Anda di halaman 1dari 24

Prinsip Transplantasi Ginjal

Oleh:

Siti Fatimah Hasibuan

130422200006

ARTIKEL ILMIAH

Divisi Ginjal Hipertensi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................2

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

BAB II PERSIAPAN TRANSPLANTASI GINJAL.............................................6

2.1. Alur dan Tahapan Transplantasi Ginjal........................................................6

2.2. Skrining dan Evaluasi Pra-Transplantasi untuk Kandidat............................9

2.2.1. Edukasi Transplantasi............................................................................9

2.2.2. Evaluasi Medis.....................................................................................10

2.2.3. Kondisi Khusus....................................................................................11

2.2.4. Evaluasi Psikososial.............................................................................14

2.3. Persiapan dan Evaluasi untuk Donor..........................................................15

2.4. Rekomendasi Imunisasi..............................................................................16

BAB III MANAJEMEN PASCA TRANSPLANTASI........................................17

3.1. Periode Segera Pasca Transplantasi............................................................17

3.2. Periode Minggu Pertama Pasca Operasi.....................................................18

3.3. Periode Tiga Bulan Pertama Pasca Transplantasi.......................................20

BAB IV PENUTUP..............................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur transplantasi ginjal........................................................................8


Gambar 2. Pendekatan algoritma untuk oliguria post-transplantasi.....................19
Gambar 3. Algoritma tatalaksana disfungsi ginjal...............................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit ginjal digambarkan dengan berbagai penyakit dan gangguan yang


mempengaruhi ginjal. Sebagian besar penyakit ginjal menyerang unit
penyaringannya, nefron, dan merusak kemampuan ginjal untuk meregulasi
pembuangan cairan. Penyakit ginjal kronis (PGK) adalah penurunan fungsi ginjal
yang lambat dan progresif hingga dapat kehilangan seluruh fungsinya dan
mengalami penyakit ginjal tahap akhir. Meskipun tidak semua pasien PGK
berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir, namun terapi penggantian ginjal
sebagai upaya menggantikan fungsi normal ginjal sangat diperlukan untuk
mempertahankan hidup dan salah satunya adalah transplantasi ginjal.1

Transplantasi ginjal adalah tindakan operasi yang dilakukan guna


memindahkan salah satu ginjal dari seorang individu sehat (donor) kepada pasien
penderita penyakit ginjal tahap akhir yang telah membutuhkan terapi pengganti
ginjal (resipien). Dengan pemindahan ginjal tersebut diharapkan dapat
menggantikan fungsi dan berfungsi dengan baik. Transplantasi ginjal ini
merupakan pengobatan terbaik yang tersedia untuk sebagian besar pasien dengan
penyakit ginjal stadium akhir. Hal ini tidak hanya meningkatkan kualitas hidup
pasien, tetapi telah terbukti menjadi prosedur yang memperpanjang hidup.2

Untuk pertama kali, pada tahun 1954 transplantasi ginjal pertama yang
berhasil telah dilakukan oleh Joseph Murray dan tim di Boston, Amerika Serikat.
Pasangan kembar monozigot dipilih sebagai pasangan donor-resipien karena pada
saat itu Murray telah menyadari akan potensi terjadinya reaksi penolakan yang
akan terjadi. Sedangkan, untuk di Indonesia, sejarah transplantasi ginjal pertama
telah dilakukan pada 11 November 1977 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
dengan dipandu oleh urologis jepang Profesor Ota dengan fasilitas dan spesialis
yang terbatas pada saat itu.3

4
Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini,
kekhawatiran Murray telah terjawab. Pencocokan human leukocyte antigen
(HLA) yang, obat immunosupresi yang memadai, teknik bedah yang semakin
berkembang, serta teknik preservasi organ yang baik, telah berkontribusi terhadap
terlaksananya prosedur transplantasi ginjal yang baik dan memberikan
peningkatan kelangsungan hidup, baik pasien maupun cangkok pasca
transplantasi.4

Kelangsungan hidup pasien dan cangkok setelah transplantasi ginjal


adalah ukuran hasil yang paling penting untuk menilai keberhasilan. Meskipun
dialisis memberikan peluang bertahan hidup jangka pendek yang lebih besar,
penelitian terbaru telah melaporkan risiko kematian yang lebih rendah di antara
penerima transplantasi ginjal dibandingkan pasien dialisis. Satu studi telah
memperkirakan risiko kematian jangka panjang untuk penerima transplantasi
ginjal lebih rendah 68% daripada pasien dialisis yang berada dalam daftar tunggu,
dan risiko kematian pada satu tahun untuk pasien transplantasi jauh lebih kecil
daripada pasien yang tetap berada dalam daftar tunggu selama satu tahun
tambahan.5, 6

Proses transplantasi ginjal memerlukan beberapa tahapan yang harus


dilalui. Mulai dari seleksi donor dan resipien, evaluasi aspek medis dan
psikososial, menilai komorbid, menguji kecocokan, pelaksanaan prosedur operasi,
evaluasi pasca transplantasi dan beberapa tambahan intervensi guna menghasilkan
transplantasi ginjal baik dan menghindari reaksi penolakan yang terjadi. Semua
ini harus pasien dan donor ketahui melalui edukasi yang diberikan oleh praktisi.
Dalam proses pelaksanaannya, transplantasi ginjal akan terus menghadapi
berbagai permasalahan yang dapat mempengaruhi outcome atau tidak
terlaksananya tindakan. Pencegahan komplikasi pun menjadi salah satu fokus
utama dalam transplantasi ginjal serta mengurangi reaksi penolakan, serta
meningkatkan outcome jangka panjang pasien.7 Terkait hal tersebut, perlu adanya
pengetahuan mengenai prinsip-prinsip transplantasi ginjal yang mencakup aspek
persiapan pra-transplantasi maupun manajemen pasca transplantasi.
5
BAB II
PERSIAPAN TRANSPLANTASI GINJAL

2.1. Alur dan Tahapan Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal merupakan prosedur yang kompleks dan melibatkan


banyak faktor dalam menentukan keberhasilannya, maka dari itu diperlukan
penilaian yang ketat guna dapat melangsungkan prosedur yang baik. Beberapa
tahapan harus dilalui oleh pasien sebelum dinilai layak dan dapat melaksanakan
transplantasi ginjal. Pertama pada tahap pra-seleksi, resipien dapat membawa
donor dengan beberapa syarat, yakni donor memiliki golongan darah ABO yang
kompatibel. Golongan darah donor adalah O dapat menjadi donor kepada seluruh
resipien yang memiliki golongan darah A, B, AB dan O dan resipien dengan
golongan darah AB merupakan resipien universal. Plasmafaresis harus dilakukan
resipien untuk menghilangkan abtibodi apabila golongan darah donor tidak
kompatibel dengan golongan ABO resipien, untuk menghindari penolakan akibat
ketidak cocokan golongan darah.8, 9

Hubungan keluarga menjadi faktor yang penting diperhatikan. Semakin


dekat hubungan darah antara donor dan resipien menunjukan kecocokan jaringan
yang besar dan risiko penolakan ginjal transplant akan semakin rendah, yang
dapat dilihat melalui kecocokan pemeriksaan HLA. Semakin banyak kesamaan
grup HLA yang ada antara donor dan resipien maka semakin tinggi kecocokan
jaringan antara keduanya. Pemeriksaan HLA dapat dilakukan sebelum tindakan
transplantasi. Kecocokan HLA ini berperan dalam menentukan risiko rejeksi
jangka panjang dan pasien yang taat dalam meminum obat secara teratur turut
maka dapat membantu rendahnya risiko penolakan jangka panjang.8, 9

Donor ginjal dapat berasal dari donor hidup dan donor meninggal. Donor
hidup terbagi atas donor hidup keluarga (related) dan donor hidup bukan keluarga
(non-related). Donor hidup keluarga selain memberi jaminan lebih baik dari segi
kecocokan jaringan, juga dapat menghindarkan dari kemungkinan jual-beli organ

6
ginjal. Sumber donor bukan keluarga dapat mengatasi keterbatasan donor dan
dapat diakses melalui daftar tunggu. Namun apabila tidak diatur dengan sistem
dan aturan yang jelas, maka dapat meningkatkan kemungkinan jual-beli organ
ginjal (organ trafficking) dan hal ini sudah diatur oleh pemerintah Republik
Indonesia dengan adanya Peraturan mengenai donor organ non-related yang
diatur pada Komite Nasional Transplantasi Organ. Calon transplantasi ginjal dari
luar negeri di Indonesia diatur seperti donor hidup, dimana harus ada jaminan
bahwa donor mendonorkan ginjalnya secara sukarela dan tidak ada unsur jual-beli
organ. Hal ini harus dinyatakan oleh konsulat jendral negara yang bersangkutan.
Faktor umur donor merupakan masalah yang relatif. Donor sebaiknya berumur
dibawah 60 tahun, karena semakin lanjut usia donor, akan mempengaruhi jumlah
nefron semakin sedikit dengan seiring meningkatnya umur. Pada resipien usia pun
mempengaruhi, semakin lanjut usia resipien, semakin rendah toleransi operasi dan
perawatan pasca operasi transplantasi ginjal serta semakin banyak akumulasi
penyakit yang ada. Pada resipien lanjut usia, kelangsungan hidup pasien dan
kelangsungan hidup ginjal, fungsi sosial, toleransi operasi, dan toleransi
perawatan pasca cangkok menjadi pertimbangan yang sangat penting.8-10

Pasien yang telah melalui tahap pra-seleksi akan masuk ke tahap seleksi.
Pasien selanjutnya menjalani pemeriksaan awal dan pemeriksaan lanjutan.
Pameriksaan awal resipien dilakukan oleh ahli nefrolog. Resipien dan donor
diperiksa secara terpisah dan mendapatkan penjelasan lengkap mengenai tujuan,
manfaat, risiko, prosedur yang akan dijalani, serta biaya yang diperlukan.
Pemeriksaan donor dilakukan oleh ahli bedah urologi. Bila kesehatan umum
resipien dan donor dinyatakan baik, selanjutnya donor dan resipien akan
menjalani pemeriksaan psikiatri forensik guna menentukan keduanya layak memil
Setelah tahap tersebut dilalui, selanjutnya donor akan menjalani pemeriksaan Tim
Etik dan Hukum untuk memastikan azas etik kedokteran dalam transplantasi
ginjal dipatuhi dengan baik (kemanfatan, tidak merugikan kesehatan individu,
keadilan, dan menghormati hak individu) dan memastikan tidak ada kemungkinan
jual beli organ ginjal yang melanggar hukum. Bila resipien dan donor lolos dari

7
tahap ini, maka donor akan diserahkan kepada tim transplantasi ginjal.
Selanjutnya donor dan resipien menjalani pemeriksaan lanjutan mengenai kondisi
spesifik ginjal cangkok dan pembuluh darah resipien serta pemeriksaan terkait
kondisi sistem organ lain dan mikrobiologi untuk memastikan pasien tidak
mengalami penyakit infeksi. Bila resipien positif mengalami infeksi tersebut,
maka pasien harus menjalani pengobatan sampai stabil dan apabila pasien
memiliki komorbid tertentu maka diintervensi sesuai dengan tatalaksananya.1, 8, 9

Prosedur awal yang telah terpenuhi dan tim telah menyatakan kelayakan
transplantasi ginjal melalui rapat, maka tim transplantasi ginjal akan memutuskan
dan menentukan tanggal operasi transplantasi. Semua prosedur yang dilakukan
harus dibawah keputusan yang matang dan obyektif dari pihak terkait dan melalui
inform consent pada pasien dan donor serta adanya dokumentasi yang lengkap.11

Gambar 1. Alur transplantasi ginjal9

8
2.2. Skrining dan Evaluasi Pra-Transplantasi untuk Kandidat

Skrining dan evaluasi pra-transplantasi merupakan hal penting yang harus


dilakukan untuk mengidentifikasi, edukasi dan mempersiapkan kandidat yang
cocok dilakukan transplantasi. Dokter harus memberikan informasi dan edukasi
yang cukup, guna membantu pasien untuk dapat mengambil keputusan yang
terbaik, sehingga pasien dapat menerima sesuai dengan keadaan pasien.12

Akses tranplantasi ginjal dapat dilakukan oleh pasien yang memenuhi


kriteria dengan dibersamai adanya donor yang sesuai. Berdasarkan panduan
KDIGO tentang transplantasi ginjal, pasien yang dapat mengakses transplantasi
ginjal adalah pasien dengan PGK dengan laju filtrasi glomerulus mencapai
<30ml/menit. Pada awalnya pasien akan didiagnosis oleh ahli nefrolog dengan
PGK tahap akhir yang membutuhkan terapi pengganti ginjal, dan kemudian
diskrining dan evaluasi apakah pasien merupakan kandidat yang layak atau tidak.
Pasien yang cocok sebagai kandidat akan masuk kedalam daftar tunggu
sedangkan yang tidak cocok maka tidak masuk dan perlu diberitahukan secara
resmi tentang keputusan tersebut.13

Berdasarkan Panduan PERNEFRI tentang transplantasi ginjal, indikasi


resipien adalah semua semua pasien penyakit ginjal kronik stadium 5, kecuali ada
kontraindikasi. Sedangkan kontraindikasi untuk resipien adalah penyakit
kardiovaskular yang berat (EF <35%, penyakit jantung katup, aritmia ventrikular),
keganasan, diabetes melitus dengan kegagalan organ multipel, psikosis,
ketidakpatuhan berobat, ketergantungan obat, Hepatitis kronik aktif dan sirosis
hati, menderita penyakit dengan harapan hidup yang kurang dari 5 tahun atau
kualitas hidup yang rendah, penyakit ginjal tertentu, antara lain
glomerulosklerosis fokal segmental, oksalosis primer, dan nefrolitiasis sistemik.11

2.2.1. Edukasi Transplantasi

Transplantasi ginjal merupakan tindakan yang besar dan melibatkan


banyak pihak. Pasien dan keluarga harus mendapatkan infromasi yang
9
komprehensif dari mulai tingkat pertama atau dokter yang merujuk. Selanjutnya
edukasi terus diberikan dari mulai evaluasi awal oleh profesional terkait. Edukasi
dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan menyesuaikan dengan kemampuan
pasien menerima informasi atau pendidikan. Edukasi yang disampaikan kepada
pasien harus merupakan informasi yang mudah dimengerti dan menyeluruh.
Setidaknya pasien dan keluarga mendapatkan edukasi berupa pemeriksaan pra-
transplantasi ginjal, manfaat dan resiko transplantasi ginjal dibandingkan dialisis,
prosedur operasi, instruksi pemeliharaan kesehatan saat dalam daftar tunggu atau
pasca tindakan transplantasi ginjal, keuntungan donor hidup dan transplantasi
preemptive, dan komplikasi pasca tindakan transplantasi ginjal. 8, 12

2.2.2. Evaluasi Medis

Evaluasi medis dilakukan guna menentukan apakah pasien dapat dikatakan


layak secara medis untuk menjadi kandidat yang cocok untuk transplantasi.
Evaluasi ini harus dapat menilai dan mempertimbangkan bagaimana harapan
hidup pasien, pengelolaan risiko perawatan perioperatif, kondisi pasien yang dapat
memperburuk pasca tindakan/pemberian obat-obatan immunosupresif dan
kelayakan tindakan transplantasi ginjal dilakukan. Evaluasi tersebut dapat
dilakukan oleh ahli nefrologi atau ahli bedah secara komprehensif dengan
mencakup riwayat medis terkait bedah, psikiatri, aspek sosial, yang diikuti
pemeriksaan yang cermat pada setiap sistem organ utama. Perhatian khusus
dilakukan pada pemeriksaan abdomen dan sistem arteri perifer guna memastikan
lokasi penempatan allograft yang dapat diterima, serta menilai dan menyampaikan
resiko operasi pada kasus obesitas.12

Secara ringkas, pemeriksaan awal seleksi calon kandidat terdiri dari


menelusuri ringkasan riwayat kesehatan pasien yang mencakup informasi
mengenai: 1) Riwayat penyakit sekarang terdiri dari penyebab penyakit ginjal,
riwayat dialysis, riwayat akses dialisis, volume kencing dalam ml/hari, masalah
berkemih, dan riwayat cangkok sebelumnya 2) Riwayat penyakit dahulu terdiri
dari riwayat operasi abdomen, penyakit saluran kencing atau kelamin, ulkus
10
peptikum, keganasan, infeksi 3) Penilaian risiko terdiri dari masalah spesifik yang
berhubungan dengan cangkok, terutama gejala, tes, dan evaluasi kardiovaskuler
4) Status alergi seperti penyakit menular terdiri dari tuberculosis, hepatitis B,
hepatitis C, dan HIV 5) Kondisi sosial pasien yang terdiri dari profesi, standar
kehidupan, keluarga, status merokok.9, 14

Anamnesis yang lengkap kemudian diikuti dengan pemeriksaan fisik


secara menyeluruh dari tanda vital, status nutrisi dan head to toe. Diikuti dengan
pemeriksaan lanjutan lainnya seperti : 1) Penilaian untuk mencegah rejeksi akut :
Kompatibilitas golongan darah ABO, Cross match, dan pemeriksaan tissue
typing: human leucocyte antigen (HLA) 2) Pemeriksaan laboratorium khusus
transplantasi (berkaitan dengan infeksi); Virologi: Hepatitis (hepatitis B
virus/HBV, hepatitis virus/HCV), cytomegalovirus (CMV), herpes simplex virus
(HSV) 1 dan 2, human immunodeficiency virus (HIV); Infeksi: veneral disease
research laboratory (VDRL), Treponema Pallidum hemagglutination (TPHA)
3) Pemeriksaan evaluasi paratiroid : P-PTH, calcium, dan fosfat (kecurigaan
hiperparatiroid sekunder/tersier atau ada indikasi paratiroidektomi)
4) Pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral untuk pertimbangan penggunaan
immunosupresan 5) Pemeriksaan radiologi khusus : Ultrasonografi (USG)
abdomen , Digital subtraction angiography (DSA) iliaka (gambaran arteri dan
vena iliaka) 6) Pemeriksaan kondisi jantung : EKG dan ekokardiografi, CT Angio
tanpa kontras medium (kalsifikasi arteri iliaka) 7) Pemeriksaan penunjang lain :
Endoskopi saluran cerna, pemeriksaan untuk mencari sumber infeksi sesuai organ
(telinga hidung tenggorokan (THT), gigi, kebidanan), pemeriksaan akses vaskular,
exit-site kateter Tenckhoff serta kultur dan tes sensitivitas dari cairan dialisat
pasien peritoneal dialisis.2, 9, 14, 15

2.2.3. Kondisi Khusus

Beberapa kondisi klinis memerlukan perhatian khusus dalam


pertimbangan pasien untuk transplantasi ginjal. Adapun kondisi tersebut adalah :

11
A. Usia Lanjut

Usia lanjut bukanlah merupakan pertimbangan utama sebagai


kontraindikasi. Usia memang akan mempengaruhi dari outcome transplantasi
namun pada saat ini keputusan transplantasi didasarkan pada komorbid pasien
seperti penyakit jantung, diabetes, riwayat merokok dll. Usia lanjut akan
berpengaruh pada harapan hidup, namun tetap saja banyak pasien lansia yang
memperoleh kualitas hidup lebih baik yang signifikan pasca transplantasi.1, 12

B. Obesitas

Obesitas bukan merupakan kontraindikasi absolut dalam transplantasi


ginjal tetapi hal ini menjadi faktor resiko dan berkaitan dengan penurunan
kelangsungan hidup donor dan pasien pasca transplantasi. Pasien obesitas
memiliki kecenderungan mengalami infeksi luka lebih tinggi dan komplikasi
pasca operasi. Batasan indeks masa tubuh (BMI) yang digunakan adalah 40 Kg/m2
banyak diterapkan beberapa sentral. Berdasarkan pedoman saat ini pasien
direkomendasikan untuk mengatur pola dietnya untuk mencapai dan
mempertahankan BMI setidaknya ≤ 30 kg/m2.1, 12

C. Diabetes Melitus

Diabetes melitus berkontribusi besar terhadap fungsional ginjal sehingga


dapat menyebabkan diabetik nefropati yang mengakibatkan komplikasi
kardiovaskular. Hal ini menjadi pertimbangan besar tim transplantasi untuk
menentukan kelayakan pasien mendapatkan transplantasi ginjal. Pada pasien
diabetes yang diterapi insulin diperlukan pemeriksaan HbA1C berkala setiap 3-6
bulan. HbA1C yang melebihi 8% diperlukan intervensi lebih lanjut oleh ahli
endokrin. Pada pasien diabetes 1 dapat dipertimbangkan transplantasi pankreas
secara simultan.1, 12

12
D. Penyakit Kardiovaskular

Penyakit jantung dan pembuluh darah menjadi penyebab utama kematian


setelah transplantasi ginjal. Kematian pasca transplantasi utamanya diakibatkan
oleh kemungkinan arteri koroner atau gagal jantung. Pasien PGK memiliki resiko
lebih tinggi mengalami gangguan kardiovaskular sehingga diperlukan skrining
khusus berkaitan dengan arteri koroner dan disfungsi jantung. Penyakit
kardiovaskular sebagai komorbid penyakit ginjal kronis akan dianggap sebagai
kontraindikasi hanya ketika pasien dianggap tidak layak dioperasi, yaitu dengan
mortalitas perioperatif tinggi atau harapan hidup yang diperkirakan buruk. Pasien
dengan riwayat durasi dialisis yang lama (lebih dari 5 tahun), riwayat keluarga
dengan penyakit arteri koroner, riwayat hipertensi, riwayat diabetes, dislipidemia ,
dan riwayat merokok, menjadi kelompok yang sangat beresiko mengalami
penyakit arteri koroner pasca transplantasi.1, 12

E. Penyakit Paru

Secara umum, penyakit paru restriktif atau obstruktif yang berat menjadi
kontraindikasi transplantasi ginjal dikarenakan tingginya tingkat morbiditas dan
mortalitas perioperatif. Hipertensi pulmonal yang berat dapat membuat pasien
tidak dapat menjalani transplantasi ginjal. Sedikitnya data yang tersedia mengenai
evaluasi paru pada kandidat transplantasi ginjal menjadi tantangan tersendiri
untuk melakukan pertimbangan yang matang untuk membuat keputusan
transplantasi, dan bisa dibersamai dengan konsultasi terhadap spesialis paru.1, 12

F. Penyakit Hati

Pasien dengan riwayat penyakit hati memerlukan evaluasi yang mendalam.


Pasien dengan penyakit hati aktif seperti hepatitis B atau C, memerlukan
konsultasi ahli hepatologi dan menjalai biopsi hati untuk memastikan keadaan
fungsi hati, dan dilanjutkan dengan mengintervensi penyakit dengan memberi
tatalaksana sebelum transplantasi dilakukan. Hal ini diperlukan untuk mengurangi
morbiditas pasca transplantasi. Penyakit sirosis hati stadium dekompensasi
13
berhubungan dengan tingkat mortalitas perioperatif yang tinggi dan menjadi
kontraindikasi mutlak untuk transplantasi ginjal. Namun, apabila dilakukan secara
simultan dengan transplantasi hati, maka transplantasi ginjal dapat dilakukan.1, 12

G. Rekurensi Penyakit Ginjal

Penyakit ginjal yang dimiliki pasien sebelumnya atau saat ini, dapat
mengalami kekambuhan pasca transplantasi. Beberapa penyakit memiliki
kekambuhan yang lumayan tinggi seperti glomerulonefritis membranoproliferatif
dan glomerulosklerosis fokal segmental, dan kondisi tersebut dapat
memperpendek usia hidup allograft. Pada dasarnya, tidak ada penyakit ginjal
primer yang secara khusus menjadi kontraindikasi upaya transplantasi ginjal.1, 12

H. Keganasan

Pemberian imunosupresif dapat memperburuk keadaan pada beberapa


keganasan, meningkatkan kemungkinan kekambuhan yang tinggi dan
berhubungan dengan kelangsungan hidup yang singkat. Sebagian keganasan
(bergantung pada jenis histologi dan kondisi pasien) memerlukan interval 2 – 5
tahun bebas penyakit agar pasien dapat memenuhi syarat untuk dilakukan
transplantasi dan memberikan outcome yang baik.1, 12

2.2.4. Evaluasi Psikososial

Penilaian psikososial ditujukan untuk mengevaluasi ketersediaan


dukungan untuk calon resipien dan skrining gangguan psikiatri serta masalah
penyalahgunaan obat tertentu. Hal tersebut diikuti dengan mengidentifikasi secara
proaktif masalah yang mungkin timbul pasca transplantasi dan membuat strategi
penanganan masalah tersebut. Resipien akan dinilai tentang kemampuan resipien
merawat diri dan organ yang telah ditransplantasikan. Hal yang perlu dinilai
adalah kepatuhan obat dan kontrol rutin. Faktor kepatuhan akan berkaitan dengan
tingkat penolakan organ dan kegagalan cangkok.1, 12

14
Pasien yang mengalami gangguan mental harus menjalani evaluasi,
konseling dan perawatan yang tepat sebelum transplantasi dilakukan. Meskipun
bukan kontraindikasi transplantasi ginjal, masalah mental harus dievaluasi dan
dipastikan stabilitasnya terjaga pada calon resipien karena kedepannya banyak
faktor baru yang dapat menjadi stress pada pasien seperti efek dari pembedahan,
rawat inap, pengobatan yang lama dsb. Psikiater dapat dilibatkan dalam hal ini.1, 12

2.3. Persiapan dan Evaluasi untuk Donor

Calon donor hidup adalah individu yang memenuhi indikasi dan tidak
memiliki kontraindikasi. Calon donor hidup memberikan keuntungan survival
rate yang lebih tinggi dibandingkan dengan donor meninggal. Berdasarkan
Panduan PERNEFRI indikasi donor hidup adalah semua individu yang berumur
diatas 18 tahun atau yang sudah menikah dapat menjadi donor ginjal kecuali
terdapat kontraindikasi. Sedangkan kontraindikasinya adalah donor memiliki laju
filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 75 ml/menit, proteinuria lebih dari 300
mg/24 jam, hematuria mikroskopik patologis, batu ginjal multipel atau berulang,
kista ginjal multipel, riwayat penyakit ginjal polikistik dalam keluarga, hipertensi
tidak terkontrol atau dengan kerusakan target organ, diabetes melitus, penyakit
kardiovaskular, insufisiensi paru, penyalahgunaan alkohol serta narkotika,
psikotropika dan zat adiktif (NAPZA), HIV positif, HbsAg positif kepada resipien
yang negatif atau tidak terproteksi (anti HBs negatif), Hepatitis C positif kepada
resipien negatif , keganasan, psikosis, retardasi mental, hamil, kelainan neurologis
berat dan penyakit lain yang jarang.1, 11

Secara ringkas, tahap persiapan pada donor diawali dengan memberikan


informasi mengenai perannya menjadi donor hidup. Dokter dan calon donor
bertemu dan melakukan evaluasi psikososial serta calon donor diberikan waktu
untuk memutuskan, dan harus atas keinginan pribadi secara suka rela tanpa
adanya pengaruh. Selanjutnya dilakukan anamnesis lebih, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang untuk menilai toleransi operasi dan kontraindikasi donor
ginjal, melakukan pemeriksaan dan evaluasi ginjal untuk menilai risiko jangka
15
panjang setelah unilateral nefrektomi (penyakit ginjal herediter, laju filtrasi
glomerulus terbaru dan risiko untuk penyakit ginjal), melakukan penilaian
kompatibilitas darah untuk menilai rejeksi, pemeriksaan lab khusus transplantasi
(berkaitan dengan infeksi), dan radiologi khusus (USG Abdomen, BNO-IVP, CT
Angio). Persiapan donor harus dilakukan oleh ahli nefrolog yang berbeda dengan
resipien serta pastikan resipien telah selesai melakukan pemeriksaan kelayakan
cangkok terlebih dahulu. Semua informasi yang terkumpul kemudian akan dibawa
dalam rapat tim transplantasi ginjal untuk menentukan keputusan transplantasi
ginjal.8, 9, 11, 15

Pada donor ginjal yang telah meninggal, mayoritas organ untuk transplantasi
yang diperoleh adalah berasal dari seseorang yang dalam kondisi telah terjadi
kematian batang otak namun jantung masih berdetak. Kondisi ini memberikan
kesempatan untuk mendapatkan organ yang masih diperfusi dengan oksigenasi
dengan cukup baik sampai saat pengambilan organ tersebut, sehingga
meminimalkan cedera iskemik. Karakteristik donor yang berasal dari orang yang
telah meninggal biasanya berusia kurang dari 70 tahun, tidak memiliki bukti
disfungsi ginjal yang ireversibel, tidak memiliki faktor risiko untuk penularan
penyakit ke penerima transplantasi dan tidak memiliki penyakit keganasan. Dalam
situasi tertentu di mana terdapat potensi penularan penyakit, maka ginjal masih
mungkin dapat digunakan dalam transplantasi ginjal, namun hal ini harus
dilakukan dengan sepengetahuan dan persetujuan penerima donor.16

2.4. Rekomendasi Imunisasi

Upaya imunisasi adalah pencegahan terhadap terjadinya morbiditas pasca


transplantasi, terutama infeksi. Infeksi dapat terjadi dapat terjadi dari donor ke
resipien meski donor telah menjalani skrining. Semua calon penerima
transplantasi harus menjalani imunisasi untuk mendapatkan hasil optimal.
Imunisasi yang wajib didapatkan pasien sebelum prosedur adalah polio, hepatitis
A, hepatitis B, tetanus, difteri, mumps, campak, rubella, pneumokokus, influenza,
meningokokus, varisela zooster, dan hemophilus influenza B.17
16
BAB III
MANAJEMEN PASCA TRANSPLANTASI

Manajemen pasca transplantasi dapat dibagi menjadi tida periode yaitu :


periode segera setelah operasi, minggu pertama pasca transplantasi dan 3 bulan
pertama pasca transplantasi.11

3.1. Periode Segera Pasca Transplantasi

Pasca operasi pasien harus dievaluasi saat pasien berada dalam ruang
pemulihan. Monitoring yang dilakukan adalah meliputi hemodinamik dan
respirasi, produksi urin setiap jam, penilaian status volume, laboratorium sesuai
indikasi, komplikasi pembedahan dan periode transfer ke ruang rawat. Hal
tersebut dapat diikuti dengan pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kreatinin,
glukosa, foto thoraks dan EKG serta peninjauan catatan intraoperatif untuk
mengidentifikasi kejadian atau komplikasi yang merugikan.11, 18, 19

Salah satu fokus yang harus dipantau adalah fungsi graft dengan melihat
karakteristik pre dan post operatif donor dan resepien serta karakteristik perfusi
intraoperatif dari allograft ginjal. Pada pasien dengan residual urin output
minimal terjadinya peningkatan urin output segera pasca operasi dapat sebagai
indikator fungsi graft dini. Diuresis yang cepat dengan volume besar setelah
revaskularisasi graft, kemungkinan disebabkan oleh kelebihan volume cairan
preoperatif, diuresis osmotik pada pasien yang sebelumnya uremik, pemberian
manitol atau furosemide intraoperatif, atau pemberian kristaloid atau koloid
intravena intraoperatif yang berlebihan. Asupan cairan total dan output harus
dipantau setiap jam. Pergantian cairan serta maintenance yang diberikan dapat
disesuaikan dengan jumlah urine yang keluar. Urine yang mendadak tidak keluar
atau penurunan urine output yang signifikan harus segera dievaluasi. Irigasi Foley
kateter dilakukan untuk memeriksa posisi dan memastikan tidak adanya
sumbatan. Pada pasien anuria yang persisten, USG Doppler dapat dilakukan di
ruang pemulihan untuk memastikan aliran darah ke allograft dan untuk
17
menyingkirkan adanya komplikasi bedah. Tidak adanya aliran darah ke allograft
membutuhkan evaluasi urgensi.11, 18

Setiap pasien memiliki waktu di ruang pemulihan yang berbeda. Pasien


stabil biasanya dipindahkan ke unit perawatan transplantasi umum dalam 1-2 jam.
Observasi diruang perawatan intensif (ICU) biasanya tidak diperlukan kecuali
dalam keadaan khusus yang melibatkan perubahan EKG pasca operasi atau pasien
dengan risiko tinggi gagal jantung dengan kardiomiopati yang diketahui
sebelumnya dan/atau fraksi ejeksi pra-operasi yang rendah (EF 40%) sehingga
berisiko mengalami gagal jantung kongestif perioperatif.11, 18

3.2. Periode Minggu Pertama Pasca Operasi

Secara umum dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah,


frekuensi nadi, pernapasan, suhu dan tekanan vena pusat) dilakukan setiap jam
atau lebih sering, pemeriksaan laboratorium yang dilakukan per hari (DPL, Ur/Cr,
fungsi hati, elektrolit, urinalisis, albumin/globulin, PT/APTT, glukosa darah,
kalsium, fosfor dan asam urat), pemberian cairan pengganti intravena berdasarkan
produksi urin per jam, dan produksi drain dipantau secara berkala dan dilepaskan
sesuai dengan keputusan dari dokter bedah. Pada kondisi poliuria, asupan cairan
diberikan 60 - 80% dari output setelah hari kedua pasca transplantasi.11, 19

Pada minggu pertama dapat terjadi komplikasi anuria atau oliguria pada
ginjal transplan dan memerlukan evaluasi penyebab dan intervensi. Pemeriksaan
USG dapat menilai kemungkinan obstruksi yang terjadi dan USG Doppler guna
melihat anastomosis. Reoperasi diperlukan untuk mengetahui penyebab apabila
aliran darah ke ginjal terhenti. Komplikasi perdarahan pun dapat terjadi, yang bisa
disebabkan oleh pembedahan atau faktor medis lainnya, sehingga memerlukan
evaluasi penyebab. Evaluasi bisa dimulai dari menilai Hb, fungsi hemostatis dan
USG. Faktor medis perlu disingkirkan untuk menilai permasalahan akibat
pembedahan.11, 19, 20

18
Gambar 2. Pendekatan algoritma untuk oliguria post-transplantasi18

Rejeksi akut dapat terjadi pada minggu pertama sebagai komplikasi. Hal
ini dapat terjadi karena presensitisasi yang muncul segera atau beberapa hari
setelah tindakan, dan biasanya tipikal classic cell-mediated acute rejection atau
antibody-mediated acute rejection yang muncul pada minggu pertama. Penurunan
produksi urin atau peningkatan kreatinin menandakan perlunya evaluasi fungsi
graft. Evaluasi keseimbangan cairan dan nyeri pada graft (tanda kecurigaan pada
rejeksi akut). Selanjutnya dapat dilakukan biopsi sebagai standar baku emas untuk
mendiagnosis rejeksi akut bila memadai dan diikuti dengan pemberian
metilprednisolon intravena dosis tinggi. Manajemen spesifik pasien pada periode
minggu pertama pasca operasi tergantung dengan status fungsional graft yang
dapat dikategorikan sebagai pemulihan fungsi graft yang segera, pemulihan fungsi
graft yang lambat dan pemulihan fungsi graft tertunda delayed graft function
(DGF).11, 12, 21

19
3.3. Periode Tiga Bulan Pertama Pasca Transplantasi

Bulan pertama pasca transplantasi menjadi fase transisi pasien dari rawat
inap ke rawat jalan dengan frekuensi kunjungan yang bervariasi. Pada bulan
pertama, fungsi ginjal transplan akan dinilai sebanyak dua kali seminggu dan
dinilai dua minggu sekali pada bulan kedua dan ketiga. Terdapat minimal evaluasi
yang harus dilakukan pada setiap kunjungan pasien yaitu 1) Laporan medis
singkat termasuk protokol tacrolimus/siklosporin/mikofenolat mofetil (MMF) 2)
Pemeriksaan fisik umum: berat badan, tekanan darah, frekuensi nadi dan suhu
tubuh 3) Pemeriksaan laboratorium; Sampel darah: darah lengkap, elektrolit,
ureum dan kreatinin serum, fungsi hati, gula darah, kadar tacrolimus/siklosporin;
Sampel urin: urinalisis, kultur urin 4) Stent ureter dapat dicabut pada masa ini.11

Memasuki bulan ketiga, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan,


seperti pencabutan kateter CAPD (bila ada), pemeriksaan profil lipid dan
pemeriksaan PTH, penetapan dosis prednisolon menjadi 4 mg pada pasien tanpa
pengobatan rejeksi. Apabila pasien mengalami gangguan fungsi ginjal maka perlu
dilakukan beberapa evaluasi berupa laporan medik yang lebih detail, pemeriksaan
fisik lengkap, pemeriksaan laboratorium hematologi dan biokimia lengkap,
pemeriksaan fungsi hati dan kadar kalsium, pemeriksaan USG dan Doppler ginjal
transplan guna menilai obstruksi dan anastomosis pembuluh darah, pemeriksaan
protein, kreatinin dan natrium dalam 24 jam, serta klirens kreatinin, diikuti dengan
pemeriksaan virologi (CMV, HSV1, HSV2).11

20
Gambar 3. Algoritma tatalaksana disfungsi ginjal22

Pasca bulan ketiga, kunjungan pasien dapat dilakukan satu bulan sekali.
Setiap kali kunjungan dapat dilakukan pemeriksaan keadaan kesehatan umum
(tekanan darah, berat badan, BMI dan gaya hidup), pemeriksaan laboratorium :
ginjal, darah lengkap, kimia darah lengkap, urin lengkap dengan atau tanpa rasio
albumin-kreatinin, dan profil lipid serta deteksi dini tanda keganasan. Apabila
terdapat penurunan fungsi ginjal maka dilakukan intervensi sesuai tatalaksana
disfungsi ginjal transplan. Dosis pemeliharaan obat imunosupresan disesuaikan
dengan kondisi pasien dan kadar obat. Kunjungan dapat dilakukan setiap dua
bulan sekali pasca satu tahun tindakan.11, 15

21
BAB IV
PENUTUP

Tranplantasi ginjal merupakan prosedur memindahkan ginjal dari donor


kepada resipien guna menggantikan fungsi ginjal resipien yang mengalami
kerusakan. Transplantasi ginjal memiliki tahapan seleksi dan evaluasi yang ketat
serta tinjauan hukum guna menentukan kelayakan tindakan dan memastikan tidak
terjadinya penjualan organ. Persiapan transplantasi ginjal diawali dengan
penilaian resipien dan donor untuk menilai kecocokan dan pengambilan keputusan
yang matang. Tim transplantasi ginjal yang terdiri dari multidisiplin berhak
memutuskan kelayakan tindakan transplantasi ginjal pada resipien dengan donor
yang sesuai, melalui rapat dan pertimbangan informasi yang komprehensif.
Perawatan yang efektif pasca transplantasi ginjal dimulai sejak sesaat
setelah tindakan operasi selesai dilakukan, minggu pertama, dan tiga bulan
pertama. Fungsi graft menjadi fokus utama dalam perawatan dengan cara melihat
berbagai faktor penilaian. Penurunan fungsi graft memerlukan intervensi segera
sesuai dengan algoritma. Perawatan pasca rawat inap dilakukan secara rawat jalan
dengan berbagai penilaian dan pemeriksaan yang berbeda setiap bulannya. Hal ini
dilakukan secara berkala guna memastikan graft berfungsi baik pada resipien dan
dapat memberikan outcome yang signifikan untuk menunjang kelangsungan hidup
yang baik.

22
DAFTAR PUSTAKA
1. Arora DS. Clinical Handbook for Kidney Transplantation Ontario: Trillium
Gift of Life Network; 2017.
2. Ekberg H, Qi Z. Practical Protocols for Living Donor Kidney
Transplantation2010.
3. Mochtar CA, Alfarissi F, Soeroto AA, Hamid ARA, Wahyudi I, Marbun MB,
et al. Milestones of kidney transplantation in Indonesia. 2017;26(3):229-36.
4. Alelign T, Ahmed MM, Bobosha K, Tadesse Y, Howe R, Petros B. Kidney
Transplantation: The Challenge of Human Leukocyte Antigen and Its
Therapeutic Strategies. Journal of immunology research. 2018;2018:5986740.
5. Wolfe RA, Ashby VB, Milford EL, Ojo AO, Ettenger RE, Agodoa LY, et al.
Comparison of mortality in all patients on dialysis, patients on dialysis
awaiting transplantation, and recipients of a first cadaveric transplant. The
New England journal of medicine. 1999;341(23):1725-30.
6. Edwards EB, Bennett LE, Cecka JM. Effect of HLA matching on the relative
risk of mortality for kidney recipients: a comparison of the mortality risk after
transplant to the mortality risk of remaining on the waiting list.
Transplantation. 1997;64(9):1274-7.
7. Transplant BC. Clinical guidelines for kidney transplantation. 2017.
8. Medicine O. Oxford Specialist Handbook: Renal Transplantation: Oxford
University Press; 2010.
9. Widiana IGR. Seleksi dan Asesmen Pasien Transplantasi Ginjal. Bali Uro-
Nephrology Scientific Communication; 2017.
10. Indonesia R. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36
TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN. 2009.
11. PERNEFRI. KONSENSUS TRANSPLANTASI GINJAL PERHIMPUNAN
NEFROLOGI INDONESIA (PERNEFRI) 2013: PERNEFRI; 2013.
12. McKay D, Steinberg SM. Kidney transplantation: Springer; 2010.

23
13. Chadban SJ, Ahn C, Axelrod DA, Foster BJ, Kasiske BL, Kher V, et al.
KDIGO clinical practice guideline on the evaluation and management of
candidates for kidney transplantation. 2020;104(4S1):S11-S103.
14. Pancirova J. Renal Transplantation : A Guide to Clinical Practice. English:
Bristol-Myers Squibb; 2009.
15. Nilasari D. Konsensus Evaluasi Donor Dan Resipien Transplantasi Ginjal
Serta Penatalaksanaan Perioperatif. PERNEFRI. 2015.
16. Johnson LS SR. Brain Death And Cardiac Death: Donor Criteria and Care of
Deceased Donor. Kidney Transplantation: Principles And Practice, Seventh
Edition. New York: Springer: ln: McKay DB. Steinberg SM.; 2014. p. 91.
17. Santos CAQ BD. Infections in Kidney Transplant Recipients. Kidney
Transplantation: A Guide to the Care of Kidney Transplant Recipients. New
York: Springer; 2010. p. 277-309.
18. Pham PIT PP, Danovitch GM. . The Acute Care of the Transplant Recipient.
Kidney Transplantation: A Guide to the Care of Kidney Transplant
Recipients. New York: Springer2010. p. 207-35. .
19. Naik AS, Josephson MA, Chon WJ. Postoperative Care of Renal Transplant
Recipients. In: Subramaniam K, Sakai T, editors. Anesthesia and
Perioperative Care for Organ Transplantation. New York, NY: Springer New
York; 2017. p. 297-307.
20. Baker RJ, Mark PB, Patel RK, Stevens KK, Palmer N. Renal association
clinical practice guideline in post-operative care in the kidney transplant
recipient. BMC nephrology. 2017;18(1):174.
21. Medicine O. Immunology of transplantation. Oxford Specialist Handbook:
Oxford University Press; 2010. p. 105-24.
22. Transplant B. Management of Renal Dysfunction. CLINICAL
GUIDELINES FOR KIDNEY TRANSPLANTATION. British2019. p. 26.

24

Anda mungkin juga menyukai