BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
kedua
pionir
tersebut tidak
melanjutkan
karirnya
dalam bidang
ginjal
allograft
pertama
dengan donor
ginjal jenazah
2.2
a.
Organ atau jaringan yang diambil dari badan untuk ditanam ke tempat lain pada
badan yang sama atau ke individu lain.
b.
2.3
2.4
dapat menikmati hidup yang lebih baik, makan/minum bebas, perasaan sehat
seperti orang lain/normal.
2.5
1.
cadaveric-donor (donor ginjal dari individu yang telah meninggal) ialah Donor
jenazah berasal dari pasien yang mengalami mati batang otak akibat kerusakan
1)
otak yang fatal, usia 10-60 tahun, tidak mempunyai penyakit yang dapat ditularkan
seperti hepatitis, HIV, atau penyakit keganasan (kecuali tumor otak primer). Fungsi
ginjal harus baik sampai pada saat akhir menjelang kematian. Panjang hidup ginjal
transplantasi dari donor jenasah yang meninggal karena strok, iskemia, tidak
sebaik meninggal karena perdarahan subaracnoid.
2.
living-donor (donor ginjal dari individu yang masih hidup) yang dibagi lagi
menjadi :
a.
3)
4)
5)
Kecocokan golongan darah ABO, HLA dan tes silang darah (cross match).
6)
7)
Sehat mental.
8)
d.
e.
f.
2.6
Harus dapat menerima terapi imunosupresif dalam waktu yang lama dan harus
patuh minum obat
pasien yang berumur lebih dari 70 tahun. Karena pada usia tersebut sudah sering
ditemukan gangguan-gangguan pada organ-organ lain yang akan mempengaruhi
proses pembedahan, karena pada usia tersebut ginjal sudah mengalami penurunan
fungsi.
b.
terdapat resiko tinggi pada pasien dengan kanker yang disertai penyebaran
(metastasis)
2.7
2.7.1
memfasilitasi setiap pertanyaan pasien merupakan bagian dari peran perawat dalam
penatalaksanaan praoperatif.
Penatalaksanaan pascaoperatif
Tujuan perawatan setelah transplantasi ginjal adalah untuk mempertahankan
homeostatis sampai ginjal transplan dapat berfungsi dengan baik.
a.
b.
Rejeksi tandur, rejeksi transplan ginjal dan kegagalan dapat terjadi dalam waktu
24jam (hiperakut), dalam 3 sampai 14hari (akut), atau setelah beberapa tahun
pertamasetelah transplantasi. Ultrasound dapat digunakan untuk mendeteksi
pembesaran ginjal, sedangkan biopsi renal dan tekni radiografik digunakan untuk
mengevaluasi rejeksi transplan, jika transpla ditolak maka pasien kaan kembali
menjalani dialisis. Ginjal yang ditolak tersebut dapat diangkat kembali atau tidak
bergantung kapan penolakan tersebut terjadi dan risiko infeksi jika ginjal dibiarkan
di tempat.
Besarnya risiko infeksi dan rejeksi, maka melakukan pengkajian terkait
tanda dan gejala rejeksi transplan seperti oliguri, edema, peningktan tekanan darah,
pertambahan berat badan, bengkak atau nyeri tekan diseluruh ginjal transplan.
Hasil tes kimia darah (BUN dan kreatinin) dan hitung leukosit serta trombosit
dipantau dengan ketat, karena imunosupresi akan menekan pembentukan leukosit
dan trombosit. Pasien dipantau ketat akan adanya infeksi karena mengalami
kegagalan penyembuhan atau infeksi akibat terapi imunosupresif dan komplikasi
gagal ginjal.
2.7.3
jenazah 7 tahun. Lama hidup ginjal cangkok pada pasien diabetes militus lebih
buruk daripada non diabetes.
b. Lama hidup pasien (Patient Survival)
Sumber organ donor sangat mempengaruhi lama hidup pasien dalam jangka
panjang. Lama hidup pasien yang mendapat donor ginjal hidup lebih baik
dibanding donor jenasah, mungkin karena pada donor jenasah memerlukan lebih
banyak obat imonosupresi. Misalnya pada pasien yang ginjal cangkoknya
berfungsi lebih dari satu tahun, didapatkan lama hidup pasien 5 tahun (five live
survival) pada donor hidup 93 % dan pada donor jenasah 85 % penyakit eksternal
seperti diabetes militus akan menurunkan lama hidup pasien.
2.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi setelah dilakukannya transplantasi ginjal adalah (I
Made, 2007):
2.8.1
a.
Komplikasi Bedah
Komplikasi sistem urinaria, salah satunya adalah terputusnya ginjal secara
spontan. Komplikasi yang lain adalah bocornya urine dari ureteral bladder
anastomosis yang menyebabkan terjadinya urinoma yang dapat memberi tekanan
pada ginjal dan ureter yang mengurangi fungsi ginjal.
b.
c.
d.
cerna akibat ulkus peptikum. Disamping itu dapat juga terjadi esofagitis, gastritis
hemoragik, obstruksi dan perforasi usus, serta herniasi.
e.
Komplikasi kulit, karsinoma kulit adalah yang paling umum. Penyembuhan luka
dapat menjadi lama karena status nutrisi yang kurang, albumin serum yang sedikit
dan terapi steroid.
f.
g.
h.
2.8.2
Komplikasi Medik
Transplant rejection (reaksi penolakan tubuh terhadap ginjal yang telah dicangkok), yaitu sebuah serangan dari sistem kekebalan terhadap organ donor asing
yang dikenal oleh tubuh sebagai jaringan asing. Reaksi tersebut dirangsang oleh
antigen dari kesesuaian organ asing. Ada tiga jenis utama penolakan secara klinik,
yaitu hiperakut, akut, dan kronis
a. Rejeksi hiperakut
Rejeksi hiperakut adalah destruksi imunologik ginjal transplan yang terjadi
dalam waktu 24 jam paska transplantasi dan sering terjadi intraoperative, tetapi
rejeksi ini jarang terjadi. Rejeksi hiperakut disebabkan oleh reaksi antibody
resipien yang terbentuk pratransplantasi akibat transplantasi/tranfusi darah
sebelumnya dengan antigen sel endotel pembuluh darah ginjal transplan. Antibodi
BAB 3. PATHWAY
BAB 4. ASUHAN
KEPERAWATA
4.1
4.1.1
a.
Pengkajian
Persiapan transplantasi ginjal
Persiapan resipient dan keluarga
Perawat mempunyai peran penting sebagai advokat untuk memastikan
bahwa semua upaya dibuat untuk menentukan dan bertindak atas keinginan pasien
berkenan dengan pendonoran dan perawat juga berperan vital dalam mendukung
keluarga secara psikologis, terutama saat mereka mencoba menerima donor dari
mayat, serta sebagai koordinator transplan yaitu memastikan bahwa keluarga
mendapatkan informasi yang diperlukan untuk memberikan surat persetujuan.
Setelah ada persetujuan dari keluarga, tim akan menjelaskan mengenai
operasi dan perawatannya:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Mobilisasi: merubah posisi, membatukkan, latih duduk dan berdiri serta cara
nafas efektif.
Dengan demikian diharapkan pasien dan keluarga akan merasa aman dan
dapat bekerja sama dan bersikap lebih terbuka untuk membantu perawatan.
4.1.2
4.1.4
pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur transplan, efek samping dari
pembedahan
d.
e.
pemeriksaan fisik: BB, TTV, pola eliminasi urine, adakah tanda-tanda infeksi,
gangguan pernafasan, tanda-tanda kelebihan/kekurangan cairan elektrolit dan
dialisis dalam 24 jam pembedahan. Dialisis ini dilakukan untuk menggembalikan
kimia darah ke kadar mendekati normal, memperbaiki perubahan agregasi
trombosis yang ditimbulkan oleh uremia dan mengeluarkan kelebihan cairan.
f.
j.
Terapi medikasi sebelumnya: segala medikasi sebelumnya, termasuk obatobatan yang dijual bebas dan frekwensi penggunaanya
4.1.5
a.
Monitor status sirkulasi dan kehilangan darah: tanda-tanda vital, tekanan darah
arteri dan vena sentral, warna dan suhu kulit, keluaran urin, keadaan luka insisi,
dan selang drainase
d. Nyeri: lokasi dan intesitas nyeri sebelum dan sesudah pemberian preoart analgesic
, adanya distensi abdomen
e. Menghitung jumlah line intravena yang terpasang, catat tempat insisi, jenis cairan
dan kecepatan tetesan
f.
g. Catat dan amati letak kateter urether serta drainase urine dari tiap kateter
h.
Temukan akses vaskuler dan tentukan patensinya dengan meletakkan jari atau
stetoskop tepat diatas tempat akses dan raba atau dengarkan karakteristik bunyi
denyutan disebut desiran (bruit)
i.
Bila terpasang NGT sambungkan selang tersebut ke sistim drainase yang sesuai
j.
Ukur lingkar abdomen pada insisura iliaka, ini merupakan informasi dasar yang
digunakan nanti untuk pengkajian ada tidaknya komplikasi (mis: kebocoran uretra,
limfosel atau perdarahan)
k.
Pada pasien anak dipantaunya lebih sering daripada pasien dewasa karena sifat
dinamik dari cairan anak dan status kardiovaskuler seperti tekanan darah, BB
l.
Rungan harus ditutup dan hanya anggota tim transplantasi ginjal yang
diperkenankan masuk
m. Setiap petugas yang memasuki ruangan harus memakai masker dan baju serta alas
kaki yang khusus
n.
4.2
Diagnosa keperawatan
Pre operasi
1.
1.
Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi luka operasi, spasme otot, atau
adanya distensi abdomen/kandung kemih.
2.
3.
4.
5.
Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan resiko dari reaksi imun
transplantasi dan efek samping dari obat-obatan imunosupresi, atau kebutuhan
hemodialisa lanjut.
4.3
a.
b.
c.
POST OPERASI
1.
Diagnosa keperawatan :
Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi luka operasi, spasme otot,
atau adanya distensi abdomen/kandung kemih.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan nyeri pasien
berkurang.
Kriteria Hasil:
a.
b.
c.
d. Pantau skala nyeri nyeri, tentukan lokasi, jenis factor yang meningkatkan
rasa nyeri serta tanda dan gejala yang menunjang
e. Ciptakan lingkungan yang tenang
f. Ajarkan tehnik relaksasi (latih nafas dalam)
g. Longgarkan atau kencangkan bebat daerah yang sakit
h. Beri kesempatan untuk istirahat selama nyeri, buat jadwal aktifitas bila nyeri
berkurang
i. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik, oksigen dan
pemeriksaan penunjang
j. Berikan obat pengurang rasa sakit dan observasi 30 menit kemudian.
2.
Diagnosa Keperawatan:
Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan
transplantasi ginjal,
3.
Diagnosa Keperawatan :
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine,
gagal ginjal, penolakkan tranplantasi, tingginya volume cairan intravena.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam kelebihan volume cairan
teratasi.
Kriteria Hasil :
Pasien mengeluarkan urine yang adekuat dan tidak menahan cairan.
Intervensi :
a. Monitor TD dan nadi setiap 1jam
b. Ukur haluaran urine setiap 1jam
c. Timbang BB setiap hari
d. Auskultasi paru-paru setiap pergantian dinas sesuai indikasi
e. Pertahankan keakuratan catatan masuk dan keluarnya cairan
f. Beri banyak cairan sesuai program
g. Beri obat diuritik sesuai program
h. Pertahankan mesukan natrium sesuai program
i. Laporkan semua temuan abnormal.
4.
DiagnosaKeperawatan :
Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan imunosupresi
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam resiko infeksi dapat
dicegah.
Kriteria Hasil:
a.
b.
Pasien tidak demam, insisi kering, urine jernih/kuning tanpa sediment, paru-paru
bersih.
Intervensi :
a.
Lakukan cuci tangan dengan bersih sebelum, selama, dan setelah merawat
pasien.
b.
Gunakan tehnik aseptik dengan saksama dalam merawat semua kateter, selang
infus sentral, pipa endoktrakheal, dan selang infuse perifer.
c.
d.
e.
f.
Ganti segera balutan yang basah untuk membatasi media bagi organisme.
g.
h.
i.
Larang pengunjung dan perawat dengan infeksi saluran pernapasan aktif untuk
kontak dengan pasien.
j.
Pantau nilai-nilai laboraturium, khususnya SDP (sel darah putih) dan periksa
spicemen dari drainase yang dicurigai untuk dikultur dan sensitivitas.
k.
Inspeksi daerah insisi tiap hari terhadap semua tanda-tanda inflamasi; nyeri,
kemerahan, bengkak, panas, dan drainase.
l.
Perhatikan karakter urine dan laporkan bila keruh dan bau busuk.
o.
p.
5.
Diagnosa Keperawatan :
Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan resiko dari reaksi imun
transplantasi dan efek samping dari obat-obatan imunosupresi, atau kebutuhan
hemodialisa lanjut.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam resiko cidera dapat
dicegah.
Kriteria Hasil:
a.
b.
c.
a.
b.
c.
Monitor masukan dan haluaran cairan setiap jam selanjutnya setiap 3 jam.
d.
e.
f.
Siapkan pasien untuk operasi mengangkat ginjal yang ditolak jika terjadireaksi
hiperakut
g.
DAFTAR PUSTAKA
Made,
Juliana.
2007.
Komplikasi
Paska
Transplantasi
Ginjal.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/download/3816/2812
[3 November
2013].