PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana membuat analisa survey awal pengukuran dan pemetaan
ruangan (mapping)?
b. Bagaimana melakukan pengukuran penerangan dengan menggunakan lux
meter?
c. Bagaimana melakukan analisa hasil pengukuran dengan membandingkan
dengan standar, serta menentukan kondisi ideal sesuai dengan landasan
teori yang benar?
2
BAB II
DASAR TEORI
3
per satuan sudut ruang yang dipancarkan ke suatu arah tertentu disebut
dengan intensitas cahaya.
Keterangan :
N = Jumlah fitting atau titik
E = Tingkat Lux
A = Luas ruangan
F = Flux total lampu dalam satu fitting/titik (lumen)
UF = Utility Factor (0,66)
LLF = Faktor kehilangan cahaya (kantor AC=0,8, industri bersih 0,7 dan
industri kotor 0,6)
Keterangan:
p = panjang ruangan (meter)
l = lebar ruangan (meter)
h = tinggi sumber cahaya diatas bidang kerja (meter)
Bidang kerja ialah suatu bidang horizontal khayalan, umumnya 0,80 m
di atas lantai. Jika nilai k yang diperoleh tidak terdapat dalam tabel, efisiensi
pencahayaan dapat ditentukan dengan interpolasi.
4
2.4 Distribusi Cahaya
Distribusi cahaya atau penyebaran cahaya pada suatu ruangan dikenal
beberapa istilah antara lain pencahayaan langsung, pencahayaan tidak
langsung, pencahayaan semi langsung, pencahayaan semi tak langsung, serta
pencahyaan baur. Distribusi cahaya ini ditentukan oleh arah pencahayaan dan
efek dari tempat lampu (armature/luminer) lampu (Parera, 2018). Secara rinci
distribusi cahaya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Jenis-jenis Distribusi Cahaya
Distribusi Cahaya Keterangan
90-100% sinar ke
Langsung bawah dan 0-10%
sinar ke atas
60-90% sinar ke
Semi Langsung bawah dan 10-
40% sinar ke atas
90-100% sinar ke
Tidak Langsung atas dan 0-10 %
sinar ke bawah
60-90% sinar ke
Semi Tidak
atas dan 10-40 %
Langsung
sinar ke bawah
Pencahayaan tak
langsung dengan
armature/luminar
Baur
bahan tembus
pandang secara
merata
Sumber : Abdillah, 2015
5
a. Pencahayaan umum (general lighting), fungsi untuk penerangan umum
secara merata dalam ruangan. Misalnya penerangan untuk ruang kerja
atau ruang kelas.
b. Pencahayaan setempat (local lighting), fungsi untuk penerangan
setempat khususnya pada lokasi konsentrasi kerja seperti penerangan
untuk menggambar, belajar atau untuk kerja khusus seperti tukang jam.
c. Pencahayaan aksen (accent lighting), funsi untuk memberikan aksen
pada ruangan untuk kepentingan estesis pada interior suatu ruangan.
Misalnya penempatan lampu pada dinding atau pada kolom suatu
ruangan untuk memperindah ruangan.
d. Pencahayaan gabungan (ambient lighting), merupakan pencahayaan
keseluruhan dalam ruang yang merupakan gabungan berbagai model
pencahayaan yang berfungsi untuk memberikan kesan ruang.
6
Tabel 2.2 Jenis-jenis Pencahayaan
Tingkat
Contoh-contoh
Penerangan
Area Kegiatan
(lux)
Pencahayaan Layanan
umum untuk penerangan yang
ruangan dan minimum dalam
area yang area sirkulasi luar
jarang 20 ruangan,
digunakan pertokoan di
dan/atau tugas daerah terbuka,
tugas visual halaman tempat
sederhana penyimpanan
Tempat pejalan
50
kaki dan panggung
70 Ruang Boiler
Halaman trafo,
100
ruang tungku dll.
Area sirkulasi di
industri, pertokoan
150
dan ruang
penyimpanan
Layanan
Pencahayaan penerangan yang
200
untuk interior minimum dalam
tugas
Meja dan mesin
kerja ukuran
sedang, proses
umum dalam
300
industri kimia dan
makanan, kegiatan
membaca dan
membuat arsip
450 Gantungan baju,
7
pemeriksaan
kantor untuk
menggambar,
perakitan mesin
dan bagian yang
halus, pekerjaan
warna.
Sumber : Abdillah, 2015
Proses rancangan pencahayaan dapat dilakukan dengan 4 tahap diantaranya :
a. Tahap 1 : Tentukan penerangan yang diperlukan pada bidang kerja, jenis
lampu dan luminer Pengkajian awal harus dibuat terhadap jenis
pencahayaan yang dibutuhkan, seringkali keputusan dibuat sebagai fungsi
dari estetika dan ekonomi. Untuk pekerjaan kantor yang normal,
dibutuhkan pencahayaan 200 lux. Untuk ruang kantor yang ber AC,
dipilih lampu neon 36 W dengan tabung kembar. Luminernya berlapis
porselen yang cocok untuk lampu yang diletakkan diatas. Penting untuk
memperoleh tabel faktor penggunaan untuk luminer ini dari pembuatnya
untuk perhitungan lebih lanjut.
b. Tahap 2 : Kumpulkan data ruangan dalam format seperti dibawah ini :
8
Tabel 2.3 Data Ruangan
Ukuran Ruangan Panjang L1 10 m
Lebar L2 10 m
Luas
L3 100 m2
lantai
Tinggi
langit- L4 3,0 m
langit
Pantulan Langit-
L5 0,7 p.u
permukaan langit
Dinding L6 0,5 p.u
Lantai L7 0,2 p.u
Tinggi bidang
L8 0,9 p.u
kerja dari lantai
Tingi luminer
L9 2,9 p.u
dari lantai
Sumber : Abdillah, 2015
9
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2004
Gambar 2.1 Penentuan titik dengan luas kurang dari 10 m
b. Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi : titik
potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak
setiap 3 (tiga) meter. Contoh denah pengukuran intensitas penerangan
umum untuk luas ruangan antara 10 meter sampai 100 meter persegi
seperti Gambar 2.2
c. Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi : titik potong horizontal
panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak 6 meter. Contoh denah
pengukuran intensitas penerangan umum untuk ruangan dengan luas
lebih dari 100 meter persegi seperti Gambar 2.3
10
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2004
Gambar 2.3 Penentuan titik dengan luas lebih dari 100 m2
11
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Mulai
Selesai
12
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk mengukur penerangan ada bemacam-
macam, misalnya photo-electric photometer baik berupa pocket light meter
atau light meter yang dilengkapi dengan elemen kosinus. Selain itu, ada juga
lux meter seperti yang akan digunakan dalam prkatikum kali ini. Satuan ukur
sebagai hasil dari pengukuran lux meter ini adalah lux atau lumen per meter
kuadrat.
Setiap akan digunakan lux meter harus dikalibrasi terlebih dahulu atau
tiap satu tahun sekali agar dalam pengukuran diperoleh hasil dengan
ketelitian yang maksimal. Pada praktikum ini, juga menggunakan meteran
untuk mengetahui ukuran dari ruangan dan mempermudah pengambilan data
per meter.
13
DAFTAR PUSTAKA