Oleh:
130422200006
ARTIKEL ILMIAH
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
BAB IV PENUTUP..............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23
2
DAFTAR GAMBAR
3
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk pertama kali, pada tahun 1954 transplantasi ginjal pertama yang
berhasil telah dilakukan oleh Joseph Murray dan tim di Boston, Amerika Serikat.
Pasangan kembar monozigot dipilih sebagai pasangan donor-resipien karena pada
saat itu Murray telah menyadari akan potensi terjadinya reaksi penolakan yang
akan terjadi. Sedangkan, untuk di Indonesia, sejarah transplantasi ginjal pertama
telah dilakukan pada 11 November 1977 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
dengan dipandu oleh urologis jepang Profesor Ota dengan fasilitas dan spesialis
yang terbatas pada saat itu.3
4
Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini,
kekhawatiran Murray telah terjawab. Pencocokan human leukocyte antigen
(HLA) yang, obat immunosupresi yang memadai, teknik bedah yang semakin
berkembang, serta teknik preservasi organ yang baik, telah berkontribusi terhadap
terlaksananya prosedur transplantasi ginjal yang baik dan memberikan
peningkatan kelangsungan hidup, baik pasien maupun cangkok pasca
transplantasi.4
Donor ginjal dapat berasal dari donor hidup dan donor meninggal. Donor
hidup terbagi atas donor hidup keluarga (related) dan donor hidup bukan keluarga
(non-related). Donor hidup keluarga selain memberi jaminan lebih baik dari segi
kecocokan jaringan, juga dapat menghindarkan dari kemungkinan jual-beli organ
6
ginjal. Sumber donor bukan keluarga dapat mengatasi keterbatasan donor dan
dapat diakses melalui daftar tunggu. Namun apabila tidak diatur dengan sistem
dan aturan yang jelas, maka dapat meningkatkan kemungkinan jual-beli organ
ginjal (organ trafficking) dan hal ini sudah diatur oleh pemerintah Republik
Indonesia dengan adanya Peraturan mengenai donor organ non-related yang
diatur pada Komite Nasional Transplantasi Organ. Calon transplantasi ginjal dari
luar negeri di Indonesia diatur seperti donor hidup, dimana harus ada jaminan
bahwa donor mendonorkan ginjalnya secara sukarela dan tidak ada unsur jual-beli
organ. Hal ini harus dinyatakan oleh konsulat jendral negara yang bersangkutan.
Faktor umur donor merupakan masalah yang relatif. Donor sebaiknya berumur
dibawah 60 tahun, karena semakin lanjut usia donor, akan mempengaruhi jumlah
nefron semakin sedikit dengan seiring meningkatnya umur. Pada resipien usia pun
mempengaruhi, semakin lanjut usia resipien, semakin rendah toleransi operasi dan
perawatan pasca operasi transplantasi ginjal serta semakin banyak akumulasi
penyakit yang ada. Pada resipien lanjut usia, kelangsungan hidup pasien dan
kelangsungan hidup ginjal, fungsi sosial, toleransi operasi, dan toleransi
perawatan pasca cangkok menjadi pertimbangan yang sangat penting.8-10
Pasien yang telah melalui tahap pra-seleksi akan masuk ke tahap seleksi.
Pasien selanjutnya menjalani pemeriksaan awal dan pemeriksaan lanjutan.
Pameriksaan awal resipien dilakukan oleh ahli nefrolog. Resipien dan donor
diperiksa secara terpisah dan mendapatkan penjelasan lengkap mengenai tujuan,
manfaat, risiko, prosedur yang akan dijalani, serta biaya yang diperlukan.
Pemeriksaan donor dilakukan oleh ahli bedah urologi. Bila kesehatan umum
resipien dan donor dinyatakan baik, selanjutnya donor dan resipien akan
menjalani pemeriksaan psikiatri forensik guna menentukan keduanya layak memil
Setelah tahap tersebut dilalui, selanjutnya donor akan menjalani pemeriksaan Tim
Etik dan Hukum untuk memastikan azas etik kedokteran dalam transplantasi
ginjal dipatuhi dengan baik (kemanfatan, tidak merugikan kesehatan individu,
keadilan, dan menghormati hak individu) dan memastikan tidak ada kemungkinan
jual beli organ ginjal yang melanggar hukum. Bila resipien dan donor lolos dari
7
tahap ini, maka donor akan diserahkan kepada tim transplantasi ginjal.
Selanjutnya donor dan resipien menjalani pemeriksaan lanjutan mengenai kondisi
spesifik ginjal cangkok dan pembuluh darah resipien serta pemeriksaan terkait
kondisi sistem organ lain dan mikrobiologi untuk memastikan pasien tidak
mengalami penyakit infeksi. Bila resipien positif mengalami infeksi tersebut,
maka pasien harus menjalani pengobatan sampai stabil dan apabila pasien
memiliki komorbid tertentu maka diintervensi sesuai dengan tatalaksananya.1, 8, 9
Prosedur awal yang telah terpenuhi dan tim telah menyatakan kelayakan
transplantasi ginjal melalui rapat, maka tim transplantasi ginjal akan memutuskan
dan menentukan tanggal operasi transplantasi. Semua prosedur yang dilakukan
harus dibawah keputusan yang matang dan obyektif dari pihak terkait dan melalui
inform consent pada pasien dan donor serta adanya dokumentasi yang lengkap.11
8
2.2. Skrining dan Evaluasi Pra-Transplantasi untuk Kandidat
11
A. Usia Lanjut
B. Obesitas
C. Diabetes Melitus
12
D. Penyakit Kardiovaskular
E. Penyakit Paru
Secara umum, penyakit paru restriktif atau obstruktif yang berat menjadi
kontraindikasi transplantasi ginjal dikarenakan tingginya tingkat morbiditas dan
mortalitas perioperatif. Hipertensi pulmonal yang berat dapat membuat pasien
tidak dapat menjalani transplantasi ginjal. Sedikitnya data yang tersedia mengenai
evaluasi paru pada kandidat transplantasi ginjal menjadi tantangan tersendiri
untuk melakukan pertimbangan yang matang untuk membuat keputusan
transplantasi, dan bisa dibersamai dengan konsultasi terhadap spesialis paru.1, 12
F. Penyakit Hati
Penyakit ginjal yang dimiliki pasien sebelumnya atau saat ini, dapat
mengalami kekambuhan pasca transplantasi. Beberapa penyakit memiliki
kekambuhan yang lumayan tinggi seperti glomerulonefritis membranoproliferatif
dan glomerulosklerosis fokal segmental, dan kondisi tersebut dapat
memperpendek usia hidup allograft. Pada dasarnya, tidak ada penyakit ginjal
primer yang secara khusus menjadi kontraindikasi upaya transplantasi ginjal.1, 12
H. Keganasan
14
Pasien yang mengalami gangguan mental harus menjalani evaluasi,
konseling dan perawatan yang tepat sebelum transplantasi dilakukan. Meskipun
bukan kontraindikasi transplantasi ginjal, masalah mental harus dievaluasi dan
dipastikan stabilitasnya terjaga pada calon resipien karena kedepannya banyak
faktor baru yang dapat menjadi stress pada pasien seperti efek dari pembedahan,
rawat inap, pengobatan yang lama dsb. Psikiater dapat dilibatkan dalam hal ini.1, 12
Calon donor hidup adalah individu yang memenuhi indikasi dan tidak
memiliki kontraindikasi. Calon donor hidup memberikan keuntungan survival
rate yang lebih tinggi dibandingkan dengan donor meninggal. Berdasarkan
Panduan PERNEFRI indikasi donor hidup adalah semua individu yang berumur
diatas 18 tahun atau yang sudah menikah dapat menjadi donor ginjal kecuali
terdapat kontraindikasi. Sedangkan kontraindikasinya adalah donor memiliki laju
filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 75 ml/menit, proteinuria lebih dari 300
mg/24 jam, hematuria mikroskopik patologis, batu ginjal multipel atau berulang,
kista ginjal multipel, riwayat penyakit ginjal polikistik dalam keluarga, hipertensi
tidak terkontrol atau dengan kerusakan target organ, diabetes melitus, penyakit
kardiovaskular, insufisiensi paru, penyalahgunaan alkohol serta narkotika,
psikotropika dan zat adiktif (NAPZA), HIV positif, HbsAg positif kepada resipien
yang negatif atau tidak terproteksi (anti HBs negatif), Hepatitis C positif kepada
resipien negatif , keganasan, psikosis, retardasi mental, hamil, kelainan neurologis
berat dan penyakit lain yang jarang.1, 11
Pada donor ginjal yang telah meninggal, mayoritas organ untuk transplantasi
yang diperoleh adalah berasal dari seseorang yang dalam kondisi telah terjadi
kematian batang otak namun jantung masih berdetak. Kondisi ini memberikan
kesempatan untuk mendapatkan organ yang masih diperfusi dengan oksigenasi
dengan cukup baik sampai saat pengambilan organ tersebut, sehingga
meminimalkan cedera iskemik. Karakteristik donor yang berasal dari orang yang
telah meninggal biasanya berusia kurang dari 70 tahun, tidak memiliki bukti
disfungsi ginjal yang ireversibel, tidak memiliki faktor risiko untuk penularan
penyakit ke penerima transplantasi dan tidak memiliki penyakit keganasan. Dalam
situasi tertentu di mana terdapat potensi penularan penyakit, maka ginjal masih
mungkin dapat digunakan dalam transplantasi ginjal, namun hal ini harus
dilakukan dengan sepengetahuan dan persetujuan penerima donor.16
Pasca operasi pasien harus dievaluasi saat pasien berada dalam ruang
pemulihan. Monitoring yang dilakukan adalah meliputi hemodinamik dan
respirasi, produksi urin setiap jam, penilaian status volume, laboratorium sesuai
indikasi, komplikasi pembedahan dan periode transfer ke ruang rawat. Hal
tersebut dapat diikuti dengan pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kreatinin,
glukosa, foto thoraks dan EKG serta peninjauan catatan intraoperatif untuk
mengidentifikasi kejadian atau komplikasi yang merugikan.11, 18, 19
Salah satu fokus yang harus dipantau adalah fungsi graft dengan melihat
karakteristik pre dan post operatif donor dan resepien serta karakteristik perfusi
intraoperatif dari allograft ginjal. Pada pasien dengan residual urin output
minimal terjadinya peningkatan urin output segera pasca operasi dapat sebagai
indikator fungsi graft dini. Diuresis yang cepat dengan volume besar setelah
revaskularisasi graft, kemungkinan disebabkan oleh kelebihan volume cairan
preoperatif, diuresis osmotik pada pasien yang sebelumnya uremik, pemberian
manitol atau furosemide intraoperatif, atau pemberian kristaloid atau koloid
intravena intraoperatif yang berlebihan. Asupan cairan total dan output harus
dipantau setiap jam. Pergantian cairan serta maintenance yang diberikan dapat
disesuaikan dengan jumlah urine yang keluar. Urine yang mendadak tidak keluar
atau penurunan urine output yang signifikan harus segera dievaluasi. Irigasi Foley
kateter dilakukan untuk memeriksa posisi dan memastikan tidak adanya
sumbatan. Pada pasien anuria yang persisten, USG Doppler dapat dilakukan di
ruang pemulihan untuk memastikan aliran darah ke allograft dan untuk
17
menyingkirkan adanya komplikasi bedah. Tidak adanya aliran darah ke allograft
membutuhkan evaluasi urgensi.11, 18
Pada minggu pertama dapat terjadi komplikasi anuria atau oliguria pada
ginjal transplan dan memerlukan evaluasi penyebab dan intervensi. Pemeriksaan
USG dapat menilai kemungkinan obstruksi yang terjadi dan USG Doppler guna
melihat anastomosis. Reoperasi diperlukan untuk mengetahui penyebab apabila
aliran darah ke ginjal terhenti. Komplikasi perdarahan pun dapat terjadi, yang bisa
disebabkan oleh pembedahan atau faktor medis lainnya, sehingga memerlukan
evaluasi penyebab. Evaluasi bisa dimulai dari menilai Hb, fungsi hemostatis dan
USG. Faktor medis perlu disingkirkan untuk menilai permasalahan akibat
pembedahan.11, 19, 20
18
Gambar 2. Pendekatan algoritma untuk oliguria post-transplantasi18
Rejeksi akut dapat terjadi pada minggu pertama sebagai komplikasi. Hal
ini dapat terjadi karena presensitisasi yang muncul segera atau beberapa hari
setelah tindakan, dan biasanya tipikal classic cell-mediated acute rejection atau
antibody-mediated acute rejection yang muncul pada minggu pertama. Penurunan
produksi urin atau peningkatan kreatinin menandakan perlunya evaluasi fungsi
graft. Evaluasi keseimbangan cairan dan nyeri pada graft (tanda kecurigaan pada
rejeksi akut). Selanjutnya dapat dilakukan biopsi sebagai standar baku emas untuk
mendiagnosis rejeksi akut bila memadai dan diikuti dengan pemberian
metilprednisolon intravena dosis tinggi. Manajemen spesifik pasien pada periode
minggu pertama pasca operasi tergantung dengan status fungsional graft yang
dapat dikategorikan sebagai pemulihan fungsi graft yang segera, pemulihan fungsi
graft yang lambat dan pemulihan fungsi graft tertunda delayed graft function
(DGF).11, 12, 21
19
3.3. Periode Tiga Bulan Pertama Pasca Transplantasi
Bulan pertama pasca transplantasi menjadi fase transisi pasien dari rawat
inap ke rawat jalan dengan frekuensi kunjungan yang bervariasi. Pada bulan
pertama, fungsi ginjal transplan akan dinilai sebanyak dua kali seminggu dan
dinilai dua minggu sekali pada bulan kedua dan ketiga. Terdapat minimal evaluasi
yang harus dilakukan pada setiap kunjungan pasien yaitu 1) Laporan medis
singkat termasuk protokol tacrolimus/siklosporin/mikofenolat mofetil (MMF) 2)
Pemeriksaan fisik umum: berat badan, tekanan darah, frekuensi nadi dan suhu
tubuh 3) Pemeriksaan laboratorium; Sampel darah: darah lengkap, elektrolit,
ureum dan kreatinin serum, fungsi hati, gula darah, kadar tacrolimus/siklosporin;
Sampel urin: urinalisis, kultur urin 4) Stent ureter dapat dicabut pada masa ini.11
20
Gambar 3. Algoritma tatalaksana disfungsi ginjal22
Pasca bulan ketiga, kunjungan pasien dapat dilakukan satu bulan sekali.
Setiap kali kunjungan dapat dilakukan pemeriksaan keadaan kesehatan umum
(tekanan darah, berat badan, BMI dan gaya hidup), pemeriksaan laboratorium :
ginjal, darah lengkap, kimia darah lengkap, urin lengkap dengan atau tanpa rasio
albumin-kreatinin, dan profil lipid serta deteksi dini tanda keganasan. Apabila
terdapat penurunan fungsi ginjal maka dilakukan intervensi sesuai tatalaksana
disfungsi ginjal transplan. Dosis pemeliharaan obat imunosupresan disesuaikan
dengan kondisi pasien dan kadar obat. Kunjungan dapat dilakukan setiap dua
bulan sekali pasca satu tahun tindakan.11, 15
21
BAB IV
PENUTUP
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Arora DS. Clinical Handbook for Kidney Transplantation Ontario: Trillium
Gift of Life Network; 2017.
2. Ekberg H, Qi Z. Practical Protocols for Living Donor Kidney
Transplantation2010.
3. Mochtar CA, Alfarissi F, Soeroto AA, Hamid ARA, Wahyudi I, Marbun MB,
et al. Milestones of kidney transplantation in Indonesia. 2017;26(3):229-36.
4. Alelign T, Ahmed MM, Bobosha K, Tadesse Y, Howe R, Petros B. Kidney
Transplantation: The Challenge of Human Leukocyte Antigen and Its
Therapeutic Strategies. Journal of immunology research. 2018;2018:5986740.
5. Wolfe RA, Ashby VB, Milford EL, Ojo AO, Ettenger RE, Agodoa LY, et al.
Comparison of mortality in all patients on dialysis, patients on dialysis
awaiting transplantation, and recipients of a first cadaveric transplant. The
New England journal of medicine. 1999;341(23):1725-30.
6. Edwards EB, Bennett LE, Cecka JM. Effect of HLA matching on the relative
risk of mortality for kidney recipients: a comparison of the mortality risk after
transplant to the mortality risk of remaining on the waiting list.
Transplantation. 1997;64(9):1274-7.
7. Transplant BC. Clinical guidelines for kidney transplantation. 2017.
8. Medicine O. Oxford Specialist Handbook: Renal Transplantation: Oxford
University Press; 2010.
9. Widiana IGR. Seleksi dan Asesmen Pasien Transplantasi Ginjal. Bali Uro-
Nephrology Scientific Communication; 2017.
10. Indonesia R. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36
TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN. 2009.
11. PERNEFRI. KONSENSUS TRANSPLANTASI GINJAL PERHIMPUNAN
NEFROLOGI INDONESIA (PERNEFRI) 2013: PERNEFRI; 2013.
12. McKay D, Steinberg SM. Kidney transplantation: Springer; 2010.
23
13. Chadban SJ, Ahn C, Axelrod DA, Foster BJ, Kasiske BL, Kher V, et al.
KDIGO clinical practice guideline on the evaluation and management of
candidates for kidney transplantation. 2020;104(4S1):S11-S103.
14. Pancirova J. Renal Transplantation : A Guide to Clinical Practice. English:
Bristol-Myers Squibb; 2009.
15. Nilasari D. Konsensus Evaluasi Donor Dan Resipien Transplantasi Ginjal
Serta Penatalaksanaan Perioperatif. PERNEFRI. 2015.
16. Johnson LS SR. Brain Death And Cardiac Death: Donor Criteria and Care of
Deceased Donor. Kidney Transplantation: Principles And Practice, Seventh
Edition. New York: Springer: ln: McKay DB. Steinberg SM.; 2014. p. 91.
17. Santos CAQ BD. Infections in Kidney Transplant Recipients. Kidney
Transplantation: A Guide to the Care of Kidney Transplant Recipients. New
York: Springer; 2010. p. 277-309.
18. Pham PIT PP, Danovitch GM. . The Acute Care of the Transplant Recipient.
Kidney Transplantation: A Guide to the Care of Kidney Transplant
Recipients. New York: Springer2010. p. 207-35. .
19. Naik AS, Josephson MA, Chon WJ. Postoperative Care of Renal Transplant
Recipients. In: Subramaniam K, Sakai T, editors. Anesthesia and
Perioperative Care for Organ Transplantation. New York, NY: Springer New
York; 2017. p. 297-307.
20. Baker RJ, Mark PB, Patel RK, Stevens KK, Palmer N. Renal association
clinical practice guideline in post-operative care in the kidney transplant
recipient. BMC nephrology. 2017;18(1):174.
21. Medicine O. Immunology of transplantation. Oxford Specialist Handbook:
Oxford University Press; 2010. p. 105-24.
22. Transplant B. Management of Renal Dysfunction. CLINICAL
GUIDELINES FOR KIDNEY TRANSPLANTATION. British2019. p. 26.
24