Disusun Oleh:
Sholeha (2010901018)
Dosen Pengampu:
FAKULTAS PSIKOLOGI
2023
Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik Psikologi: “Mengambil Ranah
Psikologi Padahal Bukan Psikolog”
A. Rangkuman Kasus
Sebut saja namanya bapak “ L”, ia lulusan S2 magister sains dalam bidang
psikologi. Setelah beberapa bulan dari kelulusannya ia direkrut menjadi dosen di
sebuah Sekolah Tinggi di salah satu lembaga pendidikan di tempat tinggalnya. Satu
hari ia diminta oleh pihak pengelola SMA swasta di daerahnya untuk melakukan
tes psikologi yang bertujuan untuk melihat kemampuan minat dan bakat penjurusan
IPA, IPS dan Bahasa.
B. Analisa Kasus
• Pasal 1 Ayat 4: “ILMUWAN PSIKOLOGI adalah ahli dalam bidang ilmu psikologi
dengan latar belakang pendidikan strata 1 dan/atau strata 2 dan/atau strata 3
dalam bidang psikologi. Ilmuwan psikologi memiliki kewenangan untuk
memberikan layanan psikologi yang meliputi bidang-bidang penelitian;
pengajaran; supervisi dalam pelatihan; layanan masyarakat; pengembangan
kebijakan; intervensi sosial; pengembangan instrumen asesmen psikologi;
pengadministrasian asesmen; konseling sederhana;konsultasi organisasi;
perancangan dan evaluasi program. Ilmuwan Psikologi dibedakan dalam
kelompok ilmu murni (sains) dan terapan”. Seorang Psikolog atau Ilmuan
Psikologi tidak boleh menangani kasus diluar kewenangan mereka. Hal ini
dapat dilihat dari perilaku saudara “L” yang seharusnya sebagai seorang
ilmuan psikologi bukan psikolog tidak boleh atau tidak memiliki
wewenangan untuk melakukan pengetesan penjurusan yang seharusnya
dilakukan seseorang yang berprofesi sebagai psikolog.
• Pasal 2 Prinsip Umum Prinsip C: “Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi
menyadari bahwa diperlukan kehati-hatian khusus untuk melindungi hak
dan kesejahteraan individu atau komunitas yang karena keterbatasan yang
ada dapat mempengaruhi otonomi dalam pengambilan keputusan”.
Saudara “L” juga melanggar kode etik HIMPSI pada pasal 2 prinsip C
tentang Profesional pada nomor 1,2,3 dan 4 yang berbunyi “Psikolog
dan/atau Ilmuwan Psikologi menjunjung tinggi kode etik, peran dan
kewajiban profesional, mengambil tanggung jawab secara tepat atas
tindakan mereka, berupaya untuk mengelola berbaggai konflik kepentingan
syang dapat mengarah pada eksploitasi dan dampak buruk”. Hal ini dapat
dilihat dari perilaku “L” yang tidak jujur dan menyebabkan ekploitasi serta
mendatangkan dampak buruk bagi komunitas dan orang lain dan tidak
menjunjung tinggi kode etik psikologi.
• Saudara “L” juga melakukan pelanggaran kode etik HIMPSI pada pasal ke-
2 prinsip E mengenai Manfaat pada nomor 3 yang berbunyi “psikolog
dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu waspada terhadap kemungkinan adanya
faktor-faktor pribadi, keuangan, sosial, organisasi maupun politik yang
mengarah pada penyalahgunaan atas pengaruh mereka”. Hal ini terlihat
pada “L” yang melakukan sesuatu diluar kewenangannya dan belum tentu
pemahaman yang ia miliki begitu baik, karena ia yang menyalahgunakan
pengaruhnya tersebut dapat mendatangkan masalah dengan secara tidak
langsung menipu lembaga pendidikan itu sehingga tidak mendatangkan
manfaat meski didampingi “M” yang juga melakukan pelanggaran.
Hadist tentang menipu: “barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk
golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuhan, tempatnya di
neraka”. {HARI. Ibnu Hibban 2: 326 hadist ini shahih sebagaimana kata
Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah No. 1058}.
5. Bab XI Asesmen:
Referensi