Anda di halaman 1dari 5

Nama : Citra Cahyani Istania

NIM : 205134040
Kelas : 3B AMP

BAB 7 TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA


1. Dasar Hukum dan Pertimbangan
Keputusan dan Peraturan Menteri Keuangan yang telah diterbitkan sebagai dasar hukum
pelaksanaan pengalihan kewenangan pengesahan DIPA dari Ditjen Perbendaharaan ke
Ditjen Anggaran adalah
• Keputusan Menteri Keuangan No. 293/KMK.01/2012 tentang Pelimpahan
Kewenangan Menteri Keuangan Kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk dan atas
nama Menteri Keuangan untuk Mengesahkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran,
tanggal 24 Agustus 2012,
• Peraturan Menteri Keuangan No. 160/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan
Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), tanggal 19 Oktober 2012.
Dengan adanya penggabungan tersebut, maka akan terjadi proses pengintegrasian proses
penyusunan RKA KL dan DIPA. Penyusunan DIPA dilakukan dengan menggunakan data
yang berasal dari RKA-K/L yang sudah ditelaah antara K/L dengan Ditjen Anggaran dan
sudah mendapat persetujuan DPR serta ditetapkan dalam Keppres Rincian Anggaran
Belanja Pemerintah Pusat atau DHP RDP BUN. Melalui pengintegrasian tersebut,
diharapkan dapat memberikan nilai tambah berupa penyederhanaan proses dan
mempercepat waktu penyelesaian DIPA, meningkatkan validitas dan integritas data
anggaran; dan meningkatkan efisiensi biaya pengesahan DIPA.
2. Beberapa Perubahan Dalam Penyusunan dan Pengesahan DIPA
a. Jenis-jenis DIPA
• DIPA Induk yaitu DIPA yang merupakan akumulasi dari DIPA per Satker yang
disusun oleh Pengguna Anggaran menurut Unit Eselon I Kementerian
Negara/Lembaga, dan disahkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama
Menteri Keuangan.
• DIPA Petikan yaitu DIPA yang memuat alokasi anggaran untuk masing-masing
Satuan Kerja dan merupakan penjabaran dari DIPA Induk.
b. Pernyataan surat dan ketentuan DIPA Induk
• DIPA Induk yang telah disahkan ini lebih lanjut dituangkan dalam DIPA Petikan.
• Pengesahan DIPA Induk sekaligus merupakan pengesahan DIPA Petikan.
• DIPA Petikan digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan Satker dan pencairan
dana/pengesahan bagi BUN/Kuasa BUN yang merupakan kesatuan yang tidak
terpisahkan dari DIPA Induk.
• DIPA Petikan dicetak secara otomatis melalui sistem yang dilengkapi dengan kode
pengaman berupa digital stamp sebagai pengganti tanda tangan pengesahan
(otentifikasi);
• Informasi mengenai Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara Pengeluaran dan
Pejabat Penanda tangan SPM untuk tiap-tiap Satker terdapat pada DIPA Petikan.
• Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan Penerimaan yang tercantum dalam
Halaman III DIPA Induk diisi sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan.
• Tanggung jawab terhadap penggunaan dana yang tertuang dalam DIPA Petikan
sepenuhnya berada pada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
c. Pernyataan sarat dan ketentuan DIPA petikan
• DIPA Petikan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari DIPA Induk (Unit
Eselon I dan Kementerian Negara/Lembaga).
• DIPA Petikan dicetak secara otomatis melalui sistem yang dilengkapi dengan kode
pengaman berupa “digital stamp” sebagai pengganti tanda tangan pengesahan.
• DIPA Petikan berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan Satker dan
pencairandana/pengesahan bagi BUN/Kuasa BUN.
• Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan Penerimaan yang tercantum dalam
Halaman III DIPA Petikan diisi sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan.
• Tanggung jawab terhadap penggunaan dana yang tertuang dalam DIPA Petikan
sepenuhnya berada pada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
• Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database
RKAK/L-DIPA
• Kementerian Keuangan, yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database
RKAK/L-DIPA Kementerian Keuangan berdasarkan bukti-bukti yang ada.
• DIPA Petikan ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 31
Desember 2013.
d. Beberapa pertimbangan perubahan jenis DIPA
• Menjaga konsistensi penerapan penganggaran berbasis kinerja, mulai dari
penetapan prioritas pembangunan dalam RKP, penyusunan RKA-K/L dan
pengesahan DIPA.
• Memberikan fleksibilitas kepada Pengguna Anggaran dalam hal diperlukan
adanya pergeseran anggaran antar Satker dalam satu Unit Eselon I dan satu
Program, sepanjang pagu anggaran dan target kinerja tidak berubah sehingga
dapat menyederhanakan proses revisi anggaran.
• Meningkatkan akuntabilitas K/L sebagai penanggung jawab pelaksanaan Program
dan target kinerja yang harus dicapai termasuk koordinasi terhadap Satker-Satker
yang berada di bawah Program yang bersangkutan.
• Mengurangi beban Direktur Jenderal Anggaran dalam penandatanganan DIPA
e. Rincian jenis DIPA dan pejabat penandatangan DIPA
• Untuk DIPA Induk, yang menandatangani adalah Sekretaris
Jenderal/SekretarisUtama/Sekretaris/pejabat eselon I sebagai penanggung jawab
Program dan memiliki portofolio pada Bagian Anggaran K/L, atas nama
Menteri/Pimpinan Lembaga.
• Untuk DIPA Petikan, secara formal tidak ditandatangani. Sebagai pengganti
fungsi pengesahan, setiap DIPA Petikan diberi kode pengaman berupa “digital
stamp” sebagai pengganti tanda tangan pengesahan (otentifikasi).
f. Perbedaan DIPA lama dan DIPA Baru
1. Jenis DIPA
Lama : DIPA Satker
Baru : DIPA Induk dan DIPA Petikan
2. Jumlah bagian
Lama : 5 Bagian
Baru : DIPA Induk 4 Bagian dan DIPA Petikan 5 Bagian
3. Kode Pengaman dan Disclaimer
Lama : Kode validasi dan disclaimer khusus tanggungjawab KPA
Baru : Kode Digital Stamp dan time stamp dan Disclaimer multi fungsi dan
memayungi hubungan antara 2 DIPA
4. Pejabat Penandatangan: Lembar DIPA; SP DIPA
Lama : Ditandatangani oleh masing-masing KPA Satker. SP DIPA : Dirjen
Perbendaharaan/Direktur PA/Kepala Kanwil DJPBN.
Baru : DIPA Induk, ditandatangani oleh Sekjen/Sestama/Pejabat Esl I
penanggung jawab Program, SP DIPA : Dirjen Anggaran. Sedangkan DIPA Petikan:
Lembar DIPA : tidak ditandatangani; SP DIPA : tidak ditandatangani.
5. Mekanisme Penyusunan
Lama : DIPA disusun berdasarkan RKA-K/L atau RKA-BUN
Baru : DIPA Induk disusun berdasarkan RKA-K/L atau RDP BUN dan DIPA
Petikan langsung dicetak dari sistem brdsrkn RKA Satker atau RDP BUN.
6. Mekanisme Pengesahan
Lama : DIPA diajukan keKP DJPBN atau Kanwil lalu disahkan oleh Dirjen
Perbendahraan/yang lainnya
Baru : DIPA Induk diajukan ke DJA dan disahkan oleh Dirjen Anggaran
sedangkan DIPA Petikan disahkan melalui digital stamp.

BAB 8 TATA CARA REVISI ANGGARAN TAHUN 2013


Beberapa pertimbangan perlunya dilakukan revisi anggaran antara lain:
a. Tenggat waktu antara proses perencanaan anggaran dan pelaksanaan anggaran cukup lama
yaitu sekitar 1 (satu) tahun sehingga sangat dimungkinkan perencanaan yang disusun
belum mencakup seluruh kebutuhan untuk tahun yang direncanakan. Dalam periode
pelaksanaan anggaran sangat dimungkinkan terjadi perubahan keadaan atau perubahan
prioritas yang tidak diantisipasi pada saat proses perencanaan.
b. Adanya perubahan metodologi pelaksanaan kegiatan, contoh : semula direncanakan secara
swakelola menjadi kontraktual, dari single year menjadi multi years.
c. Adanya perubahan atau penetapan kebijakan Pemerintah dalam tahun anggaran berjalan,
contoh : penghematan anggaran, penerapan reward and punishment, atau APBN
Perubahan.

Revisi anggaran dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi alokasi anggaran untuk :
1) Kebutuhan biaya operasional Satker kecuali untuk memenuhi biaya operasional pada
Satker lain sepanjang masih dalam peruntukan yang sama;
2) Alokasi tunjangan profesi guru/dosen dan tunjangan kehormatan profesor kecuali untuk
memenuhi tunjangan profesi guru/dosen dan tunjangan kehormatan profesor pada Satker
lain;
3) Kebutuhan pengadaan bahan makanan dan/atau perawatan tahanan untuk
tahanan/narapidana kecuali untuk memenuhi kebutuhan pengadaan bahan makanan
dan/atau perawatan tahanan untuk tahanan/narapidana pada Satker lain;
4) Pembayaran berbagai tunggakan;
5) Rupiah murni pendamping (RMP) sepanjang paket pekerjaan masih berlanjut (on-going)
dan/atau Paket pekerjaan yang telah dikontrakkan dan/atau direalisasikan dananya
sehingga menjadi minus.
Kewenangan dan Tata Cara Revisi Anggaran :
a. Kewenangan dan Tata Cara Revisi Anggaran pada :
• Direktorat Jenderal Anggaran;
• Kantor Wilayah DJPBN;
• Unit Eselon I K/L;
• Kuasa Pengguna Anggaran;
b. Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan DPR RI;
• Batas Akhir Penerimaan Usul Revisi Anggaran.

Dasar Hukum dan Pertimbangan


Keputusan dan Peraturan Menteri Keuangan yang telah diterbitkan sebagai dasar hukum
pelaksanaan pengalihan kewenangan pengesahan DIPA dari Ditjen Perbendaharaan ke Ditjen
Anggaran adalah :
• Keputusan Menteri Keuangan No. 293/KMK.01/2012 tentang Pelimpahan Kewenangan
Menteri Keuangan Kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk dan atas nama Menteri
Keuangan untuk Mengesahkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran, tanggal 24 Agustus
2012;
• Peraturan Menteri Keuangan No. 160/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan
Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), tanggal 19 Oktober 2012.
Beberapa Perubahan Dalam Penyusunan dan Pengesahan DIPA
a. Jenis-jenis DIPA
Berdasarkan pembagian anggaran dalam APBN, DIPA dikelompokkan menjadi DIPA K/L
dan DIPA BUN. Mulai TA 2013, masing-masing kelompok dibedakan dalam 2 jenis DIPA
yaitu DIPA Induk dan DIPA Petikan.
• DIPA Induk yaitu DIPA yang merupakan akumulasi dari DIPA per Satker yang
disusun oleh Pengguna Anggaran menurut Unit Eselon I Kementerian
Negara/Lembaga, dan disahkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama
Menteri Keuangan. Dalam hal Unit Eselon I mengelola lebih dari satu Program,
maka DIPA Induk yang disusun memuat seluruh Program yang menjadi tanggung
jawabnya.
• DIPA Petikan yaitu DIPA yang memuat alokasi anggaran untuk masing-masing
Satuan Kerja dan merupakan penjabaran dari DIPA Induk. Dalam hal Satker
mengelola lebih dari satu Program dan berasal dari satu unit Eselon I, maka DIPA
Petikan memuat seluruh Program yang menjadi tanggung jawabnya.
Beberapa pertimbangan perubahan jenis DIPA
Beberapa pertimbangan yang mendasari perlunya dilakukan perubahan jenis DIPA dari semula
DIPA Satker menjadi DIPA Induk dan DIPA Petikan antara lain:
1) Menjaga konsistensi penerapan penganggaran berbasis kinerja, mulai dari penetapan
prioritas pembangunan dalam RKP, penyusunan RKA-K/L dan pengesahan DIPA.
2) Memberikan fleksibilitas kepada Pengguna Anggaran dalam hal diperlukan adanya
pergeseran anggaran antar Satker dalam satu Unit Eselon I dan satu Program, sepanjang
pagu anggaran dan target kinerja tidak berubah sehingga dapat menyederhanakan proses
revisi anggaran.
3) Meningkatkan akuntabilitas K/L sebagai penanggung jawab pelaksanaan Program dan
target kinerja yang harus dicapai termasuk koordinasi terhadap Satker-Satker yang berada
di bawah Program yang bersangkutan.
4) Mengurangi beban Direktur Jenderal Anggaran dalam penandatanganan DIPA karena
cukup DIPA per Unit Eselon I (+287 DIPA), tidak harus DIPA untuk seluruh Satker
(+24.000 Satker), namun secara legal DIPA untuk seluruh Satker tetap sah sebagai dasar
pembayaran/pencairan dana

Anda mungkin juga menyukai