pengaruh dan
penerangan yang kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan
(Suhadri, 2008) :
a. Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan effisiensi
kerja.
b. Kelelahan mental.
c. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
d. Kerusakan indra mata dan lain-lain.
B. Pengukuran Pencahayaan
Alat yang digunakan untuk mengetahui intensitas pencahayaan adalah Lux
meter. Alat bekerja berdasarkan pengubahan energi cahaya menjadi tenaga
listrik oleh photo electric cell. Intensitas inyatakan dalam pencahayaan dalam
Lux. Intensitas pencahayaan diukur dengan 2 cara yaitu :
1. Pencahayaan lokal adalah pengukuran ditempat kerja atau meja kerja pada
objek yang dilihat oleh tenaga kerja (contoh : lampu belajar).Pengukuran
titik pengukuran lokal : objek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan.

7
Bila merupakan meja kerja pengukuran dapat dilakukan di atas meja yang
ada.
2. Pencahayaan umum adalah pengukuran dilakukan pada setiap meter
persegi luas lantai, dengan tinggi pengukuran kurang lebih 85 cm dari
lantai (setinggi pinggang). Penentuan titik pengukuran umum : titik potong
garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu
setinggi satu meter dari lantai (Suma’mur, 2009).
Menurut SNI 16-7062-2004 jarak tertentu dapat dibedakan
berdasarkan luas ruangan sebagai berikut :
a. Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi : titik potong horizontal
panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap satu meter. Contoh
daerah pengukuran intensitas pencahayaan umum untuk luas ruangan
kurang dari 10 meter persegi seperti Gambar 2.1 berikut ini.

1m 1m 1m 1m

1m

1m

Sumber: BSN,2004.
Gambar 1.1. Penentuan titik pengukuran pencahayaan umum
dengan luas kurang dari 10m2

b. Luas ruangan antara 10m2 sampai 100m2 : titik potong garis horizontal
panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 meter. Contoh
daerah pengukuran intensitas pencahayaan umum untuk luas ruangan
antara 10m2 sampai 100m2 seperti pada Gambar 2.2 berikut ini.

3m 3m 3m 3m

8
3m

3m

3m

Sumber: BSN,2004.
Gambar.1.2. Penentuan titik pengukuran pencahayaan umum
dengan luas antara 10m2 sampai 100m2
c. Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi : titik potong horizontal
panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak 6 meter. Contoh daerah
pengukuran intensitas pencahayaan umum untuk luas ruangan lebih dari
100 meter persegi seperti Gambar 2.3 berikut ini.

6m 6m 6m 6m

9
6m

6m

6m

Sumber: BSN,2004.
Gambar 1.3. Penentuan titik pengukuran pencahayaan umum dengan
luas lebih dari 100m2
C. Standar Pencahayaan
Standar pencahayaan pada ruangan menurut Suma’mur (2009) bahwa
kebutuhan intensitas pencahayaan tergantung dari jenis pekerjaan yang
dilakukan. Pekerjaan yang membutuhkan ketelitian sulit dilakukan bila
keadaan cahaya di tempat kerja tidak memadai.
Tabel.1.1. Tingkat Pencahayaan Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Tingkat
Jenis
Contoh Pekerjaan Pencahayaan yang
Pekerjaan
dibutuhkan (Lux)
Tidak teliti Penimbunan barang 80 – 170
Agak teliti Pemasangan (tak teliti) 170-350
Teliti Membaca, menggambar 350-700
Sangat teliti Pemasangan 700-1000
Sumber : Suma’mur, 2009.
Standar pencahayaan lain yang tercantum dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang

10
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri ialah
sebagai berikut,

Tabel.1.2. Standar Tingkat Pencahayaan Menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun


2002
Jenis Pekerjaan Tingkat Keterangan
Pencahayaan
Minimal ( Lux )
Pekerjaan kasar dan 100 Ruang penyimpanan dan ruang
tidak terus-menerus peralatan/instalasi yang
memerlukan pekerjaan yang
kontinyu
Pekerjaan kasar dan 200 Pekerjaan dengan mesin dan
terus-menerus perakitan kasar
Pekerjaan rutin 300 Ruang administrasi, ruang
kontrol,
pekerjaan mesin & perakitan/
penyusun
Pekerjaan agak 500 Pembuatan gambar atau
Halus bekerja dengan mesin kantor,
pemeriksaan atau pekerjaan
dengan mesin
Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan
tekstil, pekerjaan mesin halus
& perakitan halus.
Pekerjaan amat halus 1500 Mengukir dengan tangan,
Tidak pemeriksaan pekerjaan mesin
menimbulkan dan perakitan yang sangat
Bayangan halus.
Pekerjaan terinci 3000 Pemeriksaan pekerjaan,

11
Tidak perakitan
menimbulkan sangat halus.
Bayangan
Sumber : Kepmenkes No. 1405,2002.

BAB III
METODE DAN BAHAN
A. Metode
Pengukutan pencahayaan general

12
Siapkan Luxmater dan Pastikan operator Ukur luas ruangan
kalibrasikan menggunakan baju dan ukur titik
gelap pengukuran

Lakukan pengukuran
berdasarkan titik ukur
Bandingkan dengan Catat hasil dan rata- dan ketentuan jarak
standar yang berlaku rata kan electric cell dengan
lantai 85 cm (meja
kerja +25cm

B. Alat
1. Lux meter
2. Alat tulis
C. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengukuran cahaya adalah Cahaya lampu yang
ada di tempat PT RBFOOD MANUFAKTUR INDONESIA.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Lokasi Pengecekan : PT RBFOOD MANUFAKTUR INDONESIA

13
2. Waktu Pengecekan : 13.00-16.30 WIB
Berdasarkan metode pengukuran pencahayaan general, didapatkan
hasil sebagai berikut:
a. Perhitungan luas ruangan tiap-tiap bagian
b. Penentuan titik potong
Skala Denah Factory Production Area “A” yaitu 1:220

Keterangan
: lampu terpasang dan Hidup 100%
: Lampu terpasang dan Redup 100%

Hasil pengecekan dibagian Factory Production Area “A”


dengan menggunakan LuxMeter yakni 268 - 422.

Skala Denah Factory Production Area “B” yaitu 1:200

14
Keterangan
: lampu terpasang dan Hidup 100%
: Lampu terpasang dan Redup 100%

Hasil pengecekan dibagian Factory Production Area “A”


dengan menggunakan LuxMeter yakni 266 - 419.

Skala Denah Warehouse Floor Plan yaitu 1:300

15
Keterangan
: lampu terpasang dan Hidup 100%
: Lampu terpasang dan Redup 100%

Hasil pengecekan dibagian Warehouse Floor Plan


dengan menggunakan LuxMeter yakni 362 -365
dengan area corridor yakni 167.

Skala Denah Area Canteen yaitu 1:150

16
Keterangan
: lampu terpasang dan Hidup 100%
: Lampu terpasang dan Redup 100%

Hasil pengecekan dibagian Area Canteen


dengan menggunakan LuxMeter yakni 485.

Skala Denah Factory Production Area “A” 2nd FL yaitu 1:200

17
Keterangan
: lampu terpasang dan Hidup 100%
: Lampu terpasang dan Redup 100%
: lampu terpasang dan Hidup 100%
( Beda Vendor)

Hasil pengecekan dibagian Factory Production Area


“A” 2nd FL dengan menggunakan LuxMeter
yakni 315.

18
Skala Denah Factory Production Area “A” 3rd FL yaitu 1:70

Keterangan
: lampu terpasang dan Hidup 100%
: Lampu # terpasang dan Redup 100%

Hasil pengecekan dibagian Factory Production Area


“A” 3rd FL dengan menggunakan LuxMeter
yakni 167.

19
Skala Denah Factory Warehouse 2nd FL yaitu 1:150

Keterangan
: lampu terpasang dan Hidup 100%
: Lampu # terpasang dan Redup 100%

Hasil pengecekan dibagian Factory Warehouse 2nd


FL FL belum ada hasil, karena Lampu
belum terpasang.

B. Pembahasan

20
Pengukuran pencahayaan pada praktikum instrumentasi K3
dilaksanakan di semua ruang PT RBFOOD Manufaktur Indonesia , dimana
pengukuran dilakukan secara general menggunakan Lux meter.
Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata pengukuran general
menggunakan Lux meter. PT RBFOOD Manufaktur Indonesia dengan
beberapa ruang Yaitu:
1. Factory Production Area “A” diperoleh hasil sebesar 268 -
422.Lux.
2. Factory Production Area “B” diperoleh hasil sebesar 268 – 422
Lux..
3. Warehouse Floor Plan diperoleh hasil sebesar 362 -365 Lux
dengan area corridor yakni 167 Lux.
4. Area Canteen diperoleh hasil sebesar 485 Lux.
5. Factory Production Area “A” 2nd FL 315 Lux.
6. Factory Production Area “A” 3rd FL 167 Lux
7. Factory Warehouse 2nd FL belum ada hasil, karena Lampu belum
terpasang.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, standar pencahayaan di
tempat kerja (perkantoran) minimal adalah 100 lux. PT RBFOOD
Manufaktur Indonesia merupakan salah satu tempat kerja industry
yang sebagian besar kegiatan di sana tergolong kegiatan yang sangat
mengandalkan mata.
Hal ini dapat terjadi karena pengukuran dilakukan pada saat
penerangan yang ada tidak maksimum, yaitu ketika semua lampu dalam
keadaan tidak menyala hanya berdasar pada pencahayaan alami. Penyebab
lainnya adalah tidak adanya cahaya dari luar yang membuat sumber cahaya
sehingga cahaya yang berasal dari luar ruangan tidak masuk secara full ke
dalam ruangan.

21
Hal ini sejalan dengan Pengecekan yang dilakukan oleh (Vendor
Richard & HSE Sandi) di PT RBFOOD Manufaktur Indonesia, dari 7
pengukuran yang dilakukan didapatkan 1 ruangan belum dipasang sama
sekali lampu yang berada di ruangan tersebut 6 diantaranya mempunyai
ruangan dengan penerangan yang mempunyai kesesuaian mencapai 80-
100%, Kondisi ini disebabkan oleh beberapa bagian lampu ada yang Redup
dan ada yang belum dipasang oleh Vendor PT BUANA PRIMA
KHARISMAJAYA. ( Maximal akhir September sudah rampung semua
pemasangan bohlam lampu ).pengecekan Kembali dibulan oktober.

DAFTAR PUSTAKA

22
Arismaya, Jemmy. 2014. Pengukuran Intensitas Cahaya di Lingkungan Sekitar
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB. Skripsi.Departemen Teknik
Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
Badan Standardisasi Nasional. 2004. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat
Kerja. SNI 16-7062-2004. ICS 17.180.20.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia., 2008. Profil Kesehatan Indonesia.
Jakarta.
Frick, Heinz. 2008. Ilmu Fisika Bangunan Pengantar Pemahaman Cahaya, Kalor,
Kelembapan, Iklim, Gempa Bumi, Bunyi dan Kebakaran. Kanisius.
Yogyakarta.
Hendra, Sekar Tina dan Amah Majidah. 2013. Tingkat Pencahayaan Perpustakaan di
Lingkungan Universitas Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional
Vol. 7, No. 6, Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
Lasa, H. S. 2005. Manajemen Perpustakaan. Gama Media. Yogyakarta.
Prabu, 2009. Penerangan Tempat Kerja, Pusat Pelayanan Ergonomidan
Kesker.Jakarta.
Pusat Kesehatan Kerja, ‘Promosi Kesehatan di Tempat Kerja’. Dari :
http://www.depkes.go.id (8 Juni 2016)
Soeripto. 2008. Higiene Industri. Balai Penerbit FKUI. Universitas Indonesia.
Jakarta.
Suhardi. 2008. Diktat: Pengembangan Sumber Belajar Biologi. Yogyakarta: Jurdik
FMIPA
Suma’mur, PK, 2009. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung,
Wignjosoebroto, Sritomo. 2008. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu: Teknik Analisis
untuk Peningkatan Produktifitas Kerja. Guna Widya. Surabaya.

Lampiran

23
Gambar 1.1. Proses pengukuran pencahayaan general

24

Anda mungkin juga menyukai