Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur tidak henti-hentinya kita panjatkan kehadirat Allah
SWT. Yang telah memberikan rahmat, nikmat dan anugerah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas Laporan Praktikum Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) yaitu pengukuran Pencahayaan dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu.
Diharapkan pembuatan laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi
para pembaca serta dapat dijadikan salah satu ilmu yang bermanfaat. Sebagai
penyusun, kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan yang
membuat laporan ini kurang sempurna, kami telah berusaha semaksimal mungkin
dengan kemampuan yang ada. Kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca akan sangat membantu penyusun kedepannya dalam pembuatan laporan
yang akan mendatang, sehingga kesalahan yang terdapat dalam laporan ini tidak
terulang lagi kedepannya.

Kendari, 03 Maret 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................2
1.1 Latar Belakang...............................................................................................2
1.2 Tujuan praktikum...........................................................................................2
1.3 Prinsip Kerja Alat...........................................................................................2
1.4 Manfaat praktikum.........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................2
2.1 Pengertian Pencahayaan................................................................................2
2.2 Jenis Pencahayaan..........................................................................................2
2.3 Syarat Pencahayaan Yang Baik.....................................................................2
2.4 Alat Ukur Pencahayaan..................................................................................2
BAB III METODE PERCOBAAN............................................................................2
3. 1 Alat dan Bahan.............................................................................................2
3. 2 Prosedur Kerja..............................................................................................2
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................2
4.1 Hasil...............................................................................................................2
4.2 Analisis Data..................................................................................................2
4.3 Pembahasan....................................................................................................2
BAB V PENUTUP.......................................................................................................2
5.1 Kesimpulan....................................................................................................2
5.2 Saran...............................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbagai aktivitas yang dilakukan manusia dalam lingkungan kerja
yang berbeda-beda akan memengaruhi perfomansi pekerja tersebut. Dalam
melakukan pekerjaan, manusia mampu mencapai tujuannya apabila berada
dalam lingkungan kerja yang mendukung. Salah satu faktor yang mendukung
yaitu penerangan yang baik. Tanpa penerangan yang memadai, pekerja akan
mengalami kesulitan dalam melihat objek disekitarnya. Perlu diketahui, objek-
objek tersebut akan hanya dapat dilihat bila memantulkan cahaya. Oleh karena
itu, penerangan dalam lingkungan kerja harus diperhatikan. Apabila
penerangan pada lingkungan kerja mendukung, maka aktivitas yang dilakukan
akan efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan
mengurangi kesalahan kerja.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002,
penerangan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Oleh sebab itu salah
satu masalah lingkungan ditempat kerja harus diperhatikan yaitu pencahayaan.
Nilai Pencahayaan yang dipersyaratkan oleh Kep-Menkes RI
No.1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu minimal 100 lux.
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan
lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas
manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-
objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat.
Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang
menerangi benda-benda ditempat kerja. Pencahayaan ruangan, khususnya di
tempat kerja yang kurang memenuhi persyaratan tertentu dapat memperburuk
penglihatan, karena jika pencahayaan terlalu besar atau pun lebih kecil, pupil
mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang diterima oleh mata. Pupil
akan mengecil jika menerima cahaya yang besar. Hal ini merupakan salah satu
penyebab mata cepat lelah.

1
Penerangan yang kurang baik dalam lingkungan kerja dapat memicu
beberapa masalah seperti kelelahan mata, kelelahan mental, kerusakan alat
penglihatan, keluhan pegal disekitar mata, dan lain sebagainya. Keluhan yang
dirasakan pekerja akan mengakibatkan menurunnya kualitas dan performansi
kerja, serta terjadinya kesalahan dan kecelakaan kerja akan meningkat.
Pengukuran intensitas cahaya ini dilakukan dengan menggunakan alat
yang bernama lux meter yang dinyatakan dalam satuan lux. Lux meter
merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur kuat atau lemahnya
cahaya yang terdapat pada suatu ruangan atau area tertentu. Lux meter yang
digunakan pada praktikum ini adalah Lux meter lutron LX-101A. Lux adalah
satuan intensitas cahaya per meter persegi yang dijatuhi arus cahaya satu
lumen. Alat ini mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, kemudian
energi listrik dalam bentuk arus diubah menjadi angka yang dapat dibaca pada
layar monitor.(Pada, Berbagai, & Suma, n.d.)

1.2 Tujuan praktikum


a) Mahasiswa mampu untuk melakukan pengukuran intensitas penerangan
umum.
b) Mahasiswa mampu untuk melakukan pengukuran intensitas penerangan
local.
c) Mahasiswa mampu untuk melakukan penilaian dari hasil data
pencahayaan yang diperoleh.

1.3 Prinsip Kerja Alat


Prinsip kerja alat ini merupakan sebuah photo cell yang apabila terkena
cahaya menghasilka arus listrik yang dapat dilihat pada display lux meter.

1.4 Manfaat praktikum


a) Mahasiswa dapat melakukan pengukuran intensitas penerangan umum.
b) Mahasiswa dapat melakukan pengukuran intensitas penerangan lokal.
c) Mahasiswa dapat melakukan penilaian dari hasil data pencahayaan yang
diperoleh.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pencahayaan


Pencahayaan (iluminasi) adalah kepadatan dari suatu berkas cahaya yang
mengenai suatu permukaan. Cahaya mempunyai panjang gelombang yang
berbeda-beda dalam spektrum yang tampak (cahaya tampak), yaitu kira-kira
380 – 780 lux. Sebenarnya tidak ada batasan yang tepat dari spektrum cahaya
tampak. Mata normal manusia dapat menerima spektrum cahaya tampak
dengan panjang gelombang sekitar 400 – 700 nm.(Wibiyanti, 2008)

2.2 Jenis Pencahayaan


a) Pencahayaan lokal adalah cahaya yang memancarkan langsung dari
sumbernya ke permukaan bidang kerja tempat tenaga melaksanakan
aktivitas
b) Pecahayaan umum adalah rata-rata intensitas penerangan yang terdapat
dalam lingkungan kerja tempat tenaga kerja melakukan aktivitasnya.

2.3 Syarat Pencahayaan Yang Baik


Dalam Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 tentang
syarat-syarat kesehatan, Kebersihan serta Penarangan dalam Tempat Kerja,
terdapat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Pasal 10
(1) Jarak antara gedung-gedung atau bangunan-bangunan lainnya harus
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu masuknya cahaya siang ke
tempat kerja
(2) Setiap tempat kerja harus mendapat penerangan yang cukup untuk
melakukan pekerjaan

2. Pasal 11
(1) Jendela-jendela, lubang-lubang atau dinding kaca yang dimaksudkan
untuk memasukkan cahaya harus selalu bersih dan luas 1/6 dari pada luas
lantai kantor tempat kerja.

3
(2) Dalam hal yang memaksa luas yang dimaksud dalam 2(1) dapat
dikurangi sampai 1/10 x luas kantor/ tempat kerja.
(3) Jendela-jendela, lubang-lubang atau dinding kaca harus dibuat demikian
rupa sehingga memberikan penyebaran cahaya yang merata
(4) Bila ada penyinaran matahari langsung yang menimpa para pekerja,
maka harus diadakan tindakan untuk menghalanginya
(5) Apabila jendela hanya satu-satunya sebagai sumber penerangan cahaya
matahari, maka jarak jendela dan lantai tidak boleh melebihi 1,2 m
(6) Jendela-jendela itu harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
memungkinkan cahaya siang mencapai dinding tempat kerja yang
terletak diseberang .

3. Pasal 12
(1) Dalam hal cahaya matahari tidak mencukupi atau tidak dapat
dipergunakan, harus diadakan penerangan dengan jalan lain sebagai
tambahan atau pengganti cahaya matahari.
(2) Untuk pekerjaan yang dilakukan pada malam hari harus diadakan
penerangan buatan yang aman dan cukup intensitasnya.
(3) Penerangan dengan jalan lain itu tidak boleh menyebabkan panas yang
berlebih-lebihan atau merubah susunan udara.
(4) Apabila penerangan buatan menyebabkan kenaikan suhu di tempat kerja
lain, maka suhu itu tidak boleh naik melebihi 32◦ C. Dalam hal itu, harus
dilakukan tindakan-tindakan lain untuk mengurangi pengaruh kenaikan
suhu tersebut (peredam angin,dll)
(5) Sumber penerangan yang menimbulkan asap atau gas sisa sedapat
mungkin dihindarkandari semua tempat kerja. Sumber penerangan
semacam ini hanya dipergunakan dalam keadaan darurat.
(6) Sumber cahaya yang dipergunakan harus menghasilkan kadar
penerangan yang tetap dan menyebar serta mungkin dan tidak boleh
berkedap-kedip.
(7) Sumber cahaya yang dipergunakan tidak boleh menyebabkan sinar yang
mengganggu tersebut, atau mengurangi pengaruhnya terhadap mata

4
4. Pasal 13
(1) Tiap-tiap tempat kerja yang dipergunakan malam hari harus selalu
menyediakan alat penerangan darurat.
(2) Alat penerangan darurat itu harus mempunyai sumber tenaga listrik yang
bebas dari instalasi listrik umum.
(3) Alat penerangan darurat tersebut harus ditempatkan pada tempat-tempat
yang tidak mungkin menimbulkan cahaya.
(4) Jalan-jalan keluar seperti pintu, ganggang dan lain-lain harus mempunyai
alat penerangan darurat, dan beri tanda pengenal dengan cat lumineus,
bahan-bahan refleksi atau bahan-bahan fluoresensi.

5. Pasal 14
(1) Kadar penerangan diukur dengan alat pengukuran cahaya yang baik tinggi
tempat kerja yang sebenarnya atau tinggi perut untuk penerangan umum
(±1 meter)
(2) Penerangan darurat harus mempunyai kekuatan paling sedikit lima lux.
(3) Penerangan untuk halaman dan jalan dalam lingkungan perusahaan harus
paling sedikit mempunyai kekuatan 20 lux.
(4) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya membeda-
bedakan barang kasar seperti :
1) Mengerjakan bahan-bahan yang besar;
2) Mengerjakan arang atau abu;
3) Menyisikan barang-barang yang besar;
4) Mengerjakan bahan tanah atau batu;
5) Ganggang atau tangga didalam gedung yang selalu dipakai;
6) Gudang-gudang untuk menyimpan barang besar atau kasar;
7) Harus paling sedikit mempunyai kekuatan 50 lux.
(5) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan-pekerjaan yang membedakan
barang-barang kecil secara sepintas selalu seperti:
1) Pemasangan yang kasar;
2) Mengerjakan barang besi dan baja yang setengah selesai;

5
3) Penggilingan padi;
4) Pengupasan, pengambilan dan penyisihan bahan kapas;
5) Mengerjakan bahan-bahan pertanian lain yang kira-kira setingkat
dengan diatas;
a. kamar mesin dan uap;
b. alat pengangkut orang dan bahan;
c. ruang-ruang penerimaan atau pengiriman dengan kapal;
d. tempat penyimpanan barang-barang sedang dan kecil;
e. kakus, tempat mandi dan urinoir.
Harus paling sedikit mempunyai kekuatan 100 lux.
(6) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membeda-bedakan barang-
barang kecil yang agak teliti seperti:
1) Pemasangan alat-alat yang sedang.
2) Pekerjaan mesin dan bubut yang kasar.
3) Pemeriksaan atau percobaan kasar terhadap barang-barang.
4) Menjahit tekstil atau kulit yang berwarna muda.
5) Perusahaan dan pengawasan bahan-bahan makanan dalam kaleng.
6) Pembukusan daging.
7) Melapis perabot.
Harus paling sedikit mempunyai kekuatan 200 lux.
(7) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan pembedaan yang teliti dari pada
barang-barang kecil dan halus seperti:
1) Pekerjaan mesin yang teliti
2) Pemeriksaan yang teliti
3) Percobaan-percobaan yang teliti dan halus
4) Pembuatan tepung
5) Penyelesaian kulit dan penerimaan bahan-bahan katun atau Wol
berwarna muda
6) Pekerjaan kator yang berganti-ganti menulis dan membaca
7) Pekerjaan arsip dan seleksi surat-surat
Harus paling sedikit mempunyai kekuatan 300 lux.

6
(8) Penerapan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan barang-barang
yang sangat halus dengan kontras yang sangat kurang untuk waktu yang
lama seperti:
1) Pemasangan yang ekstra halus (arloji dan lain-lain).
2) Pemeriksaan yang ekstra halus (ampul).
3) Percobaan alat-alat yang ekstra halus.
4) Tukang las intan.
5) Penilaian dan penyisihan hasil tembakau.
6) Penyusuhan huruf dan pemeriksaan kopi dalam percetakan.
7) Pemeriksaan dan penjahitan bahan pakaian berwana tua.
Harus mempunyai kekuatan paling sedikit 2.000 lux. (Pratiwi, 2020)

2.4 Alat Ukur Pencahayaan (+gambar dan bagian-bagiannya)


Lux meter juga dikenal sebagai light meter. Ia adalah alat-alat untuk
mengukur intensitas cahaya (selain fotometer). Peralatan ini terdiri dari
sebuah sensor cahaya dari bahan foto sel dan layar. Fungsi dari alat ini untuk
mengukur tingkat pencahayaan dalam satuan kandela pada suatu tempat.
Intensitas cahaya diukur untuk menentukan tingkat pencahayaan di suatu
tempat. Semakin jauh dari sumber cahaya maka akan semakin kecil
intensitasnya.
Prinsip kerjanya, ia mengubah energi dari foto cahaya menjadi elektron.
Cahaya yang mengenai sel foto akan ditangkap sebagai energi yang diubah
sel foto listrik. Semakin besar intensitas cahaya yang ditangkap akan semakin
besar arus listrik yang dihasilkan.(Septiani, 2017)

7
BAB III
METODE PERCOBAAN

3. 1 Alat dan Bahan


a. Alat
Lux meter Lutron LX-101A
b. Bahan
Tangga dan bohlam lampu (sumber pencahayaan).
c. Lokasi
Tangga di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo

3. 2 Prosedur Kerja
a. Tombol Off/On dipindahkan ke posisi On pada Lux meter Lutron LX-
101A.
b. Dipilih range pada range A karena sumber pencahayaan diperkirakan
tidak lebih dari 2000 lux.
c. Sensor cahaya pertama-tama diletakkan di tangga bagian bawah pada anak
tangga paling bawah.
d. "Sensor cahaya" ditahan dengan tangan dan dihadapkan ke arah sumber
pencahayaan selama 5 menit.
e. Ketika layar lux meter sudah menunjukkan angka digital yang stabil,
dicatatlah angka tersebut.
f. Dilakukan berulang pada beberapa titik pada tangga yaitu pada tangga
bagian bawah tepatnya pada anak tangga paling bawah dan paling atas,
tangga bagian tengah, dan tangga bagian atas atau tepatnya pada anak
tangga paling bawah dan anak tangga paling atas. Jadi pada satu tangga
dilakukan pengukuran di 5 titik yang berbeda.
g. Kemudian pengukuran ini dilakukan pada tangga yang satunya lagi.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil Pengukuran Intensitas Penerangan Lokal
Bagian Tangga
Bagian Atas Bagian Bawah
Tempat Anak Anak
Anak Bagian Anak
Pengukura tangga tangga
tangga Tengah tangga
n paling paling
paling atas paling atas
bawah bawah
1 lux 1 lux 1 lux 2 lux 9 lux

Tangga I

6 lux 7 lux 7 lux 13 lux 10 lux

Tangga II

4.2 Analisis Data


Dari hasil pengukuran intensitas penerangan lokal pada Tangga I
diperoleh bahwa intensitas cahaya pada anak tangga paling atas bagian bawah
lebih terang daripada anak tangga paling atas bagian atas yaitu sebesar 2 lux,
dan pada anak tangga paling bawah bagian atas memiliki intensitas cahaya
lebih rendah dibanding anak tangga paling bawah bagian bawah yaitu sebesar
1 lux.
Hasil pengukuran yang sama juga didapatkan pada Tangga II yaitu
intensitas cahaya pada anak tangga paling atas bagian bawah lebih terang

9
daripada anak tangga paling atas bagian atas yaitu sebesar 13 lux. Dan pada
anak tangga paling bawah bagian atas memiliki intensitas cahaya lebih rendah
dibanding anak tangga paling bawah bagian bawah yaitu sebesar 10 lux.
Sedangkan perbandingan antara bagian tengah didapatkan bahwa
Tangga II bagian tengah memiliki intensitas cahaya lebih terang daripada
Tangga I bagian tengah yaitu 7 lux.

4.3 Pembahasan
Pengukuran intensitas penerangan lokal pada Tangga I dan II di FKM
UHO dengan masing-masing tangga dilakukan pengukuran sebanyak 5 titik
dan menggunakan Lux Meter Lutron. Berdasarkan hasil pengukuran yang
diperoleh menyatakan bahwa intensitas cahaya pada Tangga II di ke-5
titiknya lebih terang dibandingkan 5 titik pada Tangga I.
Menurut IES (Illuminating Engineering Society) standar atau nilai
ambang batas pencahayaan, KEPMENKES Nomor 1405 tahun 2002 dan
peraturan menteri perburuan Nomor 7 Tahun 1964 bahwa nilai ambang batas
pada area public berlingkungan gelap yaitu sebesar 20-50 lux.
Jika dilihat dari hasil pengukuran yang telah dilakukan, menyatakan
bahwa. Pada Tangga I dan II memiliki intensitas cahaya yang sangat minim.
Hal ini terjadi karena pada Tangga I dan II di FKM UHO memiliki masing-
masing 1 lampu namun dalam keadaan tidak menyala. Sehingga mendapatkan
hasil pengukuran penerangan lokal yang tidak sesuai dengan standar atau
nilai ambang batas pencahayaan. Dengan keadaan tersebut, dapat berdampak
bagi orang yang menggunakan tangga tersebut.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Jika dilihat dari hasil pengukuran yang telah dilakukan, menyatakan
bahwa Pada Tangga I dan II memiliki intensitas cahaya yang sangat minim.
Hal ini terjadi karena pada Tangga I dan II di FKM UHO memiliki masing-

10
masing 1 lampu namun dalam keadaan tidak menyala. Sehingga mendapatkan
hasil pengukuran penerangan lokal yang tidak sesuai dengan standar atau
nilai ambang batas pencahayaan. Dengan keadaan tersebut, dapat berdampak
bagi orang yang menggunakan tangga tersebut.

5.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan pengukuran intensitas cahaya pada
tangga harus diperhatikan orang-orang yang lewat, jangan sampai
mengganggu kegiatan pengukuran. Juga mesti diperhatikan yaitu kestabilan
angka pada display, jangan sampai angka sudah dicatat padahal angka belum
stabil sepenuhnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

KEPMENKES Nomor 1405 Tahun 2002. Persyaratan Kesehatan Lingkungan


Kerja Perkantoran dan Industri. 19 November 2002. Jakarta
Peraturan Menteri Perburuan No. 7 Tahun 1964. Syarat Kesehatan, Kebersihan
serta Penerangan dalam Tempat Kerja. 12 September 1964. Jakarta
Pratiwi, A. D. (2020). Panduan Praktikum Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3).
Septiani, G. D. dkk. (2017). Laporan Praktikum Kesehatan Keselamatan Kerja
Penerangan. Retrieved from
https://id.scribd.com/document/357795614/Laporan-Praktikum-k3-
Penerangan-r-Administrasi
Triadmojo, Y. (2016). Laporan Pengukuran Cahya. Retrieved from
https://www.academia.edu/36306791/laporan-pengukuran-cahaya
Wibiyanti, P.I. (2008). Kajian Pencahayaan. Retrieved from
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://lib.ui.ac.id/file%3Ffile
%3Ddigital/124128-S-5265-Kajian%2520pencahayaan-
Literatur.pdf&ved=2ahUKEwiv7KqC-

Anda mungkin juga menyukai