Anda di halaman 1dari 22

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

 
 
PENUGASAN MATA KULIAH
PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI ALIH PROGRAM
KELAS 3-2

 PENGELOLAAN UTANG PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PEMBIAYAAN


PROGRAM PERCEPATAN PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL (PEN)

Ditulis Oleh:
 
M. Genta Gamary / 3082220062
Muhammad Daffa Pramasta / 3082220012
Raka Hanantio Handoko / 3082220095
Rizqiyah Putri Wulandari / 3082220136

2023
Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Ekonomi Dunia pada awal tahun 2020 terlihat sangat menjanjikan dengan adanya
kesepakatan ekonomi terutama dagang antara dua negara besar yang sering disebut sebagai
negara-negara dengan ekonomi paling maju di dunia, yaitu Amerika Serikat dengan
Tiongkok. Hampir semua orang mempunyai pandangan positif mengenai kesepakatan ini
karena perseteruan dua negara ini dalam beberapa tahun terakhir mempengaruhi
stagnannya pertumbuhan ekonomi dunia.

Tetapi pada akhir kuartal pertama tahun 2020, seluruh dunia digegerkan dengan
adanya sebuah penyakit menular yang diketahui bahwa bisa menular hanya dengan lewat
nafas atau droplets dari orang yang terinfeksi. Covid-19 adalah sebuah penyakit menular
yang baru diketahui, penyakit ini dipercaya diindikasi pertama kali ada di daerah
Tiongkok. Semua negara dengan tanggap melakukan pencegahan agar penyakit yang
belum diketahui obatnya ini tidak masuk ke negara mereka (Keuangan, Kementerian,
2021).

Beberapa negara langsung melaksanakan lockdown, membatasi semua akses baik luar
dan dari dalam negara masing-masing. Lockdown adalah salah satu cara yang dapat
memangkas pertumbuhan angka pengidap virus Covid-19. Dampak dari Covid-19 sendiri
tidak hanya pada bidang Kesehatan, tapi juga berdampak sangat serius pada ekonomi
global.

Sebelum pandemi terjadi, ekonomi global diyakini akan terus tumbuh. IMF
memperkirakan bahwa ekonomi global akan tumbuh 3,3% lebih tinggi dibanding
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 yaitu sebesar 2,9%. Covid-19 membalikan
perkiraan itu semua yang dimana diperkirakan bahwa ekonomi global akan tumbuh, tapi
pada kenyataannya ekonomi global menuju resesi dengan sangat cepat.

Berbagai Negara di seluruh belahan dunia, berbondong-bondong untuk memberikan stimulus


ekonomi untuk meminimalisir dampak ekonomi yang disebabkan oleh pandemic COVID-19. Hal
ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk mencegah dampak lanjutan yang mungkin akan
semakin meningkat. Intervensi pemerintah sangat dibutuhkan dalam kondisi ini.
Lalu bagaimana respon pemerintah Indonesia dalam menghadapi Pandemi COVID-19 yang
sedang berlangsung ini? APBN adalah jawaban dari pemerintah Indonesia. APBN menjadi
Instrumen utama yang digunakan oleh pemerintah untuk melakukan intervensi dibidang fiscal.
Pemerintah juga bekerjasama dengan beberapa Lembaga seperti Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK) yang juga beranggotakan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), untuk bersama-sama menangkal pandemi Covid-19 dan
mengoptimalkan berbagai instrumen kebijakan untuk mempercepat berakhirnya krisis kesehatan
maupun ekonomi yang terjadi.

Secara garis besar, terdapat dua dimensi utama di dalam stimulus penanganan Covid-19, yang
pertama adalah untuk penanganan kesehatan sebagai sumber utama penyebab krisis. Dimensi
kedua adalah penanganan krisis ekonomi sebagai efek domino dari krisis kesehatan, melalui
program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Untuk membiayai pelaksanaan program ini,
tentunya dibutuhkan anggaran biaya atau belanja yang sangat besar. Salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah adalah melakukan pengelolaan utang dalam membiayai program tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang masalah di atas, dapat dibuat rumusan masalah antara lain
sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaruh pandemi Covid-19 terhadap kondisi perkonomian di Indonesia ?
b. Bagaimana fungsi Progam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagai bentuk
tanggapan pemeringah dalam mengatasi pandemi Covid-19?
c. Bagaimana pengelolaan utang Indonesia dalam pembiayaan percepatan program
pemulihan ekonomi nasional (PEN) ?
Bab II
Kerangka Teori

2.1 Pandemi Covid-19


Pandemi merupakan sebuah kondisi yang terjadi ketika terdapat wabah yang
berjangkit serempak di mana-mana. Pandemi Covid-19 di Indonesia terjadi akibat adanya
koronavirus sindrom pernapasan akut berat. Penyakit ini terjadi karena adanya penularan
virus dari satu tubuh ke tubuh lain yang terus terjadi sehingga terjadi wabah penyakit yang
merebak ke tempat satu ke tempat lainnya.

Covid-19 diketahui pertama kali masuk ke Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Hal
ini terdeteksi ketika dua orang terkonfirmasi tertular dari seorang warga negara Jepang.
Kemudian, virus tersebut terus menular dan menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.
Hal tersebutlah yang menyebabkan kondisi tersebut menjadi sebuah pandemi.

Beberapa negara langsung melaksanakan lockdown, membatasi semua akses baik luar
dan dari dalam negara masing-masing. Lockdown adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan salah satu cara mengendalikan penyebaran virus atau penyakit tertentu.
Lockdown digunakan sebagai salah satu cara yang dapat memangkas pertumbuhan angka
pengidap virus Covid-19. Dampak dari Covid-19 sendiri tidak hanya pada bidang
Kesehatan, tapi juga berdampak sangat serius pada ekonomi global.

Pandemi Covid-19 mempengaruhi sektor perekonomian di Indonesia. Adanya


kebijakan lockdown yang di Indonesia disebut sebagai Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) yang kemudian diubah namanya menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM). Adanya pembatasan sosial di Indonesia mengakibatkan Indonesia
mengalami pertumbuhan perkonomian yang negatif. Gross Domestic Product (GDP)
adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi aktivitas
perekonomian nasionalnya, tetapi pada dasarnya GDP/PDB mengukur seluruh volume
produksi dari suatu wilayah (negara) secara geografis. Selain itu, istilah-istilah yang akan
digunakan pada penulisan ini, salah satunya adalah konsumsi rumah tangga adalah
pengeluaran atas barang dan jasa oleh rumahtangga untuk tujuan konsumsi. Dalam hal ini
rumah tangga berfungsi sebagai pengguna akhir (final demand) atas berbagai jenis barang
dan jasa yang tersedia di dalam suatu perekonomian. Sedangkan isitlah lainnya yang akan
digunakan adalah konsumsi LNPRT adalah aktivitas yang dilakukan oleh lembaga non-
profit dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat, sesuai konsep System of
National Account 2008 merupakan aktivitas ekonomi.

2.2 Program Pemulihan Ekonomi Nasional


Pemulihan Ekonomi Negara (PEN) adalah serangkaian kegiatan dalam rangka
melakukan pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan
keuangan negara untuk melakukan percepatan penanganan COVID-19

Penyertaan Modal Negara (PMN) adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk
dijadikan sebagai modal Badan Usaha Milik Negara dan/atau perseroan terbatas lainnya,
dan dikelola secara korporasi.

Pandemi COVID-19 adalah pandemic yang disebabkan oleh Virus Covid-19. Virus ini
menyerang bagian paru-paru manusia.

Usaha Mikro, Kecil & Menengah (UMKM) Pengertian UMKM adalah usaha
produktif yang dimiliki perorangan maupun badan usaha yang telah memenuhi kriteria
sebagai usaha mikro.

Stimulus adalah Secara Bahasa adalah dorongan atau rangsangan. Lalu, apa itu
stimulus ekonomi yang belakangan mulai sering kita dengar beritanya? Stimulus ekonomi
pada dasarnya adalah salah satu bentuk kebijakan ekonomi di bidang keuangan yang
dilakukan oleh pemerintah untuk membantu mengatasi dampak krisis atau mengakselerasi
pembangunan.

Insentif adalah tambahan penghasilan (uang, barang, dan sebagainya) yang diberikan
untuk meningkatkan gairah kerja. Istilah lain insentif adalah uang perangsang.

2.3 Pengelolaan Utang


Salah satu instrumen dalam postur APBN adalah pembiayaan. Pembiayaan dapat
dilakukan melalui mekanisme utang pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, utang negara adalah jumlah uang yang wajib
dibayar pemerintah pusat dan/atau kewajiban pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan
uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau
berdasarkan sebab lainnya yang sah. Undang-undang mengamanatkan batas utang yang
diperbolehkan adalah 60% dari Produk Domestik Bruto. Utang pemerintah digunakan
untuk pembiayaan secara umum (general financing) dan untuk membiayai
kegiatan/proyek tertentu. Beberapa pembiyaan umum yang dapat dibiayain melalui utang
pemerintah adalah untuk membiayan belanja produktif dan penyertaan modal pemerintah
(PMN). Pemberian penyertaan modal pemerintah memberikan dampak kepada BUMN
untuk melakukan leverage yang lebih leluasa jika dibandingkan dengan belanja negara.
Rincinya, utang pemerintah dapat digunakan untuk:
a. Utang Sebagai Sumber Pembiayaan Defisit Anggaran.
Defisit anggaran terjadi apabila jumlah penerimaan negara lebih sedikit dari
pengeluarannya. Defisit merupakan suatu kondisi dimana APBN mengalami
ketimpangan antara penerimaan negara dan belanja negara. Beberapa kondisi dapat
menjadi penyebab defisit anggaran terjadi antara lain:
1) Mempercepat pertumbuhan ekonomi;
2) Memeratakan pendapatan masyarakat;
3) Melemahnya nilai tukar;
4) Membludaknya pengeluarn negara akibat terjadinya krisis ekonomi.
Utang merupakan konsekuensi dari postur APBN yang mengalami defisit.
Kebijakan defisit anggaran melalui pembiayaan utang merupakan salah satu strategi
pembangunan ekonomi. Kebijakan fiskal melalui defisit anggaran dapat memengaruhi
fundamental makroekonomi suatu negara. Pembiayaan APBN melalui utang
merupakan bagian dari pengelolaan keuanan negara yang lazim digunakan oleh suatu
negara. Utang merupakan salah satu instrument dalam pembiayaan APBN untuk
menutup defisit APBN dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo (debt
refinancing). Dengan adanya pengelolaan utang, pemerintah diharapkan dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

b. Utang sebagai Leverage Pertumbuhan Ekonomi.


Kebijakan fiskal yang diambil pemerntah tentunya bertujuan untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Salah satu kebijakan yang diambil budget
deficit policy atau kebijakan defisit anggaran. Kebijakan defisit anggaran adalah
kebijakan yang diambil pemerintah untuk membelanjakan uang negata lebih banyak
dari penerimaan negara untuk memberikan stimulus pada perekonomian negara
apabila keadaan ekonomi suatu negara sedang resesif.
Bab III
Pembahasan

3.1 Kondisi Ekonomi Indonesia pada saat Pandemi Covid-19


Ekonomi Dunia pada awal tahun 2020 terlihat sangat menjanjikan dengan adanya
kesepakatan ekonomi terutama dagang antara dua negara besar yang sering disebut sebagai
negara-negara dengan ekonomi paling maju di dunia, yaitu Amerika Serikat dengan
Tiongkok. Hampir semua orang mempunyai pandangan positif mengenai kesepakatan ini
karena perseteruan dua negara ini dalam beberapa tahun terakhir mempengaruhi
stagnannya pertumbuhan ekonomi dunia.

Tetapi pada akhir kuartal pertama tahun 2020, seluruh dunia digegerkan dengan
adanya sebuah penyakit menular yang diketahui bahwa bisa menular hanya dengan lewat
nafas atau droplets dari orang yang terinfeksi. Covid-19 adalah sebuah penyakit menular
yang baru diketahui, penyakit ini dipercaya diindikasi pertama kali ada di daerah
Tiongkok. Semua negara dengan tanggap melakukan pencegahan agar penyakit yang
belum diketahui obatnya ini tidak masuk ke negara mereka (Keuangan, Kementerian,
2021).

Dengan bertambahnya orang-orang yang terpapar virus Covid-19, dan sudah mulai
memasuki negara-negara diluar Tiongkok, maka pada tanggal 11 Maret 2020, World
Health Organization (WHO) resmi mengumumkan bahwa virus Covid-19 adalah pandemi
global. Lebih dari 20 negara terdampak virus ini dan pada akhir tahun 2020 jumlah
kematian yang disebabkan oleh Covid-19 sendiri melebihi 1,5 juta kematian.

Beberapa negara langsung melaksanakan lockdown, membatasi semua akses baik luar
dan dari dalam negara masing-masing. Lockdown adalah salah satu cara yang dapat
memangkas pertumbuhan angka pengidap virus Covid-19. Dampak dari Covid-19 sendiri
tidak hanya pada bidang Kesehatan, tapi juga berdampak sangat serius pada ekonomi
global.

Sebelum pandemi terjadi, ekonomi global diyakini akan terus tumbuh. IMF
memperkirakan bahwa ekonomi global akan tumbuh 3,3% lebih tinggi dibanding
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 yaitu sebesar 2,9%. Covid-19 membalikan
perkiraan itu semua yang dimana diperkirakan bahwa ekonomi global akan tumbuh, tapi
pada kenyataannya ekonomi global menuju resesi dengan sangat cepat.
Demi mengatasi pertumbuhan penderita Covid-19 sebagian besar negara
mencanagkan Gerakan physical distancing, lockdown, dan lain sebagainya. Hal ini secara
langsung berdampak pada perputaran ekonomi karena sebagian besar orang menjaga jarak
dengan orang lain dan tidak terjadi transaksi pada pasar.

Kita bisa lihat contohnya pada negara asal Covid-19, Tiongkok. Tiongkok pada awal
tahun 2020 mencatat adanya pertumbuhan ekonomi negatif 6,8%, angka ini sangat besar
mengingat Tiongkok sendiri adalah salah satu negara penguasa ekonomi global, ini juga
pertama kali Tiongkok mengalami pertumbuhan negatif sejak tahun 1992.

Sumber: IMF & Kementerian Keuangan

Dampak buruk dari Covid-19 sendiri juga menampar Indonesia walaupun kontraksi
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 tidak seburuk negara lain. Badan Pusat
Statistik mencatat bahwa Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi sebesar
negatif 2,07% pada tahun 2020. Hal ini menyebabkan Indonesia mengalami deflasi dan
penurunan ekonomi yang sangat drastis. (Hayati, 2022)

Indonesia sendiri juga melaksanakan gerakan social distancing, dan membatasi


pergerakan masyarakat Indonesia. Hal ini berdampak sangat signifikan terhadap ekonomi
Indonesia karena sebagian besar penyumbang tingginya tingkat GDP Indonesia adalah
konsumsi Rumah Tangga (RT) dan konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah
Tangga (LNPRT).

Pada tahun 2020, konsumsi Rumah Tangga (R.T) mengalami penurunan signifikan
dari 5,04% menjadi negatif 2,63% dan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani
Rumah Tangga (LNPRT) mengalami penurunan yang lebih massif yaitu dari 10,62%
menjadi negatif 4,29%.

Selain konsumsi RT dan konsumsi LNPRT, konsumsi Pemerintah juga turun dari
3,25% menjadi 1,94%, investasi turun dari 3,25% menjadi 1,94%. Hal ini disebabkan
karena pembagunan yang direncanakan pemerintah dihentikan sementara dan fokus pada
penanganan pandemic Covid-19.

Dengan adanya penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut, perusahaan


swastalah yang lebih mengalami dampak serius. Banyak perusahaan swasta yang mem-
PHK karyawannya karena perusahaan itu sendiri sudah tidak mampu membayar
karyawannya, bahkan ada juga perusahaan yang terpaksan gulung tikar alias bangkrut.

Pada bidang transportasi pun dampak Covid-19 sangat terasa terutama pada bidang
penerbangan, banyak masyarakat yang membatasi perjalanan mereka dan secara langsung
menurunkan pendapatan maskapai penerbangan. BPS mencatat bahwa bidang penerbangan
mengalami penurunan pendapatan sebesar kurang lebih Rp200 miliar.

Selain bidang transportasi, bidang pariwisata dan perhotelan juga mengalami dampak
negatif dari Covid-19. Indonesia adalah salah satu negara yang mengandalkan pariwisata
sebagai pendapatan mereka. Dapat dilihat bahwa pendapatan hotel dan restoran menurun
sekitar 50% dari biasanya.

3.2 Program Pemulihan Ekonomi Nasional sebagai salah satu tanggapan pemerintah
dalam mengatasi Pandemi Covid-19
Berbagai Negara di seluruh belahan dunia, berbondong-bondong untuk memberikan stimulus
ekonomi untuk meminimalisir dampak ekonomi yang disebabkan oleh pandemic COVID-19. Hal
ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk mencegah dampak lanjutan yang mungkin akan
semakin meningkat. Intervensi pemerintah sangat dibutuhkan dalam kondisi ini.

Instrument Fiskal maupun moneter digunakan oleh berbagai negara untuk memberi bantuan
ke khalayak umum. Stimulus fiskal digunakan umumnya untuk memperbesar alokasi penanganan
COVID-19. Melalui stimulus fiscal ini juga, negara memberikan jaminan untuk keberlangsungan
usaha, khususnya yang terdampak langsung oleh pandemi ini.
Grafik Stimulus Fiskal Negara-Negara G-20 (% thd PDB), termasuk Program Credit Enhancement

Sumber: Kemenkeu, CSIS & IMF, diakses 14 Juli, diolah

IMF mengestimasi lebih dari 193 negara di dunia telah meluncurkan stimulus ekonomi untuk
menangani pandemic COVID-19 dan dampaknya. Total nilai stimulus mencapai US$8 triliun, atau
setara dengan 10% PDB dunia. Krisis yang disebabkan oleh pandemic COVID-19 ini berbeda
dengan krisis-krisis yang terjadi sebelumnya, sifatnya yang sangat tidak terprediksi menciptakan
kondisi dimana pemangku kepentingan harus segera melakukan penyesuaian.

Pandemi Covid-19 merupakan sebuah kejadian luar biasa serta berdampak sangat mendalam
sehingga perlu disiapkan respon kebijakan yang juga luar biasa, termasuk bagi Indonesia.
Permasalahan kesehatan ini telah merambat menjadi krisis di berbagai aspek, yakni sosial,
ekonomi dan keuangan. Dengan adanya pandemi tersebut, resesi ekonomi dunia dan perlambatan
tajam ekonomi domestik menjadi tidak terhindarkan sehingga perlu adanya berbagai kebijakan
ekonomi yang komprehensif untuk memastikan agar penanganan Covid-19 dapat diakselerasi dan
mampu mencegah dampak pada perekonomian yang lebih dalam.

Lalu bagaimana respon pemerintah Indonesia dalam menghadapi Pandemi COVID-19 yang
sedang berlangsung ini? APBN adalah jawaban dari pemerintah Indonesia. APBN menjadi
Instrumen utama yang digunakan oleh pemerintah untuk melakukan intervensi dibidang fiscal.
Pemerintah juga bekerjasama dengan beberapa Lembaga seperti Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK) yang juga beranggotakan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), untuk bersama-sama menangkal pandemi Covid-19 dan
mengoptimalkan berbagai instrumen kebijakan untuk mempercepat berakhirnya krisis kesehatan
maupun ekonomi yang terjadi.

Paket Stimulus I diberikan pada bulan februari 2020 sebesar Rp 8,5 Triliun. Stimulus ini
diberikan pada sektor pariwisata.

Setelah Covid-19 masuk ke Indonesia dan memberi ancaman pada keselamatan dan kesehatan
masyarakat, pemerintah terus memperkuat kebijakan kesehatan termasuk dengan melakukan
refocusing serta realokasi anggaran. Kebijakan ini dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 4
Tahun 2020 tanggal 20 Maret 2020 yang menyatakan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga diminta
untuk mengutamakan penggunaan anggaran yang ada bagi kegiatan yang mendukung percepatan
penanganan Covid-19 (refocusing kegiatan dan realokasi anggaran).

Stimulus II dilakukan pada bulan Maret 2020 sebesar Rp 22,5 triliun. Paket stimulus II ini
dilakukan pada saat kasus COVID-19 sebanyak 69 orang dengan Korban jiwa sebanyak 1 orang.
Paket stimulus II ini digunakan untuk menjaga daya beli masyarakat dan membantu dunia usaha.

Eskalasi pandemi Covid-19 yang berjalan sangat cepat membuat langkah penanganan yang
telah dijalankan sebelumnya dinilai belum memadai. Asesmen terhadap data faktual menunjukkan
bahwa eskalasi pandemi Covid-19 membawa perubahan sangat cepat yang mengancam tidak
hanya pada kesehatan dan keselamatan masyarakat, tetapi juga pada aktivitas perekonomian di
berbagai sektor dan lapisan masyarakat serta stabilitas sektor keuangan. Keadaan tersebut
menguatkan pertimbangan Pemerintah untuk mengeluarkan langkah-langkah luar biasa untuk
menangani dan mencegah kemungkinan terburuk berupa krisis ekonomi yang bisa mengancam
stabilitas sektor keuangan (SSK).

Pemerintah melihat adanya situasi kegentingan yang memaksa untuk dikeluarkannya Paket
Stimulus III sebesar Rp405,7 triliun dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(PERPPU) agar dapat dilakukan langkah yang cepat dan antisipatif untuk menangani Covid-19
serta dampaknya pada stabilitas ekonomi dan sektor keuangan yang semakin eskalatif. Pada
tanggal 31 Maret 2020, Pemerintah mengeluarkan PERPPU Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi
Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang
Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. PERPPU tersebut
berisi bauran kebijakan di bidang keuangan negara (kebijakan fiskal) dan kebijakan stabilitas
sistem keuangan.

PERPPU ini diterbitkan selain sebagai respon terhadap eskalasi Pandemi COVID-19 juga
memberikan landasan hukum bagi pemerintah Indonesia dalam melakukan kebijakan dan
melakukan Langkah-langkah luar biasa, termasuk pelebaran deficit melebihi 3% dari nilai PDB
dalam hal ini mencapai 5,07% terhadap PDB. Beberapa kebijakan keuangan didalam PERPPU
tersebut adalah sebagai berikut; Penyesuaian Batasan Defisit Negara, Penggunaan Sumber
Pendapatan alternatif, penyesuaian mandatory spending, Penerbitan SBN, insentif perpajakan,
pelaksanaan Pemulihan Ekonomi Negara(PEN). Sedangkan untuk kebijakan sektor keuangan
sebagai berikut; perluasan kewenangan KSSK, penguatan kewenangan OJK dan LPS dan
penguatan kewenangan pemerintah.

Sumber: Kementerian Keuangan

Dengan berbagai penguatan, biaya untuk penanganan Covid-19 meningkat menjadi Rp695,2
triliun. Secara garis besar, terdapat dua dimensi utama di dalam stimulus penanganan Covid-19,
yang pertama adalah untuk penanganan kesehatan sebagai sumber utama penyebab krisis. Dimensi
kedua adalah penanganan krisis ekonomi sebagai efek domino dari krisis kesehatan, melalui
program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Secara umum, terdapat 6 kebijakan utama program PEN, yakni penanganan kesehatan,
perlindungan sosial, insentif bagi dunia usaha, dukungan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah,
pembiayaan korporasi, serta program sektoral Kementerian Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Program PEN diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020.

Peningkatan biaya penanganan COVID-19 menjadi RP 607,65 Triliun, digunakan untuk


menjalankan Pemulihan Ekonomi Nasional dibeberapa sektor. Program Kesehatan, perlindungan
Sosial, Insentif Pajak, Sektoral K/L & Pemda, UMKM, Pembiayaan Korporasi, insentif usaha serta
penanaman Modal Negara(PMN).

PEN-Kesehatan. Stimulus untuk penanganan kesehatan dialokasikan sebesar Rp87,55 triliun.


Saat ini, diperlukan langkah-langkah yang cepat dan efektif dalam memutus rantai penyebaran
Covid-19 serta dalam hal perawatan untuk menyelamatkan nyawa masyarakat, termasuk tenaga
kesehatan yang terinfeksi. Untuk itu, berbagai kebijakan kesehatan untuk merespon pandemi harus
diberi prioritas dukungan. Di dalam stimulus kesehatan, terdapat berbagai alokasi krusial untuk
penanganan wabah, seperti pengadaan alat tes, fasilitas kesehatan, fasilitas karantina, laboratorium,
hingga pengadaan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan.

PEN-Perlindungan Sosial. Berbagai program PEN bantuan sosial diarahkan pada jutaan
masyarakat yang bekerja di berbagai sektor berpenghasilan rendah seperti petani, pedagang, buruh
bangunan, pekerja pabrik, supir, nelayan, dan lainnya. Dukungan baik yang sifatnya intervensi
langsung seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa,
Bansos Tunai, dan Sembako, hingga bantuan tidak langsung seperti diskon tarif listrik dan Kartu
Pra Kerja disiapkan dengan total anggaran mencapai Rp203,9 triliun.

PEN-Insentif Usaha. Insentif perpajakan dunia usaha merupakan salah satu kebijakan utama
untuk mendorong sisi penawaran dengan total anggaran Rp120,61 triliun. nsentif perpajakan dalam
stimulus Covid-19 beragam seperti PPh pasal 21 Ditanggung Pemerintah (PPh 21 DTP),
Pembebasan PPh pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh pasal 25, serta pengembalian
pendahuluan PPN. Selain berbagai langkah temporer, tarif PPh Badan juga diturunkan dari 25%
menjadi 22%, sebagaimana tertuang dalam PERPPU nomor 1 tahun 2020 yang telah disahkan
menjadi UU nomor 2 tahun 2020. Sejak pertengahan Juli lalu, PMK86/PMK.03/2020 secara resmi
telah menjadi regulasi acuan dalam pemberian insentif pajak untuk Wajib Pajak (WP) terdampak
pandemi COVID-19. Aturan ini merupakan penyempurnaan dari dua PMK sebelumnya, yakni
PMK 23/PMK.03/2020 serta PMK 44/PMK.03/2020, yang juga secara khusus mengatur dukungan
perpajakan pada sektor dunia usaha. Dalam PMK86/PMK.03/2020.

PEN-Dukungan UMKM. Salah satu bagian utama dari program PEN adalah untuk menopang
UMKM. UMKM merupakan salah satu fokus utama upaya penyelamatan ekonomi nasional di
tengah pandemi. Peranan UMKM dalam perekonomian nasional sangat signifikan dan telah
menyediakan lapangan pekerjaan bagi jutaan masyarakat. Namun para pelaku UMKM juga
memiliki kerentanan yang sangat tinggi di tengah pandemi ini. Total dukungan pada UMKM di
dalam program PEN mencapai Rp123,46 triliun, dilakukan lewat berbagai pilar seperti insentif
pajak ditanggung Pemerintah atas PPh final UMKM. Selain itu, UMKM juga diberi kelonggaran
dalam pembayaran angsuran dan bunga kredit, melalui program Subsidi Bunga Ultra Mikro dan
UMKM.

PEN-Pembiayaan Korporasi. Tidak hanya pada UMKM, Pemerintah juga berupaya untuk
memberikan bantuan pada korporasi yang terdampak pandemi, khususnya yang merupakan padat
karya. Total dukungan untuk pembiayaan korporasi di tengah pandemi dan pemulihan ekonomi
mencapai Rp53,57 triliun. Perusahaan yang bersifat padat karya dapat menerima fasilitas
restrukturisasi dengan skema penempatan dana yang dilakukan Pemerintah.

PEN-Pemerintah Daerah & Sektoral Kementrian Lembaga. Untuk menjangkau secara luas
dan komprehensif, program PEN juga melibatkan peranan Pemerintah Daerah, seperti melalui
tambahan Dana Insentif Daerah (DID) sebesar Rp5 triliun. Di samping itu, dukungan kepada
Pemda juga berupa DAK Fisik dengan total Rp8,7 triliun untuk mendorong pembangunan fisik
yang dapat menyerap tenaga kerja, memberdayakan masyarakat lokal, serta dilakukan secara
swakelola. Selanjutnya, Pemerintah juga memperluas alternatif pendanaan bagi Pemda dalam
bentuk pinjaman daerah sebesar Rp10 triliun, yang disalurkan melalui PT SMI.

Penyertaan Modal Negara sebagai upaya Pemulihan Ekonomi Nasional Untuk BUMN
diperlukan karena BUMN memiliki peran vital dalam perekonomian nasional, termasuk di
dalamnya pemulihan ekonomi akibat dampak COVID-19 yang mempengaruhi BUMN dari
berbagai sisi. Oleh karena itu, pemerintah perlu menjaga keberlangsungan BUMN dengan terus
mendukung ketahanan kinerja BUMN. Dampak COVID-19 ke BUMN, yaitu :

a. Supply, tidak tersedianya bahan baku


b. Finansial, Penunggakan pembayaran yang mengganggu likuiditas BUMN
c. Demand, Penurunan penjualan dan konsumsi akibat PSBB (khususnya sektor energi,
transportasi)
d. Operasional, seperti pemberhentian operasi perusahaan (khususnya sektor transportasi) dan
penundaan proyek.

Sumber Gambar: Instagram @bkfkemenkeu

Dukungan Penyertaan Modal Negara sebesar Rp25,27 Triliun atau sekitar 16,54% dari total
dukungan untuk BUMN Prioritas yang mencapai Rp152,75 Triliun. Dukungan tersebut berada
diurutan kedua terbanyak setelah dukungan yang berasal dari Kompensasi sebesar Rp90,42 Triliun.
Dukungan lainnya berasal dari Subsisdi Rp6,92 Triliun, Dana Talangan Modal Kerja Rp19,65
Triliun, dan Bansos Rp10,5 Triliun.

3.3 Pengelolaan Utang Pemerintah dalam Mendukung Pembiayaan Percepatan Program


Pemulihan Ekonomi Nasional
3.3.1 Defisit APBN > 3% PDB sebagai Katalisator Pemulihan Ekonomi Nasional
Pandemi COVID-19 membawa keterpurukan pada perekonomian nasional.
Dampak pandemic COVID-19 sangat dirasakan pada triwulan II tahun 2020.
Indonesia mengalami kontraksi (pertumbuhan ekonomi negatif) sekitar 3%. Hal ini
terjadi karena pengaruh kebijakan social distancing atau Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB). Kebijakan ini sangat memengaruhi aktivitas ekonomi
Indonesia.
Pada APBN TA 2015-2021, terjadi perubahan yang siginifikan dalam postur
APBN. Selama tahun 2015-2019, APBN mengalami defisit sebesar 1,82 persen -
2,59 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Bahkan di tahun 2018 dan 2019
defisit APBN mencapai titik terendah, yaitu 1,82 persen dan 2,20 persen, jauh di
bawah 3 persen yang ditetapkan Undang-Undang Keuangan Negara.
Pada APBN TA 2020 dan 2021, terjadi peningkatan yang signifikan terhadap
defisit APBN yaitu sebesar 6,34 persen dan 5,7 persen. Peningkatan defisit tersebut
dikarenakan menurunnya Pendapatan Negara dan terjadinya kenaikan Belanja
Negara akibat pandemi Covid-19. Defisit APBN tersebut disebabkan fokus
pemerintah dalam melakukan belanja pada bidang kesehatan, Perlindungan Sosial
(Social Safety Net), dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Belanja
kesehatan antara lain untuk penyedian fasilitas kesehatan dan penyediaan vaksin
Covid-19. Perlindungan Sosial berupa Bantuan Sosial untuk membantu masyarakat
yang terdampak pandemi Covid-19. Program PEN untuk melindungi,
mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha
dalam menjalankan usahanya. Untuk mendanai defisit APBN tersebut, Pemerintah
melakukan pinjaman.
Atas dasar kenaikan defisit pada APBN TA 2020 dan 2021, pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Pemerintah
berwenang untuk menetapkan Batasan defisit anggaran, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. melampaui 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama masa
penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau untuk
menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau
stabilitas sistem keuangan paling lama sampai dengan berakhirnya Tahun
Anggaran 2022;
b. sejak Tahun Anggaran 2023 besaran defisit akan kembali menjadi paling tinggi
sebesar 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB).

3.3.2 Utang Pemerintah sebagai Katalisator Pemulihan Ekonomi Nasional


Pandemi COVID-19 di Indonesia selain membawa risiko bagi kesehatan
masyarakat juga berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional,
peningkatan belanja negara dan pembiayaan, serta penurunan penerimaan negara.
Mengingat hal tersebut, perlu adanya upaya oleh pemerintah untuk melakukan
pemulihan kesehatan dan perekonomian nasional dengan fokus pada belanja untuk
kesehatan, Perlindungan Sosial (Social Safety Net), dan Program Pemulihan
Ekonomi Nasional (PEN).
Dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, sejalan dengan penerbitan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2020 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020,
Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang
Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung
Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease
2019 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian
Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelematan Ekonomi
Nasional. Untuk membiayai pelaksanaan program ini, tentunya dibutuhkan
anggaran biaya atau belanja yang sangat besar. Salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah adalah melakukan pengelolaan utang dalam membiayai program
tersebut.
Menurut International Monetary Fund, persentase utang pemerintah terhadap
Produk Domestik Bruto pada tahun 2015 s.d. 2022 ditunjukkan pada grafik
dibawah ini.

Persentase Utang Pemerintah terhadap PDB


45
40
39.8 41.2 40.9
35
30
Persentase PDB

29.4 30.4 30.6


25 27 28
20
15
10
5
0
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

Sumber : International Monetary Fund

Apabila kita analisis grafik tersebut, terdapat kenaikan utang pemerintah yang
signifikan pada tahun 2019 s.d. 2021. Kenaikan tersebut dikarenakan pemerintah
berfokus pada pemulihan ekonomi nasional. Salah satu upaya pemerintah adalah
dengan melakukan melakukan pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan menerbitkan Keputusan
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko Nomor 27/PR/2020 tentang
Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang Tahun 2020. KMK ini bertujun
untuk:
a. memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang tahun 2020 dan
membiayai kembali utang jatuh tempo dengan biaya yang optimal dan risiko
yang terkendali;
b. mendukung penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019, menjaga
stabilitas perekonomian nasional, dan/atau sistem keuangan, dengan tetap
memperhatikan biaya dan risiko serta kebutuhan pengembangan pasar SBN;
c. mendukung terbentuknya pasar SBN domestic yang dalam, aktif, dan likuid
untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang; dan
d. Meningkatkan akuntabilitas publik sebagai bagian dari pengelolaan utang
pemerintah yang transparan daloam rangka mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Nomor 27/PR/2020 tentang Strategi Pembiayaan Tahunan melalui Utang Tahun
2020, Pembiayaan melalui utang dalam rangka mengatasi pandemi COVID-19 dan
pemulihan ekonimi nasional sebesar Rp1.006.400,5 milliar yang terdiri atas SBN
Neto sebesar Rp963.465,6 miliar dan Pinjaman Neto sebesar Rp42.934,9 miliar.
Dengan memperhatikan defisit APBN tahun anggaran 2020, pembiayaan non
utang, dan utang jatuh tempo, maka kebutuhan pembiayaan melalui utang
ditetapkan sebesar Rp1.439.753,4 miliar dengan rincian sebagai berikut:
Tabel Kebutuhan Pembiayaan APBN
melalui Utang Tahun Anggaran 2020 (dalam miliar rupiah)
No Uraian Nominal
1 Pembiayaan Defisit 852,956.00
2 Pembiayaan Non-Utang (neto) 153,464.50
a. Pembiayaan Investasi 229,324.10
b. Pemberian Pinjaman (5,810.20)
c. Kewajiban Penjaminan 590.60
d. Pembiayaan Lainnya (70,640.00)
3 Utang Jatuh Tempo 433,352.90
a. Surat Berharga Negara 325,805.60
i. Rupiah 276,757.60
ii. Valas 49,048.00
b. Pinjaman 107,547.30
i. Dalam Negeri 1,678.10
ii. Luar Negeri 105,869.20
Total Kebutuhan Pembiayaan 1,439,753.40
Sumber : KepdirjenPPR No. 27/PR/2020
Sumber pembiayaan melalui utang terdiri atas:
a. Pembiayaan melalui penerbitan SBN sebesar Rp1.289.271,2 miliar.
Pembiayaan melalui penerbitan SBN tidak termasuk penerbitan SPN dan SPNS
yang akan jatuh tempo pada tahun 2020 sebesar Rp44.750 miliar, sehingga
penerbitan SBN bruto sebesar Rp1.334.021,2 miliar dan dapat disesuaikan
apabila terdapat perubahan atas utang jatuh tempo pada tahun 2020 dan/atau
kebutuhan pembiayaan defisit dan non-utang (neto). Penerbitan SBN bruto ini
terdiri atas: a) Penerbitan SBN Rupiah sebesar Rp1.157.965,1 miliar; dan b)
Penerbitan SBN dalam valuta asing sebesar Rp176.056,1 miliar.
Komposisi Penerbitan Surat Berharga Negara Tahun 2020
(dalam miliar rupiah)
No Instrumen Nominal
1 Surat Utang Negara 947.171,3
a. Surat Utang Negara Rupiah 820.615,2
a.i. Obligasi Negara 707.995,2
a.ii. Surat Perbendaharaan Negara 3 Bulan 34.000,0
a.iii. Surat Perbendaharaan Negara 9 dan 12 bulan 41.120,0
a.iv. Surat Utang Negara Ritel 37.500,0
b. Surat Utang Negara dalam Valuta Asing 126.556,1
2 Surat Berharga Syariah Negara 386.849,9
a. Surat Berharga Syariah Negara Rupiah 337.349,9
a.i. Surat Berharga Syariah Negara Jangka Panjang 260.379,9
a.ii. Surat Perbendaharaan negara Syariah 6 dan 12 bulan 39.470,0
a.iii. Surat Berharga Syariah Negara Ritel 37.500,0
b. Surat Berharga Syariah Negara dalam Valuta Asing 49.500,0
TOTAL PENERBITAN SURAT BERHARGA NEGARA (BRUTO) 1.334.021,2
- Sumber : KepdirjenPPR No. 27/PR/2020
- Pembiayaan melalui penarikan pinjaman sebesar Rp150.482,2 miliar.
Penarikan pinjaman ini terdiri atas: a) Pernarikan PDN yang ditetapkan sebesar
Rp2.974,1 miliar; dan Penarikan PLN yang ditetapkan sebesar Rp147.508,0 miliar.

Pemerintah juga melakukan pinjaman yang bersumber dari luar negeri untuk
mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Besaran pinjaman luar negeri lebih
besar jumlahnya dibandingkan dengan pinjaman dalam negeri. Berikut rincian
posisi utang luar negeri pemerintah menurut sektor ekonomi tahun 2020 (dalam
juta USD):

No Sektor Ekonomi Nominal


1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 135.012
2 Pertambangan & Penggalian 5.913
3 Industri Pengolahan 2.724
4 Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara 49.897
5 Pengelolaan Air, Air Limbang, Pengelolaan dan Daur Ulang 57.423
Sampah, dan Aktivitas Remediasi
6 Konstruksi 389.731
7 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan 632
Sepeda Motor
8 Transportasi dan Pergudangan 156.503
9 Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 0
10 Informasi dan Komunikasi 12.223
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 286.710
12 Real Estate 15
13 Jasa Perusahaan 75
14 Administrasi pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial 278.053
Wajib
15 Jasa Pendidikan 388.371
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 558.500
17 Jasa Lainnya 47.504
Total 2.369.286
Sumber : Bank Indonesia
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa utang luar negeri pemerintah
digunakan untuk sektor kesehatan dan kegiatan sosial. Hal ini pemerintah menaruh
fokus yang luar biasa dalam penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi
nasional.
Pengelolaan utang pemerintah dalam rangka untuk mempercepat pemulihan
ekonomi nasional dilakukan sangat hati-hati. Dalam sistem anggaran defisit, utang
sangat dibutuhkan untuk menutupi defisit APBN. Hal ini dilakukan karena
penerimaan negara tidak cukup untuk membiayai pengeluaran negara. Penerbitan
atau penarikan utang telah mempertimbangkan cost and benefit secara prudent. Hal
ini dilakukan agar biaya utang yang dikeluarkan memberikan manfaat yang lebih
besar untuk program pemulihan ekonomi nasional.
Bab IV
Penutup

4.1 Simpulan
Dari pembahasan dapat ditarik simpulan antara lain sebagai berikut:
a. Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang signifikan pada perputaran ekonomi
Indonesia karena adanya kebijakan social distancing dan pembatasan pergerakan
masyarakat Indonesia, Hal tersebut menyebabkan kontraksi pertumbuhan ekonomi
Indonesia sebesar negative 2,07% pada tahun 2020 dan mengalami deflasi.
b. Sektor yang sangat terdampak dengan adanya pandemi Covid-19 konsumsi Rumah
Tangga (RT) mengalami penurunan signifikan dari 5,04% menjadi negatif 2,63% dan
konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) mengalami
penurunan yang lebih massif yaitu dari 10,62% menjadi negatif 4,29%.
c. Sektor lainnya yang terdampak adalah sektor konsumsi pemerintah, sektor swasta,
sektor transportasi, serta sektor pariwisata dan perhotelan.
d. Program Pemulihan Ekonomi Nasional merupakan salah satu bentuk tanggapan
pemerintah dalam mengatasi Pandemi Covid-19.
e. Dalam mendukung Percepatan Program Pemulihan Ekonomi Nasional pemerintah
melakukan dua hal yang digunakan sebagai katalisator, yaitu kebijakan defisit >3%
s.d. tahun 2021 dan utang pemerintah.
f. Terdapat kenaikan utang pemerintah yang signifikan pada tahun 2019 s.d. 2021.
Kenaikan tersebut dikarenakan pemerintah berfokus pada pemulihan ekonomi
nasional dengan melakukan melakukan pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar
negeri. Kementerian Keuangan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan
Pembiayaan Risiko Nomor 27/PR/2020 tentang Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui
Utang Tahun 2020.
g. Utang luar negeri pemerintah digunakan untuk sektor kesehatan dan kegiatan sosial.
Hal ini dilakukan sebagai upaya penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi
nasional.
h. Pengelolaan utang pemerintah dalam rangka untuk mempercepat pemulihan ekonomi
nasional dilakukan sangat hati-hati. Dalam sistem anggaran defisit, utang sangat
dibutuhkan untuk menutupi defisit APBN. Penerbitan atau penarikan utang telah
mempertimbangkan cost and benefit secara prudent agar biaya utang yang dikeluarkan
memberikan manfaat yang lebih besar untuk program pemulihan ekonomi nasional.
Daftar Pustaka
Anonim. (2022, Oktober). General Government Gross Debt (Percent of PDB). Diambil
kembali dari International Monetary Fund: https://www.imf.org/en/Countries/IDN
Anonoim, & Handini, R. (t.thn.). Pengaruh Utang Pemerintah dan Defisit Anggaran.
Surabaya: Perpustakan Universitas Airlangga.
DJPPR. (2022). Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko. Retrieved from Memahami Utang:
https://www.djppr.kemenkeu.go.id/pahamiutang
Hayati, R. N. (2022). Pemulihan Perkonomian Indonesia setelah Kontraksi Akibat Pandemi
Covid-19.
Indonesia, B. (2020, Desember 15). External Debt Statistic of Indonesia - December 2020.
Retrieved from Indonesia External Debt Statistic:
https://www.bi.go.id/en/statistik/ekonomi-keuangan/sulni/Pages/SULNI_Desember_20
20.aspx
Keuangan, Kementerian. (2021). Pemulihan Ekonomi Nasional . Retrieved from Kementerian
Keuangan: https://pen.kemenkeu.go.id/in/page/sosialekonomiglobal
Nurmilla, A. (2021, Juli 08). Memahami Utang Pemerintah. Retrieved from DJKN:
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/14049/Memahami-Utang-
Pemerintah.html
Sasongko, D. (2020, Agustus 03). Artikel DJKN. Diambil kembali dari Strategi Kebijakan
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN):
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13287/Strategi-Kebijakan-Pemulihan-
Ekonomi-Nasional.html
Satya, V. E. (2015). Analisis Kebijakan Pengelolaan Utang Negara : Manajemen Utang
Pemerintah dan Permasalahannya. Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi
Sekretariat Jenderal DPR RI, 59 - 74.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2020 tentang perubahan atas
peraturan pemerintah nomor 23 tahun 2020 tentang pelaksanaan program pemulihan
ekonomi nasional dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negaara untuk
penanganan pandemi COVID-19 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan
perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan
ekonomi nasional

Anda mungkin juga menyukai