Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembahasan Teori Hasil Penelitian yang Relevan


2.1.1 Investasi
2.1.1.1 Pengertian Investasi
Investasi bisa berkaitan dengan berbagai aktivitas. Menginvestasikan
sejumlah dana pada aset real (tanah, emas, mesin atau bangunan) maupun aset
finansial (deposito, saham ataupun obligasi) merupakan aktivitas investasi yang
umumnya dilakukan. Berikut adalah definisi investasi menurut para ahli:

Menurut Tandelilin (2010:2):

“Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang
dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa datang.”

Menurut Martalena dan Malinda (2011:1):

“Investasi merupakan bentuk penundaan konsumsi masa sekarang untuk


memperoleh konsumsi di masa yang akan datang, di mana di dalamnya terkandung
unsur risiko ketidakpastian sehingga dibutuhkan kompensasi atas penundaan
tersebut.”

Menurut PSAK Nomor 13 dalam Standar Akuntansi Keuangan per 1


Oktober 2004 dalam Fahmi dan Hadi (2011:6) menyatakan bahwa:

“Investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan


kekayaan (acceration of wealth) melalui distribusi untuk apresiasi nilai investasi,
atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang
diperoleh melalui hubungan perdagangan.”

18
19

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang
dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan yang
diharapkan di masa datang, namun terkandung memiliki unsur risiko ketidakpastian
sehingga dibutuhkan kompensasi atas penundaan tersebut.

2.1.1.2 Tujuan Investasi


Pada dasarnya tujuan orang melakukan investasi adalah untuk menghasilkan
sejumlah uang. Manurut Tandelilin (2010:8) tujuan dalam melakukan investasi
adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa datang


Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf
hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana
mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak
berkurang di masa yang akan datang.
2. Mengurangi tekanan inflasi
Dalam melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek
lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai
kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
3. Dorongan untuk menghemat pajak
Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat
mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian
fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada
bidang-bidang usaha tertentu.

2.1.2 Pasar Modal


2.1.2.1 Pengertian Pasar Modal
Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka
panjang yang dapat diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuitas (saham),
reksadana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan
20

sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan
sebagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.

Menurut Fahmi (2015:48). pasar modal dapat didefisinikan sebagai berikut:

“Pasar modal adalah tempat dimana berbagai pihak khususnya perusahaan


menjual saham (stock) dan obligasi (bond) dengan tujuan dari hasil penjualan
tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai tambahan dana atau untuk
memperkuat modal perusahaan.”

Menurut Tandelilin (2017:25) pengertian pasar modal adalah sebagai


berikut:

“Pasar modal (capital market) adalah pertemuan antara pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjual-
belikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal juga dapat diartikan sebagai pasar
untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu
tahun, seperti saham, obligasi, dan reksadana.”

Menurut Husnan (2015:3) pengertian pasar modal yaitu:

“Pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk instrumen keuangan (atau
sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang
ataupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah, public authorities,
maupun perusahaan swasta.”

Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal


menyatakan bahwa:

“Pasar modal sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.”

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


pasar modal merupakan pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dan
pihak yang membutuhkan dana dengan memperjualbelikan instrumen keuangan
(atau sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri
baik yang diterbitkan pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.
21

2.1.2.2 Fungsi Pasar Modal


Menurut Sutrisno (2012:301) pasar modal mempunyai beberapa fungsi
antara lain adalah:

1. Sebagai sumber penghimpunan dana


Kebutuhan dana perusahaan bisa dipenuhi dari berbagai sumber
pembiayaan. Salah satu sumber dana yang bisa dimanfaatkan oleh
perusahaan adalah pasar modal. Perusahaan bisa masuk ke pasar modal
untuk menggalang dana yang besarnya sesuai dengan yang diharapkan
tanpa ada batasan besarnya dana.
2. Sebagai sarana investasi
Pada umumnya perusahaan yang menjual surat berharga (saham atau
obligasi) ke pasar modal adalah perusahaan yang sudah mempunyai
reputasi bisnis yang baik dan kredibel, sehingga efek-efek yang
dikeluarkan akan laku diperjualbelikan di bursa. Investasi di pasar
modal lebih fleksibel, sebab setiap investor bisa dengan mudah
memindahkan dananya dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya atau
dari satu industri ke industri lainnya. Oleh karena itu pasar modal
merupakan salah satu alternatif instrumen penempatan dana bagi
investor selain di perbankan atau investasi langsung lainnya.
3. Pemerataan pendapatan
Dengan perusahaan melakukan go public, maka perusahaan
memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk ikut serta
memiliki perusahaan tersebut. Dengan demikian akan memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk ikut menikmati keuntungan dari
perusahaan berupa bagian keuntungan atau dividen, artinya ada
pemerataan pendapatan kepada masyarakat.
4. Sebagai pendorong investasi
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memajukan
pembangunan membutuhkan investasi yang besar. Pemerintah tidak
akan mampu melakukan investasi sendiri tanpa dibantu oleh pihak
swasta nasional dan asing. Untuk mendorong agar pihak swasta dan
asing mau melakukan investasi baik secara langsung maupun tidak
langsung, pemerintah harus mampu menciptakan iklim investasi yang
22

kondusif bagi mereka. Salah satu iklim investasi yang kondusif adalah
likuidnya pasar modal. Semakin baik pasar modal, semakin banyak
perusahaan yang akan masuk ke pasar modal dan semakin banyak
investor baik nasional maupun asing yang bersedia menginvestasikan
dananya melalui pembelian surat berharga di pasar modal.

2.1.2.3 Peranan Pasar Modal


Menurut Hariyani dan Serfianto (2010:11) pasar modal memiliki empat
peran yaitu sebagai berikut:

1. Pasar modal berperan mempertemukan pihak penjual efek (pihak yang


membutuhkan dana untuk modal usaha, yaitu perusahaan emiten)
dengan pihak pembeli efek (pihak yang menawarkan dana, yaitu
masyarakat investor atau pemodal).
2. Pasar modal berperan sebagai lembaga penghubung dalam
pengalokasian dana masyarakat secara efisien, transparan dan
akuntabel.
3. Pasar modal berperan menyediakan berbagai macam instrumen
investasi yang dapat memungkinkan adanya diversifikasi portofolio
investasi.
4. Pasar modal berperan mengajak masyarakat investor (selain pendiri
perusahaan) untuk ikut serta memiliki perusahaan publik yang sehat dan
berprospek baik.

2.1.2.4 Pelaku Pasar Modal


Menurut Sutrisno (2012:307) pelaku pasar modal diantaranya:

1. Investor
Investor merupakan instansi atau individu yang melakukan jual beli
instrumen investasi di pasar modal yang tujuan pemilikan efeknya untuk
jangka panjang.
23

2. Spekulator
Spekulator merupakan instansi atau individu yang melakukan jual beli
instrumen investasi di pasar modal untuk tujuan jangka pendek.
3. Acquisitor
Acquisitor merupakan instansi yang membeli saham dengan tujuan
untuk ikut mengendalikan perusahaan yang mengeluarkan saham.
Biasanya acquisitor ini akan masuk pasar modal bila terjadi penjualan
saham secara besar-besaran melalui tenderover, sehingga bisa membeli
dalam jumlah yang besar dan bisa ikut dalam manajemen perusahaan.

2.1.2.5 Instrumen Pasar Modal


Dengan adanya pasar modal, banyak terdapat instrumen yang ditawarkan,
antara lain saham, obligasi, reksadana dan lain-lain. Setiap instrumen memiliki
karakteristik, keuntungan dan risiko yang berbeda-beda. Menurut Martalena dan
Malinda (2011:12) instrumen-instrumen yang terdapat di pasar modal adalah
sebagai berikut:

1. Saham (Stock)
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang
atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroran
terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut maka pihak tersebut
memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan
dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
2. Obligasi (Bond)
Obligasi merupakan surat hutang yang dikeluarkan oleh perusahaan
dengan nilai nominal tertentu yang akan dibayarkan saat jatuh tempo
dan memberikan bunga tertentu.
3. Right Issue
Right issue merupakan sekuritas yang memberikan hak kepada
pemiliknya untuk membeli saham baru perusahaan dengan harga dan
dalam periode tertentu. Hak tersebut diperdagangkan dalam waktu yang
sangat singkat yaitu selama dua minggu.
24

4. Waran
Waran merupakan sekuritas yang melekat pada penerbitan saham
maupun obligasi yang memberikan hak kepada pemiliknya untuk
membeli saham perusahaan dengan harga dan pada jangka waktu
tertentu. Waran dapat diperdagangkan enam bulan setelah diterbitkan
dengan masa berlaku sekitar 3-5 tahun.
5. Reksadana
Reksadana merupakan saham, obligasi, atau efek lain yang dibeli oleh
sejumlah investor dan dikelola oleh sebuah perusahaan investasi
profesional.

2.1.3 Saham
2.1.3.1 Pengertian Saham
Saham merupakan salah satu instrumen pasar modal yang paling banyak
diminati oleh investor karena mampu memberikan tingkat pengembalian yang
menarik. Berikut adalah pengertian saham menurut para ahli:

Menurut Martalena dan Malinda (2011:12):

“Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak
(badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroran terbatas.”

Menurut Fahmi (2012:85) bahwa:

“Saham adalah kertas yang tercantum dengan jelas nilai nominal, nama perusahaan,
disertai dengan hak dan kewajiban yang dijelaskan kepada setiap pemegangnya.”

Menurut Sutrisno (2012:310):

“Saham merupakan surat bukti kepemilikan perusahaan atau penyertaan pada


perusahaan yang berbentuk Perusahaan Terbatas (PT).”
25

Sedangkan menurut Azis, Mintarti dan Nadir (2015:76):

“Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikin investor


individual atau investor institusional atau trader atas investasi mereka atau
sejumlah dana yang diinvestasikan dalam suatu perusahaan.”

Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa saham


merupakan tanda penyertaan modal berupa surat berharga sebagai bukti
kepemilikan baik individu maupun badan yang artinya pemilik saham adalah
pemilik perusahaan, dengan demikian semakin besar saham yang dimiliki maka
semakin besar pula kekuasaannya dalam perusahaan tersebut.

2.1.3.2 Jenis-jenis Saham


Berikut adalah jenis-jenis saham yang diperdagangkan di pasar modal
menurut Gumanti (2011:33):

1. Saham Biasa (Common Stock)


Saham biasa adalah suatu surat berharga yang dijual oleh suatu
perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah, dolar, yen, dan
sebagainya) dimana pemegangnya diberi hak untuk mengikuti RUPS
(Rapat Umum Pemegang Saham) dan RUPSLB (Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa) serta berhak untuk menentukan membeli
right issue atau tidak, yang selanjutnya diakhir tahun akan memperoleh
keuntungan dalam bentuk dividen. Terdapat enam jenis saham biasa
yaitu Growth Stocks, Income Stocks, Blue-chip Stocks, Speculative
Stocks, Cyclical Stocks, dan Defensive Stocks.
1) Growth Stocks
Growth Stocks adalah saham suatu perusahaan, yang biasanya atau
berkecenderungan atau melekat pada perusahaan yang lebih kecil
dalam ukuran aset, yang memiliki pertumbuhan penjualan dan
keuntungan di atas rata-rata industri. Perusahaan biasanya tidak
membayar dividen atau kalaupun membayar nilainya relatif kecil,
melainkan menginvestasikan keuntungan yang diperoleh untuk
mendanai ekspansinya.
26

2) Income Stocks
Income Stocks adalah saham umum yang cenderung lebih tua,
dimiliki oleh perusahaan yang sudah mapan (mature) yang
membayar dividen cukup tinggi dan yang tidak tumbuh secara cepat.
3) Blue-chip Stocks
Blue-chip Stocks merupakan saham umum perusahaan besar yang
memiliki kemampuan finansial mapan dengan sejarah pembayaran
dividen yang bagus dan memiliki pertumbuhan keuntungan yang
konsisten. Saham perusahaan berjenis ini cenderung memiliki risiko
kegagalan yang kecil.
4) Speculative Stocks
Speculative Stocks merupakan kebalikan dari blue-chip stocks.
Saham berjenis ini cenderung lebih berisiko dan memiliki tingkat
voltalitas jangka pendek yang tinggi. Jika respon pasar berlebihan,
harga saham bisa meningkat tajam. Sebaliknya, pasar akan dapat
dengan mudah melepas kepemilikan dengan segera jika prospek
perusahaan kurang meyakinkan.
5) Cyclical Stocks
Cyclical Stocks merupakan saham-saham yang cenderung bergerak
mengikuti siklus usaha (business cycle). Bila perekonomian sedang
baik, saham berjenis inipun akan baik, sebaliknya bila perekonomian
mengalami resesi, saham jenis inipun akan terimbas dan juga
mengalami penurunan harga.
6) Defensive Stocks
Defensive Stocks merupakan kebalikan dari cyclical stocks. Saham
jenis ini biasanya dapat bertahan dengan baik pada saat
perekonomian sedang resesi atau kondisi ekonomi secara umum
kurang baik. Tetapi sebaliknya kurang berprestasi baik saat
perekonomian sedang membaik.
27

2. Saham Preferan (Preferred Stocks)


Saham preferen adalah jenis saham yang membayar kepada
pemegangnya dalam bentuk dividen yang besarnya sudah ditetapkan.
Jadi saham preferen merupakan bentuk penggabungan dari saham biasa
(common stocks) dan obligasi (bonds). Terdapat dua jenis saham
preferen yaitu Cummulative Preferred Stocks dan Participating
Preferred Stocks.
1) Cummulative Preferred Stocks
Adalah jenis saham preferen yang memberikan peluang kepada
pemegangnya untuk menerima dividen kumulatif, yaitu sebelum
pemegang saham biasa menerima dividen, pemegang saham
preferen menerima semua dividen yang harus diterimanya.
2) Participating Preferred Stocks
Adalah saham preferen yang dividennya dikaitkan dengan
keberhasilan perusahaan dengan berdasarkan pada rumus atau
perhitungan tertentu.

2.1.3.3 Harga Saham


Harga saham merupakan harga penutupan pasar saham selama periode
pengamatan untuk tiap-tiap jenis saham yang dijadikan sampel dan pergerakannya
senantiasi diamati oleh para investor.

Menurut Hartono (2017:167) pengertian harga saham adalah:

“Harga suatu saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan
oleh pelaku pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang
bersangkutan di pasar modal.”

Sedangkan menurut Sulia (2017) pengertian dari harga saham adalah:

“Nilai suatu saham yang mencerminkan kekayaan perusahaan yang mengeluarkan


saham tersebut, dimana perubahan atau fluktuasinya sangat ditentukan oleh
kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar bursa (pasar sekunder).”
28

Kesimpulan yang dapat diambil dari pengertian di atas bahwa harga saham
adalah nilai suatu saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu. Nilai saham
mencerminkan kekayaan perusahaan. Nilai suatu saham ditentukan oleh permintaan
dan penawaran di pasar bursa atau pasar modal dan biasanya yang digunakan adalah
harga penutupan.

2.1.4 Return Saham


2.1.4.1 Pengertian Return Saham
Tujuan utama investor melakukan investasi pada saham adalah untuk
mendapatkan return. Return saham merupakan tingkat keuntungan yang akan
diperoleh investor yang menanamkan dananya di pasar modal.

Menurut Prakoso (2016) definisi return saham adalah:

"Return saham dapat diartikan sebagai tingkat kembalian keuntungan yang


dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya."

Menurut Tandelilin (2017:113) pengertian return saham adalah sebagai


berikut:

"Return saham merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi
dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas
investasi yang dilakukannya."

Menurut Hartono (2017:263) defisini dari return saham adalah:

"Return saham adalah hasil yang diperoleh dari investasi dan return dapat berupa
return aktual (actual return) atau disebut juga return realisasi (realization return)
yang sudah terjadi atau return ekspektasian (expected return) yang diharapkan
terjadi di masa mendatang."

Berdasarkan beberapa pengertian return saham di atas, maka dapat


disimpulkan bahwa return saham adalah tingkat kembalian berupa keuntungan
yang dinikmati oleh pemodal di masa yang akan datang atas investasi yang
dilakukannya.
29

2.1.4.2 Jenis-jenis Return Saham


Menurut Hartono (2017:283), return saham dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu:

1. Return realisasian (realized return)


Return realisasian merupakan return yang telah terjadi. Return
realisasian dihitung menggunakan data historis. Return realisasian
penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari
perusahaan. Return realisasian atau return historis ini juga berguna
sebagai dasar penentuan return ekspektasian (expected return) dan
risiko di masa datang.
2. Return ekspektasian (expected return)
Return ekspektasian (expected return) adalah return yang diharapkan
skan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Berbeda dengan return
realisasian yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasian belum
terjadi.

2.1.4.3 Komponen Return Saham


Menurut Tandelilin (2017:114), return yang diperoleh investor dari hasil
investasi saham terdiri dari dua komponen utama, yaitu:

1. Yield
Yield merupakan komponen return yang mencerminkan aliran kas atau
pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi. Jika kita
berinvestasi pada sebuah organisasi misalnya, maka besar yield
ditunjukkan dari bunga obligasi yang dibayarkan. Demikan pula halnya
jika kita membeli saham, yield ditunjukkan oleh besarnya dividen yang
kita peroleh.
30

2. Capital gain (loss)


Capital gain (loss) sebagai komponen kedua dari return merupakan
kenaikan (penurunan) harga suatu surat berharga (bisa saham maupun
surat utang jangka panjang), yang bisa memberikan keuntungan
(kerugian) bagi investor. Dengan kata lain, capital gain (loss) bisa juga
diartikan sebagai perubahan harga sekuritas.

2.1.4.4 Perhitungan Return Saham


Perhitungan dari tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh dividen yield dan
tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh capital gain (loss) menurut Tandelilin
(2017) dapat dilihat sebagai berikut:

1. Yield

Dividend Yield = Dₜ : Pₜ₋₁

Keterangan :
Dₜ = Dividend yield selama tahun t
Pₜ₋₁ = Harga saham per lembar pada awal tahun

2. Capital gain (loss)

Capital gain (Loss) = (Pₜ - Pₜ₋₁) : Pₜ₋₁

Keterangan :
Pₜ = Harga saham per lembar pada akhir tahun ₜ
Pₜ₋₁ = Harga saham per lembar pada awal tahun ₜ

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan


bahwa dalam penelitian ini penulis hanya memperhitungkan return saham
yang berasal dari capital gain (loss) tanpa memperhitungkan dividen yield,
karena menurut teori Hartono (2017) menyatakan bahwa return saham
sangat erat kaitannya dengan harga saham, karena ketika harga saham
meningkat maka return saham yang akan diperoleh investor juga akan
31

meningkat, yang artinya return saham bernilai positif atau mendapatkan


capital gain. Namun sebaliknya, ketika harga saham menurun maka
investor akan mengalami kerugian, artinya return saham yang akan
diperoleh investor bernilai negatif atau mendapatkan capital loss. Para
investor juga seringkali menginginkan keuntungan dengan segera sehingga
mereka lebih menginginkan keuntungan dalam bentuk capital gain
dibandingkan dividen yield, dan juga tidak semua perusahaan membagikan
dividen secara periodik kepada pemegang saham karena bisa saja
perusahaan tersebut sedang mengalami kepentingan kas atau alasan
perusahaan untuk melakukan reinvestasi, serta pada dasarnya dividen
nilainya kecil sehingga tidak berpengaruh jika tidak ikut diperhitungkan.

2.1.5 Analisis Teknikal dan Fundamental


Menurut Sutrisno (2012:309) terdapat dua pendekatan dasar untuk
melakukan analisis dan memilih saham yakni technical analysis dan fundamental
analysis.

1. Technical Analysis
Menurut Sutrisno (2012) analisis teknikal merupakan pendekatan
investasi dengan cara mempelajari data historis dari harga saham serta
menghubungkannya dengan trading volume yang terjadi dan kondisi
ekonomi pada saat itu. Analisis ini hanya mempertimbangkan
pergerakan harga saham saja tanpa memperhatikan kinerja perusahaan
yang mengeluarkan saham tersebut. Pergerakan harga saham tersebut
dihubungkan dengan kejadian-kejadian pada saat itu. Analisis teknikal
digunakan oleh para spekulator.
Beberapa indikator teknis yang sering dipergunakan dalam analisis
teknikal menurut Husnan (2005), terdiri atas moving average, new highs
and lows, volume perdagangan, dan short interest ratio.
32

a. Moving average
Merupakan pergerakan saham harian yang dihitung berdasarkan
sejumlah hari tertentu dan digambarkan dalam grafik. Apabila harga
saham asli berbeda di bawah harga moving average, harga tersebut
kemudian naik memotong harga moving average dengan volume
perdagangan yang cukup tinggi, maka saham tersebut merupakan
kandidat untuk dibeli. Sebaliknya, apabila harga saham di atas
moving average, dan harga saham tersebut turun memotong moving
average, maka saham tersebut merupakan kandidat untuk dijual.
b. New Highs and Lows
Merupakan harga saham tertinggi dan terendah selama periode
tertentu.
c. Volume Perdagangan
Kegiatan perdagangan dalam volume yang sangat tinggi di suatu
bursa akan ditafsirkan sebagai tanda pasar akan membaik (bullish).
d. Short Interest Ratio
Short interest untuk suatu saham menunjukkan jumlah saham yang
dilakukan short selling tetapi belum dilakukan pembelian kembali.
Rasio ini menunjukkan berapa hari perdagangan yang diperlukan
agar short selling tersebut dapat diselesaikan.

Menurut Yunanto dan Medyawati (2009), faktor teknikal diukur


dengan beberapa indikator antara lain inflasi, nilai tukar mata uang, dan
risiko pasar. Saham perusahaan yang go public adalah komoditi investasi
yang berisiko, karena bersifat peka terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi, baik perubahan di dalam negeri maupun perubahan dari luar negeri.
Perubahan-perubahan ini tentunya merupakan risiko bagi investor. Risiko
investasi saham dapat berupa penurunan kurs saham, gagal menerima
dividen tunai, gagal menerima kembali modal karena emiten saham
dinyatakan bangkrut ataupun saham tidak laku dijual karena emiten
dikeluarkan dari pencatatan bursa efek.
33

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


analisis teknikal merupakan analisis grafik harga saham, dengan cara melihat
pergerakan harga saham yang sudah terjadi atau historis untuk meramal
pergerakkan harga di waktu yang akan datang.

2. Fundamental Analysis
Menurut Sutrisno (2012) analisis fundamental merupakan
pendekatan analisis harga saham yang menitikberatkan pada kinerja
perusahaan yang mengeluarkan saham dan analisis ekonomi yang akan
mempengaruhi masa depan perusahaan. Kinerja perusahaan dapat
dilihat dari perkembangan perusahaan, neraca perusahaan dan laporan
laba ruginya, proyeksi usaha dan rencana perluasan dan kerjasama. Pada
umumnya apabila kinerja perusahaan mengalami perkembangan yang
baik, maka harga saham akan meningkat.
Menurut Samsul (2015), secara fundamental harga suatu jenis saham
dipengaruhi oleh ekspektasi kinerja perusahaan dan kemungkinan risiko
yang dihadapi perusahaan. Kinerja perusahaan tercermin dari laba
operasional dan laba bersih per unit saham serta beberapa rasio
keuangan yang dapat menggambarkan kekuatan manajemen dalam
mengelola perusahaan. Risiko perusahaan tercermin dari daya tahan
perusahaan dalam menghadapi siklus ekonomi maupun faktor
makroekonomi dan makro nonekonomi. Dengan kata lain kinerja
perusahaan dan risiko yang dihadapi dipengaruhi oleh faktor
makroekonomi dan mikroekonomi. Data keuangan masa lalu serta
faktor makro dan mikro bisa dipakai untuk memprediksi kinerja
perusahaan di masa datang. Faktor-faktor fundamental yang
mempengaruhi return saham menurut Samsul (2015), terdiri atas faktor
makroekonomi dan faktor mikroekonomi.
a. Faktor Makroekonomi
Merupakan faktor yang berada di luar perusahaan, tetapi mempunyai
pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Faktor makroekonomi
secara langsung dapat mempengaruhi kinerja saham maupun kinerja
perusahaan, antara lain tingkat bunga umum, tingkat inflasi,
34

peraturan perpajakan, kebijakan pemerintah, kurs valuta asing,


tingkat bunga pinjaman luar negeri, ekonomi internasional, siklus
ekonomi, paham ekonomi, dan peredaran uang. Perubahan dalam
faktor makroekonomi akan mempengaruhi kinerja perusahaan
walaupun tidak seketika, tetapi secara perlahan dalam jangka
panjang.
b. Faktor Mikroekonomi
Kemajuan dan kemunduran kinerja perusahaan tercermin dari rasio-
rasio keuangan yang secara rutin diterbitkan oleh emiten. Banyak
sekali rasio keuangan yang dapat dianalisis, tetapi tidak semua rasio
dibutuhkan oleh investor. Sebagian rasio keuangan sangat penting
bagi manajemen tetapi kurang penting bagi investor. Faktor
mikroekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap return saham
suatu perusahaan berada di dalam perusahaan itu sendiri antara lain
adalah: (1) Laba bersih per saham; (2) Laba usaha per saham; (3)
Nilai buku per saham; (4) Rasio utang terhadap ekuitas; (5) Rasio
laba bersih terhadap ekuitas; (6) Cash flow per saham.

Menurut Budiman (2018) melakukan analisis fundamental


merupakan proses sangat penting bagi investor untuk dilakukan sebelum
mengambil keputusan investasi. Dalam analisis fundamental, paling
tidak dilakukan empat analisis yaitu analisis pertumbuhan, analisis
profitabilitas, analisis utang dan analisis harga saham. Keempat analisis
ini mampu membantu dalam memberi gambaran kesehatan perusahaan
serta potensi saham yang akan diinvestasikan. Rasio keuangan yang
paling dominan dijadikan perhatian investor karena dianggap dapat
mempresentasikan analisis tentang kondisi kinerja keuangan suatu
perusahaan terdiri dari rasio pertumbuhan penjualan, return on equity
(ROE), debt to equity ratio (DER), price earning ratio (PER), dan price
to book value (PBV).

a. Analisis pertumbuhan
Menurut Budiman (2018:36) perusahaan yang bagus adalah
perusahaan yang memiliki pertumbuhan positif dari tahun ke tahun.
35

Dalam analisis pertumbuhan, pertumbuhan yang penting untuk kita


lihat antara lain pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba kotor,
pertumbuhan laba operasi, serta pertumbuhan laba bersih. Dalam
analisis pertumbuhan, rasio penting yang sering digunakan untuk
melihat tingkat pertumbuhan perusahaan yaitu pertumbuhan
penjualan.
b. Analisis profitabilitas
Menurut Budiman (2018:40) profitabilitas artinya tingkat
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada. Analisis profitabilitas akan
melihat seberapa mampu perusahaan menggunakan aset serta modal
yang ada untuk menghasilkan keuntungan semaksimal mungkin.
Dalam analisis profitabilitas, rasio penting yang sering digunakan
untuk melihat tingkat profitabilitas perusahaan yaitu return on equity
(ROE). Return on equity (ROE) dihitung dengan cara
membandingkan laba bersih dengan total ekuitas.
c. Analisis utang
Menurut Budiman (2018:44) analisis utang akan memberikan kita
gambaran tentang tingkat kesehatan keuangan perusahaan, serta
kekuatan struktur permodalan perusahaan. Utang dan kondisi
keuangan perusahaan yang tidak sehat akan menciptakan risiko
kebangkrutan di masa yang akan datang, ketika perusahaan tidak
mampu membayar utang-utangnya. Dalam analisis utang rasio
penting yang sering digunakan yaitu debt to equity ratio (DER)
yakni membandingkan total utang perusahaan dengan total ekuitas
atau dana dari pemegang saham.
d. Analisis harga saham
Menurut Budiman (2018:47) tujuan analisis harga saham adalah
untuk menentukan apakah harga saham dari sebuah perusahaan
sudah terlalu mahal atau masih menarik untuk diinvestasikan.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa


analisis fundamental adalah teknik analisis saham yang didasarkan pada kinerja dan
prospek bisnis dari sebuah perusahaan. Analisis fundamental merupakan proses
36

paling penting bagi investor sebelum mengambil keputusan investasi. Analisis


fundamental dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan. Menghitung
kinerja keuangan perusahaan biasanya dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio
keuangan. Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan kondisi keuangan perusahaan serta rasio keuangan mempunyai kekuatan
dalam memprediksi return saham di pasar modal. Dalam penelitian ini penulis
dalam mengukur kinerja keuangan adalah dengan analisis fundamendal yang terdiri
dari analisis pertumbuhan yang diproksikan pada rasio pertumbuhan penjualan,
analisis profitabilitas yang diproksikan pada rasio return on equity (ROE), analisis
utang yang diproksikan pada rasio debt to equity ratio (DER) serta analisis harga
saham yang diproksikan pada price earning ratio (PER) dan price to book value
(PBV).

2.1.6 Laporan Keuangan


2.1.6.1 Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi potensial yang
pada umumnya digunakan oleh para investor sebagai dasar pengambilan keputusan
penanaman modal. Informasi-informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
yaitu mengenai entitas yang meliputi aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban
termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik
dalam kapasitasnya sebagai pemilik dan arus kas. Berikut adalah definisi laporan
keuangan menurut para ahli:

Menurut Gumanti (2011:103):

“Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan merupakan ringkasan


dari harta, kewajiban dan kinerja operasi selama suatu periode akuntansi tertentu.”

Menurut Sutrisno (2012:9):

“Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang meliputi dua
laporan utama yakni neraca dan laporan laba-rugi. Laporan keuangan disusun
dengan maksud untuk menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan kepada
37

pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam mengambil


keputusan.”

Menurut Wahyudiono (2014:10):

“Laporan keuangan dapat diartikan sebagai laporan pertanggungjawaban manajer


atau pimpinan perusahaan atas pengelolaan perusahaan yang dipercayakan
kepadanya kepada pihak-pihak luar perusahaan.”

Berdasarkan beberapa pengertian laporan keuangan di atas, maka dapat


disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan suatu informasi yang
menggambarkan kondisi suatu perusahaan, dimana selanjutnya akan menjadi suatu
informasi yang menggambarkan mengenai kinerja suatu perusahaan yang
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang membutuhkan untuk membantu dalam hal
pengambilan keputusan.

2.1.6.2 Jenis-jenis Laporan Keuangan


Menurut Gumanti (2011:103) laporan keuangan terdiri dari komponen-
komponen sebagai berikut:

1. Neraca
Merupakan laporan tentang harta atau kekayaan dan kewajiban atau
beban suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu.
2. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi menunjukkan kinerja operasi suatu perusahaan dalam
suatu periode akuntansi tertentu. Laporan laba rugi juga menunjukkan
seberapa jauh perusahaan mampu menjalankan kegiatan usaha serta
seberapa efisien perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.
3. Laporan Perubahan Modal
Laporan perubahan modal menunjukkan berapa besar bagian atau porsi
dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan yang diinvestasikan
kembali ke perusahaan yang mempengaruhi besaran modal secara
keseluruhan.
38

4. Laporan Arus Kas


Laporan arus kas menyajikan informasi tentang arus kas bersih dari tiga
kegiatan utama di perusahaan, yaitu arus kas dari aktivitas operasi, arus
kas dari aktivitas pendanaan dan arus kas dari aktivitas investasi.

2.1.7 Pertumbuhan Penjualan


Menurut Fahmi (2014:82) rasio pertumbuhan merupakan rasio yang
digunakan sebagai pengukur seberapa besar kemampuan dari suatu perusahaan
untuk mempertahankan posisinya di dalam industri dan perkembangan ekonomi
secara umum. Menurut Budiman (2018:38) pertumbuhan penjualan adalah
perbandingan penjualaan tahun yang bersangkutan dengan penjualan tahun
sebelumnya. Pertumbuhan penjualan penting bagi seluruh perusahaan, dimana
omzet penjualan merupakan ujung tombak dari sebuah perusahaan.

Perusahaan yang memiliki pertumbuhan penjualan tinggi akan bernilai lebih


dalam pandangan investor, dikarenakan dengan adanya pertumbuhan penjualan
yang tinggi akan berdampak pada keuntungan yang diperoleh perusahaan yang akan
meningkat juga, sehingga akan menjamin keberadaaan dan keberlangsungan
aktivitas perusahaan (Ismaida & Saputra, 2016). Pertumbuhan penjualan dapat
memberikan gambaran mengenai tingkat keberhasilan operasional dari suatu
perusahaan di periode masa lalu dan digunakan sebagai acuan untuk memprediksi
pertumbuhan di periode masa depan. Semakin tinggi pertumbuhan penjualan yang
dimiliki perusahaan maka akan semakin besar juga keuntungan yang diperoleh
(Pantow, 2015).

Pertumbuhan penjualan tinggi berarti perusahaan mengalami pertumbuhan


yang besar. Perusahaan yang mengalami pertumbuhan akan memberikan sinyal
kepada investor sehingga tertarik untuk membeli saham. Semakin tinggi minat
investor untuk membeli saham, maka akan diikuti dengan tingginya harga saham
sehingga investor memperoleh return yang diharapkan.

Berikut adalah perhitungan pertumbuhan penjualan (Budiman, 2018:36):

Penjualan Periode Terkini


Pertumbuhan Penjualan =
Penjualan Periode Sebelumnya
39

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


pertumbuhan penjualan adalah perbandingan penjualan tahun yang bersangkutan
dengan penjualan tahun sebelumnya. Pertumbuhan penjualan mencerminkan
keberhasilan kinerja pada periode masa lalu dari suatu perusahaan. Pertumbuhan
penjualan dapat meramalkan bagaimana pendapatan perusahaan pada masa yang
akan datang.

2.1.8 Return on Equity (ROE)


Menurut Harahap (2015:305) return on equity (ROE) yaitu rasio yang
menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik.
Menurut Hery (2018:194) return on equity (ROE) merupakan rasio yang
menunjukkan seberapa besar kontribusi ekuitas dalam menciptakan laba bersih.
Menurut Budiman (2018:41) rasio return on equity (ROE) dapat melihat
kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan dana pemegang saham untuk
menghasilkan keuntungan semaksimal mungkin. Semakin tinggi rasio return on
equity (ROE) menunjukkan tingkat profitabilitas perusahaan yang semakin baik,
yang artinya posisi perusahaan semakin kuat.

Berikut adalah perhitungan return on equity (ROE) (Budiman, 2018:41):

Laba Bersih Setahun


𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑜𝑛 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 (ROE) =
Total Ekuitas

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa return on


equity (ROE) menunjukkan tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh manajemen
dari modal yang disediakan oleh pemilik perusahaan. Semakin tinggi nilai return
on equity (ROE) maka tingkat pengembalian atas investasi yang ditanamkan oleh
pemegang saham atau investor semakin tinggi. Sehingga banyak investor
menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.

2.1.9 Debt to Equity Ratio (DER)


Menurut Kasmir (2017:157) debt to equity ratio (DER) merupakan rasio
yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Sedangkan menurut Hery
(2018:168) debt to equity ratio (DER) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
besarnya proporsi utang terhadap modal. Rasio ini berguna untuk mengetahui
40

besarnya perbandingan antara jumlah dana yang disediakan oleh kreditor dengan
jumlah dana yang berasal dari pemilik perusahaan. Semakin tinggi nilai debt to
equity ratio (DER) maka semakin kecil jumlah modal pemilik perusahaan yang
dapat dijadikan sebagai jaminan utang, sehingga tingkat risiko perusahaan semakin
besar karena bisa saja mengalami kegagalan keuangan. Hal ini membawa dampak
pada menurunnya harga saham di bursa, sehingga return saham juga akan menurun
yang berarti return saham bernilai negatif (Hery,2018).

Berikut adalah perhitungan debt to equity ratio (DER) (Budiman, 2018:44):

Total Utang
𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 (DER) =
Total Ekuitas

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa debt to


equity ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui seberapa
besar utang perusahaan jika dibandingkan dengan dana yang berasal dari modal
sendiri. Semakin tinggi rasio debt to equity ratio (DER) maka harga saham akan
naik akibatnya return saham akan turun.

2.1.10 Price Earning Ratio (PER)


Menurut Dyah Ratih Sulistyastuti (2005) price earning ratio (PER) adalah
ukuran kinerja saham yang didasarkan atas perbandingan antara harga pasar saham
terhadap pendapatan perlembar saham (earning per share/EPS).

Menurut Abdul Halim dalam Indah Purnama Sari (2005), price earning
ratio (PER) adalah:

Memberikan indikasi tentang jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan


dana pada tingkat harga saham dan keuntungan perusahaan pada suatu periode
tertentu.

Menurut Sugianto (2008:26), price earning ratio (PER) adalah:

Rasio ini diperoleh dari harga pasar saham biasa dibagi dengan laba per saham
(EPS), maka semakin tinggi rasio ini akan mengindikasikan bahwa kinerja
perusahaan juga semakin membaik, sebaliknya jika price earning ratio (PER)
terlalu tinggi juga dapat mengindikasikan bahwa harga saham yang ditawarkan
sudah sangat tinggi atau tidak rasional.
41

Menurut Brigham dan Houston (2010:150), price earning ratio (PER)


adalah:

Rasio harga per saham terhadap laba per saham menunjukkan jumlah yang rela
dibayarkan oleh investor untuk setiap dolar laba yang dilaporkan.

Sedangkan menurut Irhan Fahmi (2013:138), pengertian price earning ratio


(PER) adalah:

Perbandingan antara market price pershare (harga pasar per lembar saham) dengan
earning per share (laba perlembar saham) terhadap kenaikan pertumbuhan laba
yang diharapkan juga akan mengalami kenaikan.

Berikut adalah perhitungan price earning ratio (PER) (Budiman, 2018:48):

Harga Saham Perlembar


𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 (PER) =
𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒 (EPS)

Laba Bersih
𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒 (EPS) =
Jumlah Saham Beredar

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa price


earning ratio (PER) dihitung dengan cara membandingkan harga saham di pasar
dengan laba bersih per saham. Price earning ratio (PER) bermanfaat untuk melihat
bagaimana pasar menghargai kinerja saham suatu perusahaan terhadap kinerja
perusahaan yang tercermin dalam laba per saham.

2.1.11 Price to Book Value Ratio (PBV)


Menurut Ang (1997) price to book value (PBV) merupakan salah satu rasio
pasar yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai
bukunya. Menurut Fakhruddin & Hadianto (2001), price to book value (PBV)
(PBV) adalah rasio yang menunjukkan apakah harga saham yang diperdagangkan
lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai buku saham. Menurut Zulbiadi Latief
(2018), price to book value (PBV) yang tinggi mencerminkan harga saham yang
tinggi dibandingkan nilai buku per lembar saham. Semakin tinggi harga saham,
semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham (Sartono,
42

2001). price to book value (PBV) adalah rasio yang digunakan untuk menentukan
harga wajar dari suatu saham dengan menghitung harga saham terakhir pada nilai
buku dari laporan keuangan tahunan terakhir perusahaan.

Berikut adalah perhitungan price to book value (PBV) (Budiman, 2018:48):

Harga Saham Perlembar


𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑡𝑜 𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 (PBV) =
Nilai Buku Perlembar

Total Ekuitas
Nilai Buku Perlembar =
Jumlah Saham Beredar

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa price to


book value (PBV) ditunjukkan dengan perbandingan antara harga saham terhadap
nilai buku yang dihitung sebagai hasil bagi dari ekuitas pemegang saham dengan
jumlah saham yang beredar. Price to book value (PBV) menggambarkan seberapa
besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Rasio ini menunjukkan
seberapa jauh sebuah perusahaan mampu menciptakan nilai perusahaan relatif
terhadap jumlah modal yang diinvestasikan, sehingga semakin tinggi rasio price to
book value (PBV) yang menunjukkan semakin berhasil perusahaan menciptakan
nilai bagi pemegang saham.
43
45
46
47

Sumber : Jurnal Penelitian Terdahulu (data diolah sendiri).

2.2 Kerangka Berpikir Hipotesis Penelitian


2.2.1 Kerangka Berpikir
Menurut Sugiyono (2017:60) menyatakan bahwa kerangka berpikir
merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan
berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

2.2.1.1 Hubungan antara Pertumbuhan Penjualan dengan Return Saham

Penjualan merupakan pendapatan inti yang diterima perusahaan atas hasil


produksi yang diciptakannya. Pertumbuhan merupakan indikator bagi maju atau
tidaknya suatu perusahaan. Andriasari (2016) menyatakan bahwa semakin tinggi
pertumbuhan penjualan mencerminkan bahwa perusahaan mengalami pertumbuhan
yang besar. Perusahaan yang mengalami pertumbuhan yang besar akan membuat
investor tertarik untuk membeli saham perusahaan tersebut. Tercapainya tingkat
penjualan yang tinggi dapat meningkatkan keuntungan yang dihasilkan
perusahaan, sehingga terjadi perubahan laba. Informasi yang diberikan manajer
mengenai pertumbuhan penjualan akan memberikan sinyal positif pada investor
bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik dimasa depan. Akibatnya
banyak investor yang tertarik untuk menanamkan sahamnya di perusahaan
tersebut, sehingga harga saham perusahaan meningkat.
Menurut Budiman (2018:36) perusahaan yang baik dan sehat adalah
perusahaan yang memiliki pertumbuhan positif dari tahun ke tahun. Peneliti
mengambil rasio pertumbuhan penjualan sebagai variabel karena pertumbuhan
penjualan merupakan faktor yang berpengaruh pada kinerja harga saham.
Pertumbuhan penjualan merupakan perbandingan penjualaan tahun yang
bersangkutan dengan penjualan tahun sebelumnya. Jika nilai perbandingan
semakin besar, maka dapat dikatakan bahwa tingkat pertumbuhan penjualan
48

perusahaan semakin baik dan meningkatkan return saham yang dibagikan pada
pemegang saham dalam suatu perusahaan.
Penjelasan tersebut didukung oleh penelitian Andriasari, Miyasto, &
Mawardi (2016) menyatakan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh positif
terhadap return saham, dan penelitian Muslih & Fitriah (2019) menyatakan bahwa
pertumbuhan penjualan memiliki arah positif dan berpengaruh terhadap return
saham. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan memiliki hubungan
dengan return saham.

2.2.1.2 Hubungan antara Return on Equity (ROE) dengan Return Saham


Menurut Fahmi (2016:80) rasio profitabilitas merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dan manajemen secara keseluruhan
dengan melihat tingkat laba yang diperoleh yang berhubungan dengan penjualan
ataupun investasi. Return on equity (ROE) merupakan salah satu rasio profitablitas.
Return on equity (ROE) mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan
laba yang tersedia bagi pemegang saham. Dalam perhitungannya return on equity
(ROE) merupakan perbandingan antara laba bersih dengan total ekuitas. Pemegang
saham berharap mendapatkan pengembalian atas uang yang telah mereka
investasikan, dan rasio ini menunjukkan besarnya pengembalian tersebut.

Return on equity (ROE) yang meningkat menandakan adanya efisiensi yang


telah diraih. Nilai return on equity (ROE) yang tinggi menandakan manajemen
perusahaan mampu mengoptimalkan modalnya untuk menghasilkan laba yang
tinggi. Jika perusahaan dapat menghasilkan laba yang tinggi, maka permintaan
saham akan meningkat dan selanjutnya akan berdampak pada meningkatnya harga
saham perusahaan. Ketika harga saham semakin meningkat maka return saham
juga akan meningkat. Di sisi lain tingkat return on equity (ROE) yang tinggi akan
berdampak pada rendahnya tingkat penggunaan dana eksternal. Hal ini disebabkan
perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan mempunyai dana internal
yang besar, sehingga return on equity (ROE) berpengaruh positif terhadap return
saham. Peneliti mengambil rasio return on equity (ROE) sebagai variabel karena
rasio ini semakin besar return on equity (ROE) berarti semakin optimalnya
penggunaan modal sendiri suatu perusahaan dalam menghasilkan laba dan
49

peningkatan laba berarti terjadinya pertumbuhan yang bersifat progresif. Semakin


besar laba maka semakin besar pula minat investor untuk menginvestasikan
dananya, karena besar kemampuan perusahaan mendapatkan profit sehingga akan
meningkatkan tingkat return saham perusahaan tersebut (Sadikin, 2018).

Penjelasan tersebut didukung oleh penelitian Latifah & Pratiwi (2019) yang
menyatakan bahwa Return on equity (ROE) berpengaruh positif signifikan terhadap
return saham dan penelitian Sadikin, Yulianto, & Dahniar (2019) menyatakan
bahwa return on equity (ROE) berpengaruh positif signifikan terhadap return
saham. Hal ini menunjukkan bahwa return on equity (ROE) memiliki hubungan
dengan return saham.

2.2.1.3 Hubungan antara Debt to Equity Ratio (DER) dengan Return Saham
Dalam analisis utang dapat menggunakan rasio Debt to Equity Ratio (DER)
yakni membandingkan total utang perusahaan dengan total ekuitas atau dana dari
pemegang saham (Budiman, 2018). Debt to equity ratio (DER) merupakan salah
satu dari aspek yang dinilai dalam mengukur kinerja perusahaan yaitu aspek
leverage atau utang perusahaan. Utang merupakan komponen penting perusahaan
khususnya sebagai salah satu sarana pendanaan. Debt to equity ratio (DER)
merupakan rasio yang mengukur sejauh mana besarnya utang dapat ditutupi oleh
modal sendiri (Harjadi, 2013). Hery (2018) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai
debt to equity ratio (DER) maka semakin kecil jumlah modal pemilik perusahaan
yang dapat dijadikan sebagai jaminan utang, sehingga tingkat risiko perusahaan
semakin besar karena bisa saja mengalami kegagalan keuangan. Hal ini membawa
dampak pada menurunnya harga saham di bursa, sehingga return saham juga akan
menurun yang berarti return saham bernilai negatif. Penjelasan tersebut didukung
oleh penelitian Nurmasari (2018) yang menyatakan bahwa debt to equity ratio
(DER) secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham dan
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap return saham dan penelitian
Wahyu & Permata (2019) menyatakan bahwa debt to equity ratio (DER)
berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham.

Terdapat pandangan berbeda mengenai nilai debt to equity ratio (DER),


seperti teori yang dikemukakan oleh Brigham & Houston (2018) menyatakan
50

bahwa jika menggunakan lebih banyak utang maka perusahaan tersebut pada
umumnya akan mendapatkan modal tambahan yang dapat digunakan untuk
mengembangkan usahanya. Dengan pengembangan usaha tersebut, pendapatan
perusahaan dapat meningkat dan hal ini akan memperbesar laba yang diharapkan.
Tentunya dengan laba yang besar akan menarik perhatian investor untuk terus
berinvestasi pada perusahaan tersebut. Semakin banyaknya investor yang akan
berinvestasi, maka harga saham akan menjadi naik dan return saham menjadi
tinggi. Penjelasan tersebut didukung oleh penelitian Rahayu, Junaidi & Hariri
(2018) menyatakan bahwa debt to equity ratio (DER) berpengaruh terhadap return
saham dan penelitian Saraswati (2020) menyatakan bahwa debt to equity ratio
(DER) secara parsial berpengaruh terhadap return saham. Hal ini menunjukkan
bahwa debt to equity ratio (DER) memiliki hubungan dengan return saham.

2.2.1.4 Hubungan antara Price Earning Ratio (PER) dengan Return Saham
Price earning ratio (PER) dihitung dengan cara membandingkan harga
saham di pasar dengan laba bersih per saham atau earning per share (EPS). Earning
per share (EPS) dihitung membagi laba bersih dengan jumlah saham beredar
(Budiman, 2018:47). Price earning ratio (PER) adalah rasio yang digunakan untuk
melihat bagaimana pasar menghargai kinerja saham suatu perusahaan terhadap
kinerja perusahaan. Menurut Sugiyanto (2008) semakin tinggi rasio ini akan
mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan juga semakin membaik. Price earning
ratio (PER) merupakan rasio yang mengukur bagaimana investor menilai prospek
pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang (Sudana, 2011:23). Semakin
tinggi rasio ini semakin tinggi pertumbuhan laba yang diharapkan oleh pemodal
(Husnan, 2011). Investor menilai perusahaan yang memiliki price earning ratio
(PER) tinggi menunjukkan bahwa harga saham perusahaan tersebut tinggi, selain
itu price earning ratio (PER) yang tinggi juga menunjukkan semakin mahal saham
tersebut terhadap pendapatannya. Harga saham yang tinggi disebabkan oleh
peningkatan permintaan atas saham tersebut. Harga saham yang meningkat akan
meningkatkan nilai price earning ratio (PER) perusahaan tersebut dan return saham
perusahaan juga ikut meningkat (Ryadi dan Sudjana, 2014).
51

Penjelasan tersebut didukung oleh penelitian Malintan & Rio (2012)


menyatakan bahwa price earning ratio (PER) berpengaruh positif terhadap return
saham dan penelitian Mutia & Martaseli (2018) menyatakan bahwa price earning
ratio (PER) berpengaruh terhadap return saham. Hal ini menunjukkan bahwa price
earning ratio (PER) memiliki hubungan dengan return saham.

2.2.1.5 Hubungan antara Price to Book Value (PBV) dengan Return Saham
Price to book value (PBV) merupakan rasio yang penting sebagai salah satu
indikasi perusahaan dalam upaya komitmen yang tinggi terhadap pasar. Menurut
Brigham dan Houston (2010:151), rasio harga pasar suatu saham terhadap nilai
bukunya atau price to book value (PBV) memberikan indikasi pandangan investor
atas perusahaan. Perusahaan yang dipandang baik oleh investor yang artinya
perusahaan dengan laba dan arus kas yang aman serta terus mengalami
pertumbuhan dijual dengan rasio nilai buku yang lebih tinggi dibandingkan
perusahaan dengan pengembalian yang rendah. Upaya peningkatan rasio price to
book value (PBV) berarti merupakan upaya peningkatan nilai perusahaan (Martono,
2009). Semakin tinggi rasio ini, berarti pasar percaya akan prospek perusahaan
tersebut. Price to book value (PBV) juga menunjukkan seberapa jauh suatu
perusahaan mampu menciptakan nilai perusahaan yang relatif terhadap jumlah
modal yang dinvestasikan. Perusahaan yang dapat beroperasi dengan baik,
umumnya memiliki rasio price to book value (PBV) di atas satu, yang menunjukkan
nilai pasar saham lebih tinggi dari nilai bukunya. Semakin tinggi rasio price to book
value (PBV), maka semakin tinggi pula perusahaan dinilai oleh investor. Apabila
suatu perusahaan dinilai lebih tinggi oleh investor, maka harga saham akan semakin
meningkat di pasar, yang pada akhirnya return saham tersebut akan meningkat.

Penjelasan tersebut didukung oleh penelitian Dwialesi & Darmayanti (2016)


menyatakan bahwa price to book value (PBV) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham dan penelitian Saraswati (2019) menyatakan bahwa price to
book value (PBV) berpengaruh terhadap return saham. Hal ini menunjukkan bahwa
price to book value (PBV) memiliki hubungan dengan return saham.
52

2.2.1.6 Hubungan antara Pertumbuhan Penjualan, Return on Equity (ROE),


Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), dan Price to
Book Value (PBV) dengan Return Saham
Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung
tingkat return yang baik. Kinerja keuangan digunakan sebagai dasar pertimbangan
untuk pengambilan keputusan bagi pihak investor. Supaya investor tertarik untuk
berinvestasi, maka suatu perusahaan harus mampu menunjukkan kinerja keuangan
yang optimal dengan menggunakan laporan keuangan (Kristanti, 2014:2). Laporan
keuangan sangatlah penting dalam mempertimbangkan keputusan investasi, karena
melalui laporan keuangan dapat diketahui kondisi fundamental keuangan
perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai saham perusahaan.
Laporan keuangan digunakan untuk mengukur kinerja serta memprediksi prospek
perusahaan dimasa yang akan datang dengan menggunakan harga saham serta
ukuran yang sering digunakan dalam analisis fundamental yaitu rasio keuangan
(Efrizon, 2019). Menurut Budiman (2018) analisis fundamental mampu membantu
dalam memberi gambaran kesehatan perusahaan serta potensi saham yang akan
diinvestasikan. Dalam analisis fundamental, rasio keuangan yang secara umum
paling dominan selalu menjadi perhatian investor karena dianggap dapat
mempresentasikan analisis awal tentang kondisi kinerja keuangan suatu perusahaan
terdiri dari rasio Pertumbuhan Penjualan, Return on Equity (ROE), Debt to Equity
Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), dan Price to Book Value (PBV).
53

Berdasarkan pemaparan di atas, maka kerangka berpikir dalam penelitian


ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Pertumbuhan Penjualan
X1

Return on Equity (ROE)


X2

Debt to Equity Ratio (DER) Return Saham


X3 Y

Price Earning Ratio (PER)


X4

Price to Book Value (PBV)


X5

Keterangan : = Parsial

= Simultan

Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
54

2.2.2 Hipotesis Penelitian


Menurut Sugiyono (2017:63), hipotesis penelitian merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban
yang diberikan baru berdasarkan teori relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta
empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data atau kuesioner. Berdasarkan
uraian keterkaitan Pertumbuhan Penjualan, Return on Equity (ROE), Debt to Equity
Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), Price to Book Value (PBV), dan Return
Saham di atas mengacu pada kerangka berpikir dan rumusan masalah, maka dapat
dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Parsial
H1 : Pertumbuhan Penjualan berpengaruh terhadap Return Saham.
H2 : Return on Equity (ROE) berpengaruh terhadap Return Saham.
H3 : Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap Return Saham.
H4 : Price Earning Ratio (PER) berpengaruh terhadap Return Saham.
H5 : Price to Book Value (PBV) berpengaruh terhadap Return Saham.
2. Secara Simultan
H6 : Pertumbuhan Penjualan, Return on Equity (ROE), Debt to Equity
Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), dan Price to Book Value
(PBV), secara simultan berpengaruh pada Return Saham.

Anda mungkin juga menyukai