Anda di halaman 1dari 3

ASAL USUL TARIAN GENDING SRIWIJAYA

Tari Gending Sriwijaya merupakan tarian khas sumatera selatan. Secara harafiah
Gending Sriwijaya berarti “Irama Kerajaan Sriwijaya”. Tari ini melukiskan
kegembiraan gadis-gadis Palembang saat menerima kunjungan tamu yang
diagungkan.

Menurut sejarah, Kerajaan Sriwijaya dulunya mempunyai tarian yang ditunjukkan


sebagai persembahan untuk dewa, sekaligus tarian penyambutan; tarian yang
bersifat sakral. Tari Tanggai merupakan nama dari tarian tersebut. Sayangnya, tari
ini mengalami modifikasi karena peraturan yang melarang wanita untuk menari di
masa penjajahan Belanda. Sebab itulah, tarian Tanggai tersebut berubah dan
ditampilkan oleh laki-laki.

Tari Tanggai pun tak diperbolehkan sama sekali pada masa penjajahan Jepang.
Dengan begitu, masyarakat Palembang jadi tidak punya tarian tradisional untuk
menyambut tamu. Melihat perkara ini, pemerintah Jepang pun meminta
masyarakat Palembang agar membuat sebuah tarian serta lagu pengiring yang
menjadi tarian penyambutan.Permintaan ini mulai digagas sejak akhir 1942
hingga tahun 1943. Sempat tertunda beberapa waktu karena berbagai persoalan
politik baik di Jepang maupun di tanah air.

Setelah tertunda beberapa waktu, pada bulan Oktober 1943 gagasan mencari
lagu ditindaklanjuti kembali. Letkol O.M. Shida memerintahkan Nuntjik A.R.
(Wakil Kepala Hodohan pengganti M.J. Su’ud) yang pada saat itu sudah dikenal
sebagai seorang sastrawan dan wartawan. Kemudian mengajak Achmad Dahlan
Mahibat, seorang komponis putra Palembang asli yang pandai bermain biola dari
kelompok seni (toneel) Bangsawan Bintang Berlian dibawah pimpinan pasangan
suami isteri Haji Gung dan Miss Tina, untuk bersama-sama menggarap lagu
tersebut.
Setelah penggarapan lagu selesai, maka dilanjutkan dengan penulisan syair lagu
Gending Sriwijaya oleh A. Dahlan Mahibat yang kemudian syair tersebut
disempurnakan oleh Nungtjik A.R., setelah lagu dan syair Gending Sriwijaya
selesai diciptakan, maka tari penyambutan harus segera dibuat. Berbagai
konsepsi telah dicari dan dikumpulkan dengan mengambil bahan-bahan dari tari-
tari adat Palembang yang sudah ada.

Seorang penari profesional yang dianggap ahli dalam hal adat budaya Palembang,
Miss Tina haji Gung mengurusi properti dan busana yang akan dipakai dalam
pementasan Tari Gending Sriwijaya yang dibantu oleh Sukaenah A. Rozak seorang
ahli tari sebagai model, dan pengarah gerak oleh budayawan RM Akib dan R Husin
Natodoradjo. Latihan diadakan di gedung Bioskop Saga. Kemudian pada bulan
Mei 1945 tari ini dipertunjukkan di hadapan Kolonel Matsubara, Kepala
Pemerintahan Umum Jepang, sebagai uji coba. Para penari uji coba ini merupakan
para nyonya pejabat dibantu oleh anggota grup Bangsawan Bintang Berlian.

Tepat pada hari Kamis, tanggal 2 Agustus 1945, dalam rangka menyambut
pejabat-pejabat Jepang dari Bukit Tinggi yang bernama Moh. Syafei dan
Djamaludin Adi Negoro, Tari Gending Sriwijaya secara resmi ditampilkan. Inilah
kali pertama tari Gending Sriwijaya pertama kali ditampilkan. Adapun tempat
penampilan diadakan di halaman Masjid Agung Palembang. “Tepak” yang berisi
kapur, sirih, pinang dan ramuan lainnnya dipersembahkan sebagai ungkapan rasa
bahagia.

Bentuk tarian ini adalah kombinasi dari berbagai unsur tarian adat yang telah ada
di Palembang. Unsur Buddhisme dan Batanghari Sembilan alias sembilan sungai di
Sumatera Selatan juga diaplikasikan dalam tarian Gending Sriwijaya ini. Kita dapat
melihat penggunaan unsur Batanghari Sembilan pada penari yang jumlahnya 9
orang.
Dibantu Nungcik A.R. yang membuat syair, Dahlan Muhibat membuat lagu untuk
musik tarian Gending Sriwijaya. Pada tahun 1944, pembuatan seluruh rangkaian
tarian selesai dan akhirnya pertama kali ditampilkan di halaman Masjid Agung
Palembang, dalam acara penyambutan pejabat ke Palembang.

Anda mungkin juga menyukai