Anda di halaman 1dari 7

EKSISTENSI TRADISI ADZAN PITU DI MASJID SANG CIPTA RASA

KOTA CIREBON

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Konservasi Sosial Budaya

Dosen Pengampu:

Rudi Salam, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:

Tio Putra Refiyan 3601422017

PRODI PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2023
A. PENDAHULUAN

Tradisi merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan secara rutin dan berulang-ulang
sehingga menjadi sebuah habituasi dalam masyarakat. Kebiasaan tersebut berasal dari
sekelompok oenduduk yang menempati suatu daerah yang meliputi nilai-nilai, norma-norma,
hukum serta aturan yang saling berkorelasi. Tradisi dapat dilihat sebagai sebuah kebijakan yang
turun temurun, yang memiliki tempat tersendiri di dalam kepercayaan, kesadaran dan norma dari
setiap individu. Tradisi layaknya daftar gagasan yang dapat digunakan dalam melakukan
tindakan di masa kini berdasarkan pengalaman di masa lampau.
Dalam era globalisasi dan digitalisasi seperti sekarang ini, eksistensi sebuah tradisi sangat
dipertaruhkan. Berbagai ancaman degradasi bagi tradisi-tradisi yang dianggap kuno dan tidak
mengikuti zaman pun bermunculan akibat adanya urbanisasi serta modernisasi yang sangat cepat
dan tak terbendung perkembangannya. Konservasi budaya sejatinya sangat diperlukan saat ini,
karena akan sangat berpengaruh bagi jati diri dan nilai-nilai peradaban terdahulu. Sebuah tradisi
dan budaya dapat menumbuhkan rasa toleransi dan kebersamaan yang kemudian akan
meningkatkan kualitas kehidupan bermasyarakat.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa (dikenal juga sebagai Masjid Agung Kasepuhan atau
Masjid Agung Cirebon) adalah sebuah masjid yang terletak di dalam kompleks Keraton
Kasepuhan, Cirebon, Jawa Barat. Masjid ini merupakan salah satu bukti penting dari keberadaan
Kesultanan Cirebon yang sempat berjaya di abad ke 15 sampai abad ke 16 dibawah pimpinan
Syekh Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Masjid Sang Cipta
Rasa dibangun antara tahun 1498 sampai 1500 masehi. Nilai-nilai sejarah yang terkandung
dalam proses pembangunannya dan makna yang terkandung pada nama yang dimilikinua
menjadikan masjid ini sebagai warisan budaya yang sangat penting dalam sejarah serta rekam
jejak budaya masyarakat kewilayahan Cirebon.
Ada satu tradisi yang cukup unik di Masjid Sang Cipta Rasa ini, tradisi tersebut ialah
tradisi adzan pitu. Sesuai namanya, adzan pitu adalah lantunan adzan yang dikumandangkan
bersama-sama dengan muadzin sebanyak tujuh orang. Tradisi tersebut awalnya dibuat oleh
Sunan Gunung Jati sebagai salah satu pencegah kala wabah penyakit menyerang Cirebon. Pasca
serangan wabah tersebut, tradisi adzan pitu sampai sekarang masih dilestarikan sebagai bentuk
rasa syukur kepada Allah SWT atas diangkatnya wabah penyakit yang pernah merajalela wilayah
Cirebon.
B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Tradisi Adzan Pitu di Masjid Sang Cipta Rasa
Tradisi Adzan Pitu merupakan salah satu tradisi yang unik yang hanya ditemukan
di Masjid Sang Cipta Rasa yang terletak di dalam kompleks Keraton Kasepuhan, Cirebon,
Jawa Barat. Masjid tersebut merupakan peninggalan dari masa Kesultanan Cirebon
dibawah pimpinan Syekh Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan Sunan Gunung
Jati.
Tradisi Adzan Pitu ini dilakukan setiap minggu, tepatnya ketika shalat jumat
berlangsung. Sesuai dengan namanya, lantunan adzan yang dikumandangkan dalam
tradisi ini tidak hanya dilakukan oleh satu orang muadzin saja, melainkan tujuh orang
muadzin sekaligus secara bersamaan. Mereka para muadzin biasanya menggunakan
pakaian khusus ketika hendak melantunkan adzan. Enam orang muadzin mengenakan
jubah berwarna hijau dan serban putih. Sedangkan satu orang berjubah putih dan
bersorban hitam. Tak jarang ketujuh muadzin juga menggunakan jubah dan sorban
berwarna putih bersamaan. Jubah tersebut digunakan bertujuan untuk memberi tanda
perbedaan antara muadzin dan jamaah lainnya, oleh karenanya jubah tersebut wajib
dipakai ketika hendak melantunkan adzan.
Dalam sejarahnya, adzan pitu pertama kali dilakukan pada zaman Sunan Gunung
Jati atau nama aslinya Syekh Syarif Hidayatullah. Salah satu istrinya yaitu Nyimas
Pakungwati yang merupakan putri Mbah Kuwu Cirebon, Pangeran Cakrabuana terkena
wabah penyakit. Wabah itu juga menyerang sejumlah warga Cirebon di sekitar keraton.
Beberapa upaya dilakukan untuk menghilangkan wabah tersebut, tetapi hasilnya selalu
berujung kegagalan. Akibatnya banyak rakyat Cirebon yang meninggal dan jatuh sakit.
Setelah berdoa kepada Allah, Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati
mendapatkan petunjuk bahwa wabah di tanah Caruban atau Cirebon tersebut akan hilang
dengan cara mengumandangkan adzan yang dilantunkan tujuh orang sekaligus. Sunan
Gunung Jati akhirnya berikhtiar dengan bertitah kepada tujuh orang agar
mengumandangkan adzan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa sebagai upaya
menghilangkan wabah tersebut.
Dilihat dari salah satu babad Cirebon, wabah penyakit di Cirebon muncul
diakibatkan oleh kiriman dari seorang pendekar ilmu hitam, Menjangan Wulung yang
sering berdiam diri di momolo (kubah) masjid. Ketidaksukaannya terhadap syiar Islam di
Cirebon membuatnya menyebarkan wabah dan setiap muadzin yang melantunkan adzan
mendapatkan serangan hingga meninggal.
Dalam salah satu versi, babad Cirebon tulisan Pangeran Sulaeman
Sulendraningrat, saat Sunan Gunung Jati memberikan titah tujuh orang sekaligus
melantunkan adzan ketika waktu Subuh, suara ledakan dahsyat terdengar dari bagian
kubah Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang dibangun pada 1480 Masehi. Ledakan itu
membuat Menjangan Wulung yang berdiam diri di kubah masjid terluka.
Sementara kubah Masjid Agung Sang Cipta Rasa terpental hingga ke Banten dan
menumpuk di kubah Masjid Agung Serang Banten. Karena itu, hingga kini Masjid
Agung Sang Cipta Rasa tidak memiliki kubah, sementara Masjid Agung Serang Banten
memiliki dua kubah.
Prosesi pelaksanaan azan pitu untuk salat Jumat sebenarnya hampir sama dengan
prosesi pelaksanaan salat Jumat pada umumnya. Setelah penabuhan beduk, dilanjutkan
dengan adzan pitu selama 5-7 menit oleh tujuh orang muazin yang berjajar di saf ke-4.
Kemudian, dilanjutkan salat sunah sebelum azan kembali dikumandangkan oleh
satu muazin. Satu orang muazin tersebut merupakan salah satu muazin yang
mengumandangkan adzan pitu.

2. Eksistensi Tradisi Adzan Pitu di Masjid Sang Cipta Rasa


Menjadi salah satu warisan budaya, Tradisi Adzan Pitu di Masjid Sang Cipta Rasa
Cirebon saat ini masih sangat lestari. Warga sekitar Masjid Sang Cipta Rasa masih terus
melaksanakan tradisi tersebut, walaupun memang ada perubahan pelaksanaannya
dibanding pada awal tradisi tersebut hadir.
Awalnya, Adzan Pitu dikumandangkan 5 waktu setiap hari sesuai dengan jumlah
shalat wajib umat Islam. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu pelaksanaannya tersebut
diubah menjadi Adzan Pitu dikumandangkan hanya pada shalat Jumat saja. Tidak ada
alasan yang pasti mengapa pelaksanaan Adzan Pitu diubah, akan tetapi ada sumber yang
menyebutkan bahwa hal itu terjadi lantaran akibat dari perang Diponegoro dahulu.
Pelaksanaan Adzan Pitu dianggap akan menimbulkan keramaian, dikhawatirkan oleh
karena keramaian tersebut, dapat memicu pihak kolonial Belanda menyerang pribumi.
Maka dari itu, demi keamanan akhirnya Adzan Pitu diubah pelaksanaannya menjadi
setiap shalat Jumat saja, karena shalat Jumat adalah satu-satunya waktu di mana
masyarakat bisa berkumpul dengan jumlah yang besar tanpa menimbulkan kekhawatiran
bagi pihak kolonial.
Meskipun begitu, tradisi tersebut masih tetap dilestarikam hingga saat ini. Tradisi
tersebut tetap memegang nilai-nilai keagamaan dan budaya yang penting bagi masyarakat
setempat. Selain itu, tradisi Adzan Pitu juga dapat menjadi contoh bagaimana masyarakat
dapat mempertahankan kearifan lokalnya dalam menghadapi perubahan sosial dan politik
yang terjadi.

3. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Tradisi Adzan Pitu


a. Nilai Kepercayaan
Tradisi Adzan Pitu sangat erat kaitannya dengan agama Islam. Melalui lantunan adzan
pitu, terdapat kalimat syahadat yang menegaskan kepercayaan masyarakat terhadap
keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan ini menjadi pondasi utama bagi praktik
ibadah dan kehidupan keagamaan masyarakat. Selain itu, lantunan adzan pitu yang
dahulu dipercaya sebagai pengusir wabah penyakit, menjadikan hingga saat ini adzan pitu
masih dipercaya sebagai penolak bala.
b. Nilai Sejarah
Lantunan adzan pitu yang dikumandangkan setiap shalat jumat berlangsung, bertujuan
untuk mengingatkan warga, terutama warga sekitar akan jasa para tokoh yang telah
berjasa di zaman terdahulu. Khususnya Syekh Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal
dengan Sunan Gunung Jati yang pernah membawa Kesultanan Cirebon menjadi salah
satu wilayah yang disegani. Sunan Gunung Jati pula tokoh yang mencetuskan adzan pitu
tersebut setelah mendapatkan petunjuk dari Allah SWT.
c. Nilai Estetika
Lantunan adzan pitu yang dikumandangkan secara bersamaan oleh 7 orang muadzin tidak
menghilangkan keindahan suara adzan itu sendiri. Justru dengan adanya 7 orang muadzin
membuat harmonisasi hadir dan menambah keindahan dari adzan tersebut. Panjang
pendek nada azan ke tujuh muazin azan pitu ini terdengar seirama. Mereka juga kompak
menjaga keseimbangan tinggi rendahnya nada. Hal tersebutlah yang membuat adzan pitu
memiliki keindahan dan keunikannya tersendiri.
d. Nilai Ekonomi
Adzan pitu dikenal akan keunikan dan nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.
Keunikan tersebut rupanya memberikan dampak tersendiri dalam sektor ekonomi.
Bagaimana tidak, adzan yang dikumandangkan oleh tujuh orang sekaligus tersebut
ternyata mampu menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung kesana. Dengan
banyaknya wisatawan yang datang, membuat perekonomian disana secara tidak langsung
juga ikut tumbuh akibat adanya wisatawan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, W., & Pradita, L. E. (2020). Adzan Pitu? Syncretism or religious tradition:
Research in Sang Cipta Rasa Cirebon mosque. HTS Teologiese
Studies/Theological Studies, 76(3).

AISY, S. R. (2021). TRADISI PENCEGAHAN WABAH PENYAKIT (Studi Living


Qur’an Di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon) (Doctoral dissertation, IAIN SYEKH
NURJATI. S1 IAT).

Iswandi, F., Agus, C., & Juwintan, J. (2022). Representasi Makna pada Istilah Benda
dan Bangunan Versi Bahasa Indonesia oleh Pemandu Wisata di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Jurnal Pendidikan Bahasa, 11(2), 265-278.

Univesitas Swadaya Gunung Jati. (2020, September 21). Legenda Adzan Pitu Masjid
Agung sang Cipta Rasa Cirebon. Legenda Adzan Pitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon -
Universitas Swadaya Gunung Jati. Retrieved March 29, 2023, from
https://unswagati.ac.id/post/index?id=166-
legenda_adzan_pitu_masjid_agung_sang_cipta_rasa_cirebon

Anda mungkin juga menyukai