Anda di halaman 1dari 22

V.

PENERANGAN ALAMI(Lanjutan)
5.7. STANDAR PENERANGAN ALAMI SIANG HARI
 Parameter kenyamanan visual sbb :
1. Kuat penerangan (illuminance), E : besar kuat penerangan
terukur harus memenuhi syarat minimal sesuai standar.
2. Luminansi (luminance), B : luminansi yang terjadi tidak
memberi efek silau (glare) pada mata. Agar obyek terlihat jelas
maka setiap penurunan 1% kontras diperlukan penambahan
kuat penerangan sebesar 15%
3. Kualitas warna : terkait warna cahaya dan warna obyek yang
dikenai cahaya.
 Standar yang digunakan di Indonesia untuk PASH
adalah sbb :
1. SNI 03-2396-2001 : Tata Cara Perancangan
Sistim Pencahayaan Alami pada Bangunan
Gedung
2. SNI 03-2396-1991 : Tata Cara Perancangan
Penerangan Alami Siang Hari untuk Rumah dan
Gedung
3. SK SNI T-14-1993-03 : Tata Cara Perencanaan
Teknis Konservasi Energi pada Bangunan
Gedung.
 Pengukuran cahaya pada PASH yang sesuai standar adalah sbb :
1. Lokasi titik ukur (TUU dan TUS)
2. Kuat penerangan : kuat penerangan yang terukur di titik ukur pada
bidang kerja harus memenuhi syarat minimal standar sesuai
aktivitas atau fungsi ruang dan sesuai kerja visual
3. Luminansi : luminansi yang terukur tidak melebihi batas maksimal
standar sesuai aktivitas atau fungsi ruang
4. Alat ukur : digunakan light meter atau lux meter dengan satuan
pengukuran lux
5. Hasil pengukuran : hasil pengukuran lux meter akan flutuaktif
bergantung pada matahari dan kondisi cuaca.
 Kriteria penerapan PASH sbb :
1. Waktu pengukuran antara 08.00 – 16.00.
2. Kuat penerangan berasal dari cahaya langit
pada bidang datar di lapangan terbuka pada
waktu yang sama.
3. Distribusi cahaya di dalam ruang cukup merata
4. Terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke
dalam ruangan.
5. Terdapat luminansi dengan jumlah yang cukup
agar tidak terjadi kontras berlebih.
 Penerimaan cahaya di bidang kerja ditentukan oleh
1. Lokasi titik ukur dan bukaan cahaya
2. Desain bukaan cahaya

 Kriteria langit perencanan untuk PASH :


1. Langit biru tanpa awan
2. Langit yang seluruhnya tertutup awan abu-abu
putih
 Penerapan standar PASH meliputi hal-hal sbb :
1. Pengukuran kuat penerangan di TUU dan TUS dibandingkan dengan hasil
perhitungan yang mengacu pada tabel nilai FL (Faktor Langit)
2. Langkah penerapan standar :
Tentukan kualitas penerangan dan klasifikasi derajat bangunan
Tentukan jenis ruangan
Ukur jarak di ruangan
Hitung nilai FLmin dalam persen, berdasarkan tabel nilai FL yang tepat
Hitung besar kuat penerangan (E), dimana
Emin = FLmin x 10.000

Catatan : FRL dan FRD diabaikan karena nilainya dianggap relatif cukup kecil
 Kualitas kuat penerangan dikelompokkan sbb :
1. Kualitas A : untuk kerja halus sekali, pekerjaan cermat terus
menerus seperti menggambar detail, menggravit, menjahit kain
warna gelap
2. Kualitas B : untuk kerja halus, pekerjaan cermat tidak secara
terus menerus seperti menulis, membaca, membuat alat, atau
merakit komponen-komponen kecil
3. Kualitas C : untuk kerja sedang, pekerjaan tanpa konsentrasi
yang besar dari si pelaku, seperti pekerjaan kayu, merakit suku
cadang yang agak besar
4. Kualitas D : untuk kerja kasar, pekerjan dimana hanya detail-
detail yang besar, seperti pada gudang, lorong lalu lintas orang.
 Klasifikasi derajat bangunan sbb :
1. Kelas I : bangunan representatif, misalnya gedung
DPR/MPR, kantor gubernur
2. Kelas II : bangunan seperti hotel, gedung pertemuan,
kantor, gedung olahraga
3. Kelas III : bangunan biasa
Tabel 5.2 Nilai Faktor Langit untuk Bangunan Umum
Klasifikasi Bangunan I II III
Kualitas penerangan A 0,50 d 0,45 d 0,35 d Catatan :
Kualitas penerangan B 0,40 d 0,35 d 0,30 d FL min Tus = 40% FL min TuU
Kualitas penerangan C 0,30 d 0,25 d 0,20 d
FL min Tus > 0,1 d
Kualitas penerangan D 0,20 d 0,15 d 0,10 d

Tabel 5.3 Nilai Faktor Langit untuk Bangunan Sekolah


Jenis Ruangan FL min TUU FL min TUS
Ruangan kelas biasa 0,35 d 0,20 d Catatan :
Ruangan kelas khusus 0,45 d 0,20 d FL min pada 1/3 d di
Laboratorium 0,35 d 0,20 d papan tulis pada tinggi
Bengkel kayu/besi 0,25 d 0,20 d
1,20 m = 50% FL min TuU
Ruang olahraga 0,25 d 0,20 d
Kantor 0,35 d 0,15 d
Dapur 0,20 d 0,20 d
Tabel 5.4 Nilai Faktor Langit untuk Bangunan Tempat Tinggal

Jenis Ruangan FL min TUU FL min TUS


Ruang tinggal 0,35 d 0,16 d
Kamar kerja 0,35 d 0,16 d
Kamar tidur 0,18 d 0,05 d
Dapur 0,20 d 0,20 d
Contoh Kasus:
Tentukan E minimal untuk TUU dan TUS dari ruang dengan kualitas A
dan kelas II. Jarak antara dua dinding berhadapan 10 m. Bidang
lubang cahaya efektif hanya berada pada salah satu dinding
berhadapan tersebut.

Jawab:
Berdasarkan tabel , FL min TUU dengan kualitas A dan ruang II adalah 0,45 d.
Dimana d = 10 m, maka:
0,45 × 𝑑
𝐸𝑚𝑖𝑛 𝑇𝑈𝑈 = × 10000 𝑙𝑢𝑥
100
0,45 × 10
𝐸𝑚𝑖𝑛 𝑇𝑈𝑈 = × 10000 𝑙𝑢𝑥 = 450 𝑙𝑢𝑥
100
𝑭𝑳𝒎𝒊𝒏 𝑻𝑼𝑺 = 𝟒𝟎% 𝑭𝑳𝒎𝒊𝒏 𝑻𝑼𝑼
= 𝟒𝟎% × 𝟎, 𝟒𝟓 𝒅

𝑬𝒎𝒊𝒏 𝑻𝑼𝑺 = 𝟒𝟎% 𝑬𝒎𝒊𝒏 𝑻𝑼𝑼


= 𝟒𝟎% × 𝟒𝟓𝟎 𝒍𝒖𝒙
= 𝟏𝟖𝟎 𝒍𝒖𝒙
Tabel 5.4 Tabel Kuat Penerangan
No Jenis Ruangan Lux Contoh

20 Iluminasi minimum
Pencahayaan untuk daerah
Parkir dan area sirkulasi
1 yang tidak digunakan terus 50
di dalam ruang
menerus
100 Kamar tidur hotel
Membaca & menulis
200
tidak intensif
Pencahayaan untuk bekerja Pencahayaan umum
2 350 untuk kantor, toko,
di dalam ruangan
membaca, menulis
400 Ruang gambar
Pembacaan untuk
750
koreksi tulisan
Pencahayaan setempat Gambar yang sangat
3 1000
untuk pekerjaan yg teliti teliti
Pekerjaan rinci dan
2000
presisi
5.8. PERENCANAAN PENERANGAN ALAMI
 Perencanaan bukaan cahaya ruangan untuk pemanfaatan penerangan alami
adalah sbb :
1. Orientasi bangunan dan bukaan cahaya : diusahakan menghindari
penerimaan radiasi sinar matahari secara langsung, yang berarti cenderung
menghadap utara-selatan.
2. Alokasi ruang dan bukaan cahaya : disesuaikan dengan aktivitas dan fungsi
ruang.
3. Luas bukaan cahaya : diusahakan memenuhi standar syarat minimal.
4. Alternatif pemasukan cahaya : menggunakan teknik pasif dan aktif.
5. Antisipasi silau (glare) : agar diperoleh kenyamanan visual.
6. Pengendalian thermal : radiasi sinar matahari untuk penerangan alami bisa
berdampak pada kenyamanan thermal, maka dibutuhkan strategi
pengendalian thermal tertentu melalui desain pada fasad bangunan.
5.9. METODE ANTISIPASI SILAU (Glare)
 Silau (glare) pada penerangan alami merupakan kesulitan
melihat karena adanya cahaya yang cemerlang, baik berupa
cahaya langsung dari matahari (sunlight) dan cahaya langit
(sky light) maupun cahaya hasil refleksi.

 Terdapat dua tipe silau yang dialami oleh mata, yaitu :


1. Discomfortglare : pengurangan kenyamanan visual
karena adanya kontras cahaya berlebih
2. Disability glare : pengurangan kemampuan melihat
karena adanya kontras cahaya berlebih
 Terdapat beberapa metode untuk mengantisipasi silau :
1. Pengaturan orientasi bukaan cahaya :
 Jumlahcahaya : orientasi bukaan cahaya akan menentukan
jumlah cahaya yang diterima yang akhirnya menentukan
luminansi yang terlihat.

 Lintasan matahari dan lokasi di bumi : lintasan matahari


bergantung pada lokasi di bumi (katulistiwa, lintang utara,
lintang selatan). Untuk Indonesia yang lintasannya sepanjang
katulistiwa, maka orientasi bukaan untuk menghindari silau
dan penerimaan radiasi panas adalah dalam arah utara-
selatan.
2. Pembatasan luasan sumber silau :
 Memperkecil luas bukaan cahaya
 Penggunaan pembayang (shader) : SPSM
 Penggunaan penyaring (filter) : absorbing & reflective glass
3. Menaikkan faktor refleksi dalam : untuk menaikkan potensi
refleksi cahaya oleh permukaan obyek dalam rung
sehingga tidak terjadi kontras cahaya berlebih antara
luminansi sumber silau yang berasal dari matahari atau
obyek refelksi dari luar ruangan. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara :
 Penggunaan warna-warna pada interior yang bersifat
memantulkan cahaya
 Penggunaan material interior bertekstur halus dan licin.
5.10. TEKNIK PEMANFAATAN PENERANGAN ALAMI
 Berdasarkan tekniknya, penerangan alami dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Teknik pasif : memanfaatkan cahaya alami untuk penerangan dalam ruang/bangunan
dengan desain bukaan cahaya pada selubung bangunan. Wujud desain bukaan cahaya
meliputi :
 Jendela
(window) : bukaan cahaya vertikal pada fasad bangunan dengan posisi dekat
dengan bidang kerja
 Clesrestorywindow : bukaan cahaya vertikal pada fasad bangunan dengan posisi jauh
dari bidang kerja letaknya di atas jendela
 Skylight : bukaan cahaya berukuran besar yang berada pada atap bangunan dan
dapat berbentuk datar, segitiga atau lengkung
 Sloped glazing : bukaan cahaya miring pada fasad bangunan
 Atap gergaji (sawtooth roof) : bukaan cahaya miring pada atap yang biasanya
diterapkan pada tipologi bangunan industri
 Sumur cahaya (light well) : bukaan cahaya sempit pada atap bangunan yang dilengkapi
shaft
2. Teknik aktif : wujud bukaan cahaya pada teknik aktif penerangan
alami meliputi :
 Light shelf : sistim penerangan alami yang menggunakan
bidang pemantul pada fasad bangunan dengan posisi
pemasangan yang tertentu sehingga diperoleh cahaya
matahari tidak langsung yang tidak menyilaukan
 Prismatic Sky light : merupakan sky light yang dilengkapi rotating
mirror sehingga dapat diperoleh cahaya hasil pemantulan yang
lebih terang dari sekedar sky light (luminansi bertambah hingga
35%), tetapi tidak menimbulkan silau karena arah cahayanya
menyebar (diffuse)
 Fiber optic : sistim penerangan alami menggunakan serat optic
sebagai medium transmisi energi cahaya dari pengumpul cahaya
matahari di atap bangunan menuju lampu yang terpasang di dalam
ruang/bangunan
 Reflector
 Light tube/Turbular Daylighting Device (TDD)
 Heliostat

Anda mungkin juga menyukai